Jumat, 16 Oktober 2020

INOVASI DAN PARADIGMA BARU PENDIDIKAN

 

Kosep

Inovasi

Pendidikan

 

 

 

 

 

 

 

 

Dr. H. A. Rusdiana, M.M.

Pengantar Prof. Dr. A.Tafsir

 


BAB 1

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat adanya hubungan antar individu (manusia) ini lahirlah berbagai kelompok sosial (social group), yang dilandasi oleh kesamaan kepentingan bersama.  Akan tetapi, bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam kelompok sosial yang masyarakatnya telah tersusun, terjadi perubahan dalam susunan tersebut merupakan keniscayaan. Hal ini karena perubahan merupakan  hal  yang  mutlak   terjadi  di manapun  tempatnya.

Atkinson (1987) dan Brooten (1978) menyatakan definisi perubahan sebagai  kegiatan  atau  proses  yang  membuat sesuatu  atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan ynag perlu diketahui, yaitu pengetahuan, sikap, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisis tentang kekuatannya, pemahaman tentang tigkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan dpat berguna.

Cara yang paling sederhana untuk memahami perubahan masyarkat sosial dan kebudayaan adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan, jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi mengenai perubhahan masyarakat dan kebudayaan, semua kejadia yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat harus diungkapkan.

Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat dianalisis dari berbagai segi daintaranyaa ke “arah” perubahan dalam masyarakat itu”bergeraak”(direction of change)” yang jelas bahwa perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi, setelah meningggalkan faktor itu, perubahan bergerak pada bentuk yag baru, tetapi boleh pula bergerak pada suatu bentuk yang sudah ada pada waktu yang lampau.

Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah.

Konsepnya dikenal dengan model force-field yag diklasifukasikan sebgai I model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubhana terjadi karena munculnya tekana-tekanan terhadap kelopok, individu,, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekutan tekana(driving-forces) akanberhadapan denganpenolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving-forece dan melemahkan resitences to change.

 

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan itu. Yaitu: (1)unfreezing, merupakan proses penyadaran tentang perlunya atau adanyan kebutuhan untuk berubah; (2) changing, merupakan tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah  resistences dan (3) refreshing,  membawa kembali  kelompok  pada  keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium)

Pada dasarnya, perilaku manusia lebih banyak dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi dari pada melihat kepribadian  individu yang   melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi, dan stratifikasi jauh lebih berat hubungannya dengan perubahan dibandingkan dengan kombinasi kepribadian tertentu  dalam  organisasi.

Lippit (1958)  mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana.  Ada lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap    merupakan ide dasar dari Lewin. Tahap-tahap perubahan adalah (1) tahap    inisiasi keinginan untuk berubah; (2) penyusunan perubahan pola relasi yang    ada; (3) melaksanakan perubahan; (4) perumusan dan   stabilisasi perubahan; dan (5) pencapaian kondisi  akhir yang dicita-citakan.

Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin adalah tentang  perubahan sosial  dalam  mekanisme interaksional.

Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan hasil atau produk,     melainkan merupakan  sebuah proses  keputusan  bersama yang diambil oleh  anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi bahasan yang   menarik  untuk  mernahami perubahan sosial.

A.      HAKIKAT  PERUBAHAN  SOSIAL

1.    Definisi  Perubahan   Sosial

Perubahan sosial adalah proses terjadinya  perubahan struktur dan  fungsi    suatu sistem sosial.  Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat   masuknya  ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang   bersangkutan.

Banyak   definisi   membicarakan  perubahan social dalam arti yang sangat   luas.  Wilbert Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai "perubahan  penting dari stuktur sosial". Adapun struktur sosial adalah  "pola perilaku dan interaksi sosial". Dengan demikian, dapat diartikan bahwa perubahan sosial dalam suatu kajian untuk

I'

melihat dan mempelajari tingkah laku masyarakat   dalam  kaitannya dengan  perubahan.

Kornblum (1988) berusaha memberikan pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan  sosial  meliputi   unsur- unsur  kebudayaan, baik yang  materiel maupun  immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan materiel  terhadap  unsur-unsur  immaterial.  Perubahan  sosial diartikan sebagai perubahan  yang    terjadi  dalam struktur dan   fungsi masyarakat.

Selo Soemardjan (1978) menyatakan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan di lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu  masyarakat.

Soerjono Soekanto      (1990: 217) menyatakan bahwa perubahan sosial  memengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai- nilai,sikap, dan pola  perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Definisi ini  menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya memengaruhi segi-segi lain dalam struktur masyarakat.

Definisi lain dari perubahan sosial adalah semua perubahan yang terjadi di  lembaga  kemasyarakatan, yang memengaruhi sistem sosialnya. Tekanan utama padamdefinisimtersebut terletak pada  lembaga masyarakat   sebagai  himpunan   kelompok manusia, yaitu perubahan yang memengaruhi struktur masyarakat    lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan    dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat,     seperti perubahan dalam unsur geografis,  biologis, ekonomis ,dan kebudayaan.    Sorokin (1957) berpendapat.bahwa segenap usaha untuk mengemukakan kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial 'tidak akan  berhasil baik.

Proses  perubahan sosial biasa terdiri atas tiga tahap: (1) invensi, yaitu  proses  penciptaan dan pengembangan ide-idebaru: (2) difusi, yaitu proses  pengomunikasian   ide-ide baru itu dalam sistem sosial: (3) konsekuensi, yaitu perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai  akibat  pengadopsian atau penolakan inovasi.

Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai    akibat. Dalam  menghadapi perubahan social budaya, masalah utama yang perlu diselesaikan adalah pernbatasan pengertian atau definisi perubahan sosial  (Wilbert  E. Maore,  Order and Change,   Essay in Comparative Sosiology, New  York, John Wiley &Sons,[1967: 3] perubahan kebudayaan).Ahli-ahli   sosiologi   dan antropologi   telah  banyak   membicarakannya.

Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat,yaitu   perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin  rasional;  perubahan  dalam  sikap  dan orientasi  kehidupan   ekonomi  menjadi  semakin komersial; perubahan dalam tatacara kerja sehari-hari yang demakin   ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang semakin   tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang semakin demokratis; perubahan dalam cara dan alat-alat kegiatan yang  semakin  modern dan efisien,  dan  lain-lain.

Menurut Max Weber (Berger, 2004),tindakan sosial atau aksi sosial(social  action) tidak  bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan  dicapai oleh pelaku. Tindakan  osial  dapat dipisahkan   menjadi  empat  macam  tindakan  menurut   motifnya,  yaitu (1) tindakan untuk mencapai  satu   tujuan   tertentu,   (2) tindakan berdasarkan  adanya   satu  nilai  tertentu,  (3) tindakan   emosional,   (4) tindakan   yang  didasarkan   pada  adat  kebiasaan  (tradisi).

Proses sosial juga  diartikan sebagai setiap perubahan social atau interaksi yang dilihat sebagai kualitas dan arah konsisten sebagai kualitas. Dengan  mengabstaksikan  suatu  pola  umum,  proses  sosial ini dapat  diamati  serta  disebut,  seperti peniruan, akulturasi, konflik, dan stratifikasi. Baik-buruknya proses social bergantung pada  situasi proses itu  berlaku yang berkaitan    dengan   nilai a au norma yang subjektif  (Judistira K. Carna, 1992: 80).

Berdasarkan  beberapa pendapat ahli ilmu sosial, dapat disinkronkan  pendapat   mereka  tentang  perubahan sosial, yaitu  suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian pola   hidup masy arakat. yang   mencakup nilai-nilai budaya, pola   perilaku kelompok  masyarakat,   hubungan   sosial ekonomi,  serta  kelembagaan masyarakat baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmaterial.

Etzioni (1973)  mengungkapkan  bahwa perkembangan masyarakat sering  dianalogikan  seperti  halnya  proses  evolusi,  yaitu proses   perubahan  yang  berlangsung   sangat   lambat.   Pernikiran   ini sangat dipengaruhi   oleh  hasil  penemuan ilmu  biologi,   yang  telah berkembang  dengan   pesatnya. Peletak dasar pemikiran   perubahan sosial  sebagai   bentuk   "evolusi", antara   lain  Herbert   Spencer dan August   Comte.  Keduanya  memiliki  pandangan tentang perubahan yang terjadi pada masyarakat dalam bentuk  perkembangan   yang linear menuju   arah yang positif.  Perubahan sosia1   menurut pandangan mereka berjalan lambat, tetapi menuju bentuk "kesempurnaan"masyarakat

Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan diferensiasi   dan  integrasi,    pembagian   kerja,  dan  perubahan     dari keadaan  homogen  menjadi  heterogen.   Spencer  berusaha  meyakinkan bahwa  masyarakat  tanpa  diferensiasi pada  tahap   praindustri  secara intern  justru  tidak  stabil akibat  pertentangan  di antara  mereka.   Pada masyarakat  industri   yang  telah  terdiferensiasi  dengan   mantap   akan terjadi  stabilitas  menuju  kehidupan   yang  damai. Masyarakat industri ditandai dengan   meningkatnya   perlindungan    atas hak  individu, berkurangnya    kekuasaan     pemerintah,    berakhirnya    peperangan antarnegara,    terhapusnya    batas-batas   negara,    dan  terwujudnya masyarakat  global.

Seperti halnya   Spencer,   pemikiran    Comte  sangat   dipengaruhi oleh pemikiran   ilmu  alamo Pemikiran   Comte  yang  dikenal   dengan aliran positivisme memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai  tahap pemikiran  tertentu.  Selanjutnya, Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru diawali oleh pertentangan antara   pemikiran   tradisional   dengan   pemikiran   yang bersifat  progresif.  Sebagaimana Spencer  yang  menggunakan  analogi perkembangan  mahkluk   hidup, Comte  menyatakan  bahwa   dengan adanya   pembagian  kerja,  masyarakat   menjadi   semakin   kompleks, terdiferensiasi,  dan  ters pesialisasi.             

Dalam  membahas   peru bahan  sosial,  Comte  membaginya  dalam dua konsep,    yaitu  social statics  (bangunan     struktural)     dan  social dynamics  (dinamika    struktural).   Bangunan    struktaral   merupakan struktur   yang berlaku pada  suatu  masa tertentu.  'Bahasan utamanya adalah struktur sosia1 di masyarakat  yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat. Adapun   dinamika struktural   merupakan hal- hal yang berubah   dari  satu  waktu   ke  waktu   yang  lain.  Perubahan pada bangunan   struktural   ataupun   dinamika   struktural   merupakan bagian yang saling  berkaitan   dan  tidak  dapat  dipisahkan. Perubahan   sosial terjadi karena  adanya  perubahan dalam  unsur- unsur yang mempertahankan  keseimbangan masyarakat, seperti perubahan  dalam unsur geografis,     biologis,     ekonomis,     dan kebudayaan.

Aksisosial dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat karena   perubahan social merupakan bentuk intervensi sosial yang memberi pengaruh   kepada   klien  atau  sistem  klien  yang tidak  terlepas dari   upaya melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya menciptakan kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang   klien atau sistem agar termotivasi untuk  bersedia  berpartisipasi dalam usaha perubahan    sosial.

2. Perubahan    Sosial dan  Perubahan    Kebudayaan

Ada perbedaan pengertian antara perubahan social dengan perubahan   kebudayaan:  Perubahan   sosial  adalah   perubahan  dalam struktur  sosial dan dalam  pola-pola  hubungan   sosial yang mencakup, sistem status,  hubungan   dalam keluarga,sistem politik  dan kekuatan, serta  persebaran  penduduk,    Adapun perubahan kebudayaan adalah perubahan  yang  terjadi  dalam  sistem  ide yang  dimiliki  bersama  oleh para-   warga  atau oleh sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan,yang mencakup aturan-aturan atau norma-norma yang digunakan sebagai  pegangan dalam kehidupan warga masyarakat,   nilai-nilai, teknologi,   selera  dan  rasa  keindahan atau kesenian, dan bahasa. Walaupun perubahan sosial dibedakan dari perubahan kebudayaan, pembahasan mengenai perubahan sosial tidak mencapai pengertian yang benar tanpa mengkaitkannya dengan perubahan kebudayaan yang terwujud dalam  masyarakat yang bersangkutan. Hal yang sarna juga berlaku dalam  pembahasan  mengenai  perubahan kebudayaan.

Moore (2000) menyatakan bahwa perubahan social merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian,ilmu pengetahuan, teknologi,  filsafat,dan lainnya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi    organisasi  sosial  masyarakatnya. Ruang   lingkup perubahan  kebudayaan  lebih  luas  dibandingkan  dengan   perubahan sosial.  Sekalipun   demikian,   dalam  praktik   di  lapangan,   kedua  jenis perubahan   tersebut   sulit  untuk   dipisahkan  (Soekanto, 1990).

Salah satu bentuk  proses  peru bah an sosial yang  terwujud   dalam masyarakat  dengan   kebudayaan  primitif  ataupun   kebudayaan  yang kompleks    atau   maju   adalah   proses   imitasi   yang   dilakukan    oleh generasi  muda  terhadap   kebudayaan  dari generasi  tua. Proses imitasi dilakukan   dengan   belajar  meniru   berbagai   pola  tindakan   generasi orangtua  yang belum  tentu, bahkan  yang tidak sempurna.  Oleh karena itu,  hasilnya   adalah  adanya   perubahan   yang  berjalan  secara  lambat dan  teratur,   dan  baru   teras a perubahannya   setelah   dilihat   dalam jangka   waktu   yang   panjang    dari   proses   pewarisan    kebudayaan tersebut.

Proses  lain  yang  juga  berjalan  secara  lambat  dan  teratur,   yang pada   umumnya    berlaku   dalam   masyarakat   dengan kebudayaan primitif   adalah   hasil   proses   alamiah   saat jumlah   dan  komposisi generasi   anak  berbeda    dengan   jumlah   dan  komposisi    penduduk generasi   tua.  Dengan   demikian,   secara  lambat   dan  tanpa   disadari, berbagai  pola kelakuan,  norma,  nilai-nilai,  dan  pranata  telah berubah karena   sebagian   unsur   kebudayaan   dan  struktur   sosial  yang  telah berlaku  hams  diubah  sesuai  dengan  jumlah  dan komposisi  penduduk yang  menjadi  warga   masyarakat  tersebut.

Adapun   perubahan yang terjadi  dalam   masyarakat  yang  sudah maju   atau   kompleks    kebudayaannya terwujud  melalui proses penemuan (discovery), penciptaan bentuk  baru  (invention), dan proses difusi (persebaran unsur-unsur  kebudayaan). Melalui proses tersebut, perubahan    sosial  berjalan   dengan   cepat.  Akibatnya,  berbagai   nilai, norma,  dan  pola-pola   hubungan    sosial  yang  awalnya   berlaku   pada generasi  sebelumnya  dalam  masyarakat  tersebut   tidak  berlaku   lagi dan  diganti  oleh  lainnya.

Penemuan   (discovery)   adalah bentuk  penemuan   bam  yangberupa persepsi    mengenai    hakikat    suatu   gejala   atau   hakikaf   mengenai hubungan   antara  dua  gejala atau  lebih. Penemuan  bentuk bumi yang bulat   dan   bukan    datar.   menyebabkan    berbagai     kegiatan     yang berkenaan   dengan   itu  yang  mewujudkan  .adanya  perubahan    sosial ' pada  masyarakat  di Eropa  Barat  pada  abad  ke-16. Perubahan   social tersebut   terjadi   karena   adanya   usaha-usaha   untuk   melayari   bumi tanpa  harus  takut  untuk  sampai  ke ujung  dunia  yang  tidak  berujung pangkal,   sebagaimana  yang  diduga   semula,   guna  mencari  rempah- rempah   dan  benda-benda  berharga   lainnya.

Adapun   ciptaan  baru  (invention) adalah  pembuatan  bentuk  baru berupa   benda atau   pengetahuan    yang   dilakukan    melalui   proses penciptaan  yang  didasarkan  atas  pengombinasian  dari  pengetahuan yang  sudah   ada  mengenai   benda  dan  gejala.  Contohnya,  sepotong kayu  yang  berbentuk   seperti  tongkat  dan  sebuah  batu  hit am adalah dua  benda  alamiah.  Jika kedua  benda  ini dihubungkan  satu  dengan lainnya  dapat  menjadi  sebuah  tugal  atau  alat untuk  melubangi   tanah untuk  menaruh   biji-bijian  yang  ditanam   di ladang.  Caranya  dengan mengombinasikan   pengetahuan   mengenai   perlunya   ujung  tongkat yang tajam untuk melubangi   tanah dan batu hitam yang keras permukaannya,  serta  penajaman  ujung  kayu  yang  dapat  dilakukan dengan   cara  mengasahnya  pad a permukaan  benda  yang  keras  dan kasar.  Batu hit am  yang  keras  dan  kasar  tersebut   dapat   digunakan untuk    mengasah     tongkat    kayu   sehingga     ujungnya     tajarn   dan menghasilkan  alat  yang  namanya   tugal.

Dengan adanya penciptaan baru tersebut, berbagai sarana perlu dipikirkan   untuk diciptakan   guna  mendukung  bermanfaatnya  hasil- hasil  ciptaan   baru.  Alat-alat   hasil  ciptaan  baru  tersebut mengambil alih peranan  tenaga  kasar  manusia  atau mengambil alih fungsi-fungsi anggota   tubuh  manusia   dalam  berbagai   aspek  kehidupannya.

Akan tetapi, penemuan baru ataupun penciptaan baru tidak dapat mengubah  kehidupan sosial manusia  tanpa melaluiproses difusi. Difusi  adalah  persebaran  unsur-unsur  'kebudayaan  dari  masyarakat yang  satu  ke masyarakat  lain  dan  dari  warga  masyarakat yang  satu ke warga  yang  lain-dari  masyarakat  yang  bersangkutan.  Persebaran unsur   kebudayaan  ini  merupakan  proses,  yaitu  proses  penerimaan unsur-unsur  kebudayaan  oleh warga  masyarakat yang  bersangkutan.

Unsur  kebudayaan  baru  berupa  penciptaan  ataupun   penemuan bam,  tidak  akan  dapat  digunakan   dan  mempunyai fungsi  mengubah kehidupan   sosial warga  masyarakat yang bersangkutan tanpa  melalui proses  difusi. Suatu  unsur  baru  dapat  ditolak  oleh warga  masyarakat yang bersangkutan sehingga  unsur  kebudayaan baru tidak mempunyai arti  apa  pun  dalam  kehidupan    sosial.  Contohnya  adalah  penolakan cara  mengerjakan sawah  secara  lebih  intensif  dengan  menggunakan mesin traktor yang dilakukan oleh para  petani di Pulau  Bali

Para  petani di Bali  menganggap  bahwa cara  bertani dengan menggunakan  traktor     tidak     menguntungkan  karena  biaya perawatannya  yang  cukup   mahal,  jika  rusak,  tidak  bisa  digunakan lagi,   serta   tidak    dapat    beranak. Mengerjakansawah    dengan menggunakan traktor  lebih  banyak   ruginya  daripada    untungnya; khususnya    kalau dibandingkan  dengan  penggunaan  sapi  dalam pertanian  sawah. Menurut   mereka, sapi tidak   merugikan, bahkan menguntungkan. Biaya pemeliharaannya murah, tidak  pernah  tidak berguna,   dapat   beranak,   dan  kotorannya    dapat   digunakan    sebaga pupuk.

Dalam  proses  difusi  antara   dua  masyarakat  yang  berdekatan, apabila   yang  satu  lebih  sederhana kebudayaannya daripada yang satunya  lagi, masyarakat yang  kebudayaannya  lebih sederhana lebih banyak  menerima  kebudayaan dari masyarakat   yang  lebih maju atau kompleks, bukan   sebaliknya. Contohnya adalah hubungan antara masyarakat  kota   dengan masyarakat  desa. Lebih   banyak unsur kebudayaan    kota  yang  diambil  alih  dan  diterima   untuk   dijadikan pegangan   dalam  berbagai   kehidupan    sosial  warga   desa  daripada unsur-unsur kebudayaan   desa   yang  dijadikan     pegangan     bag pengaturan    kehidupan    sosial  warga   masyarakat   kota.

Perubahan yang terwujud karena inovasi (inovasi adalah istila untuk pengertian, baik untuk discovery maupun invention). Karena difusi dari inovasi   telah dipercepat lagi prosesnya oleh kekuatan teknologi, industrialiasi, dan urbanisasi, ketiga-tiganya secara bersama-sama menghasilkan proses modernisasi dalam masyarakat yang  bersangkutan. Teknologi modern,  secaradisadari atau  tidak oleh  para warga  masyarakat yang bersangkutan, telah-menciptakan keinginan dan  impian baru berkenaan dengan  kehidupan yang  ingi dijalani   (yaitu  memperoleh berbagai peralatan yang serba  modern dan  luks  secara  lebih  banyak   dan  lebih  baik  daripada yang sudah dipunyai,   kondisi   kehidupan    yang  lebih  nyaman dan  nikmat),   dan memberikan   jalan-jalan  yang  dapat  memungkinkan dilaksanakannya usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi-koridisi sosial dalam masyarakat. Teknologi secara langsung berkaitan dengan industrialisasi. Industrialisasi   dan mesinisasi cenderung   mengubah  dasar-dasar   ata hakikat pengertian kebendaan atau materi yang ada dalam masyarakat, dan secara tidak langsung mempercepat proses perubahan pengorganisasian berbagai kegiatan sosial yang ada dalam masyarakat.

 

3.    Diskoveri,   Invensi,  dan  Inovasi

Discovery, invention, dan innovation dapat diartikan  dalam  bahasa Indonesia  sebagai "penemuan".  Maksudnya ketiga kata tersebut mengandung  arti ditemukannya  sesuatu  yang  baru,  baik  barang  itu sudah   ada,  tetapi  baru  diketahui   maupun   benar-benar  baru  dalam arti  kat a, sebelumnya  tidak  ada.  Demikian   pula, mungkin   hal  yang baru  itu diadakan   dengan  maksud  mencapai  tujuan  tertentu.  Inovasi dapat menggunakan  diskoveri   atau  invensi.

Discovery adalah  penemuan   sesuatu  yang  sebenarnya sudah  ada, tetapi  belum  diketahui   orang.  Misalnya,   penemuan   benua Amerika. Sebenarnya  benua  Amerika  sudah   ada,  tetapi  baru  ditemukan   oleh Columbus    pada   tahun   1492  maka   dikatakan    bahwa    Columbus menemukan   benua   Amerika,   artinya   orang   Eropa   yang   pertama menjumpai  benua  Amerika .

            Invensi  (invention) adalah   penemuan   sesuatu  yang  benar-benar baru,  artinya  hasil  kreasi  manusia.   Benda  atau  hal yang  ditemui   itu belum  ada sebelumnya, kemudian   diadakan   dengan  hasil kreasi baru. Misalnya  penemuan   teori belajar, teori pendidikan, teknik  pembuatan barang dari plastik, mode pakaian, dan   sebagainya. Tentu, munculnya ide atau kreativitas berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman,    dari   hal-hal    yang   sudah    ada,   tetapi    wujud    yang ditemukannya   benar-benar  baru.

Inovasi   (innovation) adalah   ide,  barang,   kejadian,   metode   yang dirasakan   atau  diamati  sebagai  suatu  hal yang  baru  bagi  seseorang atau  sekelompok  orang   (masyarakat),  baik  berupa   hasil   invention maupun   discovery. Inovasi  diadakan   untuk  mencapai  tujuan  tertentu atau  memecahkan  suatu  masalah   tertentu.

4.   Inovasi  dan  Modernisasi

Seperti   telah  dibahas   sebelumnya,  inovasi   (innovation)  adalah suatu   ide,  barang,   kejadian,   metode   yang  dirasakan    atau   diamati sebagai hal baru bagi seseorang  atau  sekelompok orang  (masyarakat), baik berupa  hasil invention maupun   discovery. Inovasi  dan mencapai   tujuan   tertentu   atau  memecahkan  masalah   tertentu.

Adapun istilah "modern" mempunyai berbagai macam arti dan juga mengandung  berbagai   macam   tambahan arti (connotations). Istilah modern  digunakan   tidak hanya  untuk  orang-orang, tetapi juga untuk  bangsa,  sistem  politik,  ekonomi  lembaga  seperti  rumah   sakit, sekolah,  perguruan   tinggi, peru mahan, pakaian, serta bebagai  macam kebiasaan. Pada umumnya, kata modern digunakan untuk menunjukkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik, lebih maju dalam arti lebih menyenangkan, lebih meningkatkan kesejahteraan hidup.  Dengan cara baru (modern), sesuatu akan lebih efektif    dan   efisien    untuk    mencapai     tujuan.    Misalnya,     dalam perkembangan   transportasi,   kuda lebih modern   daripada    gerobak yang   ditarik    orang,   mobil   lebih   modern    daripada    kereta   kuda, pesawat   lebih modern  daripada   mobil.  [adi  "modern"   dari  satu  segi dapat  diartikan   sesuatu   yang  baru  dalam  arti  lebih  maju  atau  lebih baik  daripada   yang  sudah   ada,  baik  dalam   arti  lebih  memberikan kesejahteraan  atau  kesenangan  bagi  kehidupan.

Jadi, modernisasi adalah  proses perubahan   sosial dari masyarakat tradisional    (yang  belum   modern)   ke  masyarakat   yang  lebih  maju (masyatakat  industri   yang  sudah   modern).   Di antara   tanda-tanda masyarakat yang  sudah  maju  (modern)  adalah  bidang  ekonomi  yang telah   makmur,    bidang   politik   sudah   stabil,   terpenuhi    pelayanan kebutuhan    pendidikan,  dan  kesehatan.

Inovasi erat kaitannya dengan modernisasi karena kedua- duanya merupakan perubahan sosial. Terwujudnya modernisasi bisa tergambarkan melalui munculnya    inovasi yang menunjukkan kemajuan masyarakat, baik bidang ekonomi, politik,   pendidikan, kesehatan,   maupun   ilmu  pengetahuan  dan  teknologi.

B.     DIFUSI DAN PERU BAHAN  SOSIAL

1.    Pengertian    Difusi  Perubahan    Sosial

Difusi adalah jenis komunikasi khususyang berkaitandengan penyebaran pesan-pesan  sebagai ide baru. Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan ya"ng berupa gagasan baru. Dalam istilah Rogers (1961), difusi  menyangkut   "which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters."

Dalam  kasus  difusi,  karena  pesan-pesan  yang  disampaikan  itu "baru",  ada risiko bagi penerima, yaitu bahwa  ada perbedaan tingkah laku dalam kasus penerimaan inovasi jika dibandingkan  dengan penerimaan  pesan  biasa.

Sering dibedakan antara sifat riset difusi dengan riset komunikasi lainnya.  Dalam riset komunikasi, kita sering mengarahkan perhatian pada usaha-usaha untuk mengubah pengetahuan atau sikap dengan mengubah bentuk  sumber,   pesan,   saluran,   atau   penerima    dalam proses   komunikasi.   Misalnya, kita bisa  menuntut agar sumber komunikasi lebih dapat    dipercaya  oleh  penerima  karena studi komunikasi  menunjukkan  bahwa  jika dilakukan, hal ini akan menghasilkan persuasi  atau perubahan sikap yang lebih besar pada sebagian   besar  penerimanya.

Akan tetapi,  dalam  riset difusi,  kita lebih memusatkan perhatian pada  terjadinya perubahan  tingkah  laku yang tampak  (overt behavior), yaitu  menerima atau  menolak   ide-ide  baru  daripada   hanya  sekadar perubahan  dalam  pengetahuan   dan  sikap.  Pengetahuan  dan  sikap sebagai   hasil  kampanye   difusi   hanya   dianggap    sebagai   langkah perantara   dalam  proses  pengambilan keputusan oleh seseorang yang akhirnya   membawa  pada  perubahan  tingkah   laku.

Pemutusan  perhatian   pada  ide-ide  baru  ini telah membawa  kita pad a pengertian yang  lebih  menyeluruh  tentang  proses  komunikasi. Konsep  arus  komunikasi seperti  multi step, secara  konseptual  belum jelas bentuknya sebelum  ia diselidiki  oleh para peneliti  yang menelaah penyebaran inovasi. Mereka menemukan, ide-ide baru itu biasanya tersebar   dari  sumber   kepada   audiens penerima   melalui  serangkaian transmisi  berurutan, tidak hanya  melalui  dua tahap  seperti  yang telah didalilkan  semula.

2.    Unsur-unsur   Difusi

Unsur-unsur difusi  sebagai   penyebaran   ide-ide   baru   adalah sebagai  berikut.

  1. lnovasi

Inovasi   adalah   gagasan,   tindakan   atau  barang   yang  dianggap baru  oleh  seseorang  dan  kebaruannya   itu  bersifat   relatif.   Tidak  menjadi  masalah,  sejauh dihubungkan  dengan  tingkah  laku manusia, apakah  ide itu betul-betul baru  atau tidak  jika diukur  dengan  selang waktu    sejak   digunakannya     at au  ditemukannya     pertama     kali. Kebaruan   inovasi itu  diukur   secara  subjektif,   menurut    pandangan individu   yang  menangkapnya. Jika suatu ide  dianggap   baru  oleh  seseorang,   ia adalah   inovasi (bagi orang  itu).  "Baru"  dalam  ide  inovatif  yang  tidak  berarti  harus baru  sarna  sekali.  Suatu  inovasi  mungkin   telah  lama  diketahui   oleh seseorang  beberapa  waktu  yang  lalu  (yaitu  ketika  ia "kenaI"  dengan ide itu], tetapi belum mengembangkan sikap untuk menerima  atau menolaknya.

Setiap  ide gagasan  pernah  menjadi  inovasi.  Setiap  inovasi  pasti berubah   seiring  dengan   berlalunya   waktu.   Komputer,  pil KB, micro teaching, LSD, pencangkokan  jantung,   sinar  laser  dan  sebagainya, mungkin  masih  dipandang   sebagai  inovasi  di beberapa  negara,  tetapi di Amerika  mungkin   telah  dianggap   usang.  Hal ini juga berkenaan dengan produk-produk   materiel, gerakan sosia1, ideologi, dan sebagainya yang dikualifikasikan sebagai inovasi. Hal ini tidak berarti bahwa semua inovasi perlu   disebarluaskan dan diadopsi. Inovasi yang tidak  cocok bagi seseorang.atau masyarakat bisa mendatangkan bahaya  dan  tidak  ekonomis.

Semua  inovasi  punya  komponen   ide, tetapi  banyak  inovasi  yang tidak  mempunyai  wujud   fisik,  misalnya   ideologi.   Adapun   inovasi yang mempunyai komponen  ide dan komponen  objek (fisik),misalnya traktor,  insektisida, dan sebagainya. Inovasi yang memiliki komponen ide tidak  dapat  diadopsi   secara  fisik, sebab  pengadopsiannya  hanya berupa   kepuiusan  simbolis. Sebaliknya, inovasi yang memiliki  komponen   ide dan komponen objek,  pengadopsannya   diikuti   dengan   kepuiusan  tindakan  (tingkah laku  nyata).

  1. Saluran kominikasi

Seperti  dinyatakan  sebelumnya, difusi  merupakan  bagian  dari riset komunikasi yang berkenaan  dengan  ide-ide-baru. Inti dari proses difusi  adalah  interaksi   manusia   untuk   mengomunikasikan   ide  baru kepada   seseorang   atau  beberapa   orang  lainnya. Dalam  memilih  saluran  komunikasi,  sumber  yang perIu diperhatikan, yaitu tujuan  diadakannya komunikasi, dan karakteristik penerima.

Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan inovasi kepada  khalayak  yang  banyak  dan  tersebar  luas, saluran  komunikasi yang  lebih tepat,  cepat,  dan efisien adalah  media  massa.  Akan tetapi, jika komunikasi  dimaksudkan  untuk  mengubah  sikap  atau perilaku penerima    secara   personal,   saluran   komunikasi  yang   paling   tepat adalah   saluran   interpersonal.

  1. kurun waktu tertentu

Proses  keputusan  inovasi  sejak  seseorang  mengetahui  sampai memutuskan  untuk   menerima  atau  menolaknya,  dan  pengukuhan terhadap    keputusan   itu  sangat   berkaitan    dengan   dimensi   waktu. Waktu   merupakan   salah  satu  unsur   penting   dalam   proses  difusi. Dimensi  waktu  dalam  proses  difusi berpengaruh dalam  hal: (1)proses keputusan inovasi, yaitu tahapan  proses     sejak    seseorang menerima  informasi  pertama    sampai   ia  menerima  atau  menolak inovasi;  (2) keinovativan individu  atau unit adopsi  lain, yaitu kategori relatif  tipe  adopter   (adopter   awal  atau  akhir);   (3) rata-rata   adopsi dalam  suatu   sistem,  yaitu  banyaknya  jumlah   anggota   suatu  sistem mengadopsi  inovasi  dalam  periode  waktu  tertentu.

  1. Sistem sosio

Sangat  penting  untuk  diingat  bahwa  proses  difusi  terjadi  dalam sistem    sosial.   Sistem   sosial   adalah    satu   set unit   yang   saling berhubungan   yang   tergabung   dalam upaya pemecahan masalah bersama untuk   mencapai tujuan.  Anggota suatu sistem sosial dapat berupa .individu. kelompok informal, organisasi dan atau  subsistem. Proses  difusi  dalam  kaitannya  dengan  sistem  sosial  ini dipengaruhi oleh   struktur   sosial,  norma   sosial,  peran   pemimpin,   dan   agen perubahan,  tipe  keputusan  inovasi  dan  konsekuensi inovasi.

3.    Tipe-tipe    Perubahan   Sosial

Menurut Soekanto (1992),perubahan  sosial  dapat  terjadi  dalam segala bidang  yang wujudnya dapat  dibagi menjadi  beberapa  bentuk, yaitu  sebagai  berikut.

  1. Perubahan lambat dan perubahan cepat.

Perubahan  terjadi seeara  lambat  akan   mengalami  rentetan perubahan    yang salin berhubungan dalam jangka waktu yang eukup  lama.  Perkembangan perubahan ini  termasuk evolusi. Perubahan seeara  evolusi dapat diamati   berdasarkan   batas  waktu yang  telah  .lampau  sebagai  patokan   atau  tahap   awal  sampai   masa sekarang  yang sedang  berjalan,  Adapun   penentuan   waktu  perubahan tersebut   terjadi,  bergantung  pada  orang  yang  bersangkutan.

Perubahan sosial yang terjadi seeara  cepat  mengubah  dasar  atau sendi-sendi pokok  kehidupan masyarakat.  Perubahan itu dinamakan revolusi. Contohnya, Revolusi  Industri di Eropa  yang  menyebabkan perubahan besar-besaran dalam   proses produksi barang-barang industri. Contoh   lain, Proklamasi   Kemerdekaan   Indonesia yang mengubah tatanan   kenegaraan dan  sistem  pemerintahan  NKRI.

 

  1. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang pengaruhnya besar.

Memengaruhi   unsur-unsur    kehidupan masyarakat. Akan  tetapi, perubahan   ini tidak  memiliki  arti yang  penting  dalam  struktur   sosial. Contohnya,  perubahan    mode  pakaian   yang  tidak  me lang gar  nilai scsial. Adapun     perubahan yang pengaruhnya  besar adalah perubahan yang  dapat   memengaruhi lembaga-lembaga   yang   ada pada  masyarakat.  Misalnya,   perubahan sistem  pemerintahan  yang memengaruhi  tatanan   kenegaraan  suatu   bangsa.

  1. Perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang tidak dikehendaki

Perubahan yang  dikehendaki  (intended-change) atau  disebut  juga perubahan      yang direneanakan (planned-change) merupakan' perubahan yang telah direneanakan sebelumnya, terut,ama oleh pihak yang memiliki wewenang  untuk   mengeluarkan 'kebijaksanaan. Misalnya, penerapan program Keluarga Berencana (KB) untu~ membentuk keluarga   kecil yang  sejahtera   dan  menurunkan   angka pertumbuhan   penduduk:

Perubahan yang tidak dikehendaki (unintended-change) atau disebut    perubahan yang tidak direneanakan (unplanned-change) umumnya  beriringan  dengan perubahan  yang dikehendaki. Misalnya, pembuatan jalan   baru   melalui suatu desa, sumber alam desa akan mudah dipasarkan ke kota. Dengan demikian, tingkat kesejahteraan penduduk desa  akan meningkat. Meskipun demikian, lancarnya   hubungan   desa   dengan kota   menyebabkan mudahnya penduduk desa melakukan urbanisasi  dan masuknya budaya kota terutama yang    bersifat negatif,  seperti mode yang dipaksakan, minuman keras, VCD porno, dan keinginan penduduk  desa   untuk memiliki    barang-barang mewah.

  1. Perubahan sosial dilingkungan masyarakat

Saat  ini,  banyak sekali   perilaku yang menunjukkan perubahan sosial   yang   terjadi di  lingkungan masyarakat. Di  antara    perubahan tersebut    adalah    sebagai   berikut.

  1. Perubahan     jumlah    penduduk

Jika  dahulu, sepasang    suami   istri  memiliki    anak   yang   lebih dari  dua,  rnisalnya lima  atau  enam   bahkan lebih,  dengan adanya program  Keluarga Berencana (KB),  sepasang suami   istri   hanya mempunyai  2 orang anak. Selain dipengaruhi oleh kelahiran, perubahan jumlah penduduk jug disebabkan adanya kematian dan perpindahan penduduk. Banyak  masyarakat yang  berpindah ke  kota   untuk mencari pekerjaan, tetapi sebaliknya  banyak penduduk     yang   berasal   dari  kota  berpindah     ke  desa.

 

 

 

 

  1. Perubahan     kualitas    penduduk.

Masyarakat pada tahun-tahun yang lampau hanya menempuh pendidikan sampai   Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah. Saat ini, banyak orang yang   menempuh pendidikan hingga perguruantinggi. Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki   semakin   bertambah. Hal  ini sebagai   akibat  positif  dengan terjadinya     perubahan. Selain  memberik dampak    positif   bagi kualitas penduduk, perubahan sosial   juga   menimbulkan  dampak negatif berupa penurunan  moral   masyarakatHal   ini  sering   terjadi   pada anak muda,   misalnya ]perilaku    yang  kurang    sopan   dalam   masyarakat. Misalnya ketika jalari/lewat di depan warga masyarakat tanpa memberi    salam,   berbicara    yang  kurang    sopan   kepada   orang   lain. Selain itu, banyak  juga masyarakat yang tidak  menaati  peraturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Misalnya, tentang peraturan   lalu  lintas.

  1. Perubahan   sistem  pemerintahan

Perubahan sistem pemerintahan yang terjadi  di negara,  juga mempunyai pengaruh  bagi pemerintahan suatu  dusun.  Misalnya, dalam suatu pengambilan  keputusan   dalam  suatu  musyawarah. Di lingkungan tempat tinggal  tertentu,   pengambilan  keputusan dilakukan   melalui  demokrasi, yaitu  musyawarah  mufakat.

  1. Perubahan    mata  pencaharian

Dahulu, sebagian besar  mata pencaharian penduduk adalah petani. Dengan    berjalannya waktu dan berkembangnya pengetahuan yang mereka miliki, saat  ini banyak  yang  menjadi pegawai   negeri,   karyawan suatu perusahaan,   dan  ada  yang pergi  merantau   di tempat  lain.

  1. Perubahan   gaya  hidup

Seiring dengan perkembangan zaman, gaya hidup masyarakatpun berubah.   Saat ini gaya hidup konsumtif sudah menjangkit sampai di lingkungan pedesaan. Warga masyarakat memiliki keinginan untuk berbelanja yang tinggi. Contoh perilaku konsumtif masyarakat dapat dilihat pada gaya berpakaian. Setiap  hari  selalu  ada model  pakain  baru  yang  ditawarkan,  baik di  toko  maupun di  pasar. Warga masyarakat yang merasa mampu tentunya tidak ingin ketinggalan. Selain itu, dengan adanya perubahan sosial,masyarakat  mempunyai  pandangan bahwa  produk   dari  luar  negeri  lebih  baik  daripada   produk   dari dalam  negeri.

  1. Perubahan   karena  teknologi

Dengan berkembangnya teknologi, para petani telah menggunakan traktor  dalam  membajak  sawah  daln menggunakan mesin  perontok  padi  untuk  mengolah  hasil-hasil  panennya.

  1. Perubahan    budaya

Perubahan   dapat  dilihat  pada   perilaku   anak  muda  saat  ini dengan   cara  meniru   tren-tren   atau  budaya   masyarakat   Barat, misalnya   cara  berpakaian.

 

4. Sistem pengelolaan perubahan sosial

a. Hakikat sistem

Beberapa  definisi  sistem  adalah  sebagai  berikut.

1. Andri Kristanto   (2008: 1), sistem  merupakan  jaringan   kerja  dari prosedur  yang saling berhubungan, berkumpul bersama untuk melakukan  kegiatan   atau  menyelesaikan  sasaran   tertentu.

2. Widjajanto (2008:2), sistem adalah  sesuatu  yang memiliki  bagian- bagian  yang  saling  berinteraksi  untuk  mencapai  tujuan  tertentu melalui  tiga tahapan,   yaitu  input,  proses,  dan  output.

3. Mustakini (2009: 34), sistem adalah pendekatan prosedur dan pendekatan          komponen,   sistem   dapat   didefinisikan    sebagai kumpulan    prosedur   yang  mempunyai  tujuan  tertentu.

4. Sutarman (2012:13), sistem adalah  kumpulan   elemen  yang saling berhubungan           dan   berinteraksi    dalam   satu   kesatuan    untuk menjalankan  proses  pencapaian  suatu   tujuan  utama.

5. Tata   Sutabri (2012),  secara   sederhana,     suatu   sistem   dapat diartikan sebagai kumpulan atau himpunan dari   unsur, komponen,  atau  variabel  yang  terorganisasi, saling  berinteraksi, saling  bergantung  satu  sama  lain,  dan  terpadu.

Berdasarkan   semua   pendapat     tersebut,    dapat   disirnpulkan bahwa   sistem   adalah   kumpulan    atau  kelompok   dari  elemen   atau komponen    yang  saling  berhubungan   atau  saling  berinteraksi   dan saling  bergantung  satu  sama  lain  untuk   mencapai   tujuan  tertentu.

Menurut Mustakini (2009: 54),sistem mempunyai karakteristik berikut. Karakteristik   sistern  adalah  sebagai  berikut.

1. Komponen  sistern (components) atau  subsistem.  Sistem terdiri atas sejumlah  komponen  yang saling berinteraksi,   yang artinya  saling bekerja   sarna  dalam   membentuk     suatu   kesatuan. Komponen sistem  tersebut  dapat  berupa  bentuk   sub-sistem.

2. Batas sistem  (boundary). Batasan  sistem  membatasi   antara  sistem yang  satu  dengan  yang  lainnya  atau  sistem  dengan  lingkungan luarnya.

3. Mempunyai    lingkungan    luar   (environment).   Lingktingan    luar sistem  adalah  bentuk  apa  pun  yang  ada  di luar  ruang   lingkup atau  batasan  sistem  yang  memengaruhi    operasi  sistern tersebut.

4. Mempunyai  penghubung (interface). Penghubung  sistem merupakan media    yang   menghubungkari sistem dengan subsistem  yang lain, sehingga  dapat  terjadi  integrasi  sistem  yang membentuk   suatu  kesatuan.

5. Mempunyai   tujuan  (goal).  Sistem pasti mempunyai   tujuan  (goals) atau  sasaran  sistem  (objective).   Sebuah  sistem  dikatakan   berhasil apabila   tepat  sasaran   atau  tujuannya. Jika  suatu   sis tern  tidak mempunyai   tujuan,  operasi  sistem  tidak  ada gunanya.

b. Klasifikasi sistem

Menurut Mustakini    (2009: 53),  sistem   dapat   diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Sistem  abstrak   (abstact system) dan  sistem  fisik  iphisical system)

Sistem  abstrak   adalah  sistem  yang  berupa   pemikiran   at au ide-ide  yang tidak tampak  secara fisik, misalnya  sistem teknologi, yaitu  sistem yang berupa  pemikiran-pemikiran   hubungan   antara manusia  dengan  Tuhan.  Sitem fisik merupakan   sistem  yang  ada secara  fisiko

2. Sistem  alami  (natural system) dan  sistem  buatan  manusia   (human made system)

Sistem   alami  adalah system yang  keberadaannya terjadi secara    alami/natural         tanpa campuran   tangan   manusia, sedangkan sistem buatan manusia     adalah     sistem    yang merupakan   hasil  kerja  manusia. Contoh  sistem  alamiah   adalah sistem  tata  surya  yang  terdiri   at as  sekumpulan    planet,   gugus bintang,  dan lainnyaContoh     sistem  abstrak  dapat  berupa  sistem komponen   yang ada sebagai  hasil karya  teknologi   yang dikembangkan    manusia.

3. Sistem pasti (deterministic system) dan sistem tidak tentu (probobalistic system)

Sistem pasti adalah sistem yang tingkah lakunya dapat ditentukan/ diperkirakan    sebelumnya, sedangkan sistem tidak tentu adalah sistem yang tingkah lakunya tidak dapat  ditentukan sebelumnya. Sistem aplikasi komputer merupakan   contoh sistem yang tingkah lakunya dapat ditentukan sebelumnya.   Program aplikasi yang dirancang dan dikembangkan oleh manusia dengan menggunakan    prosedur   yang jelas, terstruktur, dan  baku.

4. Sistem tertutup   (closed system) dan sistem terbuka   (open system)

Sistem tertutup merupakan system yang tingkah lakunya tidak dipengaruhi olehlingkungan luarnya. Sebaliknya,   sistem terbuka mempunyai prilaku  yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Sistem aplikasi   komputer merupakan sistem relatif tertutup karena tingkah laku  sistem aplikasi computer tidak  dipengaruhi  oleh kondisi  yang  terjadi  di luar  system.

5. Manajemen sistem perubahan sosial (change management system)

Perubahan    sosial  memerlukan  pengelolaan  (manajemen)  yang mantap,  matang,  dan cermat  agar inovasi  tersebut  dapat  terarah  pada tujuan   yang  akan  dicapai.   Untuk   memenuhi    keperluan    tersebut, Zaltman     (1972:   23-40)   mengemukakan      model    yang    disebut manajemen  perubahan    sosial  (change management system).

Manajemen   perubahan      sosial   (change  management    system) menurut   Zaltman  (1972:23) memiliki  3 subsistem,  yaitu:  (1) subsistem organisasi    yang  meliputi    perencanaan   dan  pengorganisasian;    (2) subsist em komunikasi yang  meliputi  pelaksanaan  dan  difusi  inovasi; (3) subsistem  target  perubahan   yangmeliputi   proses  keputusan   oleh adopter    yang   selanjutnya   menjadi   bahan   penilaian    pelaksanaan inovasi.    Sistem   pengelolaan    perubahan     so sial  bertujuan     untuk mengadakan  perubahan    sosial.

Setiap  program   perubahan    sosial  memiliki   tiga  jenis  variabel, yaitu:  (1) bentuk  pengaruh   (influence structure), yaitu  cara atau  sarana yang  digunakan   untuk  memengaruhi  sasaran  yang  telah  ditentukan; (2) nilai  (cost) adalah  sejumlah  sumber  at au hal  yang  berharga   yang harus  dikeluarkan oleh seseorang  untuk  mengikuti   perubahan   sosial; (3)  saluran     (channel)   adalah     sesu atu   yang    digunakan      untuk menyebarluaskan  informasi   ke sasaran   yang  telah  ditentukan.

Strategi perubahan   sosial terletak  pada  continum dari tingkat yang paling   lemah   (sedikit)   tekanan   (paksaan)   dari  luar,  ke  arah  yang paling  kuat  (banyak)  tekanan   (paksaan)   dari  luar. _Salah  satu  faktor yang  ikut  menentukan  efektivitas   pelaksanaan  program   perubahan sosial  adalah   ketepatan    dalam   penggunaan   strategi.   Akan  tetapi, memilih  strategi  yang tepat bukan  merupakan pekerjaan  yang mudah.

Ada  empat   macam   strategi    perubahan     sosial,   yaitu   strategi fasilitatif    (fasilitative   strategies),   strategi    pendidikan    treeducatiue strategies), strategi  bujukan  (persuasive   strategies), dan strategi  paksaan (power strategies).

Berikut  ini penjelasan   masing-masing  strategi  tersebut.

a. Strategi  fasilitatif   (fasilitative strategies)

Strategi  fasilitatif   artinya   strategi   untuk   mencapai   tujuan perubahan   sosial yang  telah ditentukan,  diutamakan  penyediaan fasilitas   dengan   maksud   agar  program   perubahan- sosial  akan berjalan  dengan   mudah   dan  lancar.

b. Strategi  pendidikan   (reeducative strategies)

Strategi   pendidikan   berarti   strategi   untuk   mengadakan perubahan     sosial   dengan    cara  menyampaikan    fakta   dengan maksud   agar  orang   akan  menggunakan   fakta  atau  informasi untuk menentukan tindakan  yang akan dilakukan.  Zaltman menggunakan  istilah  re education (re berarti  mengulang kembali) dengan  alasan bahwa  dengan  strategi  ini, seseorang  harus  belajar lagi tentang  sesuatu  yenga dilupakan  yang sebenarnya telah dipelajarinya sebelum  mempelajari tingkah  laku atau  sikap yang baru.

c. Strategi  bujukan   (persuasive strategies)

Strategi bujukan artinya strategi untuk mencapai  tujuan perubahan      so sial   dengan     cara   membujuk      agar    sa:saran perubahan   mau  mengikuti   perubahan   sosial yang  direncanakan. Sasaran  perubahan    diajak  untuk   mengikuti   perubahan    dengan cara   memberi     alasan,    mendorong,    at au  mengajak     untuk mengikuti   contoh  yang  diberikan.

d. Strategi  paksaan   (power strategies)

Strategi   paksaan    artinya   strategi   untuk   mencapai   tujuan perubahan   sosial dengan  cara  memaksa  agar  sasaran  perubahan mengikuti perubahan  sosial yang direncanakan. Kemampuan untuk melaksanakan   paksaan   bergantung   pada  hubungan    (kontrak) antara   pelaksana   perubahan    klien  (sasarari).  [adi,  keberhasilan target  perubahan   diukur  dari  kepuasan  pelaksana  perubahan.

Dalam  pelaksanaannya,   penggunaan  strategi   perubahan    sosial yang  digunakan   tidak  hanya   satu  macam  strategi,  tetapi  kombinasi dari berbagai  macam  strategi,  disesuaikan dengan  tahap  pelaksanaan program  serta kondisi dan situasi masyarakat yang menjadi sasaran perubahan    agar  perubahan    dapat   berlangsung  dengan   efektif  dan efisien.

C. PERUBAHAN SOSIAL PADA ABAD KE-20

Akhir  Perang  Dunia  II diikuti  perubahan-perubahan   sosial besar di kawasan   Asia,  Afrika,  dan  Amerika   Selatan.  Akibatnya,  muncul berbagai   teori  mengenai  perubahan   di  negara-negara   yang  diberi berbagai    julukan seperti    "Masyarakat Dunia   Ketiga", "Negara Terbelakang", "Negara Sedang  Berkembang",  atau  "Negara-negara Selatan".Gidden mengemukakan bahwa proses peningkatan kesaling- bergantungan   masyarakat   dunia   yang   dinamakannya   globalisasi ditandai    oleh  kesenjangan  besar   antara   kekayaan  dengan   tingkat hidup   masyarakat   industri    dan  masyarakat   dunia   ketiga.   Ia  pun mencatat   tumbuh   dan  berkembangnya  negara-negara  industri   baru, dan semakin  meningkatnya komunikasi antarnegara sebagai  dampak teknologi komunikasi yang  semakin  canggih. Teori perubahan  sosial abad  ke-20 yang  terkenal  adalah  sebagai berikut.

  1. Teori Modernisasi

Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga  kemudianakan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi. Teori   ini   berpandangan bahwa masyarakat, yang   belum   berkembang   harus   mengatasi   berbagai kekurangan    dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap "tinggallandas" ke arah  perkembangannekonomi.    Menurut   Eizioni- Halevy   dan   Eizioni,   transisi    dari Readaan trad  isional menuju modernitas melibatkan revolusi  demografi yang ditandai menurunnya angka kematian dan angka kelahiran;   menurunnya  ukuran dan pengaruh keluarga:terbukanya sistem stratifikasi;  peralihan dari stuktur feodal atau kesukuan ke  suatu birokrasi;   menurunnya pengaruh agama;  beralihnya  fungsi   pendidikan  dari  keluarga  dan komunikasi  ke sistem  pendidikan  formal;  munculnya  kebudayaan massa; dan  munculnya  perekonomian  pasar  dan  industrialisasi.

 

  1. Teori Ketergantungan

Menurut teori ketergantungan, yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman  negara   Amerika    Latin,   perkembangan- dunia   tidak   merata;    negara-negara industri menduduki posisi dominan, sedangkan negara-negara Dunia Ketiga  secara ekonomi bergantung padanya. Perkembangan   negara-negara industry dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga,   menurut teori ini, berjalan bersamaan: ketika negara-negara industri  mengalami perkembangan, negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme,   khususnya di Amerika  Lain, tidak mengalami "tinggal landas",  justru   menjadi   semakin  terbelakang.

  1. Teori sistem dunia

Teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein menegaskan bahwa  perekonomian   kapitalis  dunia  tersusun   atas tiga jenjang, yaitu negara   inti,  negara   semi-periferi, dan  negara   periferi.   Negara   inti terdiri    atas   negara-negara Eropa   Barat   yang   sejak   abad   ke-16 mengawali   proses  industrialisasi dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara      semiperiferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin  hubungan dagang dengan   negara-negara  inti dan  secara ekonomis tidak   berkembang. Negara.-negara  periferi inerupakan kawasan Asia  dan   Afrika   yang   semula   merupakan kawasan  ekstern  karena  berada  di luar jaringan  perdagangan negara inti, kemudian   melalui  kolonisasi  ditarik  ke dalam  sistem  dunia.  Kini, negara-negara   inti  (yang  kemudian   mencakup   pula  Amerika  Serikat dan  Jepang) mendorninasi sistem dunia sehingga  mampu memanfaatkan sumber daya negara  lain untuk kepentingan mereka sendiri,  sedangkan kesenjangan yang  berkembang  antara  negara- negara   inti  dengan   negara-negara lain  sudah sedemikian lebarnya sehingga  tidak  mungkin   tersusul  lagi.

D. Paradigma pendidikan dalam inovasi pendidikan

Dalarn sejarah manusia belum pernah terjadi begitu besar perhatian  masyarakat terhadap perubahan sosial, seperti yang terjadi pada akhir abad ke-20 ini. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, berbagai bidang kehidupan berubah dengan cepat pula. Teknologi   berubah, sarana kehidupan    berubah, pola tingkah laku- berubah,  tata nilai berubah,  sistem pendidikan   berubah,  dan berubah pulalah berbagai macam   pranata  sosial   yang   lain.  Dampak dari cepatnya perubahan sosial, meningkatkan kepekaan dan  kesadaran warga   masyarakat terhadap  permasalahan  sosial.  Hal  ini  terbuktf dengan    adanya    berbagai    macam  bentuk    kegiatan     sosial   yang dilakukan   oleh  warga   masyarakat,    seperti  pelajar,  .mahasiswa,   ibu- ibu  pengelola    rumah   tangga,   pengusaha,     pimpinan    agama,   dan sebagainya.

Perubahan   sosial merupakan   perubahan   perilaku  dan sikap yang terjadi    pada   individu, kelompok individu ataupun   organisasi. Perubahan  itu disebabkan  terjadinya  interaksi  antara  individu  dengan individu,   individu   dengan   kelompok,   kelompok   dengan   kelompok, organisasi   dengan   kelompok  atau  organisasi   dengan   organisasi.

Perubahan    sosial  berdampak     pada   sistem   pendidikan,     yaitu adanya   perubahan    paradigma    dalam   pendidikan.    Sampai   saat  ini, pendidikan telah    melalui     tiga   paradigma, yaitu paradigma pengajaran   (teaching), pembelajaran    (instruction),  dan  proses  belajar (learning) (Dewi  Salma  P., 2000: 2)

 

  1. Paradigma pengajaran (teaching)   

Paradigma      pengajaran      (teaching)    dapat    di ar tikan    bahwa pendidikan    hanya   terjadi   di  sekolah,   yang  di  dalamnya    ada  guru yang mengajar,  yang merupakan   satu-satunya   narasumber   yang akan mentransfer    ilmu.  Paradigma   pengajaran    berperan   sebagai  penyaji materi,  artinya   menjelaskan   materi  kepada   siswa,  sedangkan   siswa menyimak   dan  mengerjakan    tugas  yang  diberikan   oleh  guru.  Alat bantu  mengajar  yang  digunakan   oleh guru harus  bersifat  mendukung penjelasan   guru.

  1. pembelajaran (instructional)

Paradigma kedua adalah paradigma (instructional).  Paradigma ini  lebih  memberikan    perhatian    kepada siswa.  Dalam  paradigma   ini, guru  tidak  hanya  sebagai  satu-satunya narasumber  dan   pengajar,    tetapi   juga   sebagai    fasilitator     yang membantu   siswa  belajar.  Proses  komunikasi   dan  pendekatan    sistem mulai  diterapkan    pada  paradigma    ini.  Sebagai  proses  komunikasi, guru  berperan    sebagai   komunikatory   pengirim.  pesan,   Tugas  guru sebagai   komunikator     adalah    mengolah    pesan   dan   menentukan penyampaian     agar  pesan   dapat   diterima   dengan   baik  oleh  siswa. Penerapan  pendekatan  sistem, yaitu  guru  sebagai  subsistem  berperan dalam   merancang,    mengelola,    dan  menilai   proses   pembelajaran. Media  digunakan   sebagai  sumber  belajar dan  guru  sebagai  fasilitator.

  1. Proses belajar (learning)

Paradigma   ketiga  adalah  proses  belajar  (learning). Paradigma   ini menggali  lebih  dalam  lagi seluruh   aspek  belajar,  tidak  hanya  proses belajar  yang  berada  di lingkungan   pendidikan   formal,  tetapi  juga  di lembaga nonformal. Perkembangan  pendidikan    semakin   maju  pesat  pada  abad  ke- 21 yang merupakan   abad  kemajuan  ilmu pengetahuan  dan teknologi. Kemajuan  teknologi  salah satunya  adalah  teknologi  komunikasi  yang menunjang   proses  belajar  tanpa  batas,  seperti  pembelajaran  mandiri melalui     internet.     Belajar   mandiri     merupakan      inti   dan   proses pembelajaran  masa  depan  yang  cepat,  intensif,  dan  serba-terkini  (up to date). Belajar mandiri  pada  abad  ke-21 disebut  cyber learning. Cyber learning merupakan   akumulasi  informasi  yang serbacepat  dan mudah untuk   dikuasai.   Dengan   demikian,   masuknya    proses pembelajaran cyber learning membuyarkan   perbedaan    antara   pendidikan    sekolah dengan   luar  sekolah..


BAB 2

KONSEP DASAR INOVASI PENDIDIKAN

P

esatnya perkembangan lingkungan lokal, regional, dan internasional saat ini berimplikasi terhadap penangallan penyelenggaraan  pendidikan  pada  setiap  jenjang  pendidikan  yang ada.  Berkaitan dengan   perkembangan tersebut, kebutuhan untuk memenuhi tuntutan meningkatkan mutu pendidikan sangat mendesak, terutama dengan   ketatnya kompetitif antarbangsa   di dunia   dalam   saat  ini. Sehubungan dengan   hal ini,  ada  tiga' fokus utama    yang   perlu   diatasi    dalam   penyelenggaraan pendidikan nasional, yaitu: (1)upaya peningkatan mutu  pendidikan; (2) relevansi yang   tinggi dalam penyelenggaraan   pendidikan,   (3) tata  kelola.- pendidikan yang  kuat.  Depdiknas menempatkan ketiga  hal  tersebut dalam  rencana strategis pembangunan  pendidikan  nasional  tahun 2004-2009,  karena   ketiganya  tetap   mendesak  dan  relevan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional pada  waktu  yang akan datang.

Atas dasar itu, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan(Puslitjak.nov) Balitbang   Depdiknas  dalam  simposium nasional   pasal 1 penelitian   pendidikan  pada  tahun   2009 mengangkat tema  penmgkatan  mutu   pendidikan,  relevansi,   dan  penguatan    tata kelola.

Simposium nasional penelitian dan inovasi pendidikan tahun 2009 merupakan agenda tahunan  yang   diselenggarakan oleh Puslitjaknov Balitbang Depdiknas sebagai  wahana   dan wadah untuk menjaring informasi hasil penelitian, pengembangan, dan gagasan inovatif  yang bermanfaat dalam memberikan bahan masuk pengambilan kebijakan pendidikan  nasional.

  1. MAKNA HAKIKI INOVASI PENDIDIKAN

Berbicara mengenai   inovasi   (pembaharuan)  mengingatkan pada   istilah   invention   dan  discovery.  Invention   adalah   penemuan sesuatu yang benar-benar baru,  artinya  hasil karya  manusia.  Adanya discovery adalah   penemuan    sesuatu   (benda yang  sebenarnya sudah ada  sebelumnya). Secara   etimologi,     inovasi    berasal    dari   bahasa    Latin,   yaitu innovaation yangberarti   pembaharuan  dan  perubahan.  Kata kerja innovo, yang artinya memperbarui dan mengubah. jadi, inovasi adalah perubahan   baru  menuju  arah  perbaikan   dan  berencana   (tidak     - kebetulan)   (Idris,  Lisma  Jamal,  1992: 70).

Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia, inovasi   diartikan pemasukan  satu pengenalan  hal-hal  yang baru;  penemuan   baru berbeda   dari  yang  sudah  ada  atau  yang  sudah  dikenal  sebelum yang  (gagasan,    metode    atau   alat)   (Tim  penyusun     kamus pembinaan  dan  pengembangan   bahasa,   1989: 333).

Dengan   demikian,   inovasi   dapat   diartikan   usaha   menemukan benda  yang  baru  dengan  jalan  melakukan  kegiatan  (usaha) invention dan  discovery. Dalam  kaitan  ini,  Ibrahim   (1989) mengatakan inovasi  adalah   penemuan    yang  dapat   berupa   sesuatu   ide, barang, kejadian,   metode   yang  diamati   sebagai  sesuatu   hal  yang baru berupa seseorang  atau sekelompok orang  (masyarakat). Inovasi  dapat berupa hasil  dari  invention  atau  discovery Inovasi  dilakukan   dengan tertentu   atau  untuk   memecahkan -masalah_(Subandiyah,  1992).

Para   ahli   mengungkapkan     berbagai   persepsi,   pengertian, interpretasi ten tang inovasi  dengan  susunan   kalimat  dan penekanan yang  berbeda,  tetapi   mengandung   pengertian  yang  sarna,  seperti Kennedy  (1987), White  (1987), dan  Kouraogo  (1987). White   (1987: 211)  mengatakan,    "Inovation     ... more  than  change,   although   all innovations    involve   change"   (inovasi    itu   ...  lebih   dari   sekadar perubahan,  walaupun  semua   inovasi   melibatkan  perubahan). Selain itu, definisi  inovasi  yang  dikemukakan oleh Rogers  (1983:11),  "An  innovation  is an idea, practice,  or object that  is perceived as new by an individual  or other unit  of adoption. "Zaltman   dan  Duncan   (1973: 7) mengatakan,  "An  innovation  is an idea, practice, or material, artifact perceived to be new by the relevant unit  of adoption. The innovation  is the change object."

Inovasi sering diartikan pembaharuan, penemuan dan ada yang mengaitkan dengan modernisasi. Perubahan dan,  inovasi, keduanya  sarna  dalam  hal  memiliki unsur  yang  baru  atau  lain  dari sebelumnya. Inovasi  berbeda dari  perubahan  karena dalam inovasi ada unsur kesengajaan. Pembaharuan misalnya, dalam hal pembaharuan kebijakan pendidikan  mengandung unsur kesengajaan dan pada umumnya istilah    pembaharuan  dapat disamakan   dengan   inovasi (Suryo  Subroto,  1990:  127).  Menurut Nicholls (1982: 2), penggunaan kata perubahan dan  inovasi   sering tumpang   tindih.    Pada   dasarnya,  inovasi adalah ide,   produk, kejadian,  atau   metode   yang   dianggap  baru   bagi   seseorang  atau sekelompok  orang   atau  unit  adopsi   yang  lain,  baik  hasil  invensi maupun   hasil  discooerq (Ibrahim, 1998: 1; Hanafi,   1986: 26; Rogers, 1933:  11).

Untuk   mengetahui   dengan    jelas   perbedaan   antara    inovasi dengan  perubahan,  berikut  definisi  yang  diungkapkan  oleh Nichols (1983: 4).                                                                                  "Change  refers   to  corrtlnuoue   reapraleal  and  i.mprovement  of existing    practice    which  can be regarded   as part   of the  normal activity      .....   while   innovation   refers    to   ....  Idea,  subject     or practice   as new &y an individual or individuals,  which  is intended to  bring  about   improvement   in relation    to  desired   objectives, which   is  fundamental     in  nature    and  which   is  planned    and deliberate."

Nhichollas menekankan  perbedaan   antara   perubahan   (change) dengan    inovasi    (innovation)   sebagaimana   dikatakannya   di  atas, bahwa     perubahan     mengacu    pada    kelangsungan     penilaian, penafsiran,      dan     pengharapan      kembali    dalam     perbaikan pelaksanaan  pendidikan  yang  ada  yang  dianggap  sebagai   bagian aktivitas  yang  biasa.  Adapun  inovasi   menurutnya  mengacu pada ide,   objek  atau   praktik    sesuatu    yang   baru   oleh  seseorang  atau sekelompok orang yang  bermaksud untuk  memperbaiki tujuan  yang diharapkan.

 

 

  1. Inovasi pendidikan

Inovasi  pendidikan adalah  inovasi  untuk  memecahkan masalah dalam pendidikan. Inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan  dengan  komponen sistem  pendidikan, baik dalam  arti sempit,  yaitu  tingkat   lembaga pendidikan,  maupun  arti  luas,  yaitu sistem  pendidikan  nasional.

Inovasi  dalam  dunia  pendidikan dapat  berupa  apa saja, produk ataupun sistem.  Produk  misalnya, seorang guru  menciptakan media pembelajaran  mock up untuk   pembelajaran.  Sistem  misalnya,  cara penyampaian   matode   di  kelas  dengan   tanya  jawab   ataupun  yang lainnya  yang bersifat  metode. Inovasi dapat dikreasikan sesuai pemanfaatannya, yang menciptakan hal baru,  memudahkan  dalam duma   pendidikan,  serta  mengarah  pada   kemajuan.

Inovasi   di sekolah, terjadi  pada   sistem  sekolah yang  meliputi komponen-komponan      yang   ada.   Di antaranya    adalah    sistem pendidikan   sekolah  yang  terdiri   atas  kurikulum,  tata  tertib,   dan manajemen organisasi pusat sumber   belajar.  Selain  itu,  yang  lebih penting   adalah   inovasi   dilakukan  pada  sistem  pembelajaran  (yang berperan  di  dalamnya  adalah   guru)  karena   secara  langsung  yang melakukan    pembelajaran     di  kelas    ialah    guru.    Keberhasilan pembelajaran sebagian besar  tanggung jawab   guru.

Inovasi   pendidikan   adalah   suatu   ide, barang,   metode   yang dirasakan  atau  diamati   sebagai  hal  yang  baru  bagi seseorang   atau sekelompok     orang    (masyarakat),    baik   berupa     hasil    inversi (penemuan   baru)   atau   discovery"(baru    ditemukan   orang),   yang digunakan    untuk     mencapai    tujuan     pendidikan     atau    untuk memecahkan masalah yang  dihadapi.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa   sesuatu  yang  baru  itu, mungkin sudah  lama  dikenal  pada  konteks  sosial atau  sesuatu  itu sudah  lama dikenal,  tetapi  belum  dilakukan perubahan. Dengan  demikian, dapat disimpulkan  bahwa   inovasi   adalah   perubahan,  tetapi  tidak  semua perubahan  merupakan  inovasi   (Idris,  Lisma  Jamal,  1992: 71).

Definisi lain tentang  inovasi  pendidikan adalah  suatu  perubahan baru  dan  kualitatif  yang  berbeda   dari  hal  (yang  ada)  sebelumnya dan  sengaja   diusahakan   untuk   meningkatkan   kemampuan   guna mencapai tujuan  tertentu   dalam  pendidikan  (Suryobroto, 1990: 127).

"Baru"   dalam pengertian tersebut adalah   hal-hal   yang belum dipaharni,   diterima    atau   dilaksanakan oleh   penerima inovasi, meskipun mungkin bukan merupakan hal yang baru  lagi bagi  orang lain.  Adapun "kualitatif"   berarti bahwa   inovasi memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali unsur-unsur dalam pendidikan. Jadi, bukan semata-rnata penjumlahan atau penambahan dari unsur-unsur komponen yang ada  sebelumnya. Inovasi adalah lebih dari keseluruhan jumlah  unsur  komponen. Karena besar dan kompleksnya masalah pendidikan serta karena keterbatasan   kemampuan   yang   dimiliki, tindakan   inovasi atau pembaharuan sangat  diperlukan. Secara implisit, manajemen inovasi mengacu pada komponen perencanaan, pengawasan,  pengarahan, an  perintah.  Urwick   dalam   Nicholls  (1993: 3) mengidentifikasi bahwa  manajemen atau pengolahan adalah  aktivitas yang  berkenaan dengan perencanaan,  pengaturan,  pemberian  perintah,  koordinasi, pengawasan, dan  penilaian. Hal ini dikaitkan dengan   kegiatan atau aktivitas yang   berkenaan   dengan    upaya   pendayagunaan    segala material dan nonmaterial untuk  mencapai tujuan  inovasi.  Manajemen   inovasi    dari sudut proses berhubungan dengan kegiatan perencanaan, sedangkan dalam   perencanaan inovasi menuntut untuk melakukan asesmen situasi dan mengidentifikasi tujuan inovasi. Inovasi  akan  berjalan  baik  jika  didukung  oleh  perencanaan  inovasi yang  efektif. Tindakan     menambah     anggaran     belanja     supaya      dapat engadakan lebih  banyak  murid,  guru  kelas,  buku,  dan  sebagainya meskipun  perlu   dan  penting   bukan   merupakan  tindakan  inovasi. Tindakan  mengatur  kembali   jenis  dan  pengelompokan   pelajaran, " aktu,  ruang   keIas,  cara-cara  menyampaikan  pelajaran,  sehingga dengan  tenaga,   alat,  uang,  dan  waktu   yang  sama  dapat   dijangkau jumlah sasaran  murid  yang  lebih  banyak,  dan  dicapai  kualitas  yang lebih  tinggi,  itulah  tindakan   inovasi.

  1. Prinsip-prinsip inovasi pendidikan

Peter M. Drucker dalam bukunya   Innovation and Enterpreneurship (Tilaar,  1999: 356), mengemukakan  beberapa   prinsip   inovasi,  yaitu sebagai  berikut.

a. Inovasi memerlukan analisis berbagai kesempatan dan kemungkinan yang  terbuka.  Artinya, inovasi hanya dapat terjadi apabila  mempunyai  kemampuan  analisis.

b. Inovasi bersifat konseptual dan perseptual, artinya yang bermula dari keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang dapat diterima   masyarakat.

c. Inovasi harus dimulai dengan yang kecil. Tidak semua novasi dimulai      dengan    ide-ide besar yang tidak  terjangkau oleh kehidupannyata manusia.  Keingina yang kecil untuk memperbaiki suatu kondisi atau kebutuhan hidup ternyata kelak mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap  kehidupan manusia   selanjutnya.

d. Inovasi    diarahkan   pada   kepemimpinan    atau   kepeloporan.

Inovasi  selalu  diarahkan  bahwa  hasilnya   akan  menjadi  pelopor dari  suatu  perubahan  yang  diperlukan.  Apabila  tidak  demikian maka  intensi  suatu  inovasi  kurang  jelas  dan  tidak  memperoleh apresiasi   dalam  masyarakat.

  1. Tujuan inovasi pendidikan

"Tujuan"   yang  direncanakan  mengharuskan  adanya   perincian yang  jelas  tentang   sasaran  dan  hasil  yang  ingin  dicapai,  yang  dapat diukur  untuk  mengetahui perbedaan antara  keadaan  sesudah  dengan sebelum   inovasi.   Tujuan   inovasi   adalah   efisiensi,   relevansi,  dan efektivitas mengenai sasaran  jumlah  anak didik sebanyak-banyaknya, dengan hasil pendidikan yang sebesar-besarnya (menurut  kriteria kebutuhan anak didik, masyarakat, dan pembangunarr) dengan menggunakan  sumber  tenaga,   uang,  alat,  dan  waktu   d1:tlamjumlah sekecil-kecilnya (Suryosobroto, 1990, 129). Tujuan   utama   dari   inovasi  adalah   berusaha    meningkatkan kemampuan,  yaitu  kemampuan  sumber   tenaga,  uang, sarana,   dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur    organisasi.  jadi, keseluruhan sistem  perIu  ditingkatkan agar semua  tujuan  yang  telah direncanakan dapat  dicapai  dengan  sebaik-baiknya (Hasbullah, 2001: 189).

Tujuan  pendidikan  Indonesia jika  disimpulkan  bahwa   saat  ini Indonesia sedang   mengejar ketertinggalan  iptek  secara  global  yang berjalan  sangat  cepat  dan  berusaha  agar  pendidikan  bisa  dirasakan dan  didapatkan  oleh  semua  warga  Indonesia. Adapun arah tujuan  inovasi  pendidikan tahap  derni tahap,  yaitu:

a. mengejar ketertinggalan  yang  dihasilkan  oleh  kemajuan  ilmu dan  teknologi sehingga semakin   lama  pendidikan  di Indonesia semakin  berjalan  sejajar  dengan   kemajuan tersebut;

b. mengusahakan   terselenggarakannya   pendidikan   sekolah   dan luar  sekolah  bagi  setiap  warga  negara.  Misalnya, meningkatkan daya tampung usia  sekolah  SD, SLTP, SLTA, dan  PT.

Di samping  itu,   akan   diusahakan   peningkatan    mutu   yang dirasakan  semakin   menu run  saat  ini.  Dengan sistem penyampaian yang baru,  peserta   didik   diharapkan  menjadi   manusia yang  aktif, kreatif,  dan  terampil   memecahkan masalahnya  sendiri.

Tujuan jangka panjang  yang  hendak   dicapai  ialah  terwujudnya manusia  Indonesia seutuhnya. Tujuan lain dilakukannya inovasi pendidikan adalah untuk mernecahkan masalah .pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia kependidikan yang lebih memberikan harapan   kemajuan lebih pesat.

Secara lebih terperinci, maksud diadakannya inovasi pendidikan adalah  sebagai  berikut   (Hasbullah, 2001: 199-201).Pertama,  inovasi pembaharuan pendidikan sebagai  tanggapan baru  terhadap masalah- masalah   pendidikan. Tugas  inovasi/  pembaharuan  pendidikan  yang utama   adalah  memecahkan masalah-masalah  yang  dijumpai dalam dunia pendidikan dengan  cara inovatif. Inovasi atau pembaharuan pendidikan juga merupakan tanggapan baru terhadap masalah kependidikan yang dihadapi. Titik pangkal  pembaharuan pendidikan adalah  masalah  pendidikan  yang  aktual,  yang  secara  sistematis akan dipecahkan dengan  cara inovatif. Akhir-akhir ini, semua usaha pembaharuan pendidikan ditujukan  untuk   kepentingan  siswa  atau subjek  belajar  derni  perkembangannya,  yang sering   disebut student centered approach. Pembaharuan pendidikan  yang memusatkan  pada masalah  pendidikan   umumnya   dan perkembangan  subjek pendidikan khususnya   mengutamakan  segi efektivitas  dan  segi ekonomis  dalam proses  belajar.

  1. Arah inovasi pendidikan

a. Invetion    (penemuan).  Invetion    meliputi   penemuan/    penciptaan tentang   suatu  hal  yang  baru.  Invetion   merupakan   adaptasi   dari hal-hal  yang  telah  ada.  Akan  tetapi,  pembaharuan   yang  terjadi dalam  pendidikan    terkadang   menggambarkan   suatu  hasil  yang sangat  berbeda  'dengan  yang  terjadi  sebelumnya.

b. Development (pengembangan). Pembaharuan harus mengalami pengembangan  sebelum  masuk  dalam  dimensi  skala yang besar. Development  sering  bergandengan dengan riset sehingga prosedur-prosedur and development (RnD) digunakan dalam pendidikan.

c. Diffusion (penyebaran). Persebaran ide baru dari sumber kepada pemakai/penyerap    yang  terakhir.

d. Adaption (penyerapan). Beberapa tahap yang penting dalam penerapan inovasi   pendidikan.

Adapun sifat pendekatan     yang   dilakukan   untuk   pemecahan masalah  pendidikan   yang kompleks  dan berkembang   itu harus berorientasi   pada hal-hal  yang  efektif dan murah,  serta peka terhadap timbulnya masalah-masalah yang baru di dalam  pendidikan.

a. Pendekatan sistem dalam usaha pembaharuan pendidikan dipandang sebagai   tanggapan    terhadap masalah   pendidikan yang baru   dan komprehensif. Pendekatan    dalam   petnecahan masalah  dan perencanaan   pendidikan   pada  periode  sebelumnya biasanya   bersifat  tidak  menyeluruh    dan  terikat  pada  salah  satu prinsip   tertentu.

b. Pendekatan sosial budaya didasarkan atas tuntutan/kebutuhan sosial akan  pendidikan yang  ber kembang   dan  populer dalam masyarakat  sehingga  mengabaikan alokasi sumber-sumber dalam skala  nasional,

c. Pendekatan tenaga kerja  didasarkan pada   kebutuhan  tenaga kerja  yang  diperlukan unik  pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga kurang mementingkan  pendidikan  dasar.

d. Pendekatan  untung   rugi  mengutamakan  prinsip   keuntungan. Besarnya biaya  pendidikan  yang  dikeluarkan  tidak  boleh  lebih besar dari pengembalian yang akan diperoleh setelah pendidikan dilakukan.

Dengan  memerhatikan pengalaman beberapa pendekatan itu, Inovasi   pendidikan   dengan   pendekatan   sistem  untuk   pemecahan masalah  pendidikan  yang mengutamakan  kepentingan  subjek pendidikan lebih bersifat tanggap  (responsif) terhadap masalah-asalah yang  baru. Sifat pendekatan yang dilakukan untuk  pemecahan masalah pendidikan yang  kompleks dan berkembang harus  berorientasi pada hal-hal   yang   efektif   dan  murah,    serta   peka   terhadap   timbulnya masalah-masalah  yang  baru   di  dalam  pendidikan.    Untuk  itu,  hal yang  harus   diutamakan  adalah:

a. Apa   yang   perlu    dilakukan   pemerintah    untuk    menunjang keberhasilan    dalam   melakukan   sebuah    pembaharuan    atau inovasi  dalam  dunia  pendidikan b. Hal  yang  diprioritaskan  terlebih   dahulu   untuk   melaksanakan inovasi  pendidikan.

Miles  (1964: 15) mengemukakan   komponen  pendidikan   atau komponen sistem sosial yangmemungkinkan   untuk  dilakukan suatu inovasi,  yaitu:  (a) pembinaan  person alia;  (b) banyaknya  persona lia dan  wilayah    kerja:   (c) fasilitas   fisik;  (d)  penggunaan   waktu;   (e) perumusan   tujuan;   (f) peran   yang  diperlukan;   (g) wawasan  dan perasaan;  (h) bentuk   hubungan  antar  bagian;  (i) hubungan  dengan sistemyang lain;  G)  strategi.

  1. Masalah-maslah dalam inovasi pendidikan

Empat masalah pokok yang harus diperbaharui dalam pendidikan di  antaranya:

a. kuantitas   dan  pemerataan   kesempatan belajar. Masalah ini mendapat prioritas utama  yang perlu ditangani, yaitu dengan menciptakan sistern  pendidikan yang  mampu  menampung anak didik  sebanyak mungkin di berbagai daerah;

b. kualitas; kurangnya dana, kurangnya jumlah guru, dan kurangnya fasilitas  pendidikan rnemengaruhi merosotnya mutu pendidikan; relevansi; kurang     sesuainya    materi    pendidikan     dengan menyusun  kurikulum  baru.

d. efisiensi dan  keefektifan;  pendidikan   harus   diusahakan   agar memperoleh hasil yang baik dengan  dana dan waktu  yang sedikit.

  1. SASARAN INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi  pendidikan  sebagai  usaha  perubahan  pendidikan  tidak bisa berdiri  sendiri,  tetapi harus  melibatkan semua  unsur  yang terkait di  dalamnya,  seperti   inovator,   penyelenggara  inovasi   seperti   guru dan  siswa.  Di samping    itu,  keberhasilan  inovasi   pendidikan  tidak hanya    ditentukan    oleh   satu   atau   dua   faktor,    tetapi   juga   oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Faktor utama yang perlu diperhatikan     dalam    inovasi    pendidikan     adalah    guru,    siswa, kurikulum  dan  fasilitas,  dan  program/   tujuan.

  1. GURU

Agar dunia pendidikan dapat lebih inovatif diperlukan guru yang berkompeten   dan memiliki   kreativitas   yang   tinggi.  Guru   harus mempunyai   cara_ menyampakan pernbelajaran agar   belajar   itu menarik dan mudah   dimengerti. Peran guru pada  inovasi  di sekolah  tidak  terlepas   dari  tatanan pembelajaran     yang    dilakukan     di   ke las.    Guru    harus     tetap memerhatikan   sejumlah   kepentingan siswa, di samping   harus memerhatikan suatu  tindakan   inovasinya.

Langkah-Iangkah perubahan yang dilakukan oleh seorang guru. pun tidak terlepas  dari beberapa  aspek kompetensi yang harus  dicapai, seperti:   (a) Planning  Instructions   (Merencanaan  Pembelajaran);  (b) Implementing Instructions  (Menerapkan Pembelajaran); (c).Performing Administrat~ve Duties (Melaksanakan Tugas-Tugas Administratif); (d) Communicating    (Berkomunikasi);   (e)  Development   Personal  Skills (Mengembangkan   Kemampuan   Pribadi);   (f) Developing  Pupil  Self (Mengembangkan  Kemampuan  Peserta  Didik).

Guru   sebagai   ujung   tombak   dalam   pelaksanaan   pendidikan merupakan   pihak   yang sangat   berpengaruh   dalam   proses   belajar mengajar.  Kepiawaian  dan  kewibawaan  guru  sangat   menentukan kelangsungan  proses  belajar  mengajar   di kelas  maupun   efeknya  diluar  kelas. Guru harus  pandai  mernbawa  siswanya  pada  tujuan  yang hendak   dicapai.

Ada  beberapa   hal  yang  dapat   membentuk  kewibawaan   guru, yaitu:  (a) penguasaan  materi  yang  diajarkan:   (b) metode   mengajar yang   sesuai    dengan    situasi    dan   kondisi    siswa;    (c)  hubungan antar individu,   baik  dengan   siswa  maupun   antar-sesama  guru  dan unsur     lain    yang    terlibat     dalam    proses     pendidikan,      seperti adminstrator,      misalnya     kepala    sekolah    dan   tata   usaha   serta masyarakat  sekitarnya;  (d) pengalaman  dan  keterampilan  guru.

Dengan  demikian,  dalam  pembaharuan  pendidikan,  keterlibatan guru   mulai    perencanaan     inovasi    pendidikan     sampai    dengan pelaksanaan    dan   evaluasinya    memainkan    peran   penting    bagi keberhasilan  inovasi  pendidikan.

Guru  menempati  posisi  kunci  dan  strategis  dalam  menciptakan suasana      belajar     yang    kondusif      dan    menyenangkan      untuk mengarahkan  siswa  agar  mencapai   tujuan   secara  optimal.   Seorang gnru  tidak.hanya   harus   pintar   dari  segi  intelektualnya,  tetapi  juga harus   memiliki   kompetensi  pedagogi,   profesional,  individual,   dan sosial. Selain itu, guru juga harus  kreatif  dan inovatif.  Untuk  itu guru harus  mampu  menempatkan  dirinya  sebagai  diseminator, informator, transmitter,transformator,    organizer,    fasilitator,    motivator,    dan evaluator   bagi  terciptanya  proses   pembelajaran  yang  dinamis   dan inovatif. Guru  mempunyai  peran  yang  luas  sebagai- pendidik,   orangtua, ternan,  dokter,  motivator,   dan  sebagainya  (Wright,  1987).

  1. SISWA

Prioritas   paling   tinggi  di  sekolah  adalah   berpusat   pada  minat dan kebutuhan   siswa. [adi, semua unit pekerjaan  di sekolah  diabdikan pada   kepentingan   siswa  sesuai  dengan   tujuan   dari  pendidikan   di sekolah  tersebut. 

Sebagai objek utama dalam  pendidikan,  siswa  memegang peran yang  sangat  dominan.Siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui    penggunaan     inteligensi,    daya   motorik,     pengalaman. kemauan,   dan  komitmen   yang  timbul  dalam  dirinya  tanpa  paksaan. Hal  ini  terjadi   apabila   siswa  juga  dilibatkan   dalam   proses  inovasi pendidikan,  walaupun    hanya  dengan mengenalkan  kepada   mereka tujuan   perubahan,  mulai   dari   perencanaan  sampai   pelaksanaan. Peran   siswa   dalam   inovasi pendidikan  adalah sebagai penerima pelajaran, pemberi   materi    pelajaran     pada   sesama    temannya, petunjuk,   bahkan   guru.

  1. KURIKULUM

Kurikulum    pendidikan lebih  sempit   lagi  kurikulum    sekolah meliputi     program     pengajaran dan   perangkatnya, merupakan pedoman   dalam  pelaksanaan   pendidikan   dan pengajaran   di sekolah. Kurikulum   sekolah  merupakan   bagian  yang  tidak  dapat  dipisahkan dalam    proses    belajar    mengajar     di   sekolah,     sehingga     dalam pelaksanaan   inovasi  pendidikan,   kurikulum  memegang  peranan  yang sarna dengan  unsur-unsur    lain dalam  pendidikan.   Tanpa  kurikulum, inovasi  pendidikan   tidak  akan berjalan  sesuai  dengan  tujuan  inovasi. Oleh  karena  itu,  dalam  inovasi  pendidikan,    semua  perubahan   yang hendak    diterapkan     harus   sesuai   dengan   perubahan     kurikulum. Dengan      kata    lain,     perubahan       kurikulum       diikuti      dengan pembaharuan    pendidikan    dan  tidak  mustahil   perubahan    keduanya akan  berjalan   searah. Inovasi  kurikulum   adalah  gagasan  atau  praktik  kurikulum   baru dengan   mengadopsi    bagian-bagian    yang  potensial   dari  kurikulum tersebut   dengan  tujuan  memecahkan   masalah  atau  mencapai   tujuan tertentu.

Inovasi berkaitan   dengan  pengambilan   keputusan   yang  diambil, baik  menerima   maupun   menolak   hasil  dari  inovasi.  Ibrahim   (1988: 71-73)  menyebutkan     bahwa   tipe  keputusan    inovasi   pendidikan     - termasuk   di dalamnya   inovasi  kurikulum-    dapat  dibedakan   menjadi empat,   yaitu:   (a)  keputusan     inovasi   pendidikan     opsional,    yaitu pemilihan   menerima   atau  menolak   inovasi  berdasarkan    keputusan yang  ditentukan   oleh individu   secara mandiri  tanp,a bergantung   atau terpengaruh     dorongan    anggota   sosiallain;     (b) keputusan    inovasi pendidikan   kolektif,  yaitu  pernilihan  menerima   dan menolak  inovasi berdasarkan   keputusan   yang  dibuat  secara bersama  atas kesepakatan antaranggota   sistem  sosial; (c) keputusan   inovasi 'pendidikan   otoritas, yaitu  pernilihan   untuk   menerima   dan  menolak  inovasi  yang  dibuat oleh seseorartg  atau  sekelornpok  orang  yang mempunyai   kedudukan, status,   wewenang,     dan  kemampuan     yang   lebih   tinggi   daripada anggota   lain  dalam  sistem  sosial;  (d) keputusan   Inovasi  pendidikan kontingen, yaitu pemilihan  untuk  menerima atau  menolak  keputusan inovasi  pendidikan baru dapat  dilakukan setelah ada keputusan yang mendahuluinya.

  1. FASILITAS

Fasilitas,  termasuk   sarana  dan  prasarana  pendidikan,  tidak  bisa diabaikan dalam  proses  pendidikan  khususnya  dalam  proses  belajar mengajar.  Dalam  inovasi   pendidikan,   fasilitas   ikut  memengaruhi kelangsungan    inovasi    yang   akan   diterapkan.    Tanpa    fasilitas, pelaksanaan  inovasi  pendidikan  tidak  akan  berjalan  dengan   baik.

  1. LINGKUP SOSIAL MASYARAKAT

Dalam    menerapakan     inovasi    pendidikan,     lingkup'   sosial' masyarakat tidak  secara langsung  terlibat  dalam  perubahan  tersebut, tetapi  bisa  membawa  dampak,   baik  positif  maupun   negatif,   dalam pelaksanaan  pembaharuan  pendidikan.  Secara langsung   atau tidak, masyarakat   terlibat    dalam   pendidikan.    Sebab,   apa   yang   in gin dilakukan   dalam   pendidikan   sebenarnya   mengubah   masyarakat menjadi   lebih baik,  terutama   masyarakat  tempat   peserta   didik  itu berasal.   Keterlibatan masyarakat  dalam   inovasi   pendidikan   akan membantu   inovator    dan  pelaksana   inovasi   dalam   melaksanakan inovasi  pendidikan.

 

  1. BENTUK-BENTUK INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi pendidikan menjadi  topik yang selalu hangat  dibicarakan dari masa ke ma~a. Isu ini selalu muncul  tatkala  orang  membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan  dengan pendidikan. Dalam inovasi pendidikan,  secara  umum dapat  diberikan  dua  buah  model  inovasi yang  baru,  yaitu  sebagai  berikut.

  1. Top-down Model

Top-down model, yaitu  inovasi  pendidikan yang  diciptakan  oleh pihak   tertentu   sebagai   pimpinan/  atasan   yang  .diterapkan  kepada bawahan, seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Kemendiknas  dan  Kemenag selama  ini.

Inovasi  pendidikan  seperti  yang  dilakukan  di Depdiknas  yang disponsori oleh lembaga-Iembaga asing  cenderung  merupakan  II top- down inovation".  Inovasi  ini  sengaja  diciptakan  oleh  atasan   sebagai usaha   untuk   meningkatkan    mutu   pendidikan   atau   pemerataan kesempatan  untuk  memperoleh  pendidikan,  ataupun   sebagai  usaha untuk  meningkatkan  efisiensi  dan  sebagainya.

Inovasi  seperti  ini  dilakukan  dan  diterapkan  kepada   bawahan dengan   eara  mengajak, menganjurkan,  bahkan   memaksakan  suatu perubahan  untuk   kepentingan  bawahannya.  Bawahan   tidak  punya otoritas    untuk    menolak    pelaksanaannya.     Contoh    inovasi    yang dilakukan  oleh  Depdiknas  adalah  Cara  Belajar Siswa  Aktif  (CBSA), Guru   Pamong,   Sekolah   Persiapan  Pembangunan,   Guru   Pamong, Sekolah  kecil,  Sistem  Pengajaran  Modul,  Sistem  Belajar Jarak  Jauh, dan  lain-lain.

Inovasi pendidikan yang berupa  top-down model  tidak selamanya berhasil  dengan  baik. Hal ini disebabkan oleh banyak  hal antara  lain penolakan  para  pelaksana seperti  guru  yang  tidak  dilibatkan seeara penuh,   baik  dalam  perencananaan  maupun   pelaksanaannya.

 

  1. Bottom-up Model

Inovasi   yang  lebih  berupa   bottom-up  model dianggap    sebagai suatu  inovasi  yang  langgeng   dan  tidak  mudah  berhenti  karena  para pelaksana  dan  pencipta   sama-sama terlibat, mulai  dari  perencanaan sampai    pada    pelaksanaan.     Oleh   karena    itu,   masing-masing bertanggung jawab  terhadap   keberhasilan suatu  inovasi  yang mereka ciptakan.

Bottom-up-model   adalah   model   inovasi   dan hasil  ciptaan   dari bawah    serta     dilaksanakan      sebagai      upaya      meningkatkan penyelenggaraan     dan   mutu    pendidikan.    Model   inovasi    yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran,  kreasi,  dan inisiatif  dari sekolah guru  atau  masyarakat   yang   umumnya   disebut  model  Bottom-Up Innovation. Ada  inovasi  yang  juga  dilakukan  oleh  guru-guru, yang disebut  dengan  Bottom-Up Innovation. Model  ini jarang  dilakukan di Indonesia karena  bersifat  sentralistis.

Pembahasan tentang  model  inovasi  seperti  model  Top-Down dan Bottom-Up telah banyak dilakukan oleh para peneliti  dan para ahli pendidikan.  Sudah banyak  pembahasan  tentang  inovasi  pendidikan yang  dilakukan,   misalnya   perubahan    kurikulum   dan  proses  belajar mengajar.   White  (1988: 136-156) menguraikan  beberapa   aspek  yang berkaitan dengan inovasi, seperti tahapan-tahapan  dalam inovasi, karakteristik   inovasi,  manajemen  inovasi,  dan  sistem pendekatannya.

Di samping  kedua  model yang  umum  tersebut,  ada hal lain yang muncul  tatkala  membicarakan inovasi  pendidikan,   yaitu:  (1) kendala- kendala,  termasuk  resistensi  dari pihak pelaksana  inovasi, seperti guru, siswa,  masyarakat    dan  sebagainya;    (2) faktor-faktor   seperti   guru, siswa,  kurikulum,   fasilitas,  dan  dana;  (3) lingkup  sosial masyaraka


 

BAB 3

PROSES INOVASI PENDIDIKAN

 

Nicocolo MaChiavelli menyatakan, "Tiada pekerjaan  yang lebih susah  merencanakannya, lebih meragukan keberhasilannya dan  lebih  berbahaya  dalam   mengelolanya,  dari pada    menciptakan suatu   pembaharuan. Apabila   lawan   telah  merencanakan  untuk menyerang inovator   dengan  mengerahkan  kemarahan  pasukannya, sedangkan  yang  lain  hanya   bertahan    dengan   kemalasan,  inovator   “ beserta  kelompoknya seperti  dalam  keadaan  terancam"  (The Prince, 1513, dikutip   Rogers,  1983).

Pernyataan    tersebut     menunjukkan    betapa    beratnya     tugas inovator   dan betapa  sukarnya   menyebarkan  inovasi.  Banyak  orang' mengetahui  dan  memahami  sesuatu   yang  baru,  tetapi  belum  mau menerima  apalagi   melaksanakannya.    Bahkan,   banyak   pula   yang menyadari bahwa  sesuatu  yang  belum  juga mau  menerima dan menggunakan  atau  menerapkannya.

Contohnya    untuk   mengefektifkan    proses   belajar   mengajar, para guru diminta   membuat   persiapan   mengajar   dengan   menggunakan model  desain   instruksional,    yaitu  Prosedur   Pengembangan   Sistem Instruksional (PPSI).   Para   guru   ditatar    dan   dilatih    membuat persiapan   mengajar   dengan   model  PPSI,  tetapi  belum  semua   guru yang  telah  tahu   dan  dapat   membuat    persiapan    mengajar   dengan cara  baru   itu  mau   menggunakannya      dalam   kegiatan    mengajar sehari-hari.

Ternyata  ada jarak  antara  mengetahui   dan  mau  menerapkannya serta  menggunakan    atau  menerapkan    ide  yang  barn  tersebut.   Oleh karena  itu,  dalam  proses  penyebaran inovasi   timbul  masalah, yaitu cara untuk mempercepat   diterimanya   suatu  inovasi  oleh masyarakat (sasaran  penyebaran   inovasi).  Untuk  memecahkan   masalah  tersebut, difusi    inovasi     menarik     perhatian      para    ahli   pengembangan masyarakat    dan  dipelajari   secara  mendalam.

A. HAKIKAT DIFUSI DAN DISEMINASI INOVASI PENDIDIKAN

  1. Memaknai Difusi

            Difusi ialah proe komunikasiinovasi antara warga masyarakat (anggota sistem sosial) dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa individu, baik secara memusat (konvergen) mauoun memencar (divergen) yang berlangsung secra spontan. Dengan adanya komunikasi ini terjadi kesamaan pendapat antarwarga masyarakat tentang inovasi. Jadi, difusi merupakan salah satu tipe komunikasi, yaitu komunikasi yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovasi).

            Rogers (1983) membedakan antara sistem difusi sentralisasi dengan sistem difusi desentralisasi. Dalam sistem difusi sentralisasi penentuan berbagai hal seperti waktu dimulainya difusi inovasi dengan salura apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan sebagainy, dilakukan oleh kelompok orang tertentu atau pimpinan agen pembaharu. Adapun dalam sistem difusi desentralisasi penentuan itu dilakuan oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama dengan    beberapa  orang   yang   telah   menerima     inovasi.    Dalam pelaksanaan sistem difusi desentralisasi yang secara ekstrem tidak diperlukan   agen pembaharu.  Warga  masyarakat  yang  bertanggung jawab  terjadinya   difusi  inovasi.

Pada  prinsipnya,   difusi  adalah   jenis  komunikasi  khusus   yang berkaitan   dengan   penyebaran  pesan-pesan  sebagai  ide  baru.  Lebih jauh dijelaskan  bahwa  difusi adalah  bentuk  komunikasi yang bersifat khusus   berkaitan    dengan   penyebaran   pesan-pesan   yang  berupa gaga san  baru,  atau  dalam  istilah  Rogers  (1961), difusi  menyangkut "which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate  users or adopters."

Dalam  kasus  difusi,  karena  pesan-pesan  yang  disampaikan  itu "baru",   ada  risiko   bagi  penerima.    Hal  ini  berarti   ada  perbedaan tingkah   laku  dalam   kasus  penerimaan   inovasi   jika  dibandingkan dengan   penerimaan  pesan  biasa.  Sering dibedakan   antara  sifat riset difusi dengan  riset-riset  komunikasi lainnya.  Dalam riset komunikasi, kita   sering    mengarahkan     perhatian      pada   usaha-usaha     untuk mengubah     pengetahuan    atau   sikap   dengan    mengubah     bentuk sumber,  pesan,  saluran   atau  penerima   dalam  proses  komunikasi. Misalnya, kita bisa menuntut  agar sumber komunikasi lebih dapat dipercaya    oleh  penerima    karena   studi   komunikasi   menunjukkan bahwa  jika hal ini dilakukan  akan dihasilkan  persuasi  atau perubahan sikap  yang  lebih  besar  pada  sebagian  besar  penefimanya.

Akan tetapi,  dalam  riset difusi lebih memusatkan perhatian   pada terjadinya  perubahan   tingkah  laku yang  tampak  (overt behavior),  yaitu menerima    atau  menolak   ide-ide   baru   daripada    hanya   perubahan dalam  pengetahuan  dan  sikap.  Pengetahuan  dan  sikap  sebagai  hasil kampanye   difusi  hanya   dianggap   sebagai  langkah   perantara   dalam proses   pengambilan    keputusan     oleh   seseorang    yang   akhirnya membawa   pada  perubahan    tingkah   laku. Pemutusan   perhatian    pada   ide-ide   baru   telah  membawa    kita pada  pengertian   yang  lebih menyeluruh  ten tang  proses  komunikasi. Konsep   arus   komunikasi   seperti   "multi-step",   secara   konseptual belum  jelas  bentuknya    sebelum   diselidiki   oleh  para  peneliti   yang menelaah   penyebaran  inovasi.  Mereka  menemukan  ide-ide  baru  itu biasanya    tersebar   dari  sumber   kepada   audiens   penerima    melalui serangkaian   transmisi   berurutan,    tidak   hanya   melalui   dua  tahap seperti  yang  telah  didalilkan   semula.

 

 

  1. ELEMEN DIFUSI INOVASI

Rogers mengemukakan   empat  elemen pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi,  (2) komunikasi   dengan   saluran   tertentu,   (3) waktu,  dan (4) warga  masyarakat    (anggota  sistem  sosial).  Untuk  lebih  jelasnya, setiap  elemen  diurakan   sebagai  berikut.

  1. Inovasi

Inovasi   adalah   ide,  barang,    kejadian,    metode   yang   diamati sebagai  sesuatu   yang  baru  bagi  seseorang   atau  sekelompok   orang, baik  berupa   hasil  invensi   maupun   discouenj yang  diadakan   untuk mencapai    tujuan tertentu. Baru di sini  diartikan mengandung ketidaktentuan, artinya sesuatu yang mengandung berbagai alternatif.  Sesuatu  yang tidak tentu masih memiliki  kemungkinan   bagi orang yang mengamati,  baik mengenai  arti, bentuk,  maupun  manfaat. Dengan  adanya  informasi  berarti  mengurangi   ketidaktentuan   tersebut karena   dengan   informasi   itu  berarti   memperjelas    arah  pada   satu alternatif   tertentu.

Rogers   (1983)  membedakan dua  macam  informasi. Pertama, informasi  yang berkaitan  dengan  pertanyaan, Apa inovasi  (hal yang baru)  itu?",  "Bagaimana  menggunakannya?"   "Mengapa  diperlukan?" Kedua, berkaitan dengan   penilaian   inovasi   atau  berkaitan dengan pertanyaan, Apa manfaat menerapkan  inovasi?" Apa konsekuensinya menggunakan   inovasi?"

Jika  anggota   sistem   sosial  (warga   masyarakat)    yang  menjadi sasaran  inovasi  dapat  memperoleh   informasi   yang  dapat  menjawab berbagai  pertanyaan   tersebut  dengan  jelas, hilanglah   ketidaktentuan terhadap   inovasi.  Mereka  telah memperoleh   pengertian   yang  mantap tentang  inovasi  dan  akan menerima  serta menerapkan   inovasi.  Cepat lambatnya   proses  penerimaan   inovasi  dipengaruhi   juga  oleh  atribut dan  karakteristik   inovasi.

  1. Komunikasi dengan saluran tertentu

Komunikasi dalam difusi inovasi diartikan sebagai proses pertukaran informasi   antara   anggota   sistern  sosial,  sehingga terjadi saling pengertian   antara  satu dengan  yang lain. Kegiatan  komunikasi dalam  proses  difusi  mencakup   hal-hal:  (1) inovasi,  (2) individu atau kelompok  yang telah mengetahui dan berpengalaman  dengan inovasi, (3)  individu  atau kelompok lain   yang    belum men  genal inovasi, (4) saluran    komunikasi yang   menggabungkan     kedua    pihak tersebut.

Saluran komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan informasi dari   seseorang ke orang lain. Kondisi kedua pihak yang berkomunikasi akan    memengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang tepat untuk     mengefektifkan proses komunikasi. Misalnya, saluran media massa seperti    radio, elevisi, surat kabar, dan sebagainya telah digunakan untuk menyampaikan informasi dari  seseorang  atau  sekelompok orang kepada orang banyak (massa). Biasanya media massa digunakan untuk menyampaikan informasi kepada audiensi dengan maksud  agar  audiensi (penerima   inforrnasi) mengetahui dan menyadari adanya inovasi.

Saluran interpersonal (hubungan secara langpung antar individu) lebih efektif  untuk memengaruhi atau membujuk seseorang aga rmenerima inovasi, terutama   antara   orang   yang   bersahabat   atau mempunyai hubungan yang erat Dalam penggunaan saluran interpersonal dapat juga terjadi hubungan untuk beberapa    orang. Dengan kata lain, saluran interpersonal dapat dilakukan dalam suatu    kelompok.

Proses komunikasi interpersonal akan efektif jika sesuai dengan prinsip    homophilu (kesamaan), yaitu komunikasiakan lebih efektif jika  dua  orang   yang berkomunikasi memiliki kesamaan, seperti asal daerah, bahasa, kepercayaan,  tingkat pendidikan, dan sebagainya. Seandainya seseorang diberi kebebasan untuk  berinteraksi dengan sejumlah orang,  ada kecenderungan  jika orang itu akan memilih orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Proses komunikasi antarorang yang homophily akan lebih terasa akrab dan lancar sehingga kemungkinan terjadinya pengaruh individu satu terhadap yang lain lebih besar. Akan tetapi, dalam kenyataannya apa yang banyak dijumpai dalam proses difusi justru berlawanan dengan homophilu, yaitu heterophilu, Misalnya, seorang agen pembaharu yang bertugas di Iuar daerahnya  harus  berkomunikasi  dengan orang yang' mempunyai  banyak perbedaan dengan dirinya (heterophily), berbeda tingkat kemampuannya, mungkin juga berbeda tingkat pendidikan, bahasa, dan sebagainya, akibatnya   komunikasi kurang  efektif.

Kesulitan akibat adanya perbedaan antara individu yang berkomunikasi itu dapat diatasi jika ada empati, yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang lain. Dengan kata lain, empati adalah kemampuan untuk menyamakan  dirinya dengan orang lain. Heterophily yang  memiliki  kemampuan empati yang tinggi, jika ditinjau dari psikologi sosial sudah merupakan  homophily.

  1. Waktu

Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi karena waktu merupakan       aspek utama dalam proses komunikasi. Akan tetapi, banyak peneliti komunikasi yang  kurang memerhatikan aspek waktu, dengan bukti tidak menunjukkannya secara   eksplisit variabel waktu. Mungkin hal ini karena waktu tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian, tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan. Peranan dimensi  waktu dalam proses difusi  terdapat pada tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1.      Proses keputusan yaitu proses sejak mengetahui inovasi kali sampai memutuskan  menerima atau  menolak inovasi. Ada lima  langkah    (tahap)   dalam proses   keputusan inovasi, yaitu (a) pengetahuan tentang   inovasi; (b)  bujukan   atau   imbauan; (c)  penetapan atau   keputusan; (d) penerapan (implementasi); (e) konfirmasi     (confirmation)

2.      2.Kepekaan seseorang terhadap inovasi. Tidak semua orang dalam suatu   sistem sosial menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka   menerima inovasi dari urutan waktu,  artinya ada  yang dahulu, ada  yang  kemudian. Orang   yang  menerima inovasi   lebih dahulu    secara   reletif   lebih  peka  terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi  lebih   akhir. jadi, kepekaan inovasi ditandai dengan lebih dahulunya  seseorang     menerima inovasi daripada yang lain dalam suatu sistem sosial (masyarakat). Kepekaan terhadap inovasi dapat dikategorikan menjadi lima kategori penerima inovasi, yaitu: (a) inovator, (b)  petua, (c) mayoritas awal, (d)  mayoritas, (e)  terlambat (tertinggal).

3.      Kecepatan penerimaan inovasi, yaitu kecepatan relatif diterimanya inovasi ol tertentu dari jumlah waktu masyarakat yang telah menerima inovasi. Oleh karena itu, kecepatan inovasi cenderung diukur berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh keseluruhan warga   masyarakat,   bukan   penerimaan    inovasi secara  individual.

Warga  masyarakat  (anggota   sistem  sosial)  ialah  individu   atau kelompok    yang  bekerja   sarna  untuk   memecahkan   masalah    guna mencapai    tujuan   tertentu. Anggota sistem   sosial   dapat   berupa individu,   kelompok   informal, organisasi, dan  subsistem yang  lain. Contohnya, petani   di pedesaan, dosen,  dan  pegawai   di  perguruan tinggi,   kelompok    dokter   di  rumah   sakit,  dan  sebagainya. Semua anggota  sistem sosial bekerja  sarna untuk  memecahkan masalah  guna mencapai   tujuan   bersama.

Jadi, sistem sosial akan memengaruhi proses difusi ino\rasi karena proses   difusi inovasi terjadi dalam sistem sosial.  Proses difusi melibatkan hubungan    antarindividu dalam sistem sosial sehingga individu akan terpengaruh oleh  sistem   sosial  dalam   menghadapi inovasi.  Berbeda sistem sosial akan berbeda  pula proses difusi inovasi, walaupun mungkin dikenalkan  dan  diberi  fasilitas  dengan   cara  dan perlengkapan  yang  sama.

  1. DISEMINASI INOVASI

Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan  dikelola. Apabila difusi terjadi secara spontan, diseminasi terjadi setelah ada   perencanaan. Dalam pengertian ini, dapat juga direncanakan terjadinya difusi.  MisaInya, dalam penyebaran inovasi  penggunaan pendekatan keterampilan proses  dalam  proses  belajar mengajar. Setelah  diadakan   percobaan, ternyata dengan   pendekatan  keterampilan proses  belajar  mengajar dapat  berlangsung  secara  efektif dan siswa aktif belajar, Selanjutnya, hasil  percobaan itu  perlu  didesiminasikan.  Untuk  menyebarluaskan cara  baru   tersebut,    dengancara  menatar  beberapa guru   dengan. harapan    terjadi   juga  difusi   inovasi   antarguru    di  sekolah   masing- masing.  Terjadi saling  tukar  informasi  dan  akhirnya.terjadi kesamaan pendapat    antarguru   tentang   inovasi  tersebut.

 

 

  1. PROSES KEPUTUSAN INOVASI

1.      Apa itu keputusan inovasi ?

Proses  keputusan   inovasi   ialah  proses   yang  dilalui   (dialami) individu   (unit  pengambil keputusan  yang  lain),  mulai  dari  pertama tahu  adanya  inovasi,  dilanjutkan  dengan  keputusan  menerima atau menolak   inovasi,   implementasi   inovasi,   dan  konfirmasi  terhadap keputusan  inovasi  yang  telah  diambilnya. Proses  keputusan  inovasi tidak  berlangsung  seketika,  tetapi  merupakan  serangkaian  kegiatan yang  berlangsung  dalam  jangka  waktu   tertentu,   sehingga   individu atau  organisasi dapat  menilai  gagasan  yang  baru  itu  sebagai  bahan pertimbangan untuk  selanjutnya menolak  atau menerima inovasi  dan menerapkannya. Ciri  pokok   keputusan inovasi   yang sekaligus merupakan  perbedaannya  dengan tipe  keputusan  yang  lain  adalah derrgan adanya  ketidaktentuan  (uncertaintus tentang  sesuatu  (inovasi). Misalnya, kita harus  mengambil keputusan  antara  menghadiri  rapat atau   bermain    olahraga     maka   kita   sudah    tahu   apa   yang   akan dilakukan   jika  berolah    raga   dan   apa  yang   akan   dilakukan   jika menghadiri rapat.  Rapat  dan  olahraga  bukan  hal baru.  Pertimbangan dalam mengambi-l   keputusan  untuk     memilih  yang    paling menguntungkan  sesuai  dengan  kondisi  saat itu. Keputusan ini bukan keputusan  inovasi.

Akan   tetapi,    jika   kita   harus    mengambil   keputusan    untuk mengganti  penggunaan  kompor   rninyak  dengan   kompor   gas, yang sebelumnya  tidak  tahu  tentang   kompor   gas,  keputusan  .ini  adalah keputusan  inovasi.  Proses  pengambilan  keputusan  untuk   mau  atau tidak     menggunakan      kompor     gas,    dimulai      dengan     adanya ketidaktentuan     tentang    kompor    gas.   Masih   terbuka    berbagai altematif, mungkin   lebih bersih,  lebih hemat,  lebih tahan  lama, tetapi juga   mungkin    berbahaya,   dan  sebagainya.   Untuk   sampai   pada keputusan    yang   man tap   menerima   atau   menolak    kompor    gas diperlukan    informasi.    Kejelasan   informasi    akan   mengurangi ketidaktentuan  dan  berani  mengambil keputusan.

    1. Proses keputusan inovasi

Proses keputusan inovasi  pendidikan  adalah  proses  yang  dilalui atau  dialami   oleh  individu   atau  unit  pengambilan  keputusan lain sejak pertama  mengetahui adanya  inovasi  pendidikan  hingga mengimplementasikan dan mengonfirmasikan terhadap keputusan inovasi  dalam  bidang  pendidikan  yang  telah  diambil  (Ibrahim, 1988: 87-88).Proses  keputusan  inovasi   pendidikan  merupakan  serangkaian kegiatan yang  berlangsung  dalam  jangka  waktu   tertentu   dan  tidak berlangsung  seketika   sehingga  seseorang  atau  sekelompok  orang (organisasi) dapat menilaidan   mempertimbangkan inovasi pendidikan yang ditawarkan, kemudian mengambil keputusan untuk menerima  dan  menerapkan  atau  menolaknya  (Ibrahim, 1988: 88).

Kata proses  mengandung arti bahwa  aktivitas itu membutuhkan waktu   dan  setiap  saat  tentu  terjadi  perubahan. Lamanya waktu  yang  dipergunakan  selama  proses  itu  berbeda antara  orang  atau  organisasi satu  dengan  yang  lain bergantung pada kepekaan  orang  atau  organisasi  terhadap  inovasi.   Demikian  pula, selama  proses  inovasi  itu berlangsung akan  selalu  terjadi  perubahan yang  berkesinambungan  sampai  proses  itu  dinyatakan  berakhir. Menurut Roger (1983),proses keputusan inovasi  terdiri  atas lima tahap  berikut:

  1. Tahap pengetahuan (knowledge)

Proses  keputusan  inovasi   dimulai   dengan   tahap  pengetahuan, yaitu  tahap  saat seseorang menyadari adanya  inovasi  dan  ingin  tahu fungsi  inovasi  tersebut. Menyadari dalam  hal ini bukan  memahami, melainkan membuka diri untuk  mengetahui inovasi.

Menyadari atau membuka diri terhadap inovasi tentu  dilakukan secara  aktif, bukan  secara  pasif.  Misalnya, pada  acara  siaran  televisi disebutkan  bahwa   pada  jam  19.30 akan  disiarkan  tentang   metode baru cara mengajar berhitung di  Sekolah Dasar. Guru A yang. mendengar dan melihat  acara tersebut  menyadari bahwa ada metode baru tersebut, ia pun mulai proses keputusan inovasi pada tahap pengetahuan. Adapun Guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak   ingin  tahu maka belum terjadi proses keputusan inovasi. Seseorang yang menyadari perlunya mengetahui inovasi tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan, minat, atau   kepercayaannya. Pada contoh Guru A tersebut, berarti   ia  ingin   tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya. Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa membutuhkannya. Sekalipun demikian, mungkin juga terjadi karena seseorang membutuhkan sesuatu, untuk   memenuhinya,   ia mengadakan   inovasi. Dalam  kenyataan   di masyarakat,    hal  ini jarang  terjadi,  karena banyak orang  tidak  tahu apa  yang   diperlukan. Dalam   bidang   pendidikan, misalnya yang dapat merasakan  perlunya perubahan adalah para  pakar pendidikan,  sedangkan guru belum tentu  menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanan    tugasnya.

Setelah menyadari adanya  inovasi dan  membuka   dirinya  untuk mengetahui   inovasi, keaktifan  untuk  memenuhi  kebutuhan   ingin tahu tentang     inovasi  itu   bukan hanya berlangsung  pada    tahap pengetahuan, tetapi   juga  pada   tahap   lain,  bahkan  sampai   tahap konfirmasi masih ada  keinginan untuk   mengetahui     aspek-aspek tertentu   dari  inovasi.

  1. Tahap bujukan (persuation)

Pada tahap persuasi  dari proses keputusan  inovasi, seseorang membentuk sikap   menyenangi atau   tidak   menyenangi  terhadap inovasi.  Jika pada  tahap  pengetahuan,  proses  kegiatan mental  yang utama  bidang  kognitif.  Pada  tahap  persuasi,  proses  kegiatan  mental yang  berperan   utama  adalah  bidang  afektif atau  perasaan.  Seseorang tidak   dapat   menyenangi    inovasi   sebelum   tahu  lebih  dulu  tentang inovasi.

Dalam tahap persuasi lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran.  Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan  menafsirkan   informasi yang  diterimanya. Pada tahap  ini, berlangsung seleksi  informasi  disesuaikan dengan  kondisi dan  sifat pribadinya. Di sinilah,  peranan   karakteristik   inovasi  dalam memengaruhi proses  keputusan   inovasi.

Dalam  tahap   persuasi   juga  sangat   penting   peran  kemampuan untuk  mengantisipasi  kemungkinan  penerapan inovasi  masa  dating. Diperlukan   kemampuan untuk inemproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran   berdasarkankondisi  dan  situasi  yang  ada. Untuk mempermudah   proses  mental   itu,  diperlukan gambaran   yang  jelas tentang  cara pelaksanaan  inovasi,  jika mungkin  sampai  pada konsekuensi inovasi.

Hasil tahap persuasi yang utama adalah adanya penentuan menyenangi  atau  tidak  menyenangi  inovasi.  Diharapkan  hasil  tahap persuasi akan   mengarahkan    proses keputusan  inovasi. Dengan dengan kata lain, ada kecenderungan  kesesuaian antara  menyenangi inovasi dengan menerapkan  inovasi. Orang yang menyenangi inovasi belum tentu menerapkan inovasi. Ada jarak atau   kesenjangan antara pengetahuan-sikap dengan penerapan (praktik).    Misalnya,seorang guru mengetahui metode diskusi,mengetahui cara menggunakannya,dan senang menggunakan, tetapi  ia tidak pernah  menggunakan  karena  faktor  tempat  duduknya tidak  memungkinkan, jumlah siswanya   terlalu   besar,  dan  merasa khawatir bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan    sesuai dengan  batas  waktu  yang  ditentukan.  Perlu  ada bantu an pemecahan masalah.

  1. Tahap Keputusan (decision)

Tahap  keputusan dari  proses inovasi  berlangsung jika seseorang melakukan  kegiatan   yang  mengarah   untuk   menetapkan  menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan  inovasi.  Menolak  inovasi  berarti  tidak  akan menerapkan inovasi.

Sering  terjadi  seseorang  .menerima   inovasi   setelah  ia mencoba lebih dahulu  atau mencoba  sebagian  kecil lebih dahulu,  kemudian dilanjutkan  secara  keseluruhan  jika  sudah   terbukti   berhasil   sesuai dengan   yang  diharapkan.   Inovasi  yang  dapat   dicoba  bagian   demi bagian  akan  lebih  cepat  diterima.   Akan  tetapi,  tidak  semua  inovasi dapat  dicoba  dengan   dipecah   menjadi  beberapa   bagian. Dalam kenyataannya,  pada  setiap  tahap  dalam  proses  keputusan inovasi  dapat  terjadi  penolakan   inovasi.  Misalnya,  penolakan   dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, tahap persuasi, atau setelah konfirmasi, dan  sebagainya.

Ada  dua  macam  penolakan   inovasi,  yaitu:  (1) penolakan   aktif, artinya    penolakan     inovasi    setelah    mempertimbangkan untuk menerima inovasi  atau mencoba  lebih dahulu,  tetapi  keputusan akhir menolak  inovasi,  dan  (2) penolakan pasif, artinya  penolakan inovasi tanpa   pertimbangan.

Dalam pelaksanaan difusi inovasi  antara  pengetahuan,  persuasi, dengan   keputusan  inovasi  sering  berjalan  bersamaan.  Satu  dengan yang  lain  saling  berkaitan. Bahkan  untuk  jenis  inovasi  tertentu   dan dalam  kondisi  tertentu  dapat  terjadi  urutan:  pengetahuan  keputusan inovasi  kemudian  persuasi.

 

 

  1. Tahap implementasi (implementation)

Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang    menerapkan inovasi. Dalam tahap  impelementasi berlangsung keaktifan, baik  mental   maupun   perbuatan.  Keputusan penerima gagasan atau ide dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya, implementasi  mengikuti  hasil  keputusan  inovasi. Akan tetapi,    dapat   juga   terjadi   karena    sesuatu    hal,  seseorang   sudah memutuskan  menerima  inovasi,   tetapi   tidak  diikuti   implementasi. Biasanya  hal ini terjadi karena  fasilitas  penerapan yang tidak  tersedia.

Tahap   implementasi   berlangsung   dalam   waktu   yang   sangat lama,· bergantung  pada  keadaan   inovasi.  Suatu  tanda  bahwa   tahap implementasi    inovasi    berakhir     jika   penerapan    inovasi    sudah melembaga dan  menjadi  hal-hal  yang  bersifat  rutin  atau  merupakan hal  yang  baru  lagi.

Hal-hal    yang   memungkinkan    terjadinya   re-invensi   antara inovasi  yang  sangat  komplek  dan sukar  dimengerti, penerima  inovasi kurang  dapat  memaharni inovasi  karena  sukar  untuk  menemui   agen pembaharu,   inovasi   yang  memungkinkan   berbagai   kemungkinan komunikasi, apabila  inovasi  diterapkan untuk  memecahkan masalah yang  sangat  luas,  kebanggaan akan  inovasi  yang  dimiliki  oleh suatu daerah  tertentu   juga  dapat  menimbulkan  re-invensi.

  1. Tahap konfirmasi (confirmation)

Dalam  tahap  konfirmasi, seseorang mencari  penguatan terhadap keputusan  yang telah diambilnya dan dapat menarik  kembali keputusannya jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi sebenarnya berlangsung  secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang  berlangsung  dalam  waktu   yang  tidak  terbatas. Selama  dalam konfirmasi,  seseorang berusaha  menghindari  terjadinya  disonansi, paling  tidak  berusaha  menguranginya.

Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan terjadinya   ketidakseimbangan  internal. Orang  itu merasa   dalam   dirinya   ada  sesuatu    yang   tidak   sesuai   atau   tidak selaras   yang   disebut   disonansi,  sehingga  orang   itu  merasa   tidak enak.  Jika merasa  dalam  dirinya  terjadi  disonansi, ia akan  berusaha menghilangkannya atau menguranginya  dengan   ya dengan  difusi  inovasi,  us aha mengurangi  disonansi dapat  dilakukan dengan   cara  berikut.

1.         Apabila seseorang  menyadari  suatu   kebutuhan  dan  berusaha mencari  sesuatu  untuk  memenuhi kebutuhan, misalnya dengan mencari   informasi  ten tang  inovasi. Hal  ini  terjadi  pada   tahap pengetahuan  dalam  proses  keputusan  inovasi.

2.         Apabila   seseorang  tahu   tentang    inovasi   dan   telah   bersikap menyenangi      inovasi    tersebut,    tetapi    belum    menetapkan keputusan   untuk   menerima  inovasi   maka  ia berusaha  untuk menerimanya, untuk  mengurangi adanya  disonansi antara  yang disenangi  dan  diyakini   dengan   yang  dilakukan. Hal  ini  terjadi pada  tahap  keputusan  inovasi,  dan  tahap" implementasi  dalam proses  keputusan inovasi.

3.         Setelah seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk  menolaknya, disonansi ini dapat dikurangi dengan  cara  tidak   melanju  tkan   penerimaan dan penerapan        inovasi (discontinuing).Ada kemungkinan juga seseorang   yang telah menetapkan untuk menolak  inovasi, kemudian  diajak  untuk   menerimanya  maka  usaha  mengurangi disonansi dengan  cara menerima inovasi  (mengubah keputusan semula). Perubahan  ini  terjadi  (tidak  meneruskan  inovasi  atau mengikuti inovasi  terlambat) pada  tahap  konfirmasi dari  proses kepu tusan  inovasi.

Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan  tingkah  laku seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat   hubungannya,bahkan sukar dipisahkan karena yang   satu   memengaruhi   yang   lain.   Itulah sebabnya,   dalam  kenyataan   kadang-kadang   sukar  untuk   mengubah keputusan    yang  sudah   terlanjur   mapan   dan  disenangi,    walaupun secara  rasional   diketahui   ada  kelemahannya.   Karena  sering  terjadi untuk  menghindari    timbulnya   disonansi,  itu hanya  berubah  mencari informasi   yang  dapat  memperkuat   keputusannya.    Dengan  kata  lain, orang   itu  melakukan     seleksi   informasi    dalam   tahap   konfirmasi (selective exposure).

Untuk  menghindari    terjadinya   drop out dalam  penerimaan   dan implementasi    inovasi  (discontinue) peranan   agen  pembaharu    sangat dominan.   Tanpa  monitoring   dan  penguatan,   seseorang   akan  mudah terpengaruh   pada  informasi   negatif  tentang   inovasi.

    1. Tipe keputusan inovasi

Inovasi   dapat   diterima   atau  ditolak   oleh  seseorang   (individu) sebagai  anggota  sistem  sosial,  atau  oleh keseluruhan   anggota   sistem sosial,   yang   menentukan     untuk   menerima    inovasi   berdasarkan keputusan   bersama   atau  berdasarkan    paksaan   (kekuasaan).   Dengan dasar   kenyataan    tersebut,   dapat   dibedakan    adanya   beberapa   tipe keputu.san   inovasi.

a.     Keputusan   Inovasi   Opsional

Keputusan    inovasi   opsional   adalah   pemilihan    menerima atau  menolak   inovasi  berdasarkan    keputusan   yang  ditentukan oleh individu   (seseorang)  secara  mandiri  tanpa  bergantung   atau terpengaruh   dorongan  anggota  sistem sosial yang lain, meskipun orang  yang mengambil   keputusan   itu berdasarkan   norma  sistem sosial atau hasil komunikasi  interpersonal   dengan  anggota  sistem sosial  yang   lain.  jadi,  hakikat   pengertian    keputusan    inovasi opsional    adalah   individu    yang  berperan    sebagai   pengambil keputusan   untuk  menerima   atau  menolak  inovasi.

b.     Keputusan   Inovasi   Kolektif

Keputusan      inovasi    kolektif    adalah    pernilihan     untuk menerima   atau  menolak   inovasi  berdasarkan    keputusan    yang dibuat   secara  bersama-sama    dengan   kesepakatan    antaranggota sistem    sosial.   Semua anggota sistem   sosial  harus   menaati keputusan bersama yang    telah    dibuat.     Misalnya, atas kesepakatan    semua  warga  sekolah  untuk   tidak  membeli  atk  di sekitar   sekolah   yang   kemudian    disahkan    pada   rapat   semua warga   sekolah.  Konsekuensinya  semua  warga  sekolah  tersebut harus  menaati  keputusan   yang  telah  dibuat,  walaupun   mungkin secara   pribadi    masih    ada   beberapa     individu     yang   masih berkeberatan.

c.     Keputusan   Inovasi   Otoritas

Keputusan      inovasi     otoritas     adalah    pemilihan      untuk menerima   atau  menolak   inovasi   berdasarkan    keputusan    yang dibuat  oleh.seseorang  atau  sekelompok   orang  ya~g  mempunyai kedudukan,     status,   wewenang,    atau  kemampuan     yang   lebih tinggi   daripada    anggota   lain  dalam   suatu   sistem  sosial.  Para anggota    tidak   mempunyai      pengaruh     atau   peranan     dalam membuat   keputusan   inovasi.  Mereka  hanya  melaksanakan  hasil yang telah diputuskan   oleh unit pengambil  keputusan.   Misalnya, seorang  pimpinan   perusahaan    inemutuskan   agar  sejak  tanggal 1 Januari   semua  siswa  harus   memakai   seragam   batik.  Dengan demikian,   semua  siswa  sebagai  anggota  sistem  sosial di sekolah itu  harus   melaksanakan   hal-hal   yang   telah   diputuskan     oleh sekolah.

Ketiga tipe keputusan   inovasi tersebut  merupakan   rentangan (continuum)     dari  keputusan    opsional   (individu   dengan   penuh tanggun_g   jawab    secara    mandiri     mengambil      keputusan), dilanjutkan    dengan   keputusan    kolektif   (individu   memperoleh sebagian        wewenang      untuk    mengambil      keputusan),       dan kepufusan   otoritas   (individu   tidak  mempunyai    hak  untuk   ikut mengambil   keputusan).   Keputusan   kolektif  dan  otoritas  banyak digunakan   dalam  organisasi  formal,  seperti  perusahaan,   sekolah, perguruan      tinggi,   organisasi    pemerintahan,    dan  sebagainya. Keputusan   opsional  sering digunakan   dalam  penyebaran   inovasi  kepada  petani,  konsumen,   atau inovasi  yang  sasarannya   anggota masyarakat   sebagai  individu,   bukan  sebagai  anggota  organisasi tertentu.

Biasanya yang paling cepat diterimanya  inovasi dengan menggunakan tipe   keputusan otoritas,     tetapi    masih   juga bergantung pada     pelaksanaannya. Sering     terjadi     juga kebohongan   dalam  pelaksanaan   keputusan   otoritas,  Dapat  juga terjadi  bahwa   keputusan  opsional   Iebiheepat   dari  keputusan kolektif,  jika ternyata  untuk  membuat  kesepakatan  dalam musyawarah  antara  anggota  sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi bergantung pada  berbagai  faktor.

Tipe  keputusan  yang  digunakan  untuk   menyebarluaskan inovasi   dapat  berubah   dalam  waktu   tertentu.   Rogers  memberi contoh inovasi penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil (automobil seat belts). Pada  mulanya  pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada  pemilik  kendaraan  yang  mampu  membiayai pemasangannya. Jadi,   menggunakan  keputusan opsional. Kemudian,   pada   tahun    berikutnya    peraturan    pemerintah mempersyaratkan   semua  mobil  baru  harus  dilengkapi dengan tali pengaman. Jadi, keputusan inovasi pemasangan tali pengaman dibuat   secara   kolektif.   Kemudian,  banyak   reaksi terhadap    peraturan   ini,  sehingga pemerintah kembali pada peraturan    lama   keputusan menggunakan tali   pengaman diserahkan kepada  tiap individu  '(tipe keputusan  opsional).

d.     Keputusan   Inovasi   Kontingensi    (Contingent)

Keputusan inovasi  kontingensi (contingent), yaitu  pemilihan menerima atau  menolak   suatu  inovasi  dapat  dilakukan  setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya.  Misalnya, di sebuah perguruan  tinggi, seorang dosen tidak    mungkin  untuk memutuskan  secara opsional  untuk  memakai  komputer sebelum didahului keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatanfakultas  dengan  komputer. jadi, ciri pokok dari  keputusan   inovasi   kontingen  adalah digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk  menangani suatu  difusi  inovasi,  baik keputusan  opsional,  kolektif,' maupun otoritas. Sistem   sosial    terlibat     secara    langsung     dalam    proses keputusan    inovasi    kolektif,    otoritas, dan   kontingen, serta mungkin  tidak  secara langsung  terlibat  dalam  keputusan inovasi opsional.

    1. Model proses inovasi pendidikan

Dalam mempelajari "proses inovasi, para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan yang.dilakukan  individu'selama proses itu berlangsung serta  perubahan yang terjadi dalam proses inovasi, kemudian  hasilnya  ditemukan  penahapan  proses   inovasi   seperti berikut

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN MENGHAMBAT PROSES INOVASI PENDIDIKAN

Lembaga pendidikan  formal  seperti   sekolah  adalah   subsistem dari   sistem   sosial.   Jika  terjadi    perubahan   dalam   sistem   so sial, lembaga   pendidikan    "formal    tersebut     juga    akan   mengalami perubahan  dan  hasilnya   akan  berpengaruh  terhadap  sistem  sosial. Oleh  karena   itu,  lembaga  pendidikan   mempunyai   beban   ganda, yaitu  melestarikan nilai-nilai budaya  tradisionai dan mempersiapkan generasi    muda   untuk    menyiapkan   diri   menghadapi    tantangan kemajuan  zaman.

Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan jika  dilacak  biasanya  bersumber  pada   dua  hal,  yaitu:  (1) kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respons terhadap tantangan  kebutuhan  masyarakat,  dan  (2) adanya   usaha  untuk menggunakan   sekolah   (lembaga   pendidikan)   untuk   memecahkan masalah   yang   dihadapi    masyarakat.   Antara   lembaga   pendidikan dengan    sistem    sosial   terjadi    hubungan    yang   erat   dan   saling memengaruhi.  Misalnya, sekolah   telah  sukses  menyiapkan  tenaga yang  terdidik  sesuai  dengan  kebutuhan  masyarakat. Dengan  adanya tenaga    terdidik,     tingkat     kehidupannya      meningkat    dan   cara bekerjanya juga  lebih  baik,  Tenaga  terdidik   akan  merasa  tidak  puas jika  bekerja   tidak  menggunakan   kemampuan  inteleknya  sehingga perlu   adanya    penyesuaian   dengan    lapangan    pekerjaan.   Dengan demikian,  selalu   terjadi   perubahan   yang   bersifat   dinamis,    yang disebabkan hubungan  interaktif   antara  lembaga  pendidikan  dengan masyarakat.

    1. Faktor yang mempengaruhi inovasi pendidikan

Berikut   ini  akan   dikemukakan   beberapa    faktor   yang   cukup berpetan   memengaruhi  inovasi  pendidikan   (Hasbullah,  2001: 1-4), yaitu  sebagai  berikut.

  1. Visi terhadap Pendidikan

Pendidikan  merupakan  persoalan  asasi  bagi  manusia   sebagai makhluk   yang  dapat  dididik   dan  harus  dididik   yang  akan  tumbuh menjadi     manusia      dewasa     dengan     proses     pendidikan yang dialaminya. Sejak kelahirannya, manusia  telah memiliki  potensi  dasar yang  universal, berupa:  (1)kemampuan  untuk  membedakan  antara yang  baik   dan  yang  buruk (moral  identity); (2) kemampuan   dan kebebasan  untuk   memperkembangkan   diri  sendiri   sesuai   dengan, pembawaan   dan  cita-citanya  (individual  identity);  (3) kemampuan untuk    berhubungan    'dan  kerja   sarna   dengartorang     lain   (sosial identihJ); (4) adanya  ciri-ciri khas  yang  mampu  membedakan  dirinya dengan   orang  lain  iindioidual differences).

Setiap  anak  akan  mengalami proses  pendidikan  secara  alamiah, yang didapatkan  dalam  situasi  pergaulan dengan  kedua  orangtuanya serta di lingkungan budaya  yang mengelilinginya ..Pendidikan seperti inilah  yang  akan  menjadikan anak  sebagai  manusia   dalam arti yang sesungguhnya.    Cinta   kasih   orangtua    dan  ketergantungan    serta kepercayaan    anak  kepada   mereka  pada usia dini  merupakan dasar  kukuh   yang  memungkinkan   timbulnya   pergaulan   mendidik. Dengan  upaya  pendidikan,   potensi  dasar universal  anak akan tumbuh dan membentuk  diri anak yang unik, sesuai dengan  pembawaan, lingkungan    budaya,   dan  zamannya.

  1. Faktor  Pertambahan    Penduduk

Adanya pertambahan penduduk yang tinggi menimbulkan akibat yang luas   terhadap berbagai segi kehidupan, terutama pendidikan.Banyak masalah  pendidikan yang berkaitan erat dengan meledaknya jumlah anak usia sekolah.    Masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan   pendidikan tersebut adalah:

1.         Kekurangan kesempatan belajar. Masalah ini merupakan masalah yang  mendapat   prioritas  pertama  dan utama  yang perlu segera  digarap.

2.         Masalah kualitas pendidikan. Kurangnya dana, jumlah guru, fasilitas  pendidikan,   sudah  tentu  akan memengaruhi   merosotnya mutu  pendidikan.

3.         Masalah relevansi Masalah relevansi pada prinsipnya cukup mendasar,        sebab dalam kondisi seperti sekarang ini sangat dibutuhkan output penditlikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat,terutama dalam   hubungannya dengan kesiapan kerja. Hal tersebut lebih-lebih dengan  digulirkannya konsep "link and match", yang salah satu tujuannya adalah    mengatasi persoalan   relevansi   tersebut

4.         Masalah efisiensi efektivitas pendidikan diusahakan agar memperoleh         hasil   yang  baik  dengan   piaya   dan  waktu   yang sedikit.  Ini berarti  harus dicari sistem mendidik dan mengajar yang efisien dan efektif, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan.

c. Faktor  Perkembangan   IImu Pengetahuan

Kemajuan zaman ditandai dengan kemajuan perkembangan ilmu  pengetahuan dan teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan. secara akumulatif   bertambah  pesat, Perkembangan  tersebut sudah tentu  harus  dimasukkan dalam  kurikulum sekolah, meskipun hal ini  menyebabkan   adanya  kurikulum   yang  sangat  sarat  dengan  masalah- masalah   baru.

d.     Tuntutan  Adanya  Proses Pendidikan  yang  Relevan

Sebagaimana    telah   dijelaskan    sebelumnya,    bahwa   salah   satu tuntutan    diadakannya    inovasi  di  dalam  pendidikan    adalah   adanya relevansi   antara   dunia   pendidikan    dengan   kebutuhan    masyarakat atau  dunia   kerja.

Berkenaan  dengan  hal tersebut,  pendidikan   dapat  diperoleh  baik di sekolah  maupun   di luar  sekolah.  Cukup  banyak  pendidikan   yang berhasil justru  tidak dapat  diperoleh  di sekolah, terutama  yang bersifat pengembangan    profesi   dan  keterampilan,     seperti   pengembangan karier,  profesi  tertentu,   dan  sebagainya.

Dalam  mempersiapkan   proses  pendidikan    yang  relevan   sesuai derigan     perkembangan  zaman,     sistem     pembelajaran harus disesuaikan  agar tidak ketinggalan  dan mampu  mencetak  output  yang mempunyai     kualitas   tinggi   serta  mampu   bersaing    dengan   dunia internasional.  Salah  satu  contoh   inovasi   dalam   pendidikan,    yaitu dalarn  hal kurikulum.   Kurikulum   di Indonesia  yang  sering  berganti- ganti  karena   menyesuaikan     dengan   kondisi   dan  tuntutan    zaman, serta   anak   didik   rnampu   menerapkan     ilrnu  yang   diberikan    oleh pendidik   untuk   menghadapi    kemajuan   zaman. kebutuhan   adanya  inovasi  pendidikan,   ada tiga hal yang sangat  besar pengaruhnya    terhadap   kegiatan  di sekolah,  yaitu:   (a) kegiatan  belajar rnengajar,  (b) faktor  internal  dan eksternal,  dan  (c) sistern pendidikan (pengelolaan    dan  pengawasan),                      .

1.    Faktor  kegiatan   belajar   mengajar

Kunci keberhasilan   dalam  pengelolaan   kegiatan  belajar rnengajar adalah   kernarnpuan   guru  sebagai  tenaga  profesionaL   Guru  sebagai tenaga   yang   telah   dipandang rnerniliki   keahlian tertentu    dalam bidang  pendidikan,    diserahi   tugas  dan  wewenang   untuk  mengelola kegiatan   belajar   mengajar   untuk   meneapai    tujuan   tertentu,    yaitu terjadinya    perubahan     tingkah    laku   siswa sesuai dengart   tujuan pendidikan   nasional  dan  tujuan  institusional   yang  telah dirumuskan, Akan  tetapi,  dalam  pelaksanaan    tugas  pengelolaan   kegiatan   belajar mengajar     terdapat     berbagai     faktor    yang   menyebabkan     orang memandang    bahwa   pengelolaan    kegiatan   belajar  mengajar   adalah kegiatan    yang   kurang    profesional, kurang    efektif,   dan   kurang perhatian.

Alasan orang memandang tugas guru dalam  mengajar mengandung   banyak   kelemahan,   antara  lain  sebagai  berikut.

a. Keberhasilan   tugas   guru   dalam   mengelola    kegiatan    belajar mengajar sangat ditentukan   oleh hubungan   interpersonal antara guru dengan  siswa. Dengan demikian, keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut sangat  ditentukan    oleh  pribadi   guru  dan  siswa. Dengan kemampuan        yang     sarna,     guru     belum      tentu menghasilkan prestasi belajar yang sarna jika menghadapi   kelas yang  berbeda.   Demikian  pula  sebaliknya,   dengan   kondisi  kelas yang  sama  diajar  oleh  guru  yang  berbeda   belum   tentu   dapat menghasilkan prestasi  belajar  yang  sarna,  meskipun   para  guru tersebut   semuanya    telah  memenuhi    persyaratan    sebagai   guru yang  profesional.

b.  Kegiatan   belajar  mengajar   di  kelas  merupakan    kegiatan   yang terisolasi.  Ketika mengajar,  guru  tidak mendapatkan  balikan  dari ternan  sejawatnya.   Kegiatan  _guru di kelas  merupakan   kegiatan yang  terisolasi  dari kegiatan  kelompok.  Tindakan  yang dilakukan guru   di  kelas   tanpa   diketahui    oleh  guru   yang   lain.  Dengan demikian, sukar   mendapatkan    kritik   untuk   pengembangan profesinya,.Guru    menganggap      bahwa     yang    d'ilakukan merupakan    cara  yang  terbaik.

c. Berkaitan   dengan   kenyataan    tersebut,   bantu an  ternan  sejawat untuk memberikan      saran    atau    kritik  guna   peningkatan kemampuan profesionalnya   sangat   minimal. Tindakan   yang dilakukan         guru   di  kelas  seolah-olah    merupakan    hak  mutlak tanggung  jawabnya,   orang  lain tidak  boleh  ikut  campur tangan. Padahal,  yang dilakukan  mungkin  masih banyak  kekurangannya.

 d.    Belum ada kriteria  baku tentang cara pengelolaan   kegiatan  belajar mengajar  yang efektif. Kriteria keefektifan  proses belajar mengajar sukar   ditentukan  kareha   sangat   banyak    variabel    yang   ikut menentukan    keberhasilan  kegiatan   belajar  siswa,  usaha kriteria   tersebut   sudah   dilakukan,    misalnya   dengandigunakannya   Alat  Penilai  Kompetensi   Guru  (APKG).     

e. Dalam   melaksanakan    tugas  mengelola    kegiatan   belajar   mengajar, guru  menghadapi    sejumlah   siswa  yang  berbeda   satu  dengan   yang lain  baik  mengenai    kondisi    fisik,  mental   intelektual,   sifat,  minat, dan  latar  belakang    sosial  ekonominya.   Guru   tidak  mungkin    dapat melay ani siswa  dengan   memerhatikan    perbedaan     individual     satu dengan    yang   lain,   dalam   jam-jam    pelajaran     yang   sudah    diatur dengan    jadwal    dan   dalam    waktu    yang   sangat    terbatas.

f.          Berdasarkan   data  adanya   perbedaan     individual     siswa,lebih    tepat jika   pengelolaan     kegiatan     belajar    mengajar     dilakukan      dengan cara   yang    sangat    fleksibel,     tetapi    kenyataannya      justru     guru dituntut untuk    mencapai     perubahan      tingkah     laku   yang    sarna sesuai   dengan   ketentuan    yang  telah  dirumuskan.    Jadi,  anak  yang berbeda             harus     diarahkan       menjadi      sarna.    Jika   tidak     dapat mengatasi    masalah   ini,  kualitas   profesionalnya    masih   diragukan.

g.   Guru   juga   menghadapi     tantangan      dalam    usaha    meningkatkan kemampuan   profesionalnya,    yaitu   tanpa   adanya    keseimbangan antara kernampuan     dengan     wewenangnya      mengatur      beban tugas   yang   hams    dilakukan,     serta   tanpa   bantuan     dari   lembaga dan   tanpa    adanya    insentif    yang   menunjang    kegiatannya.  Ada kemauan    guru  untuk   meningkatkan    kemampuan    profesionalnya, dengan   cara  belajar   sendi~i  atau  kuliah   di perguruan     tinggi,   tetapi tugas    yang    harus    dilakukan      masih    terasa    berat,    banyaknya jumlah siswa   dalam    satu   kelas,   ditambah     tugas    administratif, dan   kegiatan     tambah    penghasilan     karena    gaji  pas-pasan,      dan masih   banyak    lagi  faktor   yang   lain.  Jadi,  program    pertumbuhan jabatan    atau   peningkatan     profesi    guru   men gal ami  hambatan.

h.  Guru    dalam    melaksanakan     tugas    mengelola      kegiatan     belajar mengajar  mengalami kesulitan  untuk  menentukan  pilihan  yang diutamakan karena    adanya    berbagai    macam    tuntutan,

                        Dari  satu   segi  merninta   agar   guru   mengutamakan     keterampilan proses   belajar,    tetapi    dari   sudut    lain   clituntut    harus    menyelesaikan sajian   materi   kurikulum     yang   sesuai   dengan    batas   waktu   yang   telah ditentukan      karena    menjadi    bahan    ujian   negaraj    nasional.     Demikian pula,   dad   satu   segi,   guru   dituntut     menekankan     perubahan      tingkat laku   afektif,   tetapi    dalam   evaluasi    hasil   belajar   yang   dipakai    untuk menentukan     kelulusan     siswa   hanya    mengutamakan     aspek   kognitii. Apa  yang   hams    dipilih    guru?   Melayani    semua   tuntutan?

 

Data  tersebut  menunjukkan  uniknya-kegiatan  belajar  mengajar, yang   memungkinkan     timbulnya     peluang    untuk    memunculkan pendapat    bahwa   profesional     guru   diragukan,     bahkan    ada  yang mengatakan   bahwa  jabatan   guru  itu  "semiprofesional"  , karena  jika profesional      yang    penuh    tentu    akan   memberi     peluang     pada anggotanya     untuk:   (a) menguasai    kemampuan     profesional    yang ditunjukkan    dalam  penampilan,    (b) memasuki   anggota   profesi  dan penilaian   terhadap   penampilan    profesinya,   diawasi   oleh  kelompok profesi,  (c) ketentuan   untuk  berbuat  profesional   ditentukan   bersama antar-sesama  anggota   profesi   (Zaltman,  Florio,  Sikoski,  1977).

Kelemahan    dalam   pelaksanaan     pengelolaan    kegiatan   belajar mengajar    dapat   menjadi    sumber   motivasi    perlunya    ada  inovasi pendidikan   untuk  mengatasi  kelemahan   tersebut.  Berdasarkan   sudut pandang    yang   lain  dapat   juga  dikatakan    bahwa   dengan   adanya kelemahan   itu, penerapan   inovasi  pendidikan   secara  efektif menjadi sukar  dilakukan.

 

 

          2.    Faktor internal dan eksternal      

Perencana   inovasi   pendidikan    harus   memerhatikan   kelompok yang  memengaruhi   dan  kelompok   yang  dipengaruhi    oleh  sekolah (sistem  pendidikan).

Faktor    internal     yang    memengaruhi      pelaksanaan       sistem pendidikan   dan inovasi  pendidikan   adalah  siswa. Siswa sangat  besar pengaruhnya    terhadap    proses   inovasi   karena   tujuan   pendidikan untuk   mencapai   perubahan    tingkah   laku  siswa.  [adi,  siswa  sebagai pusat   perhatian     dan  bahan   pertimbangan    dalam   melaksanakan berbagai   macam  kebijakan   pendidikan.

Faktor eksternal  yang mempunyai   pengaruh  dalam  pmses inovasi pendidikan     adalah   orangtua.    Orangtua    murid   ikut   mempunyai peranan   dalam  menunjang    kelancaran    proses   inovasi   pendidikan,baik  sebagai     penunjang      yang    secara    moral membantu      dan mendorong   kegiatan  siswa  untuk melakukan   kegiatan  belajar  sesuai dengan yang diharapkan sebagai penunjang. Para   ahli  pendidik     (profesi   pendidikan)     merupakan     faktor internal  dan faktor  eksternal,  seperti  guru,  administrator  pendidikan, konselor,  terlibat secara langsung  dalam proses pendidikan   di sekolah.  

     Ada juga  para  ahli yang  iii'luar   organisasi   sekolah  yang  ikut  terlibat dalam  kegiatan   sekolah,  seperti   para  pengawas,   inspektur,    penilik sekolah,  konsultan,   dan  mungkin   juga  pengusaha    yang  membantu pengadaan   fasilitas  sekolah.  Demikian  pula,  para  panatar  'guru,  staf pengembangan  dan  penelitian   pendidikan,  dan  organisasi  persatuan guru,   juga   merupakan    faktor   yang   sangat    besar   pengaruhnya terhadap   pelaksanaan  sistem  pendidikan   atau  inovasi   pendidikan. Mereka   termasuk    faktor   internal    atau   eksternal    mungkin    sukar dibedakan   karena   guru  sebagai  faktor  internal,   tetapi  juga  menjadi anggota   organisasi   persatuan    guru  yang  dapat   dipandang    sebagai faktor  eksternal.

3.    Sistem pendidikan   (pengelolaan    dan pengawasan)

 Penyelenggaraan  pendidikan   di  sekolah   diatur   dengan   aturan yang  dibuat  oleh pemerintah.  Penanggung jawab  sistem  pendidikan di Indonesia  adalah  Departemen Pendidikan Nasional  yang mengatur seluruh  sistem  berdasarkan  ketentuan-ketentuan  yang  diberlakukan.

Dalam  kaitan  dengan   berbagai   macam  aturan   dari  pemerintah tersebut,  timbul  permasalahan  sejauh  mana  batas  kewenangan  guru untuk   mengambil   kebijakan    dalam   melakukan   tugasnya    dalam rangka  menyesuaikan dengankondisi  dan situasi  setempat.  Demikian pula,  sejauh  mana  kesempatan  yang  diberikan   kepada   guru  untuk meningkatkan     kemampuan    profesionalnya     guna   merighadapi tantangan   kemajuan   zaman.  Dampak   dari  keterbatasan  kesempatan meningkatkan      kemampuan      profesional     serta     keterbatasan kewenangan  mengambil  kebijakan  dalam  melaksanakan  tugas  bagi guru,  dapat  menyebabkan  timbulnya   siklus  otoritas  yang  negatif.

 Siklus  otoritas  yang.negatif  bagi  guru  yang  dikemukakan  oleh Florio (1973) yang   dikutip    oleh  Zaltman    (1977)  adalah    dengan keterbatasan  kewenangan  dan  kemampuan  profesional. Guru  tidak mampu   untuk  mengambil  kebijakan  dalam  melaksanakan  tugasnya untuk   menghadapi  tantanagan  kernajuan  jaman .. Ketidakmampuan ini  menimbulkan    frustasi    dan   menjadikannya     bersikap    apatis terhadap  tugas-tugas   yang  dibebankan   kepadanya.   Akibatnya,  ia kurang  merasa  bertanggung  jawab  dan  rasa ikut  terlibat  (komitmen) dalam  pelaksanaan  tugas.  Dampak   dari  sikap  apatis.. yaitu  kurang bersemangat  dalam  berpartispasi  dan  kurang   rasa  tanggung   jawab dalam   pelaksanaan   tugas,   menjadikan  guru   kurang   mampu   atau tidak   profesional.   Hal  terse but  mengurangi   kepercayaan   atasan terhadap      guru.    Dengan    adanya     rasa   kurang     percaya    timbul kecurigaan  atau  ketidakjelasan kewenangan  dan  kemampuan  yang dimiliki oleh guru. Hal tersebut  menyebabkan guru dibatasi pemberian wewenang  dan  kesempatan  mengembangkan  kemampuannya.

Siklus Negatif  Otoritas  Guru

 

 

Berdasarkan gambaran tersebut dapat disirnpulkan bahwa pelaksanaan  inovasi  pendidikan  akan  lancar  jika  perhatian    tertuju pada peningkatan  kemampuan profesional  guru,  serta  pemberianotoritas    atau   kewenangan  untuk    mengambil  kebijakan   dalam melaksanakan  tugasnya   untuk   menyesuaikan  dengan   kondisi   dan' situasi  setempat. Jika hal ini diutamakan  mungkin  akan  timbul  siklus otoritas  yang  positif  bagi  guru.

 

Siklus  Positif  Otoritas  Guru

2.    Hambatan-hambatan  dalam  Difusi  Inovasi

Dalam   implementasinya, kita   sering  mendapati    beberapa hambatan yang berkaitan dengan  inovasi.  Pengalaman menunjukkan bahwa   hampir   setiap   individu   atau  organisasi  memiliki  semacam mekanisme penerimaan  dan  penolakan terhadap perubahan.  Segera setelah  ada pihak  yang berupaya mengadakan perubahan. penolakan atau hambatan mulai bermunculan. Orang-orang tertentu,  dari dalam ataupun     dari   Iuar   sistem    yang   tidak   menyukai   sesuatu    yang berlawanan,  melakukan  sabotase  atau  mencoba  mencegah  upaya   . untuk  menjalani perubahan tersebut. Penolakan ini bisa ditunjukkan secara  terbuka   dan  aktif  atau  secara  tersembunyi  dan  pasif.

Ada  empat  macam  kategori   hambatan  dalam  konteks   inovasi, yaitu  sebagai  berikut.

a.   Hambatan  psikologis

Hambatan    ini  ditemukan    apabila   kondisi   psikologis   individu menjadi   faktor   penolakan.   Hambatan    psikologis   telah  dan  masih merupakan  kerangka   kunci untuk   memahami peristiwa   yang  terjadi apabila   orang   dan  sistem   melakukan   penolakan    terhadap    upaya perubahan.   Kita  akan  menggambarkan   jenis  hambatan   ini  dengan memilih  sebagai contoh, yaitu dimensi  kepercayaan/keamanan   versus ketidakpercayaan/ketidakamanan      karena   faktor  ini  sebagai   unsur inovasi  yang  sangat  penting.   Faktor-faktor  psikologis   lainnya   yang dapat  mengakibatkan  penolakan  terhadap   inovasi adalah  rasa enggan karena  merasa   sudah   cukup   dengan   keadaan   yang  ada,  tidak  mau repot,  atau  ketidaktahuan   tentang   masalah.

Kita  dapat   berasumsi    bahwa    di  dalam   suatu   sistem   sosial, organisasi   atau  kelompok   akan  ada  orang  yang  pengalaman  masa lalunya  tidak  positif.  Menurut  para  ahli psikologi,  perkembangan  ini akan    memengaruhi      kemampuan     dan    keberaniannya      untuk menghadapi   perubahan    dalam   pekerjaannya.   Jika  sebuah   inovasi berimplikasi  kurangnya   kontrol  (misalnya   diperkenalkannya  'model pimpinan   tim  atau  kemandirian  masing-masing  bagian),  pemimpin itu  akan   memandang    perubahan     sebagai   hal  yang   negatif    dan mengancam.   Perubahan    itu  dirasakannya    sebagai   kemerosotan, bukan   perbaikan.

b.    Hambatan praktis

Hambatan    praktis   adalah   faktor-faktor  penolakan    yang  lebih bersifat  fisiko                                                                                         .

Faktor-faktor  yang  sering   ditunjukkan   untuk   mencegahatau memperlambat  perubahari   dalam  organisasi   dan  sistem  sosial, yaitu (1) waktu;  (2) sumber  daya; (3) sistem. Program  pusat-pusat  pelatihan guru.   sangat  menekankari     aspek-aspek     bidang     ini.    Hal   ini mengindikasikan  adanya  perhatian  khusus  pada  keahlian  praktis  dan metode-metode  yang  mempunyai  kegunaan   praktis  yang  langsung, Oleh  karena   itu,  inovasi   dalam   bidang    ini  dapat   menimbulkan penolakan   yang  berkaitan   dengan   praktis.  Artinya,  semakin  praktis   . sifat suatu bidang,  semakin  mudah  orang meminta  penjelasan  tentang penolakan     praktis.    Pada   pihak   lain,   dapat   diasumsikan    bahwa hambatan  praktis  yang sesungguhnya telah dialami oleh banyak  orang dalam     kegiatan      mengajar      sehari-hari,      yang     menghambat perkembangan   dan  pembaruan   praktik.   Tidak  cukupnya  sumber daya  ekonomi,  teknis,  dan  materiel  sering  disebutkan.

Dalam   hal  mengimplementasikan     perubahan,   faktor   waktu sering  kurang   diperhitungkan.   Segala  sesuatu   memerlukan  waktu. Oleh karena  itu, sangat  penting  untuk  mengalokasikan banyak  waktu apabila   membuat   perencanaan  inovasi.   Pengalaman  menunjukkan bahwa masalah yang tidak diharapkan, yang mungkin  tidak dapat diperkirakan  pada  tahap  perencanaan,  kemungkinan  akan  terjadi.

Kedua, masalah  pada  bidang  keahlian  dan sumber  daya ekonomi sebagai  contoh  tentang   hambatan  praktis.   Dalam  perencanaan  dan implementasi  inovasi,   tingkat   pengetahuah   dan  jumlah   dana  yang tersedia   harus   dipertimbangkan.   Hal  ini  berlaku   jika  sesuatu   yang sangat   berbeda    dari  praktik    pada   masa   lalu  akan   dilaksanakan. Dengan  kata  lain,  jika  ada  perbedaan  yang  besar  antara  yang  lama dengan  yang  baru.  Dalam  kasus  seperti  ini, tambahan  sumber  daya dalam   bentuk   keahlian    dan  keuangan   dibutuhkan.    Pengalaman menunjukkan bahwa  dana  sangat  dibutuhkan,  khususnya pada  awal dan  selama  masa  penyebarluasan  gagasan  inovasi.  Hal ini mungkin terkait  dengan   kenyataan  bahwa  bantuan   dari  luar,  perala tan  baru, realokasi,  buku   teks,  dan  lain-lain.   Diperlukan  selama   fase  awal. Sumber   dana   yang   dialokasikan   untuk    perubahan   sering   tidak disediakan   dari  anggaran    tahunan.    Media   informasi  dan  tindak lanjutnya   sering   dibutuhkan   selama   fase  penyebarluasan   gagasan inovasi.

Selain   dana,   faktor   lain  yang   dibutuhkan   untuk   melakukan perbaikan dalam praktik  adalah  sumber  daya keahlian,  seperti pengetahuan  dan keterampilan orang-orang yang  dilibatkan. Dengan kata  lain, jarang  sekali  dapat  memilih  antara  satu  jenis  sumber  atau jenis sumber  lainnya,  padahal   kita  memerlukan  semua  jenis  sumber itu.

c.      Hambatan  kekuasaan   dan nilai

Apabila dijelaskan secara singkat, hambatan nilai melibatkan kenyataan  bahwa  suatu  inovasi  mungkin   selaras  dengan  nilai-nilai, norma  dan  tradisi  yang  dianut  orang-orang tertentu,  tetapi  mungkin bertentangan  dengan  nilai-nilai yang  dianut  orang  lain. Jika  inovasi

Berlawanan dengan    nilai-nilai  sebagian    peserta,   bentrokan   nilai  akan terjadi    dan   penolakan    terhadap     inovasi    pun   muneul.     Apakah    kita berbieara    tentang    penolakan   terhadap    perubahan   atau  terhadap    nilai- nilai  dan  pendapat    yang  berbeda,    dalam   banyak   kasus,   itu bergantung pada   definisi    yang   digunakan.    Banyak   inovator    mengalami    konflik yang   jelas   dengan    orang   lain,   tetapi    setelah    dieksplorasi   lebih   jauh, ternyata    mereka   mendapati   kesepakatan    dan  aliansi   dapat   dibentuk.

    3.    Dampak  Inovasi dan Upaya Penanganannya

Konsekuensi     inovasi     sebagai     perubahan     yang    terjadi     pada individu     atau   sistem   sosial   sebagai    akibat   dari   adopsi    inovasi    pasti akan  memberikan   dampak.    Konsekuensi   inovasi   jarang   diteliti  karena; (a) agensi   perubahan    memberi    perhatian     terlalu   banyak    pada   adopsi dan  mengasumsikan    konsekuensi   adopsi   pasti  positif,   (b) metode   riset survei   mungkin     tidak   coeok   untuk    meneliti    konsekuensi   inovasi,    (e) sulitnya    mengukur   konsekuensi   inovasi.

Konsekuensi   inovasi   dapat   dibagi  rrienjadi;   (a) diinginkan   vs tidak diinginkan,    (b) langsung    vs.  tidak   langsung     (c) diantisipasi   vs  tidak dian tisi pasi.

Hal   lain   yang    berkaitan      dengan     konsekuensi     inovasi    adalah tingkat     perubahan     dalam    sistem    yang    mungkin      mengalami;     (a) kesetimbangan    stabil   (inovasi   tidak   menyebabkan    perubahan    dalam struktur dan atau   fungsi sistem   sosial), (b) kesetimbangan    dinamis(perubahan     yang    disebabkan inovasi setara    dengan     kemampuan sistem    sosial   untuk    menanganinya),     (e) disequilibrium     (perubahan yang   disebabkan   inovasi   terlalu   eepat   untuk   ditangani    sistem.  sosial). Dengan    demikian,   tujuan  inovasi    adalah    meneapai   kesetimbangan dinamis.

Salah    satu    faktor     penghambat      inovasi     pend   idikan     adalah muneulnya    penolakan    pelaksanaan     inovasi    tersebut.,    Beberapa   hal yang   menyebabkan     inovasi    ditolak    oleh   para   pelaksana inovasi    di lapangan     atau   di  sekolah,    yaitu   sebagai    berikut.

a.                      Sekolah atau guru   tidak   dilibatkan dalam   proses    pereneanaan, peneiptaan dan  pelaksanaan    inovasi   tersebut,    sehingga    ide  baru atau   inovasi    tersebut     dianggap   oleh   guru   atau   sekolah    bukan sebagai    miliknya  yang   tidak   perlu    dilaksanakan  karena    tidak sesuai   dengan    keinginan   atau  kondisi    sekolahnya

b.         Guru  ingin  mempertahankan  sistem  atau  metode  yang  mereka lakukan  saat sekarang  karen a sistem  atau metode  tersebut  sudah mereka  laksanakan  bertahun-tahun   dan  tidak  ingin  diubah. Di samping             itu,sistem yang   mereka    mi liki   dianggap     telah memberikan     rasa aman   atau   kepuasan    serta   sesuai   dengan pikiran   mereka.

c.         Inovasi   baru  yang   dibuat   oleh  pus at  (khususnya  Depdiknas) belum  sepenuhnya melihat  kebutuhan  dan kondisi  yang  dialarni oleh guru  dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro  (1987:36) yang  mengatakan “Mismatch  between teacher's intention  and practice  is important barrier  to the success  of the innooatorv program."

d.         Inovasi  yang  diperkenalkan  dan  dilaksanakan, yang berasal  dari pusat,   merupakan  kecenderungan  sebuah   proyek   yang  segala sesuatunya  ditentukan  oleh pencipta  inovasi  dari  pusat.  Inovasi ini  bisa  terhenti   jika  proyek   itu  selesai  atau  jika  finansial   dan keuangannya  tidak  ada  lagi.  Dengan demikian,  pihak  sekolah atau   guru   terpaksa     melakukan    perubahan    sesuai    dengan kehendak para   inovator di  pusat dan   tidak    mempunyai wewenang  untuk   mengubahnya.

e.         Kekuatan dan kekuasaan pusat  yang sangat besar sehingga  dapat menekan  sekolah  atau guru melaksanakan keinginan pusat,  yang belum  tentu  sesuai dengan kemauan dan situasi sekolahnya.


BAB 4

KARAKTERISTIK,STRATEGI, DAN PETUNJUK PENERAPAN INOVASI PENDIDIKAN

 

A.    KARAKTERISTIK INOVASI PENDIDIKAN

        Cepat  lambatnya  penerimaan  inovasi,  termasuk   inovasi pendidikan oleh  masyarakat  luas dipengaruhi  oleh  karakteristik inovasi. Menurut   Rogers  (1983: 14-15), karakteristik  inovasi  pendidikan adalah  sebagai  berikut.

1.     Keunggulan  relatif

        Keunggulan relatif,    yaitu    sejauh    mana   inovasi    dianggap menguntungkan  bagi  penerimanya.  Tingkat   keuntungan   atau   kemanfaatan suatu   inovasi   dapat   diukur    berdasarkan   nilai ekonominya, atau  dari  faktor  status  sosial  (gengsi),  kesenangan, kepuasan,   atau   karena   mempunyai   komponen   yang sangat penting.  Semakin  besar   keunggulan   relatif   dirasakan   oleh pengadopsi, semakin cepat  inovasi  dapat  diadopsi.

2.  Kompatibel (compatibility), yaitu  tingkat  kesesuaian dengan  nilai (values), pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. Sebaga contoh,  jika  inovasi   teknologi pendidikan,  yaitu  suatu  konsep pendidikan  yang  mempunyai  persamaan  dengan   pendidikan klasik   ten tang   peranan   pendidikan    dalam   menyampaikan informasi.Di antara    keduanya   ada   yang   berbeda.   Dalam teknologi pendidikan     yang     lebih diutamakan adalah pembentukan  dan  penguasaan  kompetensi  atau  kemampuan kemampuan praktis,    bukan   pengawetan   dan  pemeliharaan budaya   lama.

3.         Kompleksitas   (complexity),    yaitu   tingkat    kesukaran   untuk memahami dan  manggunakan  inovasi  bagi  penerima.

4.         Trialabilitas (trialability), yaitu  dapat  dicoba  atau  tidaknya suatu inovasi  oleh penerima.

5.         Dapat  diamati  (obsevability), yaitu  mudah   diamati  atau  tidaknya suatu  hasil  inovasi  oleh penerima.

B.     STRATEGI INOVASI  PENDIDIKAN

Salah  satu faktor  yang  ikut  menentukan efektivitas pelaksanaan program  perubahan  sosial  adalah   ketepatan  penggunaan  strategi. Akan   tetapi,   memilih  strategi   yang   tepat   bukan   pekerjaan  yang mudah.   Sukar  untuk   memilih satu  strategi  tertentu guna  mencapai  tujuan   atau  target  perubahan  sosial  tertentu.

 

1.      Strategi Fasilitatif

Strategi  fasilitatif  digunakan untuk   memperbaharui   bidang pendidikan. Adanya    kurikulum     baru     dengan pendekatan keterampilan proses misalnya, memerlukan perubahan atau pembaharuan   kegiatan  belajar   mengajar.  Jika  untuk keperluan tersebut digunakan  pendekatan  fasilitatif, program  pembaharuan yang  dilaksanakan menyediakan berbagai macam  fasilitas dan sarana yang  diperlukan. Sekalipun demikian, fasilitas dan  sarana  itu  tidak akan  banyak   bermanfaat dan  menunjang penibahan  jika  guru  atau pelaksana pendidikan  sebagai  sasaran   perubahan  tidak  memahami masalah    pendidikan      yang   dihadapi,     tidak   merasakan perlu   adanya perubahan pada   dirinya,    tidak   perlu   atau   tidak   bersedia    menerima bantuan    dari  luar  atau   dari  yang  lain,  tidak   memiliki    kemauan    untuk berpartisipasi     dalam    usaha    pembaharuan.

 Demikian pula seandainya  dalam  pembaharuan kurikulum disediakan      berbagai macam fasilitas media instruksional dengan maksud agar    pelaksanaan kurikulum  baru dengan pendekatan keterampilan    proses   dapat   lancar,   ternyata   para  guru  sebagai    sa saran perubahan tidak   memiliki    kemampuan     untuk   menggunakan media, perlu   diusahakan     adanya    kemampuan      atau  peranan    yang  baru,   yaitu pengelola     atau   sebagai   pemakai    media   institusional.

2.      Strategi  Pendidikan

Perubahan sosial didefinisikan sebagai pendidikan atau pengajaran kembali (re-educations) (Zaltman, Duncan, 19'77: 111). Pendidikan juga   dipakai sebagai    strategi  untuk    mencapai  tujuan perubahan  sosial. Dengan menggunakan  strategi  pendidikan, perubahan sosial  dilakukan    dengan   cara  menyanfpaikan    fakta  dengan maksud  penggunaan  fakta  atau    inforrnasi untuk     menentukan tindakan    yang   akan   dilakukan.     Dasar   pemikirannya     adalah   manusia akan  mampu untuk mernbedakan      fakta    serta    memilihnya       guna mengatur tingkah lakunya apabila    fakta    ditunjukkan kepadanya, Zaltman   menggunakan     istilah    re-education    dengan alasan    bahwa dengan strategi     ini  memungkinkan  seseorang      untuk    belajar    lagi tentang    sesuatu    yang   dilupakan yang   sebenarnya  telah   dipelajarinya  sebelum.mempelajari   tingkah    laku   atau   sikap   yang   baru.

         Agar  penggunaan   strategi   pendidikan     dapat   berlangsung      secara efektif,   ada  beberapa    hal  yang   harus   dipertimbangkan,      yaitu   sebagai berikut.   

a .     Strategi   pendidikan  dapat   digunakan     secara   tepat   dalam   kondisi dan   situasi:

1. apabila     perubahan  sosial    yang    diinginkan,       tidak    harus terjadi   dalam  waktu    yang   singkat    (tidak   ingin   segera   cepat, berubah);

2. apabila sasaran perubahan (guru) ·belum memiliki keterampilanatau   pengetahuan tertentu yang diperlukan  untuk melaksanakan program  perubahan     sosial

3. apabila  menurut  perkiraan akan teriadi  penolakan yang kuat oleh  guru terhadap  perubahan  yang  diharapkan;

4. apabila   dikehendaki  perubahan  yang  sifatnya   mendasar dari pola tingkah  laku yang  sudah  ada ke tingkah  laku yang baru;

5. apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah diketahui  dan  dimengerti  atas  dasar  sudut pandang  guru sendiri,  serta  diperlukan  adanya  kontrol  dari  guru.

b.    Strategi   pendidikan  untuk   melaksanakan  program  perubahan akan efektif jika:

1. digunakan  untuk menanamkan  prinsip-prinsip  yang  perlu dikuasai  untuk     digunakan     sebagai     dasar    tindakan selanjutnya,  sesuai  dengan   tujuan   perubahan  sosial  yang akan  dicapai;

2. disertai    dengan    keterlibatan   berbagai   pihak,   misalnya dengan   donatur   dan  berbagai penunjang yang  lain;

3. digunakan    untuk    menjaga   agar   guru   tidak    menolak perubahan  atau  kembali  ke keadaan   sebelumnya;

4. Digunakan    untuk     menanamkan     pengertian     tentang hubungan antara   gejala   dengan   masalah,  menyadarkan adanya   masalah   dan  memantapkan  bahwa   masalah   yang dihadapi  dapat   dipecahkan  dengan   adanya   perubahan.

   c.     Strategi  pendidikan  akan  kurang   efektif jika:

1. tidak   tersedia    sumber    yang   cukup    untuk    menunjang kegiatan pendidikan;

2.   digunakan  tanpa  dilengkapi dengan   strategi  lain.

3.    Strategi  Bujukan

 Program   perubahan    sosial   dengan    menggunakan    strategi bujukan,   artinya    tujuan   perubahan   sosial   dicapai    dengan    cara membujuk (merayu) agar sasaran perubahan (guru) mau mengikuti perubahan sosial yang   direncanakan. Sasaran perubahan   diajak untuk    mengikuti   perubahan    dengan    cara   memberikan   alas an, mendorong, atau  mengajak untukmengikuti   contoh  yang  diberi. Strategi bujukan   dapat   berhasil   apabila   berdasarkan   alasan   yang    rasional  pemberian fakta  yang  akurat.

 

 

Strategi  bujukan   tepat  digunakan apabila:

a          guru   (sasaran   perubahan)   tidak   berpartisipasi   dalam   proses perubahan  sosial;

b.         guru  berada   pada tahap  evaluasi   atau  legitimasi dalam  proses pengambilan      keputusan untuk menerima atau menolak perubahan  sosial;

c.         guru  diajak untuk  mengalokasikan sumber  penunjang perubahan dari  kegiatan  atau  program  ke kegiatan  atau  program  yang  lain;

d.         masalah dianggap kurang penting atau jika  cara pemecahan masalah  kurang  efektif;

e.         pelaksana program  perubahan tidak  memiliki  alat kontrol  secara langsung   terhadap   sasaran  perubahan;

f.          perubahan  sosial  sangat  bermanfaat,  tetapi  mengandung  risiko yang  dapat  menimbulkan  perpecahan;

g.   perubahan tidak  dapat dicobakan, sukar  dimengerti,  dan  tidak

dapat diamati  manfaatnya  secara  langsung;

h.         dimanfaatkan untuk  melawan   penolakanterhadap     perubahan pada saat awal diperkenalkannya   perubahan  sosial yang diharapkan.

4.    Strategi Paksaan

Pelaksanaan program  perubahan sosial dengan: menggunakan strategi    paksaan,    artinya    dengan    cara   memaksa   guru   (sasaran perubahan) untuk  mencapai tujuan  perubahan. Hal-hal  yang  dipaksa merupakan  bentuk   dari  hasil  target  yang  diharapkan.  Kemampuan untuk   melaksanakan  paksaan   bergantung  pada  hubungan  control antara  pelaksana perubahan dengan  sasaran.  Jadi, ukuran  hasil target perubahan_ bergantung    dari   kepuasan    pelaksanaan    perubahan. Kekuatan paksaan   artinya   sejauh  mana  pelaksana  perubahan  dapat memaksa guru bergantung pada  tingkat  ketergantungan guru  dengan pelaksana perubahan.  Kekuatan paksaan  juga  dipengaruhi  berbagai faktor,  antara  lain  ketatnya   pengawasan  yang  dilakukan  pelaksana perubahan   terhadap    guru.   Tersedianya  berbagai   alternatif    untuk mencapai  tujuan   perubahan   dan  tersedianya   dana   (biaya)   untuk menunjang  pelaksanaan  program,   misalnya   untuk   memberi   hadiah kepada  guru  yang  berhasil  menjalankan program   perubahan  dengan baik.

Strategi  bujukan   tepat  digunakan apabila:

a          guru   (sasaran   perubahan)   tidak   berpartisipasi   dalam   proses perubahan  sosial;

b.         guru  berada   pada  tahap  evaluasi   atau  legitimasi dalam  proses pengambilan     keputusan     untuk    menerima    atau    menolak perubahan  sosial;

c.         guru  diajak untuk  mengalokasikan sumber  penunjang perubahan dari  kegiatan  atau  program  ke kegiatan  atau  program  yang  lain;

d.         masalah   dianggap  kurang   penting   atau  jika  cara  pemecahan masalah  kurang  efektif;

e.         pelaksana program  perubahan tidak  memiliki  alat kontrol  secara langsung   terhadap   sasaran  perubahan;

f.          perubahan  sosial  sangat  bermanfaat,  tetapi  mengandung  risiko yang  dapat  menimbulkan  perpecahan;

g.    perubahan  tidak  dapat  dicobakan, sukar  dimengerti,  dan  tidak dapat   diamati  manfaatnya  secara  langsung;

h.         dimanfaatkan  untuk   melawan   penolakanterhadap  perubahan p   ada saat awal diperkenalkannya   perubahan  sosial yang diharapkan.

4.    Strategi Paksaan

Pelaksanaan program  perubahan sosial dengan: menggunakan strategi    paksaan,    artinya    dengan    cara   memaksa   guru   (sasaran perubahan) untuk  mencapai tujuan  perubahan. Hal-hal  yang  dipaksa merupakan  bentuk   dari  hasil  target  yang  diharapkan.  Kemampuan untuk   melaksanakan  paksaan   bergantung  pada  hubungan  control antara  pelaksana perubahan dengan  sasaran.  Jadi, ukuran  hasil target perubahan bergantung dari kepuasan pelaksanaan    perubahan. Kekuatan paksaan   artinya   sejauh  mana  pelaksana  perubahan  dapat memaksa guru bergantung pada  tingkat  ketergantungan guru  dengan pelaksana perubahan.  Kekuatan paksaan  juga  dipengaruhi  berbagai faktor,  antara  lain  ketatnya   pengawasan  yang  dilakukan  pelaksana perubahan   terhadap    guru.   Tersedianya  berbagai   alternatif  untuk mencapai  tujuan   perubahan   dan  tersedianya   dana   (biaya)   untuk menunjang  pelaksanaan  program,   misalnya   untuk   memberi   hadiah kepada  guru  yang  berhasil  menjalankan program   perubahan  dengan baik.

Strategi  ini  cenderung  memaksakan   kehendak,   ide,  dan  pikiran sepihak   tanpa   menghiraukan   kondisi   dan  keadaan    serta   situasi inovasi  itu akan  dilaksanakan.  Kekuasaan memegang peranan   yang sangat  kuat  dalam  menerapkan  ide-ide  baru  dan  perubahan  sesuai dengan   kehendak  dan  pikiran   pencipta  inovasinya.  Adapun   pihak pelaksana  yang  sebenarnya  merupakan  objek  utama   inovasi   yang tidak         dilibatkan, baik dalam proses     perencanaan     maU,pun pelaksanaannya.    Para   inovator hanya    menganggap    pelaksana sebagai  objek, bukan   sebagai  subjek  yang  harus   diperhatikan  serta dilibatkan secara aktif     dalam  proses perencanaan  dan pengimplementasiannya.

b.   Strategi  empiris rasional

        Asumsi    dasar    dalam    strategi    ini  bahwa    manusia    mampu menggunakan  pikiran  logisnya atau  akalnya  untuk  bertindak secara rasional.     Dalam  kaitan   dengan  ini,  inovator bertugas mendemonstrasikan  inovasinya dengan  menggunakan  metode  yang valid  untuk   memberikan  manfaat   bagi  penggunanya.   Di samping itu,  strategi   ini  didasarkan  atas  pandangan  yang  optimistis  seperti dikatakan  Bennis,  Benne,  dan  Chin  yang  dikutip   dari  Cece  Wijaya dkk.  (1991),di sekolah,  para  guru  menciptakan  strategi  atau  metode mengajar  yang   menurutnya   sesuai   dengan   akal  yang   sehat,   dan berkaitan    dengan     situasi     dan   kondisi,     bukan     berdasarkan pengalaman  guru.   Oalam  berbagai  bidang,   para  pencipta  inovasi melakukan  perubahan  dan  inovasi  untuk   bidang  yang  ditekuninya berdasarkan  pemikiran, ide, dan  pengalaman  dalam  bidangnya  itu, yang  telah  digeluti  berbulan-bulan  bahkan   bertahun-tahun.  Inovasi demikian memberi dampak   yang  lebih baik daripada  model  inovasi pertama. Hal  ini disebabkan  oleh  kesesuaian  dengan   kondisi  nyata di  tempat  pelaksanaan  inovasi   tersebut.

c.    Strategi  normatif  re-edukatif

        Jenis   strategi inovasi ketiga adalah normatif   re-edukatif· pendidikan  yang  berulang,  yaitu  strategi   inovasi   yang  didasarkan pada  pemikiranpara   ahli pendidikan,  seperti  Sigmund Freud,  John Dewey,   Kurt  Lewis,dan  beberapa  pakar   lainnya    (Cece  Wijaya:1991),  yang   menekankan    cara   klien   memahami   perfnasalahan  pembaharuan  seperti  perubahan  sikap,  kemampuan,  dan-nilai-nilai yang  berhubungan   dengan   manusia.

        Dalam   pendidikan,   sebuah   strategi   yang  menekankan   pada pemahaman    pelaksana   dan   penerima     inovasi    dapat    dilakukan berulang-ulang.    Misalnya,  dalam   pelaksanaan   perbaikan   sistem belajar  mengajar   di  sekolah,   para   guru   sebagai   pelaksana  inovasi terus-menerus    melaksanakan   perubahan   sesuai   dengan    kaidah- kaidah   pendidikan.   Kecenderungan  pelaksanaan  model demikian lebih menekankan  pada  proses  mendidik  dibandingkan  degan  hasil perubahan.   Pendidikan   yang   dilaksanakan   lebih  mendapat   porsi dominan    sesuai   dengan   tujuan   menu rut  pikiran   dan  rasionalitas yang   dilakukan   berulang-ulang    agar   semua   tujuan   yang   sesuai dengan   pikiran   dan  kehendak  pencipta    dan  pelaksananya   dapat tercapai.

C.   PETUNJUK PENERAPAN INOVASI

        Petunjuk   penerapan  inovasi   di  suatu   sekolah   dapat   diuraikan sebagai  berikut.                  .

1.    Membuat   Rumusan Inovasi

Buat  rumusan   yang jelas  tentang  inovasi  yang  akan  diterapkan, misalnya:

a.   Apa  yang  diperlukan  sehingga   perlu  ada  perubahan?

b.   Adakah   hal-hal  lain  yang  ikut  menunjang  penerapan. inovasi?

Untuk    mempermudah    perumusan    tentang    kebutuhan    dan inovasi  yang akan  diterapkan, pertanyaan berikut  ini dapat  dijadikan acuan,  yaitu  apakah   inovator:

a.. mengatur  sistem  kepenasihatan siswa?

b.  mengubah  cara  kerja  konselor?

c. mengumpulkan data oleh siswa, guru, dan supervisor yang memerhatikan  bagaimana kelompok menggtinakan waktu,  dalam  kegiatan  apa saja, di mana  kegiatan dilakukan,  dengan   siapa  dilakukan,  dan  apa  hasilnya,   dengan tujuan dapat mengadakan rediagnosis untuk   mencapai perubahan  yang  konstruktif?

d. Mengembangkan   pembagian tugas dewan guru dalam menunjang kelancaran program  sekolah  (kejelasan tugas  wakil kepala   sekolah   bidang    pengajaran,   kesiswaan,   sarana,    dan sebagainya)?

e.mengembangkan   sistern  pengelolaan   sekolah   agar   program sekolah  dapat  berjalan  secara  efektif  di bawah  pimpinan kepala sekolah?

f. membagi   wewenang   dan   tanggung   jawab   kepala    sekolah kepada   para   guru,   sehingga  semua   merasa   ikut  bertanggung jawab  atas  baik  dan  buruknya  sekolah?

g. mengusahakan lebih produktif lagi dalam  hal mendayagunakan waktu,   uang,  fasilitas, personal,  dan  berbagai  macam   sumber yang  lain?

h.mengembangkan    cara  menilai   program sekolah   yang   lebih reliabel  dan  valid  (lebih  andal  dan  sahih)?

i.membantu  orangtua  atau  pihak   lain  untuk   mengembangkan sikap positif     terhadap     program    sekolah     dengan      car a meningkatkan  saling  pengertian  serta  ikut  berpartsiapsi  secara positif   dalam   kebijakan   dan   prosedur   untuk   memperbaiki sekolah?

j. menambah, mengurangi atau mengubah persyaratan kurikulum?

k. menambah jumlah   dan  macam  mata  pelajaran pilihan?

l.mengadakan  minicourses  (kursus  singkat)   atau  menambah  apa yang  sudah   ada?

m.  memiliki pengalaman yang  lebih mendalam lagi tentang  belajar jarak  jauh?

n.menyarankan    lebih   banyak    lagi  atau   dikurangi   pemberian pekerjaan rumah  bagi  siswa?

o. mengadakan  studi  tentang  hubungan  antara  jumlah  uang  yang digunakan di sekolah dengan  peningkatan produktivitas yang dicapai  setiap  orang?

p. mengubah  tahun  ajaran  sekolah  menjadi   lebih  lama  atau  lebih pendek.   Memperluas penggunaan  sistem  kredit?

q. mengubah  peraturan   kehadirari  guru   dan  siswa  agar  bekerja dengan   tempat  yang  memadai?

r. menghubungkan  besar kecilnya jumlah  anggota  kelompok  siswa dengan   tujuan  instruksional?

s. menambah   atau  mengurangi   jumlah   siswa  yang  akan  diterima di sekolah?

t. mengubah     model   bangunan     gedung    sekolah    dalam   upaya mendayagunakan  berbagai  fasilitas  yang ada dengan  efisien dan efektif?

u. menambah atau   mengubah     sesuatu    yang   lain   dalam    arti mengusahakan            agar   lebih   sesuai   dengan    kebutuhan     lokal, permasalahan  yang ada, kesempatan   yang tersedia,  dan personal yang  ada?

        Berikut     ini   ada    beberapa      pertanyaan       penuntun       untuk mempermudah  inovator  membuat  keputusan   tentang  tindakan   yang harus  dilakukan   untuk  meningkatkan  mutu  sekolah.

a. Apakah   Anda   secara  pribadi   menggunakan   cara  pendekatan komunikasi   dua  arah  untuk  memberikan   motivasi  kepada  guru, siswa,  orangtua   murid,  warga  masyarakat,   dan  pegawai   kantor (tata usaha)  untuk  mencari  cara  yang  tepat  guna  meningkatkan efektivitas   proses  belajar  mengajar

b. Apakah  Anda telah  mempertimbangkan sejumlah besar alternatif  dari  segala  macam  aspek  persekolahan  yang  mungkin perlu  dilengkapi   atau  disempurnakan?

c. Adakah  kebutuhan   siswa,  guru,  dan  orang  di luar  sekolah  yang saat ini belum  dilayani  oleh program   sekolah?

d.  Data apa yang telah dimiliki  atau mungkin  akan segeradiperoleh  yang  akan  membantu   untuk  memberikan   motivasi  perlunya   ada inovasi?

e. Bagaimana  Anda  akan menentukan   inovasi-yang mungkin  dapat diterapkan   dan  mudah   menanganinya  sesuai  dengan   situasi  di sekolah                                              

f. Langkah   positif   mana   yang  dapat   dilakukan    untuk   menekan oposisi  (perlawanan)  yang selalu muncul  dalam.berbagai macam bentuk   dan  tingkatan   jika  Anda  mengadakan   perubahan    atau inovasi?

g. Bagaimana  Anda  akan  bersikap   dalam  situasi  yang  tidak  dapat diatasi  atau  merupakan    dilema  dan  sukar  dise1esaikan?

h. Maukah Anda  secara  pribadi   menerima beban  tanggung jawab untuk  bekerja  sarna dengan  orang  lain dalam  usaha  menerapkan inovasi  di sekolah  tempat  Anda  bekerja?

2.     Penggunaan Metode

Ada  beberapa  metode   atau   cara  yang   memberi  kesempatan untuk   berpartisipasi   secara   aktif  dalam   usaha   mengubah  pribadi ataupun   sekolah.

Berikut ini akan  diuraikan tentang  cara guru  dan kepala  sekolah mengadakan  pembaharuan  atau  menerapkan  inovasi.

a.         Tujuan  diadakannya  inovasi  pelu  dimengerti dan  diterima   oleh guru,   siswa,   orangtua,  dan  masyarakat.  Harus   dikemukakan dengan   jelas   alas an  adanya    inovasi.    Demikian  pula   tujuan inovasi    hendaknya    dapat    dirumuskan    dengan    jelas,   baik pengetahuan,  keterampilan  maupun    sikap.  Jika  semua   tujuan dapat  ditunjukkan dengan  jelas, maka  guru,  siswa, dan orangtua siswa  akan  memahami hal-hal  yang  diharapkan  oleh  inovator. Usaha      untuk     memperjelas     informasi    inovasi     ini , perlu mendayagunakan  segala  fasilitas  yang  ada.

b.   Motivasi positif harus  digunakan untuk  memberikan rangsangan  agar mau  menerima inovasi.  Motivasi dengan  ancaman, dengan mengajak agar orang  mengikuti yang  dilakukan oleh orang  lain, atau  dengan   menasihati  agar  orang   menghindari   kegagalan, belum   tentu   dapat   berhasil.  Kepandaian  untuk   menganalisis tujuan   serta   potensi    hasil   inovasi   sangat   diperlukan   untuk memberikan motivasi yang  tepat.  Apakah  tujuan  merupakan hal yang  sangat  perlu  atau hanya  merupakan hal yang  pantas  untuk dicapai.  Orang  yang  akan  memberikan  motivasi kepada   orang lain  harus  memerhatikan  adanya   perbedaan individual. Usaha penerapan  inovasi   harus   dapat   diterima   oleh  guru  dan  siswa sebagai  anggota   masyarakat  sekolah.

c.         Harus   diusahakan   agar   individu    ikut   berpartisipasi    dalam mengambil  keputusan  inovasi. Guru,  siswa  ataupun   orangtua diberi kesempatan ikut berperan dalam mengambil keputusan menerima atau menolak inovasi.  Mereka diberi kesempatan memikirkan, mendiskusikan, dan  mempertimbangkan  perlunya inovasi. Untuk keperluan   itu,  perlu   dipersiapkan    berbagai alternatif   cara  pemecahan  masalah   atau  memenuhi  kebutuhan yang  diperlukan.  Usahakan  pemberian  informasi yang  sejelas- jelasnya  tentang  inovasi  (apa, mengapa, dan bagaimana), dengan menggunakan   berbagai   mac am  fasilitas   dan  media  yang  ada. Demikian pula,  data  tentang   kondisi   dan  situasi  sekolah  yang berkaitan    dengan   inovasi   dikumpulkan,   kemudian  dianalisis untuk    menentukam cara   atau   prosedur yang   tepat   dalam penerapan  inovasi.

d.         Perlu   direncanakan    tentang    evaluasi    keberhasilan   program inovasi. Kejelasan   tujuan    dan   cara   menilai keberhasi  lan penerapan inovasi    merupakan motivasi yang   kuat   untuk menyempurnakan   pelaksanaan  inovasi.

Di samping  keempat  hal tersebut,  perlu  diperhatikan juga urutan langkah   pelaksanaan  program   yang  harus  dibuat   dengan   fleksibel. Artinya,  jadwal  kegiatan   disesuaikan  dengan  perbedaan  individual, baik  dalam  kemampuan,  kesempatan, maupun    kesibukan. Inovator harus  menyadari bahwa  tidak semua  kegiatan  harus  dilakukan dalam jumlah  waktu  yang  sarna  dan  dengan  jenis kegiatan  yang  sarna. Hal yang  penting   adalah  kejelasan  pembagian  tugas.  Dalam  manajemen terkenal dengan menggunakan    pendekatan program-evaluation- review-technique (PERT) perlu  juga  dipikirkan  tentang kemungkinan terjadi penyimpangan atau  kegagalan, dan  mempersiapkan  cara menghindari  atau     menekan  sekecil  mungkin terjadinya penyimpangan  penerapan  inovasi

     3.    Penggunaan   Berbagal   Alternatif   Pilihan  (Option)

Gunakan    berbagai    macam   alternatif pilihan    (option) untuk mempermudah  penerapan  inovasi.

Hal ini dikemukakan  berdasarkan  pemikirarr bahwa  pihak  yang menerapkan  inovasi,  baik  guru  maupun   siswa  memiliki  perbedaan individual. Menghendaki keseragaman untuk  semua orang tentu akan sukar.  Akan  tetapi,   semakin   banyak   memberikan  peluang   untuk memilih  berarti  semakin  memberikan peluang  untuk  ikut mengambil bagian  sesuai  dengan  minat  dan  kemampuannya.  Misalnya, inovasi kurikulum    akan   mudah    diterapkan   jika   memberikan   berbagai alternatif  tentang  pemilihan mata  pelajaran, ada yang  wajib dan  ada yang  pililian.  Demikian pula,  cara menilai  atau  penggunaan  metode, semakin banyakpilihan yang disediakan  guru, semakin mendapat kesempatan  untuk   melaksanakan   sesuai  dengan   kemampuan   dan situasi  kondisi  setempat.

             4.    Penggunaan  Data  Informasi

Gunakan    data   atau   informasi    yang   sudah   ada  untuk   bahan pertimbangan  dalam  menyusun   perencanaan  dan penerapan   inovasi.

Sebelum  memulai  merumuskan  ide inovasi,  perlu  diketahui  dulu dengan   berdasarkan   data  yang  akurat   tentang   kondisi   dan  situasi yang  ada di sekolah.  Kemudian, mencoba  mencari  masalah  apa yang sebenarnya dihadapi   sekolah  itu. Apakah  dengan  inovasi  kurikulum, metode  mengajar,  penggunaan media,  evaluasi,  dan sebagainya akan memecahkan    permasalahan? Berdasarkan permasalahan    yang dihadapi dan  kemungkinan   memecahkannya,    dibuatkan    urutan prioritas   yang  harus  diusahakan  lebih  dulu.

Demikian   pula,  untuk   melancarkan  pelaksanaan  inovasi,  perlu menggunakan    data  hasil   penelitian    dan  informasi    dari  berbagai sumber   yang  dapatdipercaya,    Misalnya,   dari  penelitian    diperoleh kesimpulan    bahwa    ada   hubungan     yang   positif    antara    tingkat kesejahteraan    dengan    penerimaan    inovasi.    Semakin    sejahtera kehidupan    seseorang,   semakin   mudah   menerima   inovasi.  Mungkin karena  orang  yang  mampu   semakin   berani  mengambil  risiko,  atau mungkin   karena  inovasi  memerlukan biaya, yang  mampu  tentu  lebih mudah    menerima    karena   mampu    membiayai.   Berdasarkan   data tersebut  perlu  dipertimbangkan  penerapan   inovasi  di sekolah  dengan melihat  kemungkinan pelaksanaan  program kegiatannya berdasarkan   kemampuan  atau  kondisi   sekolah   tersebut.   Usahakan cara yang  paling  sesuai  dengan   keadaan   lingkungan.

5.   Penggunaan Tambahan  Dat

Gunakan tambahan data untuk memperrnudah  fasilitas terjadinya   penerapan    inovasi.

Perubahanatau   inovasi  di sekolah  memerlukan  perspektif   yang sangat  luas. Berbagai  data  dari  berbagai  bidang  dan  sudut  pandang perlu   didayagunakan.    Misalnya,    untuk   mengadakan    perubahan ten tang  cara  belajar   siswa,   inovator    perlu  .mengetahui  data  hasil penilaian     setiap   siswa   untuk    setiap   bidang    studi,   dan   tentang kemampuan  setiap  siswa  secara  keseluruhan  dibandingkan-dengan kemampuan  teman  yang  lain. Data  lain  yang  biasa  diperlukan   dalam   penerapan  inovasi   di sekolah,  antara   lain:

a.  pemahaman  dan  partisipasi  siswa  terhadap   program   yang  ada pengertian  tentang   program   yang  baru;

b.    tingkat  kemajuan  ten tang  program   baru;

c.    analisis  kemudahan  dan  kesukaran  untuk   mencapai tujuan;

d.   penilaian   terhadap   bahan  media  instruksional  yang  diproduksi sekolah jumlah   dan  macam  diagnostik tes dari  siswa:

e.    perubahan    penampilan     (performance)    siswa    berdasarkan instrumen    yang  telah  dibakukan;

f.     perubahan  isi kurikulum  dan  organisasi kurikulum;

g.   pandangan   para   ahli  tentang   hasil  pengamatannya   terhadap program   baru

       Perlu  diperhatikan  juga  hubungan  inovasi  dengan   lembaga   di luar   sekolah    yang   berkaitan  dengan    pelaksanaan    pendidikan. Perubahart atau  inovasi  di  sekolah  dapat  menimbulkan  pertanyaan ataumungkin    mendapat  tantangan  dari  berbagai   pihak,   misalnya pemerintah   daerah,   universitas,   organisasi  guru,  dan  sebagainya. Sebelum  mengadakan  inovasi,  badan   atau  lembaga  di luar  sekolah yang   ada  hubungannya    dengan   aturan   atau   pengaruh    terhadap pelaksanaan pendidikan  perlu  dihubungi  dan diberi  penjelasan lebih dahulu

6.    Manfaatkan     Pengalaman    dari  Lembaga   Lain

        Pengalaman   sekolah   yang   telah   menerapkan   inovasi   dapat dipakai   sebagai  bah an  pertimbangan dalam mengambil  kebijakan pelaksanaan   inovasi   di  sekolah,    meskipun   penentuannya    harm dilakukan  harus   berdasarkan   kondisi   dan  situasi   di  sekolah.   Ada sepuluh    hal  yang   dapat   dipakai    untuk   melancarkan   penerapan inovasi  di sekolah,  yaitu  sebaga berikut.                 .

a.   Gunakan    guru   penasihat.    Siswa   dibagi   menjadi    beberapa kelompokdan  setiap kelompok   memiliki    guru   penasihat tersendiri.Guru   penasihat    akan   membantu    siswa   dalam melaksanakan  program   belajarnya.

b.         Sediakan   pilihan   (option).   Dalam  pengelolaan  program   belajar perIu  disediakan  berbagai  pilihan,  baik mengenai  mata  pelajaran yang  harus   diambil   maupun   cara  belajarnya.  Semakin  banyak pilihan  berarti  semakin  melayani   adanya  perbedaan   individual anak.

c.         Mengembangkan   media.   Sebagai  konsekuensi  dengan   adanya pilihan   cara  belajar,  inovator   perIu  mengembangkan   berbagai macam  media  instruksional.

d.         Merevisi  kurikulum   dengan   menggunakan  mini  courses  (kursus singkat).  Dalam pelaksanaan revisi kurikulum   digunakan   dengan kursus dalam berbagai aspek kurikulum. Kursus singkat tentang penilaian,  cara membuat  persiapan,  cara menyusun   tes, dan sebagainya.

e.     Membuat   tempat   belajar  yang  lebih  baik  dalam gedung   yang ada.  Agar  siswa  dapat  belajar  dengan tenang   perIu  disediakan tempat-tempat  belajar khusus  dalam  gedung  yang ada. Misalnya, dibuatkan  ruang  tempat  belajar sendiri,  tempat  belajar kelompok, dan  sebagainya.

f.          Membuat   jadwal  yang  fleksibel.  Tidak  semua  kegiatan   dengan jadwal  jam  yang  sama,   Untuk  pelajaran   yang  banyak,  inovator dapat   menggunakan   latihan/   praktik   perIu   waktu   yang  lebih lama        dari    pelajaran      yang    hanya    dengan     ceramah,     dan sebagainya.

g.         Meningkatkan  penggunaan  lingkungan  sebagai  sumber  belajar, Banyak keadaan     atau    alam    yang    ada    di   sekitar     dapat didayagunakan  sebagai  sumber  belajar. Siswa diberi tugas  untuk mengamati  dan   mengadakan     wawancara     dengan    warga masyarakat  dalam  melakukan  kegiatan   belajar.

h.     Mengadakan  penilaian   program   penerapan    inovasi.

i.     Mengadakan    penilaian     dan   pelaporan     hasil   belajar    siswa. Dengan   laporan   dapat   diketahui   sejauh  mana  hasil  penerapan inovasi  terhadap peningkatan  prestasi  belajar  siswa.

j.          Membuat   tim supervisi.   Untuk mengawasi   kegiatan,   dibuat  tim yang   setiap   anggotanya   bertugas    untuk   mengawasi   bidang tertentu,    keamanan,   ketertiban,    kebersihan,   dan  sebagainya. Kepala  sekolah  dapat  mencurahkan  pengawasan  pada kegiatan belajar  mengajar.

7.   Bertindak   Secara  Positif  untuk  Mendapatkan Kepercayaan

Dunia    pendidikan       sangat    berat    menghadapi       tantangan perubahan   zaman.  Jika dunia  komersial   menghabiskan  jutaan  dolar untuk    mengubah     kebiasaan     masyarakat,      dan   kalangan    politik menghabiskan    sejumlah    besar   uang   untuk    menjaga    kestabilan kekuasaan     dan   pemerintahan,     dunia    pendidikan      sukar   untuk memperoleh     dana   guna   mengadakan    pembaharuan.     Sekalipun demikian,    pimpinan    pendidikan     harus   melakukan    langkah    atau menyukseskan  usahanya,   yaitu:

a.  Kepala sekolah  harus  memahami   tindakan  yang perlu  dilakukan untuk perbaikan   sekolahnya;

b.  Kepala   sekolah   harus   menghayati    kenyataan    bahwa   inovasi perlu diadakan   untuk   perbaikan;

c.      Kepala   sekolah   harus   yakin   bahwa   sekolah   ini  tepat   untuk menerapkan  inovasi;

d.  Kepala    sekolah     harus    bany  ak  mencurahkan      waktu    dan tenaganya,  baik untuk kegiatan sekolah, luar sekolah, maupun masyarakat yang   memerlukan      tenaganya, guna  menjalin hubungan yang   akrab   dengan    segala   pihak.   Dengan   cara demikian,  mereka  mau mengerti  dan memberikan   bantuan  untuk kelancaran  program  inovasi. Tidak mungkin  inovasi akan berhasil jika  kepala   sekolah  hanya- duduk   di kantornya,    tanpa  berbuat dengan   cepat  dan  tepat  sesuai  dengan   keperluan.

 

8.    Ciptakan   Kepemimpinan     yang  Efektif

Problem   yang  dihadapi   oleh  kepala  sekolah   sangat   kompleks. Perlunya  kepemimpinan  yang  mantap,  konsisten,  dan  efektif saat ini sangat   terasa  karena  kepala   sekolah  selalu  dikepung   oleh  berbagai  macam   tantangan,     baik   dari   pemerintah     berupa    instruksi    atau peraturan-peraturan yang  harus   dilaksanakan,    organisasi    guru berupa saran   perbaikan,     kelompok    mas   arakat  atau   persatuan orangtua siswa   berupa    permintaan     peningkatan kualitas    hasil pendidikan di  sekolah,   atau  mungkin   juga  dan berbagai   yayasan pendidikan.    Sekalipun   demikian,   banyak  juga  kepala  sekolah  yang tetap bersikap  positif danmampu    melaksanakan kepemimpinan  yang produktif,   di sela-sela  berbagai  macam  tantangan  dan  permasalahan    yang  harus   dipecahkan.

Untuk.melaksanakan program  inovasi dengan efektif    dalam menghadapi     berbagai     macam    tantangan     tersebut,     kepala    sekolah perlu  menggunakan    sistem   pengorganisasian    yang  tepat, Berdasarkan pengalaman    para   pelaksana   Model Schools  Project di  Amerika    Serikat, disarankan digunakannya "Team      Manajemen      Pengawasan" (Supervisory-Management   = S-M   Team).    Ada   dua   elemen-dasar dalam     team    S-M   untuk meningkatkan kepemimpinan  sekolah. Pertama, peranan    kepemimpinan       harus     disebarluaskan       melalui perluasan   konsep   tim: manajemen-pengawasan. Kedua, tim  S-M  harus menggunakan     pendekatan     partisipatif    dalam    membina     hubungan dengan segenap  personal di   sekolah      ataupun  dengan  warga masyarakat.

Untuk   sekolah   yang   kecil  atau   struktur    organisasinya    tanpa   ada bagian-bagian,      semua    guru    atau   personel     sekolah     diikutsertakan dalam   pembuatan   perencanaan,    pembuatan    keputusan    serta   menilai perkembangan     serta   bagian    program     pendidikan.     Di  sekolah    yang besar,    pejabat    bagian    pendidikan     (educational  department)  bekerja sama    dengan      tim   S-M,    untuk     menunjukkan       minat     guru    serta memerhatikan      fungsi    manajemen-pengawasan        di  semua    sekolah. Kegiatan     untuk    meningkatkan     efektivitas    proses    belajar    mengajar, dilakukan     oleh   .semua    personalia    sekolah,     sesuai    dengan     bidang garapannya    masing-masing.

9.   Mencari  Jawaban  atas Beberapa  Pertanyaan   Dasar tentang    Inovasi di Sekolah

Tujuan   utama    inovasi    di  sekolah    adalah    meningkatkan    kualitas sekolah.   Tanda-tanda   sekolah   yangkualitasnya    baik,  antara   lain  proses belajar   mengajar    efektif,   prestasi    hasil  belajar   siswa   tinggi,   para   guru mempunyai   waktu   yang  cukup   banyak   serta  kondisi   yang  baik  dal~m melaksanakan       tugas    sesuai     dengan     profesinya,     kepala     sekolah menggunakan     sebagian    besar   waktunya    untuk    bekerja    lebih   akrab dengan     siswa    dan   guru    serta   selalu    berusaha     untuk    memperoleh balikan     guna    meningkatkan      kualitas     sekolah.     Setiap    orang    yang bekerja    di  sekolah    melakukan    tugasnya     sesuai    dengan    minat    dan kemampuannya     untuk    mengembangkan     kariernya.

Inovasi  atau perubahan di sekolah  seharusnya untuk meningkatkan      kualitas  sekolah,  tetapi sering terjadi perubahan  sekolah diadakan  dengan     tujuan     yang    tidak    benar,    yaitu    untuk membantu   kelompok  orang tertentu  dengan  biaya atas nama  sekolah. Kejadian  itu harus  dihindari   karena  sangat  merugikan   nama  sekolah. Inovasi  diadakan   untuk   kemajuan   sekolah.


BAB 5

MANAJEMEN INOVASI PENDIDIKAN

 

 Hampir  semua    lcmbaga     ataupun     pengamat    bisnis    dalam pendekatannya    banyak   menggunakan    analisis   SWOT.  Hal tersebut   dilakukan  oleh  semua  lembaga   ataupun   pengamat  bisnis, tidak  terkecuali lembaga   pendidikan  untuk   mengkaji  kekuatan   dan kelemahannya  di lembaga  tersebut,  sebelum  menentukan  tujuan  dan menggariskan     tindakan     pencapaian    tujuan,    yang   merupakan konsekuensi logis yang perlu ditempuh perusahaan agar lancar dalam operasionalnya.

Lingkungan  eksternal   mempunyai  dampak   yang  sangat  berarti di sebuah  lembaga  pendidikan.  Selama  dekade  terakhir  abad  kedua puluh,   lembaga-lembaga   ekonomi,    masyarakat,   struktur   politik, bahkan  gaya hidup  perseorangan  dihadapkan  pada  perubahan  baru.

 Perubahan  masyarakat  industri   ke  masyarakat  iriformasi dan dari  ekonomi   yang  berorientasi  manufaktur  ke arah  orientasi   jasa, telah  menimbulkan   dampak   yang  signifikan   terhadap   permintaan atas  program   baru  pendidikan    kejuruan   yang  ditawarkan    (Martin, 1989).

A.     HAKIKAT MANAJEMEN  INOVASI PENDIDIKAN

Gaffar   (1989) mengemukakan   bahwa   manajemen    pendidikan mengandung  arti sebagai  proses  kerja sama yang sistematik,  sistemis, dan  komprehensif   dalam  rangka   mewujudkan   tujuan   pendidikan nasional   (Prajudi   Atmosudirdjo,1982:  124).

  Manajemen pendidikan  iaiah   proses perencanaan,  pengorganisasian, memimpin,   mengendalikan  tenaga  pendidikan,   sumber daya  pendidikan   untuk  mencapai   tujuan  pendidikan,   mencerdaskan kehidupan     bangsa,    mengembangkan     manusia    seutuhnya,     yaitu manusia   yang  beriman,   bertakwa    kepada   Tuhan   Yang  Maha  Esa, berbudi   pekerti   yang  luhur,   memiliki   pengetahuan,   keterampilan, kesehatan   jasmani   dan  rohani,  kepribadian    yang  mantap,   mandiri, serta   bertanggung      jawab   kemasyarakat     dan   kebangsaan      (Biro Perencanaan   Depdikbud,    1993: 4).

Program  inovasi  dirancang   untuk   dikembangkan  dalam  rangka mewujudkan    efisiensi,    efektivit_as   dalam   peningkatan      kualitas, praktibilitas,    serta   hal  lain   yang   dipandang     tertinggal     dengan peradaban.

 

 

 

1.    Ruang Lingkup   Inovasi  dalam  Manajemen    Pendidika

  Ruang    lingkup     inovasi    manajemen      pendidikan      meliputi perencanaan, pengorganisasian,   memimpin,   mengendalikan   tenaga pendidikan,     dan  sumber   daya pendidikan,     seperti   Sumber   Daya Manusia  (SDM),Sumber Belajar (SB),serta  Sumber  Fasilitas dan  Dana (SFD).

2.    Faktor  Pendorong   Inovasi  dalam   Manajemen     Pendidikan

   Berdasarkan    pendapat   Drucker   (Sudarwan    Danim,   2006: 39)   . bahwa   beberapa   faktor  yang  menyebabkan   terjadinya   pembaruan yang  mendorong   pada  inovasi  dalam  manajemen   pendidikan,   antara lain:  (1) kondisi   yang  diharapkan;    (2) munculnya    ketidakwajaran; (3) inovasi  yang  muncul  berbasis  pada  kebutuhan   dalam  proses;  (4) Perubahan pada  struktur    industri    atau   struktur    pasar;   (5) faktor demografis; (6)  perubahan      persepsi,     suasana,     dan   makna;    (7) pengetahuan baru

3.    Analisis Akar Masalah

Sehubungan      dengan    tujuan    inovasi    pendidikan,       inovasi pendidikan     perlu   dirancang    berdasarkan      analisis   yang   cermat. Analisis  yang  dilakukan   untuk   itu,  terutama   hingga  ditemukannya akar   masalah.    Beberapa    masalah    yang   berkaitan    dengan    dunia pendidikan    perlu   dicari  hingga   diperoleh    akar  permasalahannya. Untuk    itu,   tahapan     awal   dalam    inovasi    pendidikan       adalah menganalisis  akar  masalah   pendidikan.

Masalah-masalah   yang  dihadapi    dalam   dunia   pendidikan    itu multikompleks,  dan  setiap  masalah   tentu  ada  sumber  penyebabnya, Itulah    yang   disebut    dengan    akar   masalah.     Analisis    terhadap perencanaan    program   inovasi   pendidikan    dilakukan   pada  sumber masalah,   sehingga   jika  diterapkan    pada  program   inovasi,   masalah tersebut    dapat   teratasi.    Selama   ini  sering   ditemukan     program- program    inovasi   yang   masih   belum   dapat   mengatasi     masalah. Ketidakmampuan   dalam   mengatasi    masalah   dikarenakan    analisis yang  dilakukan   bukan  pada  akar  masalahnya.

4.    Analisis SWOT

        Analisis  SWOT merupakan    salah  satu  analisis  pilihan   (strategic chice) yang sudah  sangat  populer. SWOT     adalah      singkatan        dari     Strengths,      Weaknesses, Opportunuities,    and  Threats  (kekuatan,    kelemahan,    peluang,    dan ancaman).   Analisis   SWOT  digunakan    dalam  perencanaan    strategis pendidikan.   SWOT dapat  dibagi  ke dalam  dua  elemen,  yaitu  analisis internal    yang   berkonsentrasi    pada   prestasi  institusi    dan  analisis lingkungan.

       Analisa  SWOT bertujuan   menemukan   aspek-aspek   penting   dari- hal-hal  tersebut,  seperti  kekuatan,  kelemahan,  peluang,  dan ancaman. Tujuan    pengujian     ini  adalah    memaks   imalkan    kekuatan,     me- minimalkan     kelemahan,     mereduksi     ancaman,    dan   membangun peluang. Analisis   SWOT  secara   sederhana     mudah    dipahami sebagai  pengujian     terhadap     kekuatan     dan   kelemahan    internal    sebuah organisasi,   termasuk    lembaga   pendidikan   serta   kesempatan   dan ancaman   lingkungan  eksternalnya.  SWOT adalah   perangkat   umum yang  didesain   dan  digunakan    sebagai  langkah   awal  dalam   proses pembuatan   keputusan     dan  sebagai   perencanaan   strategis    dalam berbagai   terapan   (Johnson,  dkk.,  1989; Bartol  dkk.,  1991).

Jika hal ini digunakan   dengan  benar,  sekolah  akan mendapatkan gambaran      menyeluruh     mengenai      situasi     sekolah     itu   dalam hubungannya  dengan  masyarakat, lembaga-Iembaga pendidikan yang lain, dan  lapangan  industri  yang  dimasuki  oleh murid-muridnya.

Adapun   pemahaman   mengenai   faktor-faktor  eksternal   (terdiri atas ancaman   dan  kesempatan)   yang  digabungkan   dengan   suatu pengujian  mengenai  kekuatan  dan kelemahan akan membantu   dalam mengembangkan  visi tentang   masa  depan.

Prakiraan  seperti  ini diterapkan   dengan  mulai membuat  program yang  kompeten  atau mengganti   program-program  yang tidak relevan dengan   program   yang  lebih  inovatif  dan  relevan.

5.    Perencanaan  Strategi Mutu

  Strategi  adalah  rencana  yang  menyangkut  hal-hal  yang  pervasif, vital,  dan  secara  terus-menerus  penting   dalam  organisasi   (Sharplin dalam  Sonhadji,   2003). Perencanaan  ini  biasanya   bersifat   luas  dan jangka  panjang.  Perencanaan  strategi  disebut  juga formulasi  strategi. Berikut  ini gambaran   proses  perencanaan   strategi.

Perumusan visi dan misi

Asesmen lingkungan eksternal

Asesmen lingkungan internal

Perumusan tujuan khusus

Penentuan strategi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 5.1  Proses  Perencanaan strategi

          Sumber: Sharplin  (Sonhadji.  2003)

 

    Perencanaan  strategi  terdiri  atas  lima  langkah   pokok,  yaitu:  (1) perumusan misi  (mission  determination),   (2) asesmen   lingkungan eksternal   (environmental  external assessment), (3) asesmen organisasi (organizationalassessment),  (4) perumusan   tujuan   khusus   (objective setting),  dan  (5) penentuan    strategi   (strateglj setting).

   Mutu  tidak  terjadi  begitu  saja, tetapi  harus  direncanakan.  Mutu harus  menjadi bagian  penting  dari strategi  institusi,  dan harus  didekati seeara sistematis  dengan  menggunakan  proses  pereneanaan  strategis. Pereneanaan   strategis   merupakan   salah  satu  bagian   penting   dari TQM. Tanpa  arahan  jangka  panjang  yang jelas, sebuah  institusi  tidak dapat   mereneanakan  peningkatan   mutu.

   Proses  perencanaan  strategis   dalam   konteks   pendidikan   tidak jauh  berbeda   dengan   dunia  industri   dan  komersial.   Alat-alat   yang digunakan      untuk    menentukan     misi   tujuan    akhir    serta   untuk menganalisis   kekuatan,    kelemahan,   peluang,    dan  aneaman   juga hampir   sama,  hanya   perlu   penerjemahan   yang  baik.  Alat-alat   itu harus   sederhana     dan   mudah    dipergunakan.     Kekuatan    alat-alat tersebut   berasal   dari  fokus  yang  mereka   berikan   terhadap    proses berpikir  institusi.

Perencanaan  strategi  memungkinkan  formulasi   prioritas  jangka panjang    dan  perubahan     institusional   berdasarkan   pertimbangan rasional.     Tanpa    strategi,     sebuah    institusi     tidak   akan   mampu memanfaatkan  peluang-peluang   baru.

Rencana       strategis        kadang       disebut       dengan       rene ana pengembangan  usaha  atau  institusi,  yang  memerinci  tolok ukur  yang kelak digunakan   ins~tusi  dalam  meneapai  misinya.  Reneana  strategis biasanya  disusun   dalam  jangka  waktu  menengah, di atas  tiga tahun. Tujuannya adalah    memberi    sebuah    pedoman    dan   arahan    pada institusi.  Akan  tetapi,  rene ana tersebut  bukan  merupakan  instrumen yang  kaku. Ia harus dimodifikasi   jika peristiwa  penting,  baik internal maupun             eksternal      inembutuhkannya.       Dalam  sebuah     pasar pendidikan  yang, kompetitif,  produksi   reneana   strategis   adalah   hal sangat   penting.    Tanpa   reneana    tersebut,    institusi akan   menjadi kurang   terarah.

    Ketika analisis  misi, nilai-nilai,   SWOT, dan faktor penting kesuksesan   telah  dilakukan,    reneana   strategis   harus  segera mengarahkan  sejumlah  isu  kunci  yang  muncul. Alat  yang   dipakai    untuk   menyususn   faktor-faktor   strategis perusahaan      adalah      matriks      SWOT.    Matriks     SWOT    dapat menggambarkan   secara  jelas  peluang   dan  ancaman   eksternal   yang dihadapi   lembaga   sekolah   agar  disesuaikan  dengan   kekuatan   dan kelemahan yang  dimilikinya. Matriks  ini dapat  menghasilkan  empat set kemungkinan  alternatif   strategis.

Harold     Koontz     dan    Heinz    Weihrich     (Umar,    H.,   2001), menggambarkan  matriks  SWOT sebagai  berikut.

 

Tabel 5.1  Matriks   SWOT

 

Internal strengths (s)

Internal weaknesses (s)

External oppurtunities (o)

SO strategy:

Maxi-maxi

Potentially the most succesful strategy, utilizing the organization’s strengths to take advantage of opportunities

WO strategy:

Mini-maxi

e.g., developmental strategy to overcome weaknesses in order to take advantage ofnnopportunities

External threats (t)

ST strategy:

Maxi-mini

e.g., use of strengths to cope with threats or to avoid threats

WT strategy:

e.g., rethrenchment, liquidation or joint venture to minimize both weaknesses and threats

 

Sumber:  Harold Koontz  dan Heinz Weihrich (Umar, H., 2001)

         Berdasarkan  analisis   matriks   SWOT  dihasilkan empat   strategi pencapaian  target,  yaitu  sebagai  berikut.

a.     Strategi  SO

Strategi  ini dibuat  berdasarkan jalan pikiran  lembaga pendidikan, yaitu  dengan   memanfaatkan  seluruh   kekuatan   untuk   merebut   dan memanfaatkan     peluang     sebesar-besarnya.      Dengan    kata   lain, menggunakan  kekuatan  internal  untuk  mengambil kesempatan yang ada  di luar.                                

b.     Strategi  ST

Ini adalah  strategi  dalam  menggunakan  kekuatan   yang  dimiliki lembaga  pendidik  untuk mengatasi ancaman. Dengan kata lain, menggunakan  kekuatan   internal   untuk  menghindari  ancaman   yang ada  di luar.

e.     Startegi  WO

Strategi  ini  diterapkan  berdasarkan  pemanfaatan  peluang   yang ada,  dengan  cara  meminimalkan  kelemahan yang  ada.  Dengan  kata lain, menggunakan kesempatan eksternal  yang ada untuk  mengurangi kelemahan  internal.

d.    Strategi  WI

Startegi  ini  didasarkan  pada  kegiatan   yang  bersifat  defisit  dan berusaha   meminimalkan   kelemahan  yang  ada  serta  menghindari ancaman. Dengan  kata lain,  meminimalkan kelemahan dan  ancaman yang  mungkin   ada .

Dengan   demikian,   tidak   ada   satu   pun   car a yang   dianggap tepat   untuk   melakukan   analisis   SWOT.  Hal  yang   paling   utama adalah  membawa berbagai  maeam  pandangan/  perspektif bersama- sama  sehingga   akan  terlihat   keterkaitan   baru   dan  implikasi    dari hubungan    tersebut.    Jika  analisis    bersifat    menyeluruh,    tujuan, sasaran,   dan  stategi  akan  mudah   untuk  ditetapkan, Banyak  strategi yang  dapat  dihasilkan  dan  dikembangkan  dari  hasil  analisis  SWOT karena   para  perencana  dibekali   dengan   kerangka   kerja  yang  luas dan  terstruktur.

Faktor    penentu     keberhasilan     dari   analisis     SWOT   dalam merancang  inovasi,   ada  hal-hal   yang  harus   berjalan   dengan   baik untuk   menjamin keberhasilan  suatu  lembaga,   di  antaranya  sebagai berikut.                                                                                                         

1.   Adanya     sumber     daya    manusia.      Sumber     daya    manusia  merupakan  faktor  dominan   dan  penentu   keberhasilan  program pendidikan              ,dan  pelatihan.   Sumber    daya   yang   profesional memiliki   komitmen  terhadap    visi  dan  misi  pendidikan   serta pelatihan. Rumtini     Iksan    (2004)   seiring dengan     upaya pembaharuan  yang  dilakukan, dalam  bidang  pendidikan  bentuk kepemimpinan juga penting untuk diformulasikan. Kepemimpinan transformasi berdasarkan kekayaan

     konseptual melalui  karisma,  konsideran individual, dan stimulasi intelektual    diyakini     akan   mampu    melahirkan    pemikiran- pemikiran    yang   mengandung     jangkauan    ke  depan,    as as kedemokrasian,   dan  ketransparanan.    Oleh  karena   itu,  perlu diadopsi   ke  dalam   kepemimpinan   kepala   sekolah,   khususnya dalam   rangka   menunjang   manajemen  berbasis   sekolah   atau bentuk-bentuk  pembaharuan  pendidikan  lainnya.

2.         Adanya sarana dan prasarana berstandar nasional dan intemasional  yang  berdaya   guna  dan  berhasil   guna.

3.         Terwujudnya iklim kerja yang kondusif,  komunikatif, dan harmonis  sesuai dengan  prosedur  kerja yang disepakati semua pegawai.

4.         Adanya   nilai-nilai  pelayanan  prima   yang  direalisasikan   oleh seluruh   pegawai.

5.         Adanya   sistem  organisasi yang   mampu   menjalankan  program kerja  lembaga.

6.         Adanya   anggaran   berdasarkan  DIK/DIP   untuk   melaksanakan program   kerja  secara  efektif  dan  efisien.

7.         Adanya  evaluasi  kinerja  yang  dilaksanakan  secara  kontinu   dan berkesinambungan untuk menciptakan   akuntabilitas   kinerja lembaga.

     Berdasarkan faktor penentu keberhasilan, dapat dilihat bahwa keberhasilan  suatu  lembaga  pendidikan  dapat  dilihat  dari  beberapa faktor.  Strategi  5-0,  strategi  5-T, Strategi  W-O, dan strategi  W-T, yang diperoleh dari  hasil  analisis  SWOT, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap   visi,  misi,  nilai-nilai,  dan  asumsi.   Berdasarkan  pengujian tersebut,  diperoleh strategi yang merupakan faktor kunci keberhasilan yang  berdasarkan  tingkatannya,  dapat  dipilih  sebagai  berikut:

1.         bersama       dengan.     mitra     kerja     meningkatkan       kualitas penyelenggaraan  pendidikan;

2.         meningkatkan      kemitraan     dengan     PTN    dan    PTS   serta mengembangkan  program   studi  baru;

3.         meningkatkan  kualitas   sumber   daya  manusia  dan  manajemen pendidikan;

4.     meningkatkan  kualitas  .dan  kuantitas   pendidikan;

5.     melakukan  evaluasi  dan  pemberiahan ke dalam  atas  kinerja.

B.     KONSEP MANAJEMEN   DALAM  INOVASI  PENDIDIKAN

             Manajemen menurut   Stoner  dalam  Sumidjo  dan  Soebedjo  (1986:2-4) adalah   serangkai   kegiatan   merencanakan,  mengorganisasikan, menggerakkan,  mengendalikan   segala  upaya   dalam  mengatur   dan mendayagunakan     sumber    daya   manusia,    sarana    dan  prasarana secara efisien dan efektif untuk  mencapai  tujuan  organisasi  yang telah ditetapkan.

  Dalam   perspektif    persekolahan,    agar   tujuan   pendidikan    di sekolah  dapat  tercapai  secara  efektif  dan  efisien,  proses  manajemen pendidikan   memiliki   peranan    yang  vital.  Hal  ini  karena   sekolah merupakan   suatu   sistem   yang   di  dalamnya    melibatkan   berbagai komponen    dan  sejumlah   kegiatan   yang  perlu   dikelola   secara  baik dan  tertib.  Sekolah  tanpa   didukung    proses  manajemen  yang  baik, akan_menghasilkan buruknya   laju organisasi  yang  tidak akan mampu mencapai    tujuan   pendidikan.   Dengan   demikian,    setiap   kegiatan pendidikan   di sekolah  harus   memiliki   perencanaan  yang  jelas  dan realistis,  pengorganisasian  yang  efektif  dan  efisien,  pengerahan  dan pemotivasian     seluruh     personel     sekolah     untuk     selalu    dapat meningkatkan      kualitas     kinerjanya,     dan    pengawasan     secara berkelanjutan.

   Dengan    demikian,     manajemen   inovasi    pendidikan    adalah serangkaian kegiatan       merencanakan,       mengorganisasikan, menggerakkan,    mengendalikan    (mengawasi   dan  menilai)   segala upaya  dalam  mengatur   dan  mendayagunakan  sumber  daya  manusia dan  norimanusia  secara  efisien  dan  efektif  untuk   mencapai   tujuan inovasi  pendidikan  yang  telah  ditetapkan.

  Beberapa  pakar  martajemen lain,  seperti  Hersey  dan  Blanchard (1982) membagi   fungsi  manajemen  menjadi   empat   yang  disingkat dengan      POMe,      yaitu     planning      (perencanaan), organizing (pengorganisasian),      motivating (penggerakan), dan controlling (pengawasan). Siagian (1983)mengemukakan lima fungsi  manajemen, yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), motivating (penggerakan), contro1ling (pengawasan),  dan  evaluation (penilaian).

Berdasarkan  beberapa   pembagian  fungsi  manajemen  tersebut, fungsi   manajemen  pendidikan yang  dikemukakan disini  adalah planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian) motivating (penggerakan),  controlling  (pengawasan),  dan  evaluation (penilaian).

Kelima   rangkaian  kegiatan    tersebut    menurut    Morris   (1976:  51) merupakan  rangkaian   pelbagai  kegiatan  wajar  yang  telah  ditetapkan dan  memiliki  hubungan    saling  ketergantungan antara   satu  dengan lainnya  dan  dilaksanakan  oleh orang  atau  lembaga  yang  diberi  tugas untuk   melakukan  kegiatan   tersebut.

1.   Perencanaan  (Planning)

Yehezkel Dror dalam Sudjana    (2000:  62)  mengemukakan, "Planning  is the procces of preparing a set of decision for action in  the future directed as achieving goals En} preferable   means.Definisi  tersebut mengandung    arti  bahwa   perencanaan merupakan   proses   untuk mempersiapkan  seperangkat  keputusan   tentang  kegiatan  pada  masa yang  akan  datang  dengan  diarahkan   pada  pencapaian  tujuan-tujuan melalui  penggunaan  sarana  yang  tersedia.

    Perencanaan  bukan   kegiatan   tersendiri,   melainkan   merupakan bagian  dari proses pengambilan keputusan (Sudjana, 2000:61). Proses pengambilan   keputusan  dimulai dengan    perumusan tujuan, kebijaksanaan,  dan  sasaran   luas  yang  kemudian   berkembang  pada tahapan tujuan dan   kebijaksanaandalam rencana  yang   lebih terperinci  berbentuk  program-program  untuk  dilaksanakan  (Schaffer, 1970).  Secara umum, perencanaan  meliputi   tiga jenis,  yaitu  sebagai berikut.

a.     Perencanaan  alokatif   iallocatitie   planning)

  Perencanaan     ini   ditandai      oleh    upaya     penyebaran     atau pembagian  (alokasi)  sumber-sumber  yang  jumlahnya   terbatas  pada kegiatan-kegiatan  dan pihak-pihak yang akan menggunakan  sumber- sumber  tersebut  yang  jumlahnya   lebih banyak.  Ciri-ciri  perenqmaan alokatif  adalah:  (1) perencanaan  dilakukan   secara  komperhensif;  (2) keseimbangan  dan  keserasian   an tara  komponen   kegiatan.   Adapun tipe  perencanaan  ini adalah:   (1) perencanaan  berdasarkan  perintah; (2) perencanaan berdasarkan  kebijakan:  (3) perencanaan berdasarkan persekutuan;    (4) perencanaan   berdasarkan    kepentingan    peserta (Sndjana,   2000: 65-90).\

 

b.     Perencanaan  inovatif   (innovatif   planning)

        Perencanaan  inovatif   merupakan   proses   penyusunan   rencana yang  menitikberatkan  perubahan   fungsi  dan  wawasan   kelembagaan untuk   memecahkan   masalah yang timbul   pada   masyarakat. Ciri pokok  perencanaan    ini  adalah:   (1) pembentukan   lembaga   baru;  (2) orientasi   pada   tindakan    atau  kegiatan;    (3) penggerakan   sumber- sumber   yang  diperlukan    (Sudjana,  2000: 90-99).

c.     Perencanaan   strategi   (strategic   planning)

        Perencanaan strategi merupakan  bagian dan manajemen strategi.  Fungsi  manajemen   strategis  adalah  untuk  mendayagunakan pelbagai  peluang   baru  yang  mungkin   akan  terjadi  pada  masa  yang akan  datang   (Sudjana,   2000: 99-102).

        Ketiga jenis perencanan tersebut dapat dipergunakan  dalam perencanaan inovasi    pendidikan,  sesuai   dengan    tujuan   inovasi pendidikan dan   situasi serta  kondisi lingkungan pada saat memunculkan  inovasi  pendidikan.

2.   Pengorganisasian     (Organizing)

Flippo dan Musinger (1975:  114)  mengemukakan      bahwa pengorganisasian adalah    kegiatan    merancang     dan   menetapkan komponen    pelaksanaan     proses   kegiatan   yang   terdiri   atas  tenaga manusia,     fungsi,    dan   fasrlitas.    Hersey (1982)   mendefinisikan pengorganisasian  sebagai kegiatan  memadukan   sumber-sumber, yaitu manusia,  modal,  dan fasilitas  serta menggunakan  sumber-sumber  itu untuk   mencapai   tujuan  yang  telah  ditetapkan.

Adapun    pengorganisasian    inovasi   pendidikan     adalah   usaha untuk  mengintegrasikan sumber-sumber manusiawi dan non- manusiawi yang  diperlukan   dalam  satu kesatuan  untuk  menjalankan kegiatan   sebagaimana   direncanakan   untuk   mencapai   tujuan   yang telah  ditetapkan,

Siagian  (1982: 4-5) membedakan  pengorganisasian  menjadi  dua bagian  yang  saling berkaitan,  yaitu:  (1) administrative organizing, yaitu proses   pembentukan   organisasi secara  keseluruhan; (2) managerial organizing,     yaitu   pengorganisasian  bagian-bagian   dan organisasi keseluruhan.

  Prinsip  pengorganisasian   menurut   Carzo  dalam  Connor  (1974: 3) terdiri  atas: (a) kebermaknaan,  yaitu  memiliki  daya  gunadan    hasil guna  yang  tinggi   terhadap    pelaksanaan    kegiatan   dan  pencapaian tujuan  yang  telah  ditetapkan;   (b) keluwesan   yang  memberi  peluan untuk   terjadinya  perubahan;  (c) kedinamisan  yang  menjadi   acuan  bagi setiap orang dalam  organisasi untuk  mengembangkan kreativitas dalam   melaksanakan    tugas   pekerjaan,   menjalin    hubungan   dan kedinamisan    terhadap     gajala   perubahan    yang   terdapat     dalam lingkungan.

Pengorganisasian    perlu   dilakukan   dalam   beberapa    urutan kegiatan   yang  dilakukan  secara  bertahap    dan  berkesinambungan. Urutan   kegiatan    tersebut    adalah   sebagai   berikut:   (a) memahami tujuan,  kebijaksanaan, rencana,   dan  program   yang  telah  ditetapkan untuk    mencapai   tujuan;    (b)  penentuan    tugas-tugas    yang   akan dilakukan  dengan   mempertimbangkan   kebijakan  dan  aturan   yang berlaku;  (c)memilah penggalan pelbagai  tugas secara sederhana, logis, menyeluruh,  dan  mudah   dimengerti, yang  kemudian diikuti  dengan pengelompokan  tugas;  (d) menentukan  pembagian batas-batas yang jelas tentang  tugas pekerjaan yang akan dilakukan oleh bagian-bagian yang   sejajar  ataupun    hierarkis    dalam   organisasi;  (e) menentukan persyaratan     (kualitas dan   kuantifas) bagi   orang-orang    yang diperlukan  untuk   melakukan  tugas  pekerjaan  berdasarkan  bagian- bagian  pekerjaan dan  kedudukan  dalam  organisasi; (f) menetapkan prosedur,   metode,   dan  teknik  kegiatan  yang  cocok untuk  mencapai tujuan  yang  telah  ditetapkan.

  3.    Penggerakan   (Motivating)

 Penggerakan    atau   motivating    menurut     Siagian    (1982:  128), adalah  keseluruhan proses  pemberian motivasi  untuk  bekerja kepada bawahan   sedemikian rupa,  sehinggamau  bekerja dengan  ikhlas  demi tercapainya  tujuan  organisasi dengan   efisien  dan  ekonomis.   Hersey    dan  Blanchard   (1982)  mendefinisikan    penggerakan sebagai  kegiatan  untuk  menumbuhkan  situasi  yang secara lang sung dapat    mengarahkan    dorongan-dorongan      yang   ada   dalam    diri seseorang pada  kegiatan   untuk   mencapai  tujuan.   Motivating  dalam dunia   pendidikan,   yaitu   pemberian  motivasi   dad   kepala   sekolah kepada   guru-guru  atau  siswa  agar  melaksanakan _program  belajar mengajar   untuk   mencapai  tujuan  pendidikan.

  Motivasi     yang    mendorong perlunya diadakan      inovasi pendidikan bersumber pada dua hal, yaitu kemauan  sekolah  (lembaga pendidikan)    untuk    mengadakan    respons    terhadap     tantangan kebutuhan            masyarakat   dan  adanya usaha   untuk   menggunakan sekolah   (lembaga   pendidikan)   untuk   memecahkan  masalah   yang dihadapi    masyarakat.  Antara   lembaga   pendidikan   dengan   sistem sosial terjadi  hubungan  yang  erat  dan  saling  memengaruhi.

4.    Penilaian   (Evaluation)

  Paul (1976:17) mendefinisikan, "evaluation is the systematic process of judging the worth, desirability, effectiveness, or adequacy of something according  to definitive  criteria and purposes."  Dalam   pengertian   ini dikemukakan   bahwa   penilaian    adalah    proses   penetapan   secara sistematis tentang   nilai,  tujuan,   efektivitas, atau  kecocokan sesuatu sesuai  dengan  efektivitas dan  tujuan  yang  telah  ditetapkan.

     Worthen  dan  Sanders   (1973: 20) memberi   definisi,   "Evaluation as procces of identifiJing  and collecting information to assist decision makers in  closing  among  available  decision  alternatives".     Pengertian   ini menjelaskan  bahwa  penilaian   merupakan  proses   mengidentifikasi dan  mengumpulkan   informasi  untuk   membantu  para   pengambil keputusan  dalam  memilih   alternatif   keputusan.

 Sebagaimana dikemukakan oleh Anderson (1978: 270), penilaian terhadap   program   mempunyi tujuan,  yaitu:

a.    memberi masukan untuk perencanaan program;

b.   memberi masukan untuk keputusan tentang kelanjutan, perluasan,  dan  penghentian  (sertifikasi) program;

c.    memberi  masukan  untuk  keputusan tentang  modifikasi program;

d. memperoleh informasi tentang pendukung dan penghambat pelaksanaan  program;

e.   memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan bagi penilaian.

    Aspek  yang  dinilai  dalam  penilaian   menurut   Mappa  (1984)ada" dua hal, yaitu: (1)komponen program  yang meliputi  masukan, proses, dan  hasil  program; (2) penyelenggaraan program yang mencakup kelembagaan, perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan, efisiensi ekonomis,  dampak   dan keseluruhan   program.  Arief  (1987), berpendapat bahwa aspek yang dinilai tersebut meliputi masukan lingkungan   (environmental   input),  baik  lingkungan   sosial  budaya maupun   alam,  masukan sarana   (instrumental  input'; yang  meliputi tujuan,   pelaksanaan,    fasilitas, dan   pembiayaan; (3)  masukan mentah   (raw input);  proses,   keluaran  (output);  masukan  lain  (othe input),  dan  pengaruh  (outcome).

Metode yang dapat  dipergunakan  dalam  melakukan penilaian terhadap   inovasi    pendidikan,   menurut   Sudjana  (2000:  285-310 adalah   sebagai  berikut.

a.     Metode eksperimen sungguhan dan eksperimen semu, digunakan  apabila penilai ingin   mencari  jawaban  terhadap pertanyaan tentang   efektivitas suatu  program atau  komponen dan mengharapkan temuannya dapat   memberikan  kontribus mendasar  bagi  ilmu  pengetahuan.

b.   Metode korelasi, digunakan dalam beberapa  situasi  yang bermanfaat  untuk   menjawab  beberapa  pertanyaan  mengena dua  variabel  atau  lebih,  rnisalnya korelasi antara   pembiayaan dengan   efektivitas program.

c.   Survey, digunakan untuk menjajagi, mengumpulkan, menggambarkan, menerangkan sasaran atau objek  program yang  dievaluasi. Metode ini  tidak  mengharuskan untuk selal mencari      atau menjelaskan hubungan-hubungan, mentes  hipotesis, membuat prediksi atau mencari makna dan implikasi

d.        Asesmen,     biasanya    dilakukan    melalui     pola    eksperimen sungguhan atau   eksperirnen   semu   yang   bertujuan   untuk menghimpun informasi  tentang    kompetensi  pelaksanaan   da karakteristik program inovasi  pendidikan yang  perlu  berubah/ tidak  sejalan   dengan   pencapaian  tujuan   program.

e.  Keputusan   ahli   secara   sistematis yang  diperlukan   apabila kegiatan  evaluasi   mencakup   berbagai   aspek.

j.   komponen programyang kondisinya    bervariasi. Cara   ini   terutama dilakukan  jika  suatu   program  dilakukan   dan  dibiayai  ole lembaga tertentu

f.      Studi kasus  sebagai  analisis  dan deskripsi secara mendalam sert terperinci tentang   lembaga pelaksana ino  rasi  pendidikan  ata fenomena  di  dalamnya.  Studi  kasus  digtm~kan dalam   situas tertentu,

            terutama   tatkala    fenomena   rang  akan   dievaluasi bersifat  global.  Misalnya, dalam  penilasan efektivitas lembaga tugas   para   penilai    melakukan   asesmen  tentang   efektivitas keorganisasian  Iembaga tersebut.

g.         Pengamatan  (kesaksian), yang  merupakan  induk   dari  berbagai perencanaan   dan  evaluasi   setiap   program,   bukan   merupakan metode   penilaian   yang  jitu,  melainkan  hanya   sebagai   metode yang  mendekati  ketepatan  penilaian

5.    Pengawasan   (Controlling)

Pengawasan   (controlling)   menurut    Longenecher   (1973:  513) adalah   kegiatan   yang  berkaitan dengan kegiatan penilikan    yang sedang   berlangsung,  peraturan-peraturan    yang  sedang   dan  harus dilaksanakan   oleh  setiap   orang   yang   terlibat  dalam organisasi, kelemahan   pelaksanaan, dan   cara-cara yang   digunakan   untuk mengatasi  kelemahan  tersebut.   Schermerhorn, Hunt,   dan  Osborn (1985: 29) menegaskan bahwa pengawasan adalah upaya memperbaiki kegiatan  untuk  memelihara agar  pelaksanaan dan hasil kegiatan   yang  dicapai  sesuai  dengan   rencana.

Pengawasan    dilakukan   untuk    mengetahui kecocokan   dan ketepatan  kegiatan   yang  dilaksanakan  dengan   rencana   yang  telah disusun.   Selain  itu,  pengawasan  dimaksudkan  untuk   memperbaiki kegiatan  yang  menyimpang   dari rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan. dan    sumber-sumber, serta     untuk mengupayakan   agar  tujuan   dapat   dicapai   seefektif   dan  seefisien mungkin.

Tanpa pengawasan yang teratur,  pengelola tidak akan dapat mengetahui  dengan   pasti  tentang   daya  guna  dan  hasil  guna  suatu kegiatan   dalam  mengimplementasikan  rencana   (Sudjana, 2000: 230-2:51). Longenecher    menambahkan    bahwa    penggunaan    fungsi pengawasan adalah  mengetahui pencapaian tujuan,  inembandingkan kegiatan  yang  dilakukan  dengan  tujuan,  dan  memperbaiki  program (1973: 514).

Penilaian terhadap suatu program termasuk program inovasi pendidikan,  berkaitan   erat  dengan  monitoring, yaitu  kegiatan  untuk mengikuti  program   dan  pelaksanaannya  secara  mantap   dan  terus- menerus    dengan   cara  mendengar,   melihat dan  mengamati, dan mencatat keadaan serta  perkembangan  program   tersebut   (Sudjana, 2000: 253-254). Monitoring  dilakukan  terhadap   komponen  program, sehingga    berbeda    dengan    supervisi     yang   dilakukan    terhadap pelaksanaan  program,   dan  pengawasan  yang  dilakukan  terhadap orang-orang  yang  mengelola program.

Selanjutnya  dikemukakan  pula  oleh  T. Hani  Handoko   bahwa proses   pengawasan  memiliki lima  tahapan, yaitu:   (a) penetapan standar    pelaksanaan;  (b)  penentuan    pengukuran  pelaksanaan kegiatan; (c)   pengukuran  pelaksanaan  kegiatan     nyata;   (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan   dengan     standar      dan penganalisisan   penyimpangan;   (e) pengambilan  tindakan    koreksi apabila   diperlukan.   Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan   saling berinteraksi    dan   saling   berkaitan     antara    satu   dengan    lainnya, sehingga  menghasilkan proses  manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan  proses interaksi   antara  berbagai fungsi  manajemen.

  C. BIDANG KEGIATAN MANAJEMEN INOVASI PENDIDIKAN

 Merujuk    pada   kebijakan   Direktorat   Pendidikan   Menengah Umum  Depdiknas  dalam  buku  Panduan   Mtlnajemen   Sekolah,  berikut ini akan diuraikan secara ringkas  tentang  bidang-bidang kegiatan pendidikan  di sekolah.

  1.    Manajemen     Kurikulum

Manajemen kurikulum  merupakan  su  stansi  manajemen yang utama    di  sekolah.    Prinsip    dasar   manajemen   kurikulum   adalah berusaha  agar  proses   pembelajaran   dapat   berjalan   dengan   baik, dengan   tolok  ukur  pencapaian  tujuan   oleh  siswa  dan  mendorong guru  untuk  menyusun  dan  terus-menerus men    empurnakan  strategi pembelajarannya.     Tahapan    man ajeme      'UIil<ulum   di  sekolah dilakukan    melalui     empat    tahap,   (a)  perencanaan b) pengorganisasian  dan  koordinasi; (c) pelaksaan; (d) pengendalian.

   2.    Manajemen Kesiswaan

Dalam   manajemen  kesiswaan  terdapat  I  empat   prinsip   dasar, yaitu:    (a) siswa  harus   diperlakukan sebagai subjek,  bukan   objek, sehingga     harus    didorong     untuk berperan   serta   dalam    setiap perencanaan  dan  pengambilan   keputusan       yang berkaitan    dengan kegiatan   mereka;   (b) kondisi   siswa sangat beragam ditinjau   dari kondisi   fisik,  kemampuan  intelektual,                 onomi,  jninat,   dan seterusnya.   Oleh  karena   itu,  diperlukan   kegiatan    yang beragam,  sehingga  setiap  siswa memiliki  wahana   untuk  berkembang secara   optimal;    (c) siswa   hanya   termotivasi   belajar,   jika  mereka menyenangi  apa  yang  diajarkan;   (d)  pengembangan   potensi   siswa tidak  hanya   menyangkut   ranah   kognitif,   tetapi  juga  ranah   afektif dan  psikomotor.

3.    Manajemen   Personalia

Ada empat  prinsip  dasar  manajemen personalia, yaitu:  (a) dalam mengembangkan  sekolah,  sumber   daya  manusia   adalah   komponen paling   berharga;    (b) sumber   day a manusia    akan  berperan    secara optimal   jika  dikelola   dengan   baik,   sehingga    mendukung   tujuan institusional;   (c) kultur   dan  suasana    organisasi    di  sekolah,   serta perilaku  manajerial  sekolah  sangat  berpengaruh  terhadap  pencapaian tujuan  pengembangan  sekolah;  (d) manajemen personalia   di sekolah pada   prinsipnya    mengupayakan   agar  setiap   warga   sekolah   dapat bekerja  sama  dan saling mendukung  untuk  mencapai  tujuan  sekolah. Di samping   faktor  ketersediaan  sumber   daya  manusia,   hal  penting dalam  manajamen personalia  berkenaan  penguasaan kompetensi dari para  personel   di  sekolah.   Oleh  karena   itu,  upaya   pengembangan kompetensi  dari  setiap  personel   sekolah  mutlak  diperlukan.

          4.     Manajemen   Keuangan

Manajemen keuangan   di sekolah  berkenaan   dengan  kiat sekolah dalam  menggali  dan mengelola  dana. Pengelolaan keuangan  dikaitkan dengan   program   tahunan   sekolah,  cara  mengadministrasikan   dana sekolah,    dan   cara  melakukan   pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.  Inti  manajemen keuangan   adalah  pencapaian  efisiensi dan   efektivitas.    Oleh   karena    itu,   di  samping     mengupayakan ketersediaan  dana  yang  memadai   untuk   kebutuhan    pembangunan ataupun  kegiatan  rutin operasional di sekolah, juga perlu  diperhatikan faktor  akuntabilitas  dan  transparansi  setiap  penggunaan  keuangan, baik  yang   bersumber    pemerintah,   masyarakat,   maupun    sumber lainnya.

  5.     Manajemen   Perawatan  Preventif  Sarana dan Prasarana

Manajemen  perawatan    preventif   sarana   dan  prasana   sekolah merupakan  tindakan   yang  dilakukan   secara  periodik   dan  terencana untuk  merawat   fasilitas  fisik, seperti  gedung,  mebeler,  dan  peralatan sekolah lainnya, dengan   tujuan meningkatkan kinerja, memperpanjang usia   pakai,   menurunkan biaya   perbaikan, dan menetapkan biaya  efektif  perawatan    sarana  dan  prasarana   sekolah.

Dalam manajemen  ini perlu  dibuat  program  perawatan   preventif di sekolah  dengan  cara pembentukan  tim pelaksana,  membuat   daftar sarana   dan  prasarana,     menyiapkan     jadwal   kegiatan    perawatan, menyiapkan    lembar   evaluasi   untuk   menilai   hasil  kerja  perawatan pada   masing-masing   bagian   dan  memberikan    penghargaan   bagi mereka  yang berhasil  meningkatkan  kinerja  perala tan sekolah  dalam rangka   meningkatkan    kesadaran    merawat    sarana   dan  prasarana sekolah.  Adapun   pelaksanaannya  dilakukan   pengarahan   kepada  tim pelaksana,    mengupayakan    pemantauan     bulanan   ke lokasi  temp at sarana  dan  prasarana,   menyebarluaskan   informasi   ten tang  program perawatan    preventif   untuk   seluruh   warga   sekolah,   dan  membuat program    lomba   perawatan    terhadap    sarana   dan  fasilitas   sekolah untuk   memotivasi   warga  sekolah.

D.    PROSEDUR INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi pendidikan di sekolah merupakan program perubahan di  lingkungan   sekolah, antara  lain   meliputi  perubahan  dan pembaharuan   dalam  tenaga   kependidikan,   inovasi  kurikulum, dan inovasi  pembelajaran. Semua  tindak  inovasi  itu dilaksanakan  melalui serangkaian   program   yang  dilaksanakan  secara  proseduraL

Tahapan prosedural program inovasi,  antara  lain tahap permulaan    (initiation  stage) dan  tahap  implementasi  (Udin,  2005).

1.  Tahap Permulaan (Initiation   Stage)

Tahap  permulaan    (initiation stage) terdiri  atas  dua  haL

a.        Pengetahuan dan kesadaraan

Hal ini merupakan   langkah pengenalan   progr·a.tninovasi kepada personel   sekolah,   bahwa   di  lingkungan    sekolah   terdapat    inovasi. Pengenalan  ini penting  untuk  memberikan   kesadaran  bahwa  di dalam lingkup   sekolah  terdapat   sesuatu   yang  harus  dilakukan   berkenaan dengan   perubahan     dan  pembahanran,    Dengan   kata  lain,  inovasi harus   disadari    keberadaannya    oleh  semua   pihak,   sehingga    satu dengan  lainnya   terjadi  kesinambungan   dan  kesamaan   pemahaman sebagai  dasar  untuk   saling  memberikan   dukungan    positif  terhadap program   inovasi.

           b.     Pembentukan sikap terhadap inovasi

Langkah ini penting untuk mengetahui bahwa inovasi bisa diterima atau tidak. Indikasi diterimanya sebuah inovasi terlihat pada hal berikut. Pertama, adanya  sikap terbuka  terhadap  inovasi  yang  ditandai  dengan kemauan    anggota   organisasi    untuk   mempertimbangkan     inovasi, mempertanyakan      inovasi,    merasa    bahwa    inovasi    akan    dapat meningkatkan  kemampuan   organisasi  dalam  menjalankan fungsinya.

Kedua, memiliki  persepsi  tentang  potensi  yang  ditandai   dengan adanya    pengamatan      yang   menunjukkan    ada   kemampuan     bagi lembaga     pendidikan       untuk    menggunakan      inovasi,     lembaga pendidikan    pernah  mengalami   keberhasilan  pada  masa  lalu  dengan menggunakan    inovasi,    adanya    komitmen     atau   kemauan    untuk bekerja  dengan  menggunakan  inovasi  serta  siap  untuk   menghadapi kemungkinan  timbuInya   masalah   dalam  penerapan   inovasi.

Hasil  pembentukan  sikap  ini terindikasi   dalam  perilaku  anggota lembaga  pendidikan   untuk  mengubah   sikapnya  dalam  menyesuaikan dengan   kemauan   organisasi.   Jika inovasi yang  ditawarkan    ditolak, harus   ada  upaya   perbaikan   ·program

        c.      Langkah pengambilan kepuiusan

Pengambilan keputusan dilakukan setelah dilakukan evaluasi. Kekurangan  yang  ada  diperbaiki,   kemudian   diterbitkan   keputusan inovasi.  Keputusan   ini  ditindaklanjuti  dengan   implementasi.

2.    Tahap Implementasi   (Implementation    Stage)

Tahap implementasi (implementation stage) dilakukan  melalui  dua tahap,   yaitu:

a. Organisasi    mencoba   menerapkan    sebagian  inovasi.   Misalnya, guru   ditugaskan     membuat    program    inovasi    pembelajaran berbasis  K'T, inovasi  diterapkan   pada  salah  satu  mata  pelajaran dulu,  kemudian   pada  seluruh  bagian  mata  pelajaran,

b. Langkah    kelanjutan     pembinaan     penerapan     inovasi,    yakni  merupakan             langkah   selanjutnya    dari  inovasi,   setelah   semua anggota             lembaga    pendidikan      mencapai     komitmen     untuk menerima   inovasi.


BAB 6

KONSEP MODEL INOVASI PENDIDIKAN

 

Model  inovasi pendidikan yang akan dibahas  pada  bab ini adalah beberapa  model   inovasi   yang   telah   digunakan   di  Amerika Serikat, sebagai  contoh  cara menerapkanproses   difusi  inovasi  dalam bidang   pendidikan.

Inovasi   termasuk  bagian   dari  perubahan   sosial   dan  inovasi pendidikan merupakan bagian dari inovasi. Karena penyelenggara pendidikan    formal   adalah    suatu   organisasi,   yang   lebih   sesuai diterapkan   dalam   bidang   pendidikan   adalah   pola  inovasi   dalam organisasi. Sekalipun dernikian, organisasi pendidikan memiliki karakteristik atau keunikan tersendiri dibandingkan dengan  organisasi lain. Untuk  memperjelas wawasan tentang  model  inovasi  pendidikan yang  baru  dan  sesuai  kondisi   serta  situasi   setempat,  ada  beberapa faktor   yang   harus   dipahami   yang   memengaruhi   proses   inovasi pendidikan  sesuai  dengan   karakteristik bidang   pendidikan.

 Diperlukan  pula  perencanaan  inovasi   pendidikan  agar  proses inovasi  berlangsung  efektif,  dengan  panduan   petunjuk   untuk rnengadakan  inovasi  pendidikan  di sekolah.

Pernbahasan    ini  diharapkan    dapat    dirnanfaatkan    sebagai pedornan  jika guru  atau  kepala  sekolah  hendak  rnengadakan inovasi atau  perubahan  pendidikan  di sekolah  ternpat  ia bekerja.

 Melalui  wawasan   luas  dan  lengkap  ten tang  inovasi  pendidikan, diharapkan    guru   dapat    rnernbantu   kelancaran   proses    inovasi pendidikan    yang   ada  di  lingkungan    kerja.   Bahkan   jika rnernungkinkan  dapat rnerencanakan  dan rnenerapkan inovasi pendidikan   sendiri   untuk   rneningkatkan  kualitas   sekolahnya  atau rnernecahkan rnasalah   pendidikan  yang  dihadapinya.

A.      PERENCANAAN INOVASI PENDIDIKAN

1.   Penyusunan   Perencanaan

    Penyusunan   perencanaan    disesuaikan dengan keperluan Perencanaan untuk  inovasi  yang  akan  menjangkau wilayah  nasional berbeda  dengan  perencanaan untuk  inovasi yang  akan diirnplernentasikan di  suatu   lernbaga    pendidikan    tertentu    atau sekolah.

Faktor dorninan di   lembaga  pendidikan   adalah     faktor rnanusianya, sedangkan faktor yang  dominan  di suatu  sekolah  adalah guru   dan  siswa.  Faktor  utama  yang  berpengaruh   terhadap   proses inovasi  pendidikan,  yaitu  interaksi   guru  dan  siswa.

 

2.   Hubungan   antara  Suatu  Sistem  dengan lingkungannya

  Ada   tiga   rnacarn   hubungan    antara.suatu      sistern    dengan lingkungannya, yang dapat  menyebabkan terjadinya  perubahan pada sistern,   yaitu   reaktif,  proakti],  dan  inieraktif].  Sebenarnya ada juga hubungan   antara    sis tern  dengan    Iingkungannya    yang   disebut hubungan   inaktif  atau  beku.   Artinya,    dalam   hubungan   itu  tidak terdapat  arus tenaga  penggerak antara  sistem dengan  lingkungannya, sehingga   sistern  itu  tidak  dapat  turnbuh  dan  berkernbang. Hubungan  in-aktif  tidak  rnendorong adanya perubahan  karena hubungan  tenaga  sumber  yapg terdapat  di lingkungan dengan  system yang  ada. [adi/hubungan   antara  sistern dengan  Iingkungannya  yang menyebabkan  terjadinya   perubahan   ada  tiga,  yaitu  sebagai  berikut.

a.    Hubungan       reaktif],   artinya     sis tern   secara     kontinu      (ber- kesinambungan) mengadakan respons   terhadap   kekuatan   atau tekanan  dari luar, misalnya  masalah  politik, ekonomi, sosial, kebudayaan,  dan  sebagainya.

b.   Hubungan    proaktif, artinya   sistem  memegang  peranan   sebagai pengambil   inisiatif  untuk  mengadakan  perubahan   atau  inovasi, dan  secara  aktif  berusaha   mencari   sumber   dari  lingkungannya (ekstemal).

c.     Hubungan    interaktif, artinya   pertumbuhan   dan pengembangan atau  perubahan    suatu   sistem   sebagai   hasil  adanya   hubungan interaksi    antara   sis tern  dengan    lingkungannya.    Sistem  dan lingkungannya saling    memegang    peranan     dalam    proses terjadinya   perubahan    atau  inovasi.

   Berdasarkan   ketiga   macam   hubungan     tersebut,    yang   sesuai dengan perubahan   pendidikan  yang  direncanakan  atau  inovasi  ialah hubungan   proaktif  dan interaktif.  Jika terjadi hubungan   reaktif antara sekolah atau  lembaga   pendidikan   dengan   lingkungannya   berarti pimpinan    lembaga   atau- kepala   sekolah   selalu  memberikan  reaksi terhadap    tantangan    lingkungannya.   Karena   datangnya    tantangan dapat   secara   tiba-tiba dan  mendesak,    pimpinan    lembaga    dalam memberikan     keputusan       juga    secara     mendadak       tanpa     ada perencanaan    yang   mantap.    Dengan    demikian,    perubahan     yang terjadi tidak dapat berlangsung  secara  efektif,  terarah   pada  tujuan tertentu.

  Hubungan     proaktif    dan   interaktif     antara    sekolah    dengan lingkungannya,   artinya   dalam usaha   mengadakan perubahan atau inovasi  dapat  terjadi saling kontrol  antara  sekolah  dengan  lingkungan (masyarakat). Pimpinan sekolah dan guru dapat bekerja sarna dengan orangtua   murid   untuk   mengadakan   perubahan    atau  inovasi   guna mengefektifkan  proses  belajar  siswa.

3.    Elemen-elemen     Pokok dalam  Proses Perencanaan

Inovasi    ialah   suatu    upaya    yang   sengaja    dilakukan     untuk memperbaiki praktik   pendidikan   dengan   sungguh-sugguh.   Miles 

 dalam  Ibrahim  (1988:52) mengungkapkan  sebelas komponen   penting yang   menjadi    wilayah     inovasi    dalam    pendidikan.       Kesebelas komponen   terse but, yaitu:  (1) personalia,   (2) banyaknya   personal  dan wilayah  kerja, (3) fasilitas  fisik, (4) penggunaan   waktu,  (5) perumusan tujuan,   (6) prosedur    pembelajaran,   (7) peran   yang  diperlukan,    (8) wawasan    dan  perasaan,     (9) bentuk   hubungan     antarbagian     atau mekanisme     kerja,   (10)  hubungan     dengan    sistem   lain,   dan   (11) perencanaan    strategi   pembelajaran.

   Untuk   keberhasilan   inovasi itu  diperlukan    perencanaan    yang matang.    Ibrahim    (1988)  mengungkapkan     elemen-elemen    pokok dalam  proses  perencanaan,  yaitu  (1) merumuskan  tujuan  umum  dan tujuan  khusus  inovasi;  (2) mengidentifikasi  masalah;  (3) menentukan kebutuhan;   (4) mengidentifikasi  sumber  penunjang   dan penghambat; (5)  menentukan      alternatif     kegiatan;     (6)  menemukan     alternatif pemecahan    masalah;    (7) menentukan     alternatif    pendayagunaan sumber   daya   yang   ada;   (8) rnenentukan     kriteria   untuk   memilih alternatif       pemecahan       masalah;      (9)   menentukan        alternatif pengambilan keputusan;   (10) menentukan   kriteria  untuk  menilai hasil inovasi.

Untuk memperjelas pengertian  model perencanaan   inovasi pertdidikan   proaktif/interaktif,    Ibrahim   (1988) menunjukkan  bagan berikut.

Gambar6.2

Model Perencanaan  Inovasi Pendidikan Proaktifllnteraktif

5umber:  Ibrahim (1988)

 

 

B.     BEBERAPA MODEL INOVASI  PENDIDIKAN

       Beberapa .model  inovasi   pendidikan  yang  dibicarakan  berikut ini  adalah   model-model  inovasi  pendidikan  yang  telah  digunakan oleh  Amerika Serikat.   Sebagaimana  kita  ketahui   bahwa   peristiwa yang    sangat     kuat    bagi    bangsa  Amerika    untuk     meridororrg diadakannya  inovasi  pendidikan  ialah  peristiwa berhasilnya bangsa Rusia   meluncurkan    Sputnik    ke  luar   angkasa.   Dengan    adanya peristiwa itu,  para  pendidik  di Amerika yang  benar-benar  prihatin mengubah  cara  sistem   pendidikannya   untuk   menghilangkan rasa rendah  diri dan panik  terhadap keberhasilan bangsa Rusia. Semangat para   pendidik   di  Amerika   mulai   bangkit    untuk    mengadakan perubahan       di   bidang     pendidikan      dan    mulailah      diadakan pembaharuan  kurikulum, penggunaan media, pengorganisasian kegiatan  belajar,  dan  prosedur   administrasi  sekolah.

     Para ahli pendidikan  sadar bahwa  hasil pendidikan  yang  selama ini   telah   diperolehnya      belum    cukup    baik    dan   masih    harus disempurnakan.  Berbagai pertanyaan  mengusik  dan menggelisahkan sehingga   mereka  selalu  berusaha   untuk   menjawabnya.  Pertanyaan- pertanyaan   itu,  antara   lain  bagaimana   caranya    menerjemahkan harapan   kita untuk  masa  depan  dalam  pelaksanaan pendidikan  pada saat  sekarang?

     Untuk  menjawab   pertanyaan  tersebut,   ada  dua  hal yang  sangat membantu,  yaitu  hasil  perkembangan  ilmu  sosial  dan  ilmu  tingkah laku.   Kedua   ilmu   ini  ternyata    bukan   hanya   menunjang   untuk memahami tingkah  laku  manusia  dan  fenomena   sosial, tetapi  sangat bermanfaat  untuk   mengadakan  rekayasa   dan  menciptakan  sesuatu pada  masa  yang  akan  datang.  Bermunculanlah  ahli ilmu  sosial yang tertarik   untuk   mengadakan   penelitian    tentang   sistem   so sial  dan teknologi  tentang   cara menginterfensi  agar  terjadi  perubahan    sosial di  antara   para  ahli  yang  tertarik   pada   perubahan    sosial  tersebut, termasuk   ahli pendidikan.

     Sebagai  hasil  usaha   para  ahli  pendidikan   di  Amerika   Serikat, ada tiga model  perubahan   pendidikan  atau model inovasi  pendidikan yaitu:

1.      Model  Penelitian,   Pengembangan,  danDifusi

Model  inovasi   ini  berdasarkan   pemikiran    bahwa   setiap  orang

memerlukan     perubahan. Unsur    pokok    perubahan   ialah penelitian,   pengembangan,  dan  difusi.

2.      Model  PengembanganOrganisasi

Model ini lebih berorientasi pada organisasi'daripada  pada sistem sosial.  Model ini berpusat   pada  sekolah.  Mode"!pengembangan organisasi  ini berbeda  dengan  model  pengembangan  dan  difusi.

       Model  pengembangan   organisasi   juga  berorientasi  pada   nilai yang  tinggi.  Artinya,  model  ini juga  mendasarkan  pada  filosofi yang menyarankan  agar sekolah  tidak  hanya  diberi  tahu  tentang inovasi   pendidikan   dan  disuruh   menerimanya,  tetapi   sekolah hendaknya   mampu   mempersiapkan    diri  untuk   memecahkan sendiri  masalah   pendikan   yang  dihadapinya.

3.     Model  Konfigurasi

         Model   konfigurasi   atau  disebut   juga  konfigurasi   teori  difusi inovasi  yang  juga  terkenal  dengan  istilah  CLER, model  dengan pendekatan secara komprehensif untuk  mengembangkan strategi inovasi  (perubahan  pendidikan)  pada  situasi  yang  berbeda.

         Menurut  model  konfigurasi, kemungkinan  terjadinya difusi inovasi  bergantung  pada  empat  faktor  yang  disingkat   menjadi CLER, yaitu:

a.  Konfigurasi  (configuration),  artinya   menunjukkan   bentuk hubungan  inovator   dengan  penerima   dalam  konteks  sosial atau  hubungan  dalam  situasi  sosial  dan  politik.  Ada  empat konfigurasi,           yaitu   individu,     kelompok,   lembaga,    dan kebudayaan.           Setiap   bagian    dari   keempat    konfigurasi tersebut,    berperan    sebagai   inovator    dan  dapat   berperan sebagai  penerima   inovasi  (adopter).

b.  Hubungan   (linkage),  yaitu   hubungan   antara   para   pelaku dalam   proses   penyebaran   inovasi.   Inovator   dan  adopter harus    berada    dalam    hubungan    yang   memungkinkan didengarkannya       dan   diperhatikannya       inovasi     yang didifusikan.

c.  Lingkungan  (enoironiments), yaitu  cara  keadaan   lingkungan sekitar   menjadi   temp at  penyebaran   inovasi.   Lingkungan dalam  pengertian ini mencakup semua  hal, baik fisik, sosial, maupun   intelektual yang secara umum  dapat  bersifat  netral, memengaruhi atau  mungkin  menghambat  terhadap   tingkah laku  tertentu.

d.  Sumber  (resources),  yaitu  sumber  yang tersedia  bagi inovator dan  penerima    dalam   proses   transisi   penerimaan   inovasi, Sumber   yang  tersedia   sangat   penting,   baik  bagi  inovator maupun    adopter,   karena   keduanya  memerlukan   sumber inovasi  untuk   melaksanakan  transaksi.

       Inovator   memerlukan  kejelasan   konsep   agar  dapat   menyusun desain  pengembangan  dan  menentukan  strategi   inovasi,    Demikian pula, adopter  memerlukan kejelasan  konsep  untuk  memahami inovasi sehingga   dapat  menerapkan  inovasi  sesuai  yang diharapkan.


BAB 7

AKSELERASI PROGRAM INOVASI PENDIDIKAN

 

 

            Pembangunan nasional   merupakan    upaya  yang  dilakukan   secara terus-menerus    untuk   menjadikan    suatu   bangsa,  khususnya bangsa Indonesia  menjadi  bangsa  yang  setara  dengan  bangsa-bangsa yang sudah  maju dan  modern,  baik dalam  taraf hidup  maupun   dalam berbagai  bidang   dan  berbagai   aspek  kehidupan.    Ali  M.  (2009: 48) Menegaskan bahwa  secara  konseptual,   pembangunan   adalah  segala upaya  yang  dilakukan   secara terencana  dalam  melakukan   perubahan dengan  fungsi   utama   meningkatkan    kesejahteraan    dan  kualitas usia.

            Pada   kenyataannya,    secara   umum   pembangunan    ini  masih stagnan, di beberapa  sekolah terjadi kemandegan  yang mengakibatkan banyak dampak  negatif.  Salah satu bentuk  negatif  akibat  dari stagnasi ini yaitu  kejenuhan   bagi  para  guru,  pengelola   sekolah,   karyawan, dan  kepala  sekolah   (Suherli,  2010: 55).

Perubahan    kurikulum    sejak  kurikulum    1975, kurikulum   1984. Kurikulum      Berbasis    Kompetensi,      Kurikulum     Tingkat    Satuan Pendidikan   hanya  bungkus  luar yang tidak mampu  menyentuh   secara esensial  pada  hal-hal  yang  seharusnya   menjadi  perubahan.   Kegiatan Belajar  Mengajar   (KBM) yang   seharusnya    terfokus   kepada   siswa.

belajar,  tetap  terpola  dengan  fokus  guru  mengajar.   Bagi siswa  yang

hanya  belajar  selama tiga tahun  di SMP atau SMA misalnya,  mungkin tidak  terlalu  lama  waktu  yang  dialaminya,   sehingga  dampak   negatif yang  dialaminya   tidak  terlalu  dalam.

  A.     PERLlUNYA AKSELERASI   PROGRAM  INOVASI PENDIDIKAN

Hilangnya   motivasi  mengajar   dan  bekerja  juga  bisa  terjadi, hal ini mungkin  terjadi. Sebagai contoh,  seorang  guru mengajar  di sekolah selama  lima  belas  tahun  atau  dua  puluh   tahun.  Kurun  waktu yang begitu  lama  akan  teras a menjemukan   jika  tidak  ada  perubahan   apapun.  Mengajar  tetap  dengan  metode  klasik,  yaitu  ceramah,  sehingga tak  ada  perubahan    pada  lingkungan   dan  format  pendidikan.

          Mengingat  bahwa  guru  umumnya   lebih lama berada  di lembaga sekolah   tertentu,    seyogianya    program    pembaharuan     dan inovasi segera  dilaksanakan.    Jika program   ini baru  dilaksanakan,    berbasis , pihak  yang terkait     dan  terkena   imbasnya   akan  berkompromi    atau menolak     terjadinya     perubahan.      Jika   pemahaman      serta difusi  program-program    semacam    ini  telah   seluruhnya     diterima    lingkungan,   optimalisasi   program   ini dimulai.                                   

    Di samping  itu, mengingat  pula bahwa  persaingan   antarlembaga dalam   kawasan   regional;   nasional,   bahkan   internasional    semaking jelas tampak,   pilihan   untuk   segera  mengadakan    percepatan   tidak  dapat ditawar  lagi. Hanya,  perlu dipertimbangkan  konsep-konsep   yantentang  program  inovasi  yang akan dipercepatitu dirumuskan    matang.                                                         

    Perumusan   konsep  ini lebih baik melibatkan  banyak  pihak,  yaitu

pihak   intern   sekolah,   guru,  kepala   sekolah   dan  karyawan, komite sekolah,   tokoh  masyarakat,    terutama   yang  anaknya   bersekolah di sekolah   tersebut    agar  keterikatan    emosionalnya     membantu  serta mendukung    program   inovasi  secara  penuh,   stakeholder, atau  pihak  lain  yang dipandang    perlu  dan  urgen,

B.  PERMASALAHAN   DAN SUMBER  TERJADINYA  INOVASI      PENDIDIKAN

 

     Inovasi  di sekolah  tentu  mengandung    arti  ide baru  yang  ada  di sekoIah, kejadian   di sekolah  yang  terprogram    dan  dipolakan,   serta metode yang  diamati  di lingkungan   sekolah.

      Istilah inovasi  sekolah  dapat  mengandung    dua pengertian,   yakni inovasi terhadap    sekolah   dan  inovasi   yang   dilakukan    di  dalam Inovasi   sekolah   lebih  cenderung    bahwa   program   inovasi

Dilakukan oleh pihak  luar, sedangkan  untuk  inovasi  di dalam  sekolah,mengandung   arti  bahwa   terdapat   inovasi  yang  dilakukan   di  dalam sekolah Pelaku  inovasi  di dalam  sekolah  bisa  guru, kepala  sekolah, kepala   sekolah,   jajaran   tata  us aha,  dan  sebagainya.    Akan tetapi keduanya   mempunyai   tujuan  yang  sarna, yakni  meningkatkan kualitas s-iswa  dan  kualitas  lulusan   agar  diterima   di masyarakat.

1.               Permasalahan    dalam   Inovasi   Pendldikan

       Menurut  Nurul  Zuriah   (2007:  29)  masalah   adalah   kesenjangan (discrepancy)antara   das sollen  (yang  ideal)   dengan   das sain  (yang Senyatanya ) yaitu   kesenjangan    antara    yan'g  seharusnya    (menjadi Harapan) dengan  yang  ada  di lapangan.                     .

Masalah-masalah   yang berkaitan  dengan  inovasi,  pada  dasarnya     dicarikan jalan keluarnya  agar inovasi  dapat  berlangsung   tanpa                       hambatan   apa  pun.Sebagai bahan   awal   kajian,   berikut    ini  merupakan     contoh Inventarisasi masalah   yang  berkaitan   dengan   inovasi,  ditinjau   dari Das sallen dan das sain. 

 

Berdasarkan beberapa kasus  yang  mungkin terjadi  di lapangan, sasus  ini  adalah   kasus-kasus  kecil,  Akan  tetapi,   kita  tidak   bolehmembiarkan  kasus-kasus kecil tersebut  menjadi  berkembang dan sulitdiperbaiki. ovasi-inovasi  dalam   tabel   di  atas  sangat   sederhana,  tetapi keterlanjutan   masalah   penerapan  inovasi inilah yang  sebenarnya sangat diperlukan oleh lembaga sekolah.

1. sumber-sumber      Terjadinya    Inovasi   Pendidikan

   Analisis   dan  inventarisasi  tentang  kemungkinan  faktor yang qadi sumber  munculnya inovasi  dinyatakan oleh Drucker dalam Sudarwan Danim (2002:150). Menurut  Drucker, beberapa  sumber terjadinya   perubahan   adalah    the  unexpected     (kondisi   yang   tidak diharapkan), the Incongruity    (munculnya ketidakwajaran), innovation on process need (kebutuhan yang  muncul  dalam  proses),  changes in  industry   structure   or market   structure    (perubahan  dalam   struktur industri   pasar),    demographics      (kondisi    demografis),   changes    in eption,   mood  and  meaning    (perubahan   persepsi,  suasana,  dan makna),  dan  new  knotoledge (pengetahuan  baru)  (Suherli, 2010: 59). ielasan  masing-masing  beserta   contoh   di  lingkungan   sekolah adalah sebagai  berikut

a.       The  unexpected   (kondisi  yang  tidak  diharapkan)

       Di  lingkungan    sekolah    banyak    sekali   kondisi    yang   tidak pkan,  seperti  mahalnya  biaya  tambahan  di  sekolah,  layanan yang kurang  optimal,  kemampuan guru  yang rendah,  tingkat kualifikasi    guru  yang  kurang   memenuhi  syarat,  dan  kondisi  kultur tidak kondusif.  Kondisi   semacam  ini  menyebabkan   orang menjadi  berontak  untuk   menghindari   atau  memperbaiki  kondisi sehingga secara  logis inovasi  yang  muncul  dapat  diharapkan  di sini.

b.   The incongruity    (munculnya  ketidakwajaran)

       kondisi-kondisi    yang   tidak   wajar/menyimpang semacam  Penerimaan siswa  baru  yang  melibatkan banyak  oknum  lain luar  untuk    ikut   campur    tangan,    penjurusan    program   yang dipaksakan, kelulusan yang  direkayasa, dan  sebagainya   merupakan bagi  pengelola  sekolah,   terutama  bagi  mereka   yang  masih menyimpan idealisme   tinggi.    Kondisi    semacam  ini  jelas

Ingin dihapuskan, sehingga     mereka    mulai    merrukirkan      cara   agar penerimaan siswa  bam  yang  memiliki  sistem  yang  aman,  program. penjurusan  yang   disadari    oleh  orangtua    ataupun    siswa,   sistem pengujian    yang  wajar,   dan  sebagainya.    Semua   inilah   yang  dapat memunculkan  inovasi.

c.    Innovation   based on process  need  (kebutuhan   yang  muncul   dalam proses)

      Dalam  proses  pengelolaan   sekolah  kadang-kadang   terlintas ide baru yang datang  dengan  tiba-tiba.   Ide ini sebaiknya   segera dikomunikasikan   dengan  yang lain. Interaksi  ini akan menghasilkan, gagasan-gagasan  baru  milik bersama,  walaupun   tidak  dilaksanakan sejak  awal,  namun   inovasi   dapat  muncul   di  tengah  jalan.

d.  Changes  inovasi  industru   structure   or market  structure   (perubahan  dalam  struktur   industri   pasar)

      Perubahan     struktur    pada   industri    pasar   sering   mendoronz kepala   sekolah   atau  pengelola   sekolah  untuk   mengambil   tindakat inovasi.     Hal   ini   karena    konsep    manajemen     berbasis     sekolah sebenarnya    kepala   sekolah   sangat   leluasa   untuk   mengembangkan inovasi   di  sekolahnya.    Misalnya   dengan   berkembangnya   industri sekolah  dapat  mengambil   kebijakan  kurikulum   yang  semula  kognif oriented   menjadi  psikomotor   oriented.   Paling  tidak,  ada  penambahan porsi  dalam  hal peningkatan    keterampilan  siswa.  Kasus  lain seperti banyaknya    permintaan    tenaga   kerja  ke  Korea  dan  Jepang,   kepala sekolah  dapat  menentukan    perubahan   muatan  bahasa  asing  dengan dua  bahasa   ini.

    e.   Demographics    (kondisi   demografis)

      Kondisi  alam lingkungan   yang berbeda-beda  tentu membedakan, keputusan    inovasi. Demikian   pula, pemenuhan  kebutuhan    sarana dan prasarana akan  berbeda   pula. Sekolah-sekolah  yang  berada    perkotaan misalnya, upaya   inovasi   suasana    pembelajaran    akar tampak   lebih  dinamis   dan  beragam. Dukungan    infrastruktur     dan jaringan komunikasi sangat  memberikan   pengaruh     percepatac program inovasi. Akan tetapi,  di  daerah- daerah    yang  jauh dari fasilitas,  suasana  pembaruan   sangat  sulit dilakukan. Misalnya,  factor siswa  yang  lebih  mementingkan  membantu   orangtua   di sawah  atau ladang,  atau  mencari  mata  pencaharian   lain.  Belum  lagi factor guru yang  dari  segi kehadiran   sangat  kurang   dari  yang  seharusnya.

f.   Changes perception,   mood,  and  meaning    (perubahan    persepsi,

        suasana dan  makna)

     saat ini,  secara   umum    penerimaan      masyarakat      terhadap informasi dari berbagai  media  massa cukup  responsif.  Dengan  adanya informasi yang  beragam    itu  mendorong      sebagian   orang lain  sekelompok orang   untuk   melakukan    sesuatu  yang  baru   agar  tidak dari  yang  lain.

 

 g.   New knowledge ( pengetahuan baru)

       Usaha- usaha   yang   dilakukan berbagai   pihak,   baik  individu, swadaya  masyarakat   maupun   pemerintah   daerah,  provinsi, ataupun pusat  dalam rangka    meningkatkan     pengetahuan dan semacam seminar, lokakarya, penataran, workshop,  dan sebagainya  selalu    mendatangkan   hal   baru.    Setelah  selesai melaksanakan   kegiatan-kegiatan   tersebut,   banyak sekali hal  yang dapat diperoleh.Motivasi-motivasi dan keharusan menyampaikan hal-hal yang telah  didapatnya   mendorong   orang  melakukan   inovasi berdasarkan yang didapatkannya.

1.                  Hal-hal yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inovasi Pendidikan

       Di samping hal-hal  yang  menyebabkan  munculnya   inovasi,  ada pula hal-hal  yang  memengaruhi  jalannya   inovasi.  Suherli  (2010: 61), menyatakan   empat   hal  yang  memengaruhi   inovasi,   yaitu   sebagai

a.       Efisiensi

       Program inovasi yang dilaksanakan harus mempertimbangkan unsur efisiensi. Efisiensi   lebih   cenderung    pada  optimalisasi penggunaan waktu    dibandingkan dengan     produk    yang dihasilkan  atau  yang   diharapkan. Oleh  karena   itu,  program inovasi yang   dirancang    sebisa   mungkin    dapat   dilaksanakan sesuai kurun  waktu  yang disediakan.  Misalnya, pemilihan  inovasi pada bidang   pengajaran,    penjabaran    dalam   kegiatan   belajar mengajar dapat  diselesaikan   pada  satu  buah  rencana  mengajar waktu   berikutnya     digunakan     untuk melakukanevaluasi, termasuk menginventarisasikan    hambatan-hambatan    yang  ada, sehingga   pada  tahap  berikutnya   hambatan-hambatan ini dapat dieliminasi.

b.   Kebermanfaatan

         Inovasi      tidak      dapat      hanya      mempertimbangkan        atan menyalurkan   hasrat   ide  orang  atau  sekelompok  orang,   tetapi juga  harus   memperhitungkan    faktor   manfaat   yang  diperoleh, Sebagai contoh,  di suatu  sekolah  dibutuhkan  fasilitas pendukung KBM  di  kelas,   yaitu   produk    bahan   ajar  berbasis    Teknologi Informasi  dan  Komunikasi  (TIK).Guru yang  mampu  menguasai penggunaan  software semacam  flash dan sejenisnya  bisa dijadikan alat    pengolah      bahan     pelajaran      interaktif.      Akan    tetapi, mengembangkan  inovasi  dengan  cara melatih  banyak  guru untuk menguasai   penerapan    software ini  rasanya,  kurang   bermanfaat, sebab  tingkat  kesulitan   yang  ada  cukup  tinggi.

         Jika  ingin  melakukan  inovasi   pemasyarakatan   berbasis   TIK di sekolah, seyogianya dimulai  dari program  yang sederhana  seperti penggunaan  aplikasi  office seperti  Power  Point, Word, dan Excel

C.          Keterlibatan

        Program-program    inovasi   yang   akan   digulirkan    melibatkan banyak  pihak,  di  antaranya   adalah   pihak  penerima.   Untuk  ita" perlu   dilakukan    upaya-upaya    sosialisasi    dan  difusi   inovasi kepada   calon  penerima   atau  pengguna.

d.   Kebergunaan

         Pertimbangan kuantitas    pengguna    (siswa)  terhadap   .program inovasi  harus   dikedepankan.   Program   inovasi  yang  dibuat   im lebih   banyak    berguna    untuk    siapa?   Untuk   dirinya    sendin ataukah   menyangkut  kegunaan   bagi  orang  lain  atau  pihak  lam yang  kuantitasnya  lebih  banyak?

C.     FAKTOR-FAKTOR PEMERCEPArlNOVASI    PENDIDIKAN

        Keputusan   inovasi  diawali  dengan  program  dan diakhiri  dengan evaluasi.    Di  tengah-tengah    proses   berlangsungnya    inovasi   atau mungkin  juga  di tengah  berlangsungnya  uji coba   banyak  faktor yang  memengaruhi,  baik  intern  maupun   ekstern.

        Untuk   memperjelas   hal  tersebut,    berikut    ini  adalah    skema kegiatan   inovasi  beserta  hal-hal  yang  memengaruhinya.

 

 

 

    Gambar  7.1  5kema  Kegiatan  Inovasi

 

Dalam  skema  tersebut   tamrak   hal-hal   berikut.   Pertama, analisis SWOT merupakan pangkal   dari  diberlakukannya  inovasi.  Program Inovasi yang  dipilih  harus  didiskusikan terlebih  dahulu  kepada  yang Berwenang di sekolah.  Hasil-hasil diskusi  tersebut  akan  tampak  atau berinventarisasi,  Kedua,  pelaksanaan  program   adalah   proses  inovasi.   Proses  ini bergantung pada  pihak-pihak yang terlibat  melaksanakan serta sikap untuk menerima atau  menolak   dari  sasaran  inovasi. Akan  tetapi,  yang  perlu  diingat   bahwa   dalam  setiap  interaksi   manusia   kadang   terjadi  sesuatu  yang  dapat  menghambat  dan mempercepat laju  inovasi.Everett M.  Rogers   (Udin  S. 2008:  21)  menyatakan   beberapa    hal  yang   dapat   mernengaruhi   cepat atau lambatnya        inovasi,  yaitu  sebagai  berikut.

a.         Keuntungan relatif, yaitu  inovasi  diukur-dari   keuntungan secara ekonomi. Artinya,  semakin  sasaran  melihat  ada keuntungan yang besar,  inovasi  dipastikan  akan  berjalan  semakin  cepat.

b.         Kompatibel, yaitu  tingkaf  kesesuaian inovasi  dengan  nilai-nilai yang  ada.  Semakin sesuai  dengan   nilai-nilai  yang  ada  dalam masyarakat,  semakin   cepat  inovasi  dijalankan. Sebagai  contoh, inovasi  tentang   lingkungan  sehat  yang  bebas  rokok  karena  hal ini  bertentangan    dengan    kultur    yang   sudah   mengurat   dan mengakar, inovasi   ini  akan  sulit  untuk   dilaksanakan.

c.         Kompleksitas,    yaitu    tingkat     kesulitan    difusi    inovasi     ke masyarakat.   Menanamkan   pemahaman   kepada   rakyat   yang kurang  pendidikan  kadang-kadang  sulit. Oleh karena  itu, faktor kompleksitas  akan  membawa kepada   konseptor inovasi  untuk mencari    metode    agar   pesan-pesan    inovasi    dapat    mudah diterima   oleh masyarakat, sehingga inovasi  akan  berjalan  lebih cepat.

d.         Mudah  diamati,  suatu  inovasi  akan mudah  berkembang jika hasil inovasi   dapat   diamati   secara   langsung.  Misalnya,  hasil   dari pelatihan   yang   akan   dijadikan   bahan   latihan    keterampilan berikutnya            dibandingkan   misalnya  dengan   inovasi   tentang pendidikan   kognitif   yang  .hasilnya  tidak   bisa  diamati   secara langsung.  Dalam  pembahasan  lain  disebutkan  pula,  misalnya pembiayaan,  modal  balik,  efisiensi, risiko,  komunikabel, status ilmiah,  kadar  orisinalitas, keterlibatan sasaran,   dan .sebagainya termasuk dalam  unsur  yang  bisa  mempercepat laju inovasi.

               Ketiga, pada  skema  di atas  terdapat   eksternal dan  internal  yang dapat  mempercepat inovasi. Berdasarkan hasildugaan,  penyimpulan, pemikiran,  dan  pengamatan  di lapangan,  faktor-faktor yang  dapat memengaruhi   pemercepat   inovasi   dilihat    dari   sisi  internal    dan eksternal.

1.     Faktor Internal

               Faktor  internal   meliputi:  (a) motivasi  diri,  seperti  ingin  maju, berkembang,  mencoba, dipuji,  bersaing;  (b) komitmen, merupakan wujud   dari  janji  kebersamaan  untuk   mempercepat  proses   inovasi karena  setiap  orang  yang  terlibat  di  dalamnya merasa  bertanggung jawab   terhadap   isi  komitmen  yang   dibuat   bersama;  (c) tersedia sumber  Daya Manusia   (SDM), maksudnya   sumber   daya  manusia yang baik.  Kelompok-kelompok ini akan  membawa   dampak        positif sehingga   mampu   membujuk   pihak-pihak  yang  masih  ragu  dengan program  inovasi;   (d)  melanjutkan   konsep,   artinya   di  lingkungan sekolah  belum   ada  konsep,   sudah   ada  konsep   untuk   diwujudkan, sudah   ada    konsep,      tetapi     belum     optimal      sehingga      perlu pengoptimalan; (e) gaya  kepemimpinan  kepala  sekolah.

     E. Mulyasa  (2008:  119)  menegaskan   bahwa kepala   sekolah sebagai   inovator harus    mampu     mencari,     menemukan, dan Melaksanakan    berbagai   pembaruan  di  sekolah.

1.      Faktor Eksternal

        Faktor  eksternal   meliputi:   (1) pujian,  reward atau  penghargaan, Yang diberikan  kepada  pihak  pemrakarsa  atau  kelompok  yang  telah melakukan   inovasi.   Hal  ini  diharapkan    dapat   memacu inovasi inovasi yang  lain. Bentuk  reward  termasuk  dalam  manajemen personalia M.  Mulyasa    (2006:  21)  menyatakan,    “Pengelolaan ketenagaan mulai dari   dari  analisis  kebutuhan,  perencanaan,  rekrutmen, pengembangan,  hadiah   (reward), dan  sanksi  (punishment),  hubungan   , sampai   evaluasi kinerja   tenaga   kependidikan     (guru) dapat  dilakukan   oleh  sekolah.  Artinya,  pemberian   reward merupakan pengakuan  terhadap prestasi  yang  telah  diraih  (Suherli,2010:67); (2) adanya  peratutan   dan instruksi.  Dua hal ini, dinyatakan (2008: 68) berkaitan    dengan-  strategi   paksaan    (strategis) terhadap saran  perubahan   untuk   mencapai   tujuan  perubahan;  (3)  tersedianya dana,   baik   dana   yang   berasal    dari   komite   sekolah,  blackgrant  maupun   bantuan   langsung_dari pemerintah  pusat.  Inovasi akan berjalan  cepat  karena  umumnya    kegiatan   inovasi  berbanding lurus engan  biaya;  (4) peran  komite  sekolah.  Komite  sekolah  yang mampu mempercepat   proses   inovasi   adalah   komite   sekolah   yang mampu menggali   dana   dan  dukungan    nonmateriel   dari  berbagai pihak.

      Dengan   demikian,   unsur-unsur   pemercepat  program   inovasi, secara internal  maupun    eksternal   dan  aspek-aspek  lain  yang mendukung harus     dioptimalkan.    Hal    itu    dikarenakan      ke berfungsiannya akan  mendorong  keberhasilan program yang diinovasikan

D.     ATRIBUT INOVASI PENDIDIKAN

Zaltman,    Duncan,    dan  Holbek   (1973:  2-50)  mengemukakan bahwa  cepat lambatnya penerimaan inovasi  dipengaruhi oleh atribut inovasi,   Suatu  inovasi   dapat   merupakan   kombinasi  dari  berbagai macam  atribut.  Atribut   inovasi  yang  dikemukakan  Zaltman   adalah sebagai  berikut.

1. Pembiayaan  (cost).   Cepat   lambatnya    penerimaan    inovasi dipengaruhi oleh  pembiayaan, baik    pembiayaan     awal (penggunaan) maupun      pembiayaan untuk  pembinaan selanjutnya, walaupun  diketahui   bahwa  tingginya pembiayaan berkaitan  dengan  kualitas  inovasi.  Misalnya, penggunaan modul di SD. Ditinjau  dari  pengembangan  pribadi   anak,  kemandirian dalam   usaha   (belajar)   mempunyai   nilai  ,positif.   Akan   tetapi, karena  pembiayaan  mahal,  tidak  dapat  disebarluaskan,

2.  Balik modal  (returns to investment).  Atribut  ini hanya  ada  dalam inovasi   di  bidang   perusahaan   atau   industri.    Artinya,    suatu inovasi   akan   dapat   dilaksanakan   jika  hasilnya    dapat   dilihat sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan (perusahaan tidak merugi).  Adapun  dalam bidang  pendidikan, atribut  ini sukar dipertimbangkan  karena  hasil pendidikan  tidak  dapat  diketahui dengan  nyata  dalam  waktu  relatif  singkat.

3. Efisiensi. Inovasi  akan cepat  diterima  jika pelaksanaannya  dapat menghemat  waktu   dan  menghindari   dari  berbagai   masalah/ hambatan.

4.  Risiko  dan  ketidakpastian.    Inovasi   akan  cepat   diterima   jika mengandung  risiko yang sekecil- kecilnya bagi penerima  inovasi.

5.  Mudah   dikomunikasikan.  Inovasi  akan  cepat  diterima   apabila isinya        mudah   dikomunikasikan  dan  mudah   diterima  klien.

6. Kompatibilitas. Cepat lambatnya penerimaan inovasi bergantung pada  kesesuaiannya dengan  nilai-nilai (value) warga  masyarakat.

7.  Kompleksitas.   Inovasi   yang   dapat   mudah    digunakan   oleh penerirna akan  cepat  tersebar   dengan   cepat

8.  Status  ilmiah.  Inovasi  yang, mudah   dimengerti  dan  digunakan   . oleh penerima  akan cepat tersebar,  sedangkan inovasi  yang sukar dimengerti  atau  sukar   digunakan  oleh  penerima   akan  lambat proses  penyebarannya.

 9. Kadar keaslian.  Warga masyarakat   dapat  cepat menerima  inovasi apabila  dirasakan   sebagai  hal baru  bagi  mereka.

  10.   Dapat   dilihat   kemanfaatannya.   Inovasi   yang  hasilnya   mudah liamati    akan    semakin     cepat    diterima     oleh   masyarakat. ebaliknya,    inovasi   yang   sukar   diamati   hasilnya    akan  lama iiterima  oleh  masyarakat.

   11.  Dapat   dilihat   batas   sebelumnya,   inovasi   akan  semakin   cepat diterima  oleh masyarakat   apabila  dapat  dilihat batas sebelumnya.

12. Keterlibatan   sasaran  perubahan.   Inovasi  dapat  mudah   diterima pabila  warga   masyarakat    diikutsertakan   dalam  setiap  proses ang  dijalan

 13. Hubungan   interpersonal.    jika  hubungan     interpersonal   baik, apat memengaruhi  temannya  untuk  menerima  inovasi.  Dengan hubungan    yang  baik,   orang   yang   menentang    akan   bersikap lunak, orang  simpati  akan menjadi  lebih tertarik,  dan orang yang tertarik  akan  menerima   inovasi.

14. Kepentingan umum  atau pribadi.  Inovasi yang bermanfaat  untuk kepentingan   umum   akan  lebih  cepat  diterima   daripada   inovasi ang  ditujukan   pada  kepentingan    sekelompok   orang.

15. Penyuluh   inovasi  (gatekeepers). Untuk  melancarkan   hubungan alam  usaha   mengenalkan    suatu   inovasi   kepada   organisasi sampai  organisasi   mau  menerima   inovasi,  diperlukan   sejumlah orang  yang   diangkat   menjadi   penyuluh    inovasi.   Tersedianya menyuluh    inovasi   akan.memengaruhi   kecepatan    penerimaan inovasi.

       Demikian   berbagai   macam  atribut   inovasi   yang  memengaruhi atau  lambatnya   penerimaan   suatu  inovasi.  Dengan  memahami atribut terse but,  guru  dapat  menganalisis  inovasi  pendidikan    yang sedang disebarluaskan,     sehingga     dapat    memanfaatkan     hasil untuk   membantu     mempercepat    proses   penerimaan inovasi.

 

E. PROSES AKSELERASI INOVASI     

    Proses  inovasi  berkaitan   dengan   terjadinya   suatu  inovasi  yang di dalamnya  terdapat   unsur   keputusan    yang  mendasarinya.   Oleh karena  itu, proses  inovasi  dapat  dimaknai   sebagai  proses  keputusan inovasi  (innovation decision process). Menurut  Everett M. Rogers, proses keputusan  inovasi  adalah  ·the process through which abn individual  (or other decision making unit) passes from first knowledge of an innooation.io forming an attitude  toward the innovation, to a decision to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this decision.

Proses  inovasi  dapat  terjadi  pada  level makro  dan  mikro.

1.     Inovasi  di tingkat  makro  meliputi   inovasi  manajemen, yaitu:

a.     inovasi  dalam  sistem  pengelolaan pendidikan;

b.     fungsi-fungsi manajemen dijalankan  dengan  baik (POAC);:

c.     inovasi  organisasi, yaitu:

                 o inovasi  dalam  tata  kelola  secara  kelembagaan;

                 o ramping   struktur,   kaya  fungsi; 

                 o pengembangan  setiap  fungsi  yang  ada  dalam  struktur, secara  skematik.

2.     Inovasi  di tingkat  mikro,  meliputi:

a.     inovasi  dalam  kerangka   pengelolaan  sekolah;

b.   bidang   garapan   dalam   sekolah   (kurikulum,  siswa,  biaya, fasilitas,  tenaga,  dan  sebagainya);

c.     inovasi  harus   berlangsung  di  sekolah   untuk   memperoleh hasil yang terbaik dalam mendidik siswa. Ujung tombak keberhasilan pendidikan   di  sekolah   adalah   guru. Oleh karena itu,   guru   harus mampu menjadi    seorang    yang inovatif  guna  menemukan strategi  atau metode  yang  efektif untuk mendidik;

d. inovasi yang  dilakukan  guru  pada intinya   berada   dalam tatanan  pembelajaran yang  dilakukan di kelas. Kunci utama yang harus  dipegang  guru  adalah  setiap proses  atau  produk inovatif  yang  dilakukan dan  dihasilkannya harus mengacu pada  kepentingan  siswa.


BAB 8

INOVASI BIDANG KETENAGAAN PENDIDIKAN

 

A.       HAKIKAT, JENIS PENDIDIK, DAN TENAGA  KEPENDIDIKAN

1.        Hakikat Pendidik    dan  Tenaga   Kependidikan

Menurut   UU Nomor  20 tahun  2003 tentang   Sistern  Pendidikan nasional,   Pendidikan    adalah  usaha  sadar  dan  terencana   untuk mewujudkan  suasana  belajar  dan  proses  pembelajaran  agar  peserta secara  aktif  mengembangkan  potensi   dirinya  untuk   memiliki  kekuatan  spiritual    keagamaan,   pengendalian  diri,   kepribadian,    kecerdasan.  akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,  bangsa,   dan  negara.

Pendidik  adalah  orang  yang  melakukan kegiatan  dalam  bidang mendidik.  Secara  fungsional  kata  pendidik   dapat  diartikan   sebagai pemberi  atau   penyalur pengetahuan dan   keterampilan. Jika menjelaskan pendidik   dikaitkan  dengan  bidang  tugas  dan  pekerjaan, variabel  yang  melekat  adalah  lembaga  pendidikan.  Ini menunjukkan bahwa   pendidik    merupakan   profesi   atau   keahlian   tertentu    yang melekat     pada    diri   seseorang    yang    tugasnya     mendidik    atau memberikan  pendidikan.  Tenaga  kependidikan  sebagai  penunjang inilah  yang  perlu  menjadi  perhatian   sebagaimana  yang  disebutkan dalam     Undang-Undang     No.  20 tahun     2003    tentang      Sistem Pendidikan  Nasional   Pasal  1 bahwa   (peran)   tenaga   kependidikan adalah   penunjang  penyelenggaraan  pendidikan.

2.    Jenis Pendidik   dan Tenaga  Kependidikan

Tenaga kependidikan yang   dimaksudkan     di  sini   adalah sebagaimana termaktub di dalam  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun   1992 tanggal17  Juli 1992. Dalam  PP tersebut   Pasal  3 ayat (1) sampai   (3) dinyatakan:

a. Tenaga   kependidikan   terdiri atas  tenaga   pendidik,    pengelola satuan pendidikan, penilik,   pengawas, peneliti  dan pengembangan di  bidang   pendidikan,   pustakawan,   labor an, teknisi  sumber  belajar  dan  penguji.

b. Tenaga  pendidik   terdiri  atas pembimbing, pengajar,  dan pelatih.

c. Pengelola satuan  pendidikan -terdiri atas kepala sekolah,  direktur, ketua,  rektor,  dan  pimpinan  satuan  pendidikan  luar  sekolah.

 

 

 

3.    Kategori  Tenaga  Kependidikan

       Secara  umum   tenaga   kependidikan   dapat   dibedakan' menjadi empat  kategori,  yaitu:

a. Tenaga pendidik,   terdiri  atas pembimbing, pengajar,  dan pelatih.

b. Tenaga  fungsional kependidikan,  terdiri  atas penilik,  pengawas,

peneliti, dan pengembang    di  bidang    kependidikan     dan pustakawan.                                                                    

c. Tenaga teknis   kependidikan, terdiri   atas  laboran   dan  teknisi sumber    belajar.

d. Tenaga pengelola satuan  pendidikan, terdiri  atas kepala  sekolah, direktur,     ketua,  rektor,   dan  pimpinan  satuan  'pcndidikan  luar sekolah. tenaga  lain  yang  mengurusi  masalah-masalah  manajerial atau administratif kependidikan.

B.        MULTIPERAN    DAN   KOMPETENSI      PENDIDIK     SERTA  TENAGA PENDIDIKAN

 Lembaga  pendidikan  formal,  guru  menjalankan tugas  pokok dan fungsi yang  bersifat  multiperan, yaitu sebagai pendidik,  pengajar, dan pelatih. Istilah    pendidik     merujuk     pada    pembinaan    dan  Pengembangan eksi peserta   didik.  Istilah  pengajar   merujuk   pada dan   pengembangan  pengetahuan     atau   asah   otak adapun   istilah  pelatih,   meskipun  tidak  lazim  menjadi untuk    seorang     guru, merujuk  pada    pembinaan    dan Pengembangan  keterampilan  peserta   didik,  seperti  yang  dilakukan keterampilan.

1.        Peran  Pendldik dan  Tenaga   Kependidikan

Menurut Muh.   Uzer   Usman   (2005),  secara   umum   peranan Pendidik dalam   dunia   pendidikan   dapat dikelompokkan   dalam Empat peranan,  Pertama,  peranan   dalam   proses   belajar   mengajar   Pendidik sebagai  demonstrator, pengelola kelas, mediator, fasilitator, dan evaluator.   Kedua, peranan    dalam   pengadministrasian, Ketiga peranan secara  pribadi.   Keempat, peranan   secara  psikologis . menurut   Djamarah  (1989), peranan    pendidik    adalah   sebagaii

a.       Korektor,  yaitu  membedakan  nilai  baik  dan  nilai  buruk   dalam

        pelaksanaan   pendidikan.

b.      Inspirator, ,  yaitu  memberikan  ilham  yang  baik  bagi  kemajuan

        Belajar  peserta  didik.

c.       informator,   yaitu  memberikan  informasi perkembangan   ilmu etahuan   dan  teknologi.

d.      Organisator,  yaitu  mengelola kegiatan  pembelajaran.

e.       Motivator,  yaitu mampu  mendorong peserta  didik agar bergairah aktif  dalam  proses  pembelajaran.

f.       Inisiator,  yaitu  pencetus   ide  kemajuan  dalam   pendidikan  dan pembelajaran.

   g.   Fasilitator,    yaitu   menyediakan     fasilitas   untuk   memudahkan   proses  pembelajaran.

  h.    Pembimbing,    yaitu  bisa  memberikan    bimbingan   ke arah  yang positif.

  i.     Demonstrator,    yaitu  mampu   memberikan    pemahaman    materi pelajaran   kepada   peserta  didik   dengan  baik.

   j.   Pengelola  kelas, yaitu  mampu  mengelola  kelas dengan  dinamis.

  k.    Mediator,  pendidik  harus mengetahui   manfaat  media pendidikan secara  benar  dan  tepa t.

  l.    Supervisor,  pendidik  harus  mampu  membantu  memperbaiki   dan menilai.

  m.   Evaluator.

  Abudin   Nata   (2002)  mengufaikan bahwa   peranan    pendidik adalah   melaksanakan inspiring   teaching,  yaitu   melalui   kegiatan mengajar mampu mengilhami murid-muridnya. Maksudnya, pendidik   yang  mengembangkan   gagasan-gagasan  besar  dari  peserta didik   untuk   lebih   diperdalam     lagi  selama   proses   pembelajaran berlangsung,   baik  dalam  kelas  maupun   di luar  kelas.

   Dalam   UU Sisdiknas   1989 Pasal  31 ayat  4 dinyatakan    bahwa Tenaga   Kependidikan      berkewajiban      untuk   berusaha    mengem- bangkan kemampuan  profesionalnya  sesuai dengan perkembangan tuntutan   iptek  serta  pembangunan    bangsa.

2.    Organisasi  Profesi  Kependidikan

Organisasi    profesi   merupakan     organisasi    yang   anggotanya adalah  para  praktisi,   yang  menetapkan    dirinya   sebagai  profesi  dan bergabung   bers~ma  untuk   melaksanakan    fungsi-fungsi   sosial  yang tidak dapat  mereka  laksanakan   dalam kapasitasnya   sebagai  individu.

Sebagaimana   dijelaskari  dalam  PP No.  38 tahun  1992, Pasal  61 ada  lima  misi  dan  tujuan   organisasi    kependidikan,  yaitu   sebagai berikut,                                                                                    

a.     Meningkatkan  dan atau mengembangkan   karier  anggota

Ini merupakan upaya organisasi  profesi kependidikan dalam mengembangkan  karier 'anggota sesuai dengan bidang  pekerjaan yang  diembannya. Karier  yang  dimaksud adalah perwujudan diri seorang  pengemban   profesi  secara psikofisis yang bermakna, baik bagi dirinya  sendiri  maupun  bagi orang lain (lingkungannya) melalui  serangkaian   aktivitas.

b.  Meningkatkan  dan atau  mengembangkan kemampuan

  Anggota. Ini merupakan    upaya   terwujudnya kompensi    kependidikan yang  andal   dalam   diri  tenaga   kependidikan   atau  guru,   yang mencakup   performance component, subject component, profesional component. Dengan  kekuatan   dan  kewibawaan   organisasi,   para pengemban profesi   kependidikan  keguruan    akan   memiliki kekuatan  moral untuk  senantiasa  meningkatkan kemampuannya, aik  melalui    program    terstruktur maupun    program    tidak terstruktur.

c. meningkatkan  dan mengembangkan   kewenangan profesional  anggota merupakan    upaya   para   profesional    untuk   menempatkan anggota  suatu  profesi  sesuai  dengan  kemampuannya.Proses ini merupakan proses    spesifikasi     pekerjaan yang   tidak   dapat dilakukan   oleh  sembarang   orang,   kecuali  oleh  para  ahli  yang elah  mengikuti   proses  pendidikantertentu  dan  dalam  waktu ter tentu    yang   relatif     lama.    Umpamanya,     keahlian guru embimbing    dalam   bimbinghan     karier,   pribadi  / sosial,   dan birnbingan    belajar .

d.   meningkatkan dan atau  mengembangkan martabat anggota ini  merupakan upaya   organisasi profesi   kependidikan    agar anggotanya   terhindar dari perlakuan tidak manusiawi   dari pihak  lain,  dan  tidak  melakukan  praktik   yang  melecehkan   nilai-nilai kernanusiaan.Hal  ini  dapat   dilakukan  karena saat seorang rofesional  menjadi  anggota  organisasi   suatu  profesi,  pada saat itu pula  terikat  oleh kode  etik profesi  sebagai  pedoman   perilaku anggota  profesi  itu. Dengan  memasuki   organisasi  profesi,  setiap anggotanya akan  terlindung dari  perlakuan masyarakat yang idak  mengindahkan martabat kemanusiaan  dan  berupaya memberikan pelayanan kepada    masyarakat sesuai   dengan standar   etis yang  telah  disepakati  .

e.    meningkatkan  dan  mengembangkan   kesejahteraan ini merupakan    upaya   organisasi    profesi   kependidikan    untuk meningkatkan  kesejahteraan   lahir   batin   anggotanya.

Dalam poin  ini tercakup  juga upaya  untuk  menjaga  dan meningkatkan kesehatan   anggotanya.  Tidak  disangsikan  lagi bahwa   tuntutan kesejahteraan   merupakan   prioritas   utama. Selain  masalah  berkaitan   dengan   kelangsungan  hidup,   juga  merupakan  dasar bagi tercapainya peningkatan dan   pengembangan  aspek lainnya.

Organisasi  profesi  kependidikan  selain sebagai  ciri suatu  profesi kependidikan,     sekaligus juga   memiliki    fungsi   tersendiri yang bermanfaat    bagi   anggotanya.    Organisasi profesi   kependidikaberfungsi   sebagai  berikut.

    a.  Fungsi pemersatu.   Kelahiran suatu   organisasi    profesi   tidak terlepas   dari  motif  yang  mendasarinya,   yaitu  dorongan yang menggerakan     para   profesional    untuk  membentuk suatn organisasi keprofesian.   Organisasi     profesi    kependidika merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam  menghadapi  kompleksitas  tantangan dan harapan    masyarakat   pengguna  jasa  kependidikan. Dengan mempersatukan  potensi  tersebut,  diharapkan  organisasi  profesi kependidikan     memiliki    kewibawaan    dan   kekuatan dalam menentukan   kebijakan   dalam   melakukan   tindakan    bersama, yaitu upaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para   pengemban    profesi    kependidikan  dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini

    b.  Fungsi  peningkatan  kemampuan  profesional. Fungsi  ini  secara jelas   tertuang    dalam   PP  No.  38  tahun   1992,  Pasal   61 yang menyebutkan   II tenaga   kependidikan   dapat   mer:tbentuk  ikatan profesi sebagai  wadah     untuk ineningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat  dan kesejahteraan tenaga kependidikan."  Peraturan pemerintah  tersebut  menunjukkan  adanya  Iegalitas  formal  yang secara  tersirat  mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan  kemampuan  profesionalnya melalui' organisasi atau ikatan profesi   kependidikan.   Bahkan,   dalam UUSPN  tahun  1989 Pasal  31 ayat  4 dinyatakan  bahwa,   "tenaga kependidikan   berkewajiban  untuk   berusaha mengembangkan kemampuan    profesionalnya    sesuai   dengan    perkembangan

a.       penyajian teori;

b.      peragaan atau pedemonstrasian keterampilan-keterampilan atau model-model;

c.       praktik yang disimulasikan dan setting kelas;

d.      umpan balik terstruktur;

e.       umpan balik open-ended;

f.       pembekalan untuk aplikasi.

 

3.         Diklat Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Diklat pendidik dn tenaga kependidikan menerapkan dekatan pelatihan berbasis kompetensi (competency base training), yang orientasinya pada pencapaian kemampuan peserta pelatihan menyelesaikan tugas-tugasnya secara utuh.

a.      Penetapan strategi  pelatihan:

1.      Berdasarkan karakteristik peserta pelatihan

o    pengalaman;

o    kemampuan mengelola, berkomunikasi, dan kerja sama;

o    menyenangi pekerjaan:

o    latar belakang pendidikan;

o    memiliki inisiatif dan kreativitas serta rasa tanggung-jawab, loyal, dan disiplin.

2.      Berdasarkan karakteristik metode pelatihan

o    Tujuan pelatihan;

o    materi pelatihan;

o    karakteristik peserta pelatihan;

o    alokasi waktu-pelatihan;

o    sarana penunjang.

3.      Berdasarkan pengelompokan (pengorganisasian peserta pelatihan)

o    individual;

o    kelompok;

o    klasikal.

 

b.      Skenario pelatihan:

1.       Tahap persiapan (design step)

 

o    identifikasi kebutuhan materi pelatihan calon peserta pelatihan;

o    identifikasi kemampuan yang sudah dimiliki oleh peserta pelatihan;

o    analisis kebutuhan materi pelatihan calon peserta pelatihan.

 

2.       Tahap pengembangan program (design program step)

  • perumusan tujuan pelatihan;
  • penetapan materi pelatihan;
  • penetapan strategi dan metode pelatihan;
  • penetapan sarana pelatihan;
  • penetapan waktu pelatihan;
  • penetapan komponen yang dievaluasi.

 

3.       Tahap pelaksanaan (implementation step)

o    tes awal (pre test);

o    bina suasana (ice breaking);

o    kontrak belajar (learning contract);

o    penyajian materi;

o    simulasi rencana survei lapangan;

o    survei lapangan;

o    refleksi hasil survey lapangan;

o    penyusunan rencana pengembangan program MBS;

o    penyajian materi;

o    refleksi pelatihan;

o    tes akhir (post-test).

 

4.       Tahap evaluasi dan tindak lanjut

o    tujuan pelatihan;

o    materi pelatihan;

o    strategi dan metode pelatihan;

o    pelatih;

o    sarana pelatihan;

o    waktu pelatihan

 


 

D.        INOVASI PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

            BERKELANJUTAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

 

Bidang teknologi pendidikan merupakan bidang kajian ilmu aplikasi  yang memiliki spectrum cukup luas. Pengertian teknologi sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan kecanggihan perangkat keras hasil dari produk industri elektronika. Teknologi jika diterapkan pada konteks pendidikan sebagai salah satu bagian dari ilmu sosial yang bermakna   sebagai proses pengolahan informasi kependidikan nntuk dipecahkan guna  menghasilkan produk dalam bentuk solusi masalah kependidikan. Pengertian   pendidikan tersebut khususnya mencakup aspek pembelajaran (instruction).

Proses pemecahan masalah dengan menggunakan diskusi dan pemikiran intensif yang teruji secara empiris tersebut identic dengan proses pengolahan bahan baku di suatu pabrik untuk menghasilkan produk teknologi. Inilah kesamaan makna teknologi dalam konteks keteknikan dengan konteks ilmu pendidikan.

Pengertian teknologi pendidikan menurut The Association for Educational Communications and Technology (AECT) tahun 2008 adalah bidang ilmu yang mempelajari secara teoretis dan praktik beretika dalam memfasilitasi dan meningkatkan kinerja pembelajaran melalui penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan proses, serta sumber teknologi yang tepat. Teknologi pendidikan merupakan bidang kajian antar disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut meliputi bidang pendidikan, psikologi, komunikasi,   komputer, informasi, sosial-ekonomi-budaya, dan keteknikan.

Kajian terintegrasi antarbidang keilmuan tersebut menghasilkan produk dalam bentuk teori, model, konsep, prinsip, dan prosedur yang digunakan dalam pembelajaran. Teori yang dihasilkan, antara lain elaboration, algorithm, component-display, instructional design, message design, instructional transaction, dan  integrated thematic. Model yang dihasilkan, antara lain instructional design (improving instructorscompetency, instructional product development, instructional system deuelopment dan institutional/organization development), open and isiance learning, dan online/network learning.  Konsep yang dihasilkan, antara lain instruction, studentsactive learning, bottom-up approach, learning resources, open & distance learning, learning how to learn, knowledge society, learning organization, learning environment, dan learning acknowledgement. Prinsip-prinsip yang dihasilkan, antara.lain open  system, students' centered learning, holistic approach involving all components, systematic & synergetic approach, institutional independency, authentic evaluation, knowledge management, informal learning, dan  scaffolding.

Prosedur yang dihasilkan, antara lain systematic instructur design, macro & micro organizational strategies of lesson, instructstutional delivery strategies, learning management strategies, dan context-base: evaluation. Produk-produk  yang dihasilkan tersebut sangat cocok bagi para pelaku pendidikan, khususnya para tenaga pendidik dan kependidikan (tendik). Produk-produk yang dihasilkan tersebut akan membangun paradigma baru bagi pendidik dalam melaksanakan tugas kesehariannya untuk memecahkan masalah pembelajaran. Perubahan paradigma teacher centre learning menjadi student centre learning menjadi topic kajian yang terus dikembangkan untuk dapat membelajarkan peserta didik supaya terbentuk karakter untuk dapat belajar secara mandiri.

 

  1. Program Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru

Berikut ini program pembinaan dan pengembangan profesi guru yang dicanangkan oleh pemerintah dalam inovasi pengembangan, profesional berkelanjutan pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu.

a.       peningkatan kualifikasi;

b.      sertifikasi guru;

c.       peningkatan kompetensi;

d.      pengembangan karier;

e.       penghargaan dan perlindungan;

f.       perencanaan kebutuhan guru;

g.      tunjangan guru.

 

  1. Preposisi untuk Peningkatan dalam Rangka Peningkatan Pengembangan Profesional

Dalam upaya peningkatan pengembangan profesionalisasi, berikut ini beberapa preposisi untuk peningkatan pengembangan profesional.

  1. Tugas-tugas atau kegiatan pendidikan dalam jabatan yang berkelanjutan dapat mengembangkan kompetensi professional guru secara reguler, meningkatkan mutu sekolah, dan memperkaya khazanah kehidupan individual guru.
  2. Bentuk pendidikan dalam jabatan dapat menampung tujuan-tujuan yang akan dicapai.
  3. Banyak metode pelatihan yang sangat efektif, tetapi hingga saat ini belum sepenuhnya digunakan dalam sistem pendidikan dalam jabatan.
  4. Latihan meneliti akan mendorong guru untuk menemukan ide pengembangan         professional.
  5. Hambatan dalam mengaplikasikan pengalaman menuntut adanya perluasan kegiatan pelatihan secara besar-besaran bagi guru.
  6. Guru dapat menjadi peserta pelatihan yang efektif dibandingkan dengan staf lainnya.
  7. Banyak sumber pengembangan yang secara potensial efektif menjadi lemah atau disalahgunakan saat ini.
  8. Suasana produktif memungkinkan setiap orang melakukan aktivitas pengembangan. Dengan kata lain, penerapan konversi.
  9. Orang yang aktif cenderung lebih aktif menyeberang ke luar dan merasa lebih tampil percaya diri.
  10. Kolaborasi pemerintahan dengan sekolah dan personel atau tokoh masyarakat sangat esensial. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat, personel universitas, dan asisten teknis, semuanya muncul menjadi vital bagi usaha membangun lingkungan yang favorable dan keterlibatannya sangat krusial.

BAB 9

INOVASI BIDANG MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN

 

 

 

 S

aat ini, pendidikan telah banyak mengalami perubahan.

Pendidikan saat ini sudah mengintegrasikan teknologi dengan praktik pembelajaran yang sangat inovatif. Menurut para peneliti dan pemangku kepentingan pendidikan, perubahan ini dilakukan untuk  memenuhi kebutuhan para  siswa  serta  pembelajar.

Perubahan pendidikan bertujuan membekali siswa dengan kualitas pendidikan yang baik agara mereka mampu beradaptasi dengan situasi ekonomi global.

Tidak hanya dalam bidang teknologi bahwa inovasi pembaharuan itu diperlukan, tetapi segala bidang juga memerlukan inovasi, seperti bidang pendidikan. Penerapan inovasi pendidikan terjadi pada segala jenjang pendidikan dan komponen sistem pendidikan.

 


  1. ANALISIS MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Berdasarkan pendapat Eman Suparman dalam Mulyono, M (2009: 239), manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah penyerasian, sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Implikasi dari penerapan MBS bahwa sekolah diharapkan dapat:

1.      menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut;

2.      mengetahui sumber daya yang dimiliki dan masukan pendidikan yang akan dikembangkan;

3.      mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya;

4.      bertanggung jawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga yang berkaitan, dan pemerintah dalam penyelenggaraan sekolah;

5.      persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan;

6.      meningkatkan peran serta komite sekolah, masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri untuk mendukung kinerja sekolah;

7.      menyusun dan melaksanakan program sekolah yang mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (pelaksanaan kurikulum), bukan hanya kepentingan administratif;

8.      menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personel, dan fasilitas);

9.      mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walaupun berbeda dari pola umum atau kebiasaan;

10.  menjamin terpeliharanya fasilitas dan sumber daya yang ada di sekolah dan bertanggung jawab kepada masyarakat;

11.  meningkatkan profesionalisme personel sekolah:

12.  meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang.

 

 

 

13.  adanya keterlibatan semua unsur, berkaitan dalam perencanaan program sekolah (misalnya guru, komite sekolah, tokoh masyarakat);

14.  adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.

 

  1. INOVASI DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN

1.         Pengertian Inovasi Organisasi Pendidikan

Organisasi pendidikan adalah sistem yang bergerak dan berperan dalam merumuskan tujuan pendewasaan manusia sebagai mahluk sosial agar mampu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan pendewasaan, setiap orang dapat menyikapi masalahnya dengan baik dan mampu berinteraksi sebagaimana perannya di suatu lingkungan.

Definisi organisasi pendidikan dari para ahli adalah: (1) ganization is the form of even) human association for the attainment of comon purpose  (James D. Oony); (2) An organizatioll'as a system of cooperative activities of two. or more persons (Chester I. Barnard, 1967).

Berdasarkan defini tersebut, dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah sebuah bentuk atau sistem yang terdiri atas sekelompok manusia yang berkerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sekolah dikatakan sebagai sebuah organisasi karena sekolah didirikan untuk mencapai tujuan bersama, khususnya di bidang pendidikan.

Mulyani A. Nurhadi (1998).  Membedakan organisasi pendidikan menjadi dua, yaitu organisasi makro dan mikro. Organisasi pendidikan makro adalah organisasi pendidikan dilihat dari segi organisasi secara luas. Organisasi pendidikan pada tingkat makro dibedakan atas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Pusat, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Pendidikan dan Kebudayaan di Kabupaten/Kotamadya, serta Kantor Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Kecamatan.

Adapun organisasi pendidikan mikro adalah organisasi pendidikan dilihat berdasarkan titik tolak dengan unit-unit yang ada di suatu sekolah atau lembaga pendidikan penyelenggara langsung proses belajar mengajar. Struktur di setiap sekolah atau lembaga tidak seluruhnya sama. Mungkin di suatu sekolah terdapat suatu unit sekolah yang di sekolah lain tidak terdapat karena kekurangan tenaga atau sarana lain.

 

2.         Syarat Organisasi

Adapun syarat-syarat: organisasi, termasuk organisasi pendidikan, adalah sebagai berikut.

a.       Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Rumusan tujuan yang jelas akan mempermudah penentuan struktur dan fungsi organisasi tersebut.

b.      Memiliki pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi terdiri atas beberapa posisi yang semuanya mempunyai tanggung jawab dan tugas yang jelas. Meskipun memungkinkan adanya pergantian orang dalam suatu organisasi, tugas dan fungsi setiap posisi  itu  tidak  berubah dan tetap pada tujuan organisasi.

c.       Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi memiliki kewenangan yang sama. Dalam pengaturan kewenangannya diperjelas tentang pertanggung-jawaban setiap posisi.

d.      Memiliki aturan dasar/umum (tujuan atau syarat susunan pengurus) dan aturan khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

e.       Pola hubungan informal. Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan birokrasi kaku, dan sangat formal akan menghilangkan unsur manusiawi dalam kinerja antar-anggotanya. Suatu organisasi harus menggunakan pola informal dalam hubungan antar anggotanya untuk menghilangkan ketegangan dan bisa lebih akrab, tetapi tetap bertanggung jawab satu sama lain.

 

3.         Asas-asas Organisasi

Asas-asas organisasi berdasarkan pendapat Mulyono (2009: 76), yaitu: (1) kejelasan tujuan; (2) pembagian tugas; (3) fungsional; (3) pengembangan jabatan fungsional; (4) koordinasi; (5) kesinambungan; (6) kesederhanaan; (7) keluwesan; (8) akordion; (9) pendelegasian wewenang; (10) rentang kendali; (11) jalur dan staf; dan (12) kejelasan dalam pembangunan.

Dalam manajemen pendidikan dikenal adanya dua mekanisme pengaturan, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu bentuk inovasi dalam hal pengelolaan pendidikan di sekolah dengan pendekatan yang lebih dekat  dengan masyarakat.

Manajemen berbasis sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan putusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau mencapai tujuan pendidikan nasional.

Tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya MBS, sekolah dan masyarakat tidak perlu menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan tempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri.

Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS), alokasi dana kepada sekolah menjadi lebih besar dan sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah. Sekolah lebih bertanggung jawab terhadap perawatan, kebersihan, dan penggunaan fasilitas sekolah, termasuk pengadaan buku dan bahan pelajar. Hal tersebut pada akhirnya akan meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Sekolah membuat perencanaan dan mengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitarnya dalam proses tersebut. Kepala sekolah dan guru dapat bekerja lebih professional dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak di sekolahnya. MBS merupakan salah satu komponen sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran.

MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, tetapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar semakin meningkat. Sekolah  yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggung jawab, kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih serta dapat dituntut pertanggung jawabannya oleh pemangku kepentingan.

4.         Konsep Inovasi Pendidikan dalam Organisasi

Inovasi pendidikan adalah perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diciptakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Adapun ruang lingkup organisasi inovasi pendidikan, antara   lain:

  1. Bidang peserta didik, yakni pengelompokan dalam proses pembelajaran dengan segala gambaran karakteristiknya.
  2. Bidang tujuan pendidikan, menyangkut kapasitas pribadi, sosial, ekonomis, tingkat dan jenis pengajaran, cara dan sarana untuk merumuskan tujuan.
  3. Isi pelajaran, menurut jenisnya, efek/dampak, kapasitas sanak peserta didik, bidang dan struktur ilmu pengetahuan, manfaat, kemampuan  mental, dan derajat spesialisasi.
  4. Media pembelajaran.
  5. Fasllitas pendidikan, perlengkapan yang mendukung pelaksanaan pendidikan.
  6. Metode dan teknik komunikasi, interaksi langsung dan tidak langsung.
  7. Hasil pendidikan.

 

5.         Peranan Sekolah sebagai Organisasi/Lembaga Pendidikan

Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat.

Kegiatan untuk mengembangkan potensi harus-dilakukan secara berencana, terarah, dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Pengorganisasian suatu sekolah bergantung pada beberapa aspek antara lain jenis, tingkat, dan sifat sekolah yang bersangkutan. Susunan organisasi pendidikan tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang susunan organisasi dan tata kerja jenis sekolah tersebut (Depdikbud, 1983: 2).

Dalam struktur organisasi terlihat hubungan dan mekanisme kerja antara kepala sekolah, guru, murid dengan pegawai tata usaha sekolah serta pihak lain di luar sekolah. Kepala sekolah sebagai pengelola sekolah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya peningkatan  mutu pendidikan di sekolah. Kepala sekolah diharapkan mampu meningkatkan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif, dan mengaktualisasikan sumber daya yang ada di sekolah seoptimal mungkin dalam menunjang proses belajar mengajar.

Oleh karena itu, setiap kepala sekolah harus menguasai kemampuan organisasi pendidikan yang efektif. Sebagai seorang manajer, kepala sekolah perlu melakukan pendekatan terhadap strategi global sebagai suatu tuntutan untuk dapat mengelola sebuah organisasi pendidikan secara berhasil. Memimpin sebuah organisasi pendidikan yang produktif berarti mengetahui dan memahami prilaku individu di dalam organisasi pendidikan tempat kerja para guru dan seluruh staf yang terlibat, dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan organisasi pendidikan.

 

  1. KEPUTUSAN INOVASI DALAM ORGANISASI

Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi memiliki peran sangat panting karena dampak pemilihan keputusan akan mempengaruhi keberlangsungan organisasi tersebut. Pengambilan keputusan yang tepat akan berpengaruh positif bagi organisasi, sebaliknya, pengambilan keputusan yang salah akan merugikan organisasi.

Pengambilan keputusan inovasi berbeda dengan pengambilan keputusan bukan inovasi. Pada umumnya, pengambilan keputusan bukan inovasi memerlukan empat langkah, yaitu: (1) tersedianya berbagai alternatif tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau berbagai tindakan yang harus diambil; (2) tersedianya rangkaian konsekuensi dari setiap alternatif, kegiatan atau tindakan yang harus diambil atau dipilih; (3) menyusun urutan atau ranking konsekuensi dari setiap alternatif, berdasarkan kemanfaatannya bagi organisasi; (4) mernilih salah satu alternatif yang paling menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan. Dalam proses keputusan tersebut, para pembuat keputusan sudah memahami berbagai alternatif dengan segala konsekuensinya, dan memilih pertimbangannya yang tepat dengan dasar dapat dilaksanakan dan menguntungkan organisasi.

Adapun keputusan inovasi berbeda dengan pola tersebut pada saat akan mengambil keputusan, para pengambil dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Mungkin mereka mengetahui dengan pasti tentang inovasi yang dihadapi serta telah mengetahui segala informasi. Akan tetapi, hal ini jarang terjadi karena yang dikatakan inovasi adalah sesuatu yang dirasakan diamati baru bagi seseorang. Artinya, mereka telah mengetahui dengan jelas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternatif, tetapi belum mencoba, sehingga harus berani mengambil risiko.

Dalam organisasi yang mendorong adanya inovasi adalah terjadinya kesenjangan penampilan, yaitu jika ada perbedaan yang  ditampilkan oleh organisasi dengan yang menurut pengambilan keputusan harusnya terjadi.

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penampilan (Ibrahim, 1988: 135), yaitu:

  1. Penentuan kinerja keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat;
  2. suatu organisasi ingin meningkatkan hasil produksinya atau kualitas penampilannya;
  3. terjadi perubahan dalam intern organisasi:

o    ada pejabat baru yang membawa aturan dan harapan baru;

o    perubahan teknologi;

  1. jika terjadi  perubahan-di  luar  organisasi (ekstern):

o    permintaan kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah;

o    terjadi perubahan karena teknologi baru yang digunakan secara luas;

o    terjadi perubahan organisasi sebagai dampak adanya kerja sarna dengan unit di luar organisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa kesenjangan penampilan menuntut diadakannya inovasi. Untuk menentukan inovasi yang akan digunakan, diperlukan keputusan inovasi.

Ada beberapa macam keputusan inovasi dalam sebuah organisasi, yaitu sebagai berikut.

  1. Keputusan Otoritas

Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering disebut sebagai "kelompok dominan" dalam organisasi. Dalam hal ini, keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para petinggi organisasi (orang yang mempunyai kekuasaan). Ada dua macam tipe keputusan otoritas yang sering dipakai dalarn organisasi yaitu: (a) keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif); (b) keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif). Contoh keputusan otoritas dengan pendekatan otoritatif, kepala sekolah memerintahkan kepada para guru mulai ajaran baru 2013 untuk menyerahkan persiapan mengajar paling lambat dua  hari sebelum persiapan mengajar seharusnya digunakan. Jika kepala sekolah menggunakan pendekatan partisipastif, ia rnengadakan rapat dengan para guru untuk rnembicarakan hal-hal yang sebaiknya. Dengan menggunakan pendekatan partisipatif, berarti ia memperluas sumbangan kekuatan penerapan inovasi, sehingga mengurangi terjadinya penolakan inovasi. Dengan kata lain, para guru tidak merasa dipaksa.

Kaputusan otoritas dipandang lebih efisien karena urutan pertahapan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam yang lebih singkat.

 

  1. Keputusan Kolektif

Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau meenolak inovasi dengan kesepakatan bersarna dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara sukarela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga.

Menurut Schein (1997), ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu:

  1. Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang diputuskan, sehingga mereka belurn memahami secara mendalam.
  2. Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang bersaing. Saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara pada waktu yang akan datang.

 

Berdasarkan hal tersebut, pengambilan keputusan secara kesepakatan bersama (musyawarah) lebih baik daripada suara (voting).

Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain:

a.       terjadi mekanisme umpan batik secara internal;

b.      setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat kebutuhan inovasi;

c.       memberikan kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi;

d.      meningkatnya kerja sama antaranggota dalam proses keputusan inovasi juga akan memengaruhi kelancaran implementasi.

 

Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa:

a.       inovasi di tempatnya bekerja relevan dengan keperluannya;

b.      mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi;

c.       mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.

Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, kombinasi antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.


 

BAB 10

 

INOVASI BIDANG KURIKULUM PENDIDIKAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. INOVASI KURIKULUM PEMBELAJARAN

 

Inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai ide, gagasan, atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.

Selama ini kurikulum kita dianggap kurang menyentuh kebutuhan dan keasaan atau kondisi lingkungan siswa. Oleh karena itu, penerapan kurikulum muatan local merupakan suatu inovasi dalam bidang pendidikan untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui kurikulum muatan lokal, rnateri yang diberikan di sekolah akan menjadi relevan dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungan hidup siswa.

Kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan datang. Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk mengawetkan kebudayaan masa lalu, melainkan juga untuk mempersiapkan siswa agar kelak dapat hidup menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, sesuatu yang diberikan di sekolah harus teruji dan memiliki nilai guna untuk kehidupan siswa pada masa yang akan datang.

Salah satu asas pengembangan kurikulum adalah asas sosiologis yang mengandung makna bahwa kurikulum harus memerhatikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, termasuk tuntutan dunia kerja.

Perbaikan kurikulum dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lingkungan masyarakat lokal, melainkan juga inovasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan memperkenalkan penggunaan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), pendekatan keterampilan proses, Contectual    Teaching and Learning, dan sebagainya.

Dalam konteks kurikulum dan pembelajaran, suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi jika program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan, Misalnya, untuk mencapai tujuan tertentu, guru memrogramkan tiga bentuk kegiatan belajar mengajar. Jika setelah dilaksanakan program kegiatan belajar  mengajar, tujuan pembelajaran telah dicapai oleh seluruh siswa, dapat dikatakan bahwa program itu memiliki efektivitas yang tinggi. Sebaliknya, apabila diketahui setelah pelaksanaan proses belajar mengajar, siswa belum mampu menentukan tujuan yang diharapkan, dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak efektif.

 

  1. PROSEDUR PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KETERPADUAN

Saat ini, ada kecenderungan guru mengemas pengalaman belajar dengan mengotak-ngotakan secara tegas antara bidang studi satu dengan bidang studi lainnya. Padahal, kurikulum yang memisahkan penyajian mata pelajaran secara tegas hanya akan membuat kesulitan bagi siswa karena pemisahan seperti itu akan memberikan pengalaman belajar yang bersifat artifisial.

Siswa pada jenjang sekolah dasar, yang paling dominan menghayati pengalamannya, masih berpikir secara keseluruhan. Mereka masih sulit menghadapi pemilihan yang artifisial (terpisah-pisah). Hal ini berarti siswa sekolah dasar melihat dirinya sebagai pusat lingkungan, yang merupakan keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya dengan pemaknaan secara holistik yang bertitik tolak dari yang bersifat konkret. Melalui pemikiran tersebut, diperlukan kurikulum terpadu yang berangkat dari bentuk rencana umum dan dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran unit (unit teaching). Rencana umum yang dimaksudkan adalah organisasi kurikulum yang berpusat pada bidang masalah, ide, dan tema tertentu yang dapat digunakan untuk melaksanakan pengajaran unit. Dengan perkataan lain, source unit adalah unit-unit yang telah siap dibuat dan disusun secara umum, lengkap dan luas serta merupakan reservoir bagi pengembangan pembelajaran unit.

 

  1. BERBAGAI JENIS INOVASI DALAM KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

Dalam usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah terus-menerus melakukan berbagai perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan kurikulum. Beberapa pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

  1. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Sejak lama, bahkan sejak kemerdekaan republik Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah bahkan tidak diberi ruang yang cukup untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Sekolah dan guru hanya berfungsi sebagai pelaksanaan kurikulum yang seluruhnya diatur oleh pusat, yakni isi pelajaran, system penilaian, bahkan waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa melalui bentuk kurikulum yang bersifat matriks.

Sejak tahun 2006, terjadi perubahan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang, Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur oleh pusat, tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh tiap-tiap satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar nasional pendidikan (BSNP). Dilihat dari adanya perubahan sistem manajemen kurikulum itulah, dapat dikatakan bahwa pemberlakuan KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia.

Jika kita analisis konsep di atas, ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional. Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional, dalam pengembangannya KTSP tidak lepas dari ketetapaan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, kewenanga itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya, sedangkan rujukan pengembangannya ditentukan oleh pemerintah. Misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran serta jumlah jam pelajaranya, isi dari setiap mata pelajaran kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan isi pelajaran terbatas pada pengembangan kurikulum muatan lokal, yakni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan yang sesuai dengan minat siswa. Kedua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.

Kedua, sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP dituntut untuk memerhatikan ciri khas kedaerahan, sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 ayat 2, yang menyatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami walaupun standar isi ditentukan oleh pemerintah, tetapi dalam operasional pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan oleh guru serta pengembang kurikulum tidak terlepas dari keadaan kondisi daerah.

Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran. Misalnya, dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran dalam menentukan media pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yang dilakukan, termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan serta suatu topic materi harus dipelajari siswa agar kompetensi dasar yang telah ditentukan dapat tercapai.

Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik berikut.

a.       KTSP adalah kurikulum sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat dilihat dari struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajaran yang harus dipelajari sesuai dengan nama-nama disiplin itu, juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara ketat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu.

b.      KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan. Strategi pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui CTL, inkuiri, pembelajaran portofolio, dan sebagainya. Demikian juga, secara tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri.

c.       KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP, yaitu berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Dengan demikian, KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya, KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi, sosial, budaya yang berbeda masing-masing daerahnya.

d.      KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar, yaitu sejumlah perilaku yang terukur sebagian bahan penilaian.

 

  1. Penyelengaraan Sekolah Lanjutan Pertama Terbuka (SLTPT)

SLTPT terbuka merupakan sekolah menengah umum tingkat pertama yang kegiatan belajarnya dilaksanakan sebagian besar di luar   gedung sekolah. Penyampaian pelajaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru, misalnya paket belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektronik seperti radio.

SLTPT terbuka diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataaan pendidikan, khususnya bagi lulusan SD yang ingin melanjutkan pendidikan, tetapi tidak dapat melaksanakannya disebabkan factor geografi, sosial, dan ekonomi. Ciri-ciri SLTPT terbuka adalah:

  1. terbuka bagi peserta didik tanpa batasan umur dan syarat-syarat akademis;
  2. terbuka dalam  memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal serta memenuhi kebutuhan jangka pendek yang bersifat praktis, insidental, dan individual (perseorangan);
  3. tidak selalu diselenggarakan di dalam kelas melalui tatap muka dengan guru, tetapi dapat dilakukan di luar kelas dengan belajar melalui berbagai media, seperti radio, media cetak, film, foto, dan sebagainya;
  4. peserta didik dapat secara bebas mengikuti program belajar sesuai dengan kesempatan yang tersedia;
  5. dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, tokoh masyarakat, orangtua peserta didik, dan pamong pemerintah setempat.

 

Tujuan yang ingin dicapai oleh SLTP terbuka adalah mencetak lulusan sebagai berikut:

a.       menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang sehat dan  kuat lahir dan batin;

b.      menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di sekolah dasar;

c.       memiliki bekal untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan, atas dan utuk tujuan ke masyarakat;

d.      meningkatkan disipliri siswa;

e.       menilai kemajuan siswa dan memantapkan hasil pelajaran dengan media.


  1. Pengajaran Melalui Modul

Pengajaran melalui modul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada di Indonesia, yang digunakan dalam berbagai penyelenggaraan pendidikan, baik formal maupun nonformal.

Dalam konteks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri, terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dalam sebuah modul dirumuskan suatu unit pengajaran secara jelas, mulai jurusan yang harus dicapai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian pembelajaran atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, materi pembelajaran sampai pada evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya. Dengan demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self-instructon),tanpa bantuan guru


BAB 11

MONITORING EVALUASI DALAM INOVASI PENDIDIKAN

 

 

 

 

 

 

 

P

            rogram inovasi pada hakikatnya adalah rencana untuk melakukan pembaharuan dan perubahan. Hal ini sesuai dengan inti pengertian

inovasi yang merujuk pada terjadinya perubahan dan pembaharuan (Budi Sanjaya, 2008). Inovasi berarti suatu konsep perubahan atau pembaharuan, yang menyiratkan terjadinya kondisi yang berbeda dari sebelumnya.

Inovasi pendidikan di sekolah merupakan program perubahan yang seyogianya terjadi di lingkungan sekolah, antara lain meliputi perubahan dan pembaharuan dalam tenaga kependidikan, inovasi kurikulum, dan inovasi pembelajaran. Semua tindak inovasi itu dilaksanakan melalui serangkaian program yang dilaksanakan secara prosedural.

  1. HAKIKAT MONITORING EVALUASI
  1. Pentingnya Monitoring

Monitoring merujuk pada tindakan monitor terhadap sesuatu. Monitoring inovasi bertujuan mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan program inovasi, apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, sejauh mana kendala dan hambatan ditemukan, serta bagaimana upaya-upaya yang sudah dan harus ditempuh untuk mengatasi kendala dan hambatan yang muncul selama pelaksanaan program. Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis (Rohiat, 2008: 115). Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang berkaitan untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Apabila hasilnya ternyata menyimpang dari standar-standar yang berlaku, perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif untuk memperbaikinya (Yunus, 2007: 110).

Kegiatan monitoring berhubungan dengan salah satu fungsi manajemen, yaitu controlling atau pengawasan. George R. Terry menerangkan bahwa controlling adalah proses penentuan segala sesuatu yang harus diselesaikan berkenaan dengan pelaksanaan penilaian pelaksanaan, dan jika perlu dilakukan tindakan korektif agar pelaksanaan tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (standar). Pada bagian lain, H. Koontz dan O'Donnell menyebut bahwa controlling adalah tindakan penilaian/perbaikan terhadap bawahan untuk menjamin agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana.

Kegiatan controlling mencakup: (1) menetapkan standar pelaksanaan, artinya pelaksanaan inovasi harus terlebih dahulu melakukan standardisasi, sehingga ada sesuatu yang menjadi target. Pelaksanaan inovasi bukan hanya kegiatan tanpa arah, tujuan, kepastian target, melainkan juga untuk mencapai makna kemudian makna itu berguna bagi kepentingan pendidikan secara keseluruhan, terutama untuk mencapai kualitas pendidikan yang selama ini didambakan: (2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar. Standar pada tahapan kerja selanjutnya akan menjadi tolak ukur. Ketercapaian standar berarti indikasi posisi terhadap tercapainya keberhasilan. Jika terjadi kesenjangan, ketercapaian hanya akan menjadi sebuah mimpi. Oleh karena itu, para pelaksana inovasi akan berusaha mencapai kedekatan standar optimal mungkin. Apabila tidak tercapai seluruhnya, ukuran ketidaktercapaiannya hanya dalam persentase yang kecil, tidak terlalu signifikan (3) menentukan kesenjangan antara pelaksanaan dengan standar dan rencana. Kesenjangan artinya bentangan jarak antara hasil dengan standar. Tindak lanjut akan dapat ditentukan ketika kesenjangan tampak jelas ukurannya.

Pengawasan pada prinsipnya merupakan pengendalian, penilaian, dan koreksi agar inovasi terarah pada tercapainya tujuan yang ingin dicapai.

 

  1. Evaluasi Program Inovasi

Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan, sudah sewajarnya secara implisit dan eksplisit, inovasi pendidikan mengandung masalah evaluasi (penilaian). Hal ini dilakukan sebab setiap saat orang perlu mengetahui dengan alasan bermacam-macam – sampai sejauh mana standar yang ditetapkan sudah terwujud atau terlaksana dalam usaha-usaha yang dijalankan (Suryabarata, 1984: 317).

Bagi para pelaksana inovasi, masalah penilaian adalah masalah yang selalu implisit dalam pelaksanaan inovasinya, sehingga penilaian menjadi bagian penting dalam kelengkapan program inovasi pendidikan. Dengan kata lain, evaluasi menjadi bagian integral dalam usaha inovasi pendidikan.

Penilaian inovasi adalah proses penilaian atau proses evaluasi yang dilakukan terhadap kegiatan inovasi. Ketika penilaian dilakukan dengan benar, para pelaksana, penerima, bahkan organisasi memperoleh manfaat dengan memastikan bahwa usaha-usaha inovasi berperan dalam mengarahkan strategi organisasi. Dalam praktiknya, penilaian inovasi dipengaruhi oleh aktivitas lain dalam organisasi, dan memengaruhi keberhasilan organisasi secara keluruhan.

Dilihat dari tujuan dan fungsinya, penilaian inovasi adalah:

a.       memberikan umpan balik kepada pelaksana program dalam rangka memperbaiki kinerja inovasi yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki;

 

b.      memberikan informasi kepada masyarakat tentang keberhasilan program, dengan tujuan memperbaiki atau mengembangkan program inovasi lanjutan;

c.       menentukan tingkat keberhasilan yang dibutuhkan rancangan laporan kepada pihak yang berwenang, seperti Dinas Pendidikan, kepala sekolah, dan masyarakat.

 

Pada pihak lain, evaluasi inovasi juga berguna untuk:

  1. mendukung objektivitas pengamatan yang dilakukan petugas evaluasi dan monitoring,
  2. menimbulkan perilaku di bawah kondisi yang relative terkontrol,
  3. mengukur sampel kemampuan individu,
  4. memperoleh kemampuan-kemampuan mengukur hasil yang sesuai dengan tujuan dan standar yang ditetapkan.
  5. mengungkapkan kondisi yang tidak kasat mata atau hal-hal yang tidak terduga,
  6. mendeteksi karakteristik dan komponen-komponen perilaku,
  7. meramalkan kegiatan yang akan datang,
  8. menyediakan data sebagai umpan balik dan membuat keputusan.

 

Keterangan lain tentang fungsi penilaian adalah:

a.       memberikan gambaran atau potret keberhasilan inovasi dalam semua aspek. Potret ini merupakan potret diri, potret program, potret prosedur bagi pelaksana dan penerima program. Potret ini dapat berbentuk laporan kegiatan inovasi;

b.      menumbuhkan ketelitian pelaksanaan program, sehingga program lanjutan dapat dilaksanakan dengan tingkat ketelitian yang lebih dari sebelumnya;

c.       menempatkan program inovasi dalam situasi yang tepat. Artinya ada kesesuaian dalam berbagai aspek, baik aspek eksternal maupun internal.

 

  1. Ciri-ciri Monitoring yang Baik

Adapun ciri-ciri monitoring yang baik, yaitu:

a.       dilakukan secara berkelanjutan, melibatkan instansi berkaitan, dan fokus pada perkembangan pencapaian tujuan;

b.      melihat perkembangan program dan kerja sama tim. Dalam hal ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam mengambil keputusan dan kebijakan, pembelajaran dan sebagai bahan evaluasi;

c.       bergantung pada kualitas perencanaan;

d.      menuntut kunjungan secara berkala didukung dengan analisis perkembangan dan laporan.

 

  1. PRINSIP-PRINSIP MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM INOVASI

Beranalog pada prinsip-prinsip evaluasi secara umum, prinsip monitoring dan evaluasi program inovasi adalah sebagai berikut.

1.      Prinsip Menyeluruh

Monitoring dan evaluasi mencakup berbagai aspek, yaitu sebagai berikut.

a.       Relativitas keuntungan program atau keuntungan relatif program terhadap upaya pengembangan pendidikan. Sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau manfaat suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonomi atau faktor status social, kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Semakin menguntungkan bagi penerima, semakin cepat sebarnya inovasi. Oleh karena itu, monitoring harus sampai ada mengawasi tingkat keuntungan program dengan cara membandingkannya secara ekonomi.

b.      Konsistensi program atau keajegan program terhadap tujuan yang hendak dicapai. Hal ini berkaitan dengan kemapanan program, komitmen, termasuk kesepakatan menjalankan program inovasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

c.       kemudahan, artinya kemudahan dalam try-out, kemudahan penggunaan, kemudahan dalam pengujian, dan sebagainya. Ini Artinya, program dapat dengan mudah diakses, mudah dicoba, dan mudah ditindaklanjuti. Inovasi yang tidak mudah dicoba, akan menyebabkan tidak diterimanya program tersebut oleh penerima inovasi.

d.      Observatibiltas atau kemudahan untuk diobservasi. Program bukan sesuatu yang tertutup, melainkan bersifat terbuka. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan semakin cepat diterima oleh masyarakat. Sebaliknya, yang sukar diamati, akan lama diterima oleh masyarakat.

e.       Kompleksitas, mencakup keseluruhan program, keterlibatan usaha untuk pelatihan, kertas kerca, dan sebagainya. Kompleksitas ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang tidak mudah dimengerti dan tidak mudah dipahami oleh penerima.

 

1.      Prinsip Kontinuitas

Prinsip kontinuitas mengandung makna adanya upaya untuk terus-menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan, perubahan situasi dan kondisi serta segala hal yang menyangkut upaya inovasi. Dalam mengikuti perkembangan itu, monitoring dan evaluasi tetap ditujukan untuk keberhasilan program itu.

 

2.      Prinsip Objektivitas

Prinsip objektif mengandung makna keikhlasan dan kearifan ketika melakukan monitoring dan evaluasi, mengedepankan kepentingan ilmiah daripada kepentingan perasaan. Hal ini penting untuk menjaga kualitas hasil evaluasi yang objektif.

 

  1. OBJEK MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM

Objek monitoring dan evaluasi program inovasi pendidikan menyangkut semua aspek proses inovasi yang meliputi sebagai berikut.

 

1.      Proses Permulaan

Proses permulaan memonitor dengan kegiatan pengumpulan informasi, konseptualisasinya, dan perencanaan untuk menerima inovasi. Proses permulaan program inovasi terdiri atas:

a.       Agenda setting

Monitoring dan evaluasi harus mampu menjangkau wilayah agenda setting, yaitu perumusan masalah organisasi dengan rangka menentukan kebutuhan inovasi melalui analisis SWOT sebagai upaya survei internal (strength dan weakness), dan survey eksternal (opportunities dan threats). Strength (kekuatan) bagi sebuah inovasi merupakan opportunities (peluang) yang harus dimanfaatkan, sedangkan weakness (kelemahan) harus dianggap sebagai threats (ancaman). Jadi, semuanya saling mengisi dan saling memengaruhi.

b.      Agenda penyesuaian

Agenda penyesuaian meliputi penyesuaian masalah dengan inovasi yang digunakan dan rancangan desain penerapan inovasi.

c.       Keputusan menerima inovasi

Keputusan menerima inovasi jangkauannya pada seberapa jauh inovasi dapat diterima, seberapa banyak masyarakat menerima inovasi, dan sebagainya.

 

2.      Proses Implementasi

Sasaran monitor dan evaluasi, yaitu kejadian, kegiatan, keputusan, dan penggunaan inovasi.

Dilihat dari sisi kegunaannya dalam implementasi di antaranya:

a.       Redefinisi

Sasarannya adalah kegiatan modifikasi atau reinvensi sehubungan dengan kegiatan inovasi yang dilaksanakan, dan kegiatan modifikasi atau restrukturisasi organisasi sehubungan dengan kegiatan inovasi yang dilaksanakan.

b.      Klarifikasi

Sasarannya adalah hubungan inovasi dengan organisasi dan tindak lanjut inovasi.

c.       Rutinisasi

Pada bagian ini, yang dimonitor dan dievaluasi adalah inovasi dapat diterima sebagai kostum penggunaan sehari-hari. Dengan kata lain, inovasi sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari atau belum.

 

3.      Proses Penutup

Kegiatan monitoring dan evaluasi penting dilakukan dalam sebuah program inovasi pendidikan. Monitoring dilaksanakan dalam rangka mengetahui perkembangan penyelenggaraan program. Evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.

Hasil monitoring dan evaluasi diabadikan dalam bentuk laporan yang disampaikan pada kepala sekolah dan dinas terkait mendapatkan tindak lanjut.

  1. IMPLEMENTASI MONITORING EVALUASI DALAM INOVASI PENDIDIKAN

Berdasarkan seluruh tindakan inovasi, yang paling penting adalah tercapainya keberhasilan program. Untuk mencapai keberhasilan diperlukan upaya pengendalian program, yaitu melalui monitoring dan evaluasi program. Dalam hubungan dengan kegiatan inovasi, monitoring dilaksanakan untuk mengawasi dan mengecek kegiatan inovasi. Dari tindakan ini akan diketahui berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan inovasi, yang meliputi kelebihan, kekurangan, kekuatan, dan kelemahannya. Jika terdapat kekeliruan, artinya suatu inovasi tidak sesuai dengan yang diharapkan, pihak yang melakukan monitoring melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengubah setidaknya membuat program menjadi sesuai dengan apa diharapkan. Tindakan-tindakan itu antara lain:

  1. Memperbaiki peralatan atau sarana yang rusak, tidak memadai, atau tidak menunjang program. Misalnya, dalam pembelajaran berbasis ICT, peralatan internet rusak. Hal ini akan menjadi hambatan tidak tercapainya program. Perbaikan harus segera dilakukan agar program bias dilanjutkan.
  2. Mengganti program dengan program yang baru, dengan susunan dan perencanaan yang lebih baik dari sebelumnya.
  3. Mengubah perilaku para pelaku inovasi ataupun para penerima inovasi. Mereka diarahkan pada kesadaran, bahwa mereka sedang melaksanakan inovasi. Re-komitmen dalam hal ini harus dibangun, agar semua anggota memiliki tanggung jawab yang sama demi keberhasilan program.
  4. Melakukan re-organisasi institusi. Hal ini penting mengingat keberhasilan program inovasi berkaitan dengan keberadaan organisasi. Di sekolah, organisasi dimaksud adalah susunan organisasi kepengurusan sekolah, mulai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah, urusan tata usaha, para pembantu kepala sekolah yang mengurusi masing-masing bidang, dan siswa. Restrukturisasi memungkinkan terjadinya pemikiran-pemikiran baru yang dapat menunjang terlaksananya program.

BAB 12

REFORMASI DAN INOVASI PENDIDIKAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

E

ra reformasi dan tuntutan kompetisi global dalam peningkatan   mutu kehidupan telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan manusia, termasuk kehidupan pendidikan.

Seiring perjalanan waktu dan berdasarkan berbagai hasil penelitian sosial, terkuaklah bahwa keberhasilan pembangunan kehidupan masyarakat memiliki kebergantungan yang signifikan terhadap mutu pendidikan yang dikembangkan di tengah masyarakat. Semakin tinggi mutu penyelenggaraan pendidikan masyarakat, semakin terkuasailah penerapan teknologi kehidupan, yang akan lebih mengefektifkan kinerja masyarakat untuk menghasilkan usaha yang menjamin kelancaran sirkulasi kemakmuran.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia ya beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU No.2 tahun 1989 Pasal 5 bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dalam kenyataan persentase layanan pendidikan belum optimal. Hal ini masih adanya hambatan pada pola piker masyarakat mengabaikan potensi pendidikan.

 

  1. HAKIKAT REFORMASI PENDIDIKAN

Reformasi pendidikan adalah upaya perbaikan pada bidang pendidikan. Reformasi pendidikan memiliki dua karakteristik dasar, yaitu terprogram dan sistemis. Reformasi pendidikan yang terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatu institusi pendidikan. Termasuk ke dalam reformasi terprogram ini adalah inovasi. Inovasi adalah memperkenalkan ide baru, metode baru atau sarana baru untuk meningkatkan beberapa aspek dalam pro pendidikan agar terjadi perubahan secara kontras dengan maksud tertentu yang ditetapkan. Seorang reformer terprogram memperkenalkan lebih dari satu inovasi dan mengembangkan perencanaan yang terorganisasi dengan maksud adanya perubahan dan perbaikan untuk mencapai tujuan baru. Biasanya inovasi pendidikan terjadi terlebih dahulu dari reformasi pendidikan. Sementara itu, reformasi sistemis berkaitan dengan adanya hubungan kewenangan dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol sistem pendidikan secara keseluruhan. Hal ini sering terjadi di luar sekolah serta berada pada kekuatan sosial dan politik. Karakteristik reformasi sistemis sulit sekali diwujudkan karena menyangkut struktur     kekuasaan yang ada.

Reformasi pendidikan diibaratkan sebagai pohon yang terdiri atas empat bagian, yaitu akar, batang, cabang, dan daun. Akar reformasi yang merupakan landasan filosofis bersumber dari cara hidup (way of life) masyarakatnya. Akar reformasi pendidikan adalah masalah sentralisasi-desentralisasi, masalah pemerataan-mutu, dan siklus politik pemerintahan setempat. Batangnya adalah mandat dari pemerintah dan standar-standarnya tentang struktur dan tujuannya. Cabang-cabang reformasi pendidikan adalah manajemen local (on-ite management), pemberdayaan guru, perhatian pada daerah setempat, sedangkan daun-daun reformasi pendidikan adalah keterlibatan orangtua peserta didik dan keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan bernilai bagi masyarakat setempat. Ada tiga kondisi yang mendorong terjadinya reformasi pendidikan, yaitu perubahan struktur organisasi, mekanisme monitoring dari hasil yang diharapkan secara mudah yang biasa disebut akuntabilitas dan terciptanya kekuatan untuk terjadinya reformasi.

Dengan demikian, reformasi kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan dalam tataran konsep pendidikan, perundang-undangan, peraturan, dan pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan praktik-praktik pendidikan masa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek pendidikan masa mendatang menjadi lebih baik.

 

  1. REFORMASI DAN INOVASI PENDIDIKAN NASIONAL

Reformasi dan inovasi pendidikan nasional mencakup pembahasan tentang reformasi dan inovasi system pendidikan nasional dalam pelaksanaan berbagai komponennya, meliputi kurikulum, kompetensi lulusan dan penilaian, kualifikasi guru, pendanaan, sarana dan prasarana, desentralisasi dan otonomi pendidikan, wajib belajar 12 tahun, penghapusan diskriminasi pendidikan dan inovasi proses pembelajaran.

Prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi isu reformasi secara umum sangat berdampak pada proses dan system pendidikan Indonesia. Walaupun gelombang reformasi pendidikan tidak sekuat dengungnya, seperti gelombang reformasi  politik,  ekonomi, dan hukum, reformasi pendidikan justru berperan penting karena untuk mendukung gerakan reformasi secara luas diperlukan reformasi bidang pendidikan. Menurut Hadi Supeno (1999), jika reformasi politik, ekonomi, dan hukum berlangsung sukses dan berkelanjutan, dunia pendidikan mendukungnya dengan menyiapkan manusia-manusia calon pelaku dunia politik, ekonomi dan hukum.

Menurut Hadi Supeno (1999), ada beberapa alasan reformasi pendidikan, yaitu adanya banyak kritik ditujukan terhadap dunia pendidikan, baik menyangkut penyelenggaraannya, kualitas guru, mahalnya biaya, kualitas output, maupun tidak sesuainya antara kebutuhan dunia kerja dengan kemampuan tamatan lembaga-lembaga pendidikan.

 

  1. TUJUAN DAN ARAH REFORMASI INOVASI PENDIDIKAN

Reformasi pendidikan pada dasarnya bertujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien mencapai tujuan pendidikan, nasional. Untuk itu, dalam reformasi ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu mengidentifikasi atas berbagai problem yang menghambat terlaksananya pendidikan dan merumuskan reformasi yang bersifat strategis serta praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan. Oleh karena itu, kondisi yang diperlukan dan program aksi yang harus diciptakan merupakan titik sentral yang perlu diperhatikan dalam setiap reformasi pendidikan. Dengan kata lain, reformasi pendidikan harus mendasarkan realitas sekolah yang ada bukan mendasarkan etalase atau jargon-jargon pendidikan semata. Reformasi hendaknya didasarkan fakta dan hasil penelitian yang memadai dan valid. Dengan demikian, program reformasi yang utuh, jelas, dan realistis dapat dikembangkan.

Pada saat reformasi digulirkan, masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupann termasuk sektor pendidikan (H.A.R. Tilaar, 1998: 25). Hal ini karena sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya mewujudkan perubahan tersebut. Sekalipun demikian, menurut Tilaar, pendidikan di Indonesia selama ini diatur dengan sistem pendidikan nasional yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa. Akibatnya, pendidikan justru menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, tidak kritis serta bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada kepentingan kelompok kecil rakyat Indonesia (Tilaar, 1998: 4).

Kebijakan pendidikan kita adalah berpikir dalam acuan keseragaman. Selama ini kebijakan pendidikan semuanya terpusat: kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga pendidikan ditentukan dari pusat, sarana dan prasarana pendidikan diberikan dari pusat, dana pendidikan ditentukan dari pusat. Oleh karena itu, yang terjadi adalah masyarakat yang pasif, tidak tahu dan tidak dapat berkecimpung di dalam kehidupan pendidikan anak-anak. Padahal, masyarakat memiliki harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan di Indonesia, walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan, dan tanggung jawab. Hal yang sangat ironis adalah menempatkan pendidikan sebagai kerja "nonakademis”, pendidikan diselenggarakan dengan "otoritas" kekuasaan "administratif-birokratis", belum menempatkan pendidikan sebagai kerja "akademis" dan penyelenggaraan pendidikan di bawah "otoritas keilmuan" (Mastuhu, 2003: 32-33).

Tampaknya, kebijakan pendidikan nasional kita lebih berorientasi pada kepentingan pemerintah, bukan kepentingan pembelajar, pasar, dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat. Hal ini dengan dalih bahwa strategi pendidikan nasional adalah membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan negara ini sejajar dengan bangsa dan Negara lain yang lebih maju. Akan tetapi, implikasi perkembangannya tidak sesuai dengan yang dicita-citakan (Mastuhu, 2003: 33). Pendidikan yang semestinya dapat membebaskan "pembelajar" menjadi manusia utuh bermartabat, justru menjadi alat penyiksa. Pendidikan yang ada telah tergilas atau terhanyut oleh kekuatan-kekuatan atau sistem-sistem yang lain sehingga secara pasti tidak memungkinkan arah perjalannya dapat menuju ke tujuan pendidikan nasional, apalagi ketercapaian dari tujuan pendidikan nasional (Diana Nomida Musnir, 2000: 71).

 

  1. PROGRAM, IMPLEMENTASI, DAN MASALAH DALAM REFORMASI SERTA INOVASI PENDIDIKAN NASIONAL

Reformasi merupakan proses pembaruan yang diikuti oleh inovasi atau proses perubahan. Jonathan Crowther (1995) mengatakan, Reformation is tile process of being reformed, dan innotud: is to make changes, atau innovation is the process of innovating."

 

  1. Pembaruan Kurikulum

Untuk menyongsong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan terus-menerus pada berbagai kehidupan masyarakat, diperlukan pengembangan kurikulum yang dapat memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat; kurikulum yang betul-betul berarti bagi para lulusan, yaitu pengalaman praktis berkenaan dengan pemecahan masalah, cara pengambilan keputusan, membuat perencanaan, dan berlatih membuat perkiraan untuk masa depan.

Untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu berpartisipasi dalam pemecahan masalah-masalah kehidupan yang terdapat di lingkungannya, dalam pengembangan kurikulum perlu dipertimbangkan beberapa permasalahan, yang menurut Mulyans Sumantri (1994) adalah:                                                               

  1. Sosok manusia/lulusan seperti apa yang dibutuhkan pada saat peserta didik menjadi dewasa pada masa datang?
  2. Bentuk dan jenis pekerjaan apa yang tersedia pada masyarakat kelak?
  3. Kemampuan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) apa yang kelak harus dimiliki oleh lulusan agar dapat bekerja dengan baik pada masyarakat?

Jawaban atas semua pertanyaan itu menggambarkan bahwa pengembangan kurikulum harus sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Udin Syaefudin (2010) berpendapat bahwa inovasi kurikulum secara nasional sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain falsafah yang dianut, kondisi sosial, ekonomi, tingkat pendidikan, budaya, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. ltulah inovasi kurikulum yang berbasis masyarakat, yaitu kurikulum yang bahan dan objek kajian kebijakan dan ketetapannya ditentukan di daerah, disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya, dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah.


 

Diversifikasi kurikulum sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang kurikulum Pasal 36 menegaskan:

a)      Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;

b)      Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik;

c)      Karena sasaran pendidikan dan pembelajaran adalah peserta didik, maka pembaruan kurikulum yang tepat adalah kurikulum yang berbasis kompetensi peserta didik.

Berkenaan dengan pembaruan kurikulum berbasis kompetensi, ditegaskan oleh Mulyasa (2006) bahwa perubahan kurikulum seharusnya berangkat dari kompetensi sebagai hasil analisis dari berbagai kebutuhan masyarakat, baik untuk kebutuhan hidup (bekerja) maupun untuk mengembangkan diri sesuai dengan pendidikan seumur hidup. Kurikulum tahun (2004.b) merupakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2004/2005 dan pada tahun ajaran 2007/2008 semua sekolah pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan diharapkan telah melaksanakan KBK.

a.      Keberhasilan pembaruan kurikulum

Keberhasilan pembaruan kurikulum dalam implementasinya sangat dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah yang merupakan kunci penggerak dan pelaksana dalam menerapkan kurikulum tersebut di sekolah serta kemampuan guru dalam mengaktualisasikan dan menjabarkan kurikulum di kelas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan implementasi KBK. Menurut Mulyasa (2006.a), ada tujuh jurus yang perlu diperhatikan dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2004, yaitu (1) menyosialisasikan perubahan kurikulum di sekolah; (2) menciptakan lingkungan yang kondusif; (3) mengembangkan fasilitas dan sumber belajar; (4) mendisiplinkan peserta didik; (5) mengembangkan kemandirian kepala sekolah; (6) mengembangkan paradigm (pola pikir) guru, (7) memberdayakan tenaga pendidikan di sekolah.

Tiga komponen utama yang perlu diperhatikan oleh guru dan kepala sekolah dalam implementasi KBK, yaitu Standar Kompetensi Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Ketiga hal tersebut harus dirumuskan secara spesifik, jelas, dan disusun dengan cermat sesuai dengan kompetensi siswa yang akan dicapai. Di samping itu perlu juga diperhatikan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, seperti ruang kegiatan pembelajaran, media, laboratorium, serta alat bantu pembelajaran.

Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi dengan berbagai panduannya merupakan hasil pengembangan yang dirumuskan oleh pemerintah. Menurut Mulyasa (2006.a), kurikulum 2004 dikembangkan berdasarkan teori belajar behavioristik, yang menekankan pada pembelajaran personal individual, kontrol terhadap pengalaman peserta didik, pendekatan sistem, berorientasi pada proses dan hasil belajar. Adapun kurikulum yang melayani peserta didik adalah kurikulum yang sepenuhnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara bebas sesuai dengan karakteristiknya (Degeng, 1998).

Dalam perkembangan waktu 2 tahun pelaksanaan kurikulum 2004 (KBK) terjadi banyak perubahan implementasinya, dengan dikeluarkan Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar lsi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi kelulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Permendiknas No. 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 dan No. 23 tahun 2006, kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan pelaksana kurikulum. Kurikulum ini lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang pada Permendiknas No. 24 tahun 2006 Pasal 1 disebutkan bahwa Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan, satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi sebagaimana diatur dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 dan No. 23 tahun 2006.


KT5P tahun 2006 juga telah dikembangkan berdasarkan prinsip diversifikasi sesuai dengan potensi daerah. Hal ini tampak pada Pasal 3 Permendiknas No. 24 tahun 2006 bahwa Gubernur, Bupati/walikota, dan Menteri Agama dapat mengatur jadwal pelaksanaan Permendiknas No. 22 tahun 2006 dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pengembangan kurikulum KTSP berdasarkan prinsip diversifikasi sesuai dengan peserta didik, tampak dalam lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 BAB II A.2 Prinsip Pengembangan kurikulum, bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan prinsip-prinsip di antaranya berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

b.      Problematika yang timbul

Standar isi dan standar kompetensi lulusan yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) merupakan acuan bagi para guru dalam mengembangkan kurikulum di sekolahnya, dan kurikulum yang disusun tetap berbasis kompetensi. Permasalahan yang timbul adalah dengan beragamnya guru, dilihat dari letak geografis banyaknya guru yang bertugas di daerah terpencil dan daerah perbatasan, yang mengajar rangkap di beberapa kelas karena sekolah kekurangan guru, dan dari segi kualitas ijazah guru yang banyak berijasah SPG/PGA/sederajat dan belum S1, yaitu: (a) udah siapkah guru-guru menyusun/membuat kurikulum sendiri, dengan tambahan beban tugas mengembangkan kurikulum baru, tugas melaksanakan pembelajaran, dan di sela-sela kesibukan administrasi lainnya? (b) Mampukah guru mengembangkan kurikulum dilihat dari pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam memahami tugas tugasnya? (c) Dengan keterbatasan sarana, prasarana, dan pengetahuan warga yang ada sebagai bentuk masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan seperti yang disiapkan dalam Pasal 56 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, mampukah guru melibatkan warga masyarakat di daerah terpencil untuk bersama menyusun dan merumuskan kurikulum yang sesuai dengan potensi daerahnya?


 

  1. Kompetensi lulusan dan Penilaian

a.      Standar kompetensi lulusan

Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal (1), menjelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik, meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud tersebut di atas tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri DIKNAS No. 23 tahun 2006.

Apabila disimak tentang lampiran Permendiknas No. 23 tahun 2006 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan satuan pendidikan dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni:

1.       Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/paket A, SMP/ MTs/SMPLB/Paket B bertujuan: meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup    mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2.       Pendidikan menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/paket C, bertujuan: meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

3.       Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

 

Adapun Standar Kompetensi Lulusan selengkapnya adalah sebagai berikut.

  1. SD/MI/SDLB/Paket A:

a)      menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan anak;

b)      mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri;

 

c)      mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya;

d)     menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya;

e)      menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif;

f)       menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru/pendidik;

g)      menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya;

h)      menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari;

i)        menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar;

j)        menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan;

k)      menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap negara, bangsa, dan tanah air Indonesia;

l)        menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal;

m)    menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang;

n)      berkomunikasi secara jelas dan santun;

o)      bekerja sama dalam kelompok tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya;

p)      menunjukkan kegemaran membaca dan menulis;

q)      menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

  1. SMP/MTs/SMPLB/Paket B:

a)      mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak;

b)      memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;

c)      menunjukkan sikap percaya diri;

d)     mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;

e)      menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;

f)       mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;

g)      menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;

h)      menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;

i)        menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;

j)        mendeskripsi gejala alam dan sosial;

k)      memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;

l)        menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia;

m)    menghargai karya seni dan budaya nasional;

n)      menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk  berkarya;

o)      menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, memanfaatkan waktu luang;

p)      berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;

q)      memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;

r)       menghargai adanya perbedaan pendapat;

s)       menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;

t)       menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;

u)      menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.

  1. SMA/MA/SMALB/Paket C

a)      berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja;

b)      mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya;

c)      menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya;

d)     berpartisipasi dalam menegakkan aturan-aturan sosial;

e)      menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global;

f)       inembangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif;

g)      menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam mengambil keputusan;

h)      menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri;

i)        menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik;

j)        menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks;

k)      menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial;

l)        memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab;

m)    berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

n)      mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya;

o)      mengapresiasi karya seni dan budaya;

p)      menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;

q)      menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan;

r)       berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun;

s)       memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;

t)       menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;

u)      menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis;

v)      menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris;

w)    menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.

  1. SMK/MAK:

a)      berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja:

b)      mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya;

c)      menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya;

d)     berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial;

e)      menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan social ekonomi dalam lingkup global;

f)       membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif;

g)      menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan;

h)      menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri;

i)        menunjukkan sikap kompetitif dan sportif mendapatkan hasil yang terbaik;

j)        menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks;

k)      menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam social;

l)        memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab;

m)    berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

n)      mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya;

o)      mengapresiasi karya seni dan budaya;

p)      menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;

q)      menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani serta kebersihan lingkungan;

r)       berkomunikasi lisan dan tulisan sesara efektif dan santun;

s)       memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;

t)       menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;

u)      menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis;

v)      menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris;

w)    menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya.

b.      Penilaian hasil belajar

Evaluasi hasil belajar dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 57 menyebutkan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan Pasal 58 menyebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

c.       Problematika yang timbul

Tampaknya telah banyak terjadi pembaruan dalam kebijakan evaluasi hasil belajar siswa, khususnya tentang penentuan kelulusan siswa akhir kelas pada satuan pendidikan, jika sebelum reformasi kelulusan siswa ditentukan sepenuhnya oleh hasil nilai ujian Negara atau nilai EBTANAS murni, kemudian berubah adanya rumus-rumus penentuan kelulusan yang mempertimbangkan dan memerhatikan nilai-nilai dari rapor catur wulan, dan saat ini, sebagai contoh kasus kelulusan SMA/MA, SMK tahun 2012 mempertimbangkan nilai-nilai hasil ujian sekolah non-UNAS dengan porsi penentuan kelulusan 40% nilai sekolah dan 60% nilai UNAS (Jawapos, Senin, 28 Mei 2012: 8). Selain itu, ada juga ulasan kebanggaan pada seorang siswa yang tembus tujuh besar UNAS SMA dengan angka hampir sempurna 58,45. Atas prestasinya, dia bisa masuk perguruan tinggi tanpa tes. Perjuangan sebelum UNAS juga tidak mudah, tidak hanya mengikuti program intensif di sekolah, hari-harinya juga diisi dengan berbagai les tambahan di sekolah, rajin berdiskusi bareng teman di sekolah, dan tidak segan menanyakan langsung kepada guru-guru.

Terlepas dari kegembiraan orangtua, siswa yang bersangkutan dan sekolah yang meluluskan, permasalahan yang timbul ada dua. Pertama, pada Pasal 58 UU Sisdiknas 2003 menyebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta secara berkesinambungan. Di sini mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar termasuk di dalamnya ulangan dan ujian akhir dilakukan oleh pendidik atau sekolah, namun kenyataan saat ini, penentuan kelulusan dari sekolah hanya 40%, dan yang menentukan kelulusannya adalah dari hasil UNAS 60%.

UNAS ataupun EBTANAS dalam prinsip pelaksanaannya sama. Soal dalam bentuk paper and pensil test yang dibuat oleh pemerintah walaupun tersedia lima paket soal berbeda untuk setiap ruang (Jawapos, Senin 28 Mei 2012: 8), yang dapat menekan kecurangan peserta supaya jujur dan tidak saling mencontek serta guru tidak dapat membantu memberi tahu jawabannya. Kedua, jika lampiran Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 1 menjelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik, untuk SMA/MA terdapat 23 kemampuan yang hampir semua merupakan sikap dan keterampilan dan mungkin sedikit pengetahuan. Pertanyaannya apakah soal UNAS mampu menggambarkan dan menggali penguasaan sikap dan keterampilan seperti yang diharapkan dalam lampiran Permendiknas No. 23 tahun 2006 dapat dipakai sebagai penentuan kelulusan peserta didik? Dampak adanya porsi kelulusan UNAS lebih besar dibandingkan dengan ujian sekolah sehingga akan terjadi diskriminasi mata pelajaran UNAS dan  Nor-UNAS. Hadi Supeno (1999) menyebutnya bahwa dampak model EBTANAS adalah terjadinya polarisasi dan diskriminasi antara pelajaran Ebtanas dengan non-Ebtanas, yaitu pelajaran Ebtanas sangat penting, dan pelajaran non-Ebtanas tidak penting, pelajaran Ebtanas yang utama, non-Ebtanas hanya pelengkap. Dampak lain adalah mendorong guru dan siswa lebih banyak terpacu hanya untuk mempersiapkan dan lulus dalam UNAS dengan drill, les tambahan intensif, dan sebagainya.

 

  1. Kualifikasi guru yang profesional

Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Ketegasan tugas guru sebagai pendidik dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Pasal 39 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada pendidikan tinggi.

Telah banyak reformasi dalam upaya peningkatan kualifikasi guru oleh pemerintah. Hal ini tampak perbedaan antara upaya peningkatan kualifikasi guru sebelum reformasi yang dilakukan hanya berupa penataran-penataran kurikulum pada setiap pergantian kurikulum mulai tahun 1975, 1984, 1994, selesai penataran tidak ada tindak lanjut dari pemerintah, sehingga guru-guru merasa tidak harus menerapkan hasil yang telah didapatkan, dibandingkan setelah reformasi. Baedhowi (2008) menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan profesionalisme guru dan kesejahteraan guru, pemerintah telah melakukan langkah-Iangkah strategis dalam kerangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, serta perlindungan hokum dan perlindungan profesi bagi mereka.

PP RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 menjelaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kualifikasi akademik pendidikan minimum adalah Diploma empat (D IV) atau sarjana (S1), sedangkan sertifikat keahlian yang relevan diantaranya adalah sertifikat profesi pendidik. Kompetensi sebagai agen pembelajaran yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualifikasi guru cukup banyak  dan beragam. Baedhowi (2008) menjelaskan model-model peningkatan kualifikasi akademik yang dapat dipilih untuk meningkatkan kualifikasi guru, yaitu: (1) model tugas belajar, (2) model izin belajar, (3) model akreditasi, (4) model belajar jarak jauh (BJJ), (5) model berkala, (6) model berdasarkan peta kewilayahan, pendidikan jarak jauh berbasis ICT, dan peningkatan kualifikasi akademik guru berbasis KKG.

Untuk memperoleh sertifikat profesi pendidik diadakan program sertifikasi guru. Pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan/telah dilakukan sejak tahun 2008 dengan tujuan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas, sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan, dan peningkatan profesionalisme guru. Pelaksanaan peningkatan profesionalisme guru, baik melalui peningkatan kualifikasi maupun program sertifikasi akan tetap dilakukan secara terus-menerus, dan diharapkan tuntas pada tahun 2015.

Problematik yang timbul dari segi geografis dengan jumlah guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh pelosok Indonesia yang tersebar dari kota hingga puncak gunung dan daerah pedalaman serta perbatasan dan kepulauan terpencil yang sangat sulit transportasinya dan masih sangat banyak yang belum berijazah S1 atau D IV adalah memantau atau monitor keprofesionalan dengan memiliki kompetensi yang memadai, sehingga dapat melaksanakan tugas menyupervisi dan membina guru satu pendidikan seperti yang diharapkan.


  1. Pendanaan dalam Realisasi Anggaran 20% dari APBN

Sejak reformasi bergulir dan ditetapkannya UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas tampak bahwa pendanaan pendidikan mengalami peningkatan. Pasal 49 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. UU RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 62 menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap, biaya operasi, meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan sebagainya. Biaya personal meliputi biaya  pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Problematik yang muncul apabila dicermati dari dua UU tersebut, terdapat perbedaan dalam pengalokasian dana pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 alokasi dana 20% selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, sedangkan dalam UU No. 19 tahun 2005, alokasi dana 20% termasuk gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan yang melekat pada gaji. Hal ini akan menjadi permasalahan yang berlanjut, baik dalam tingkat kebijakan maupun dalam pelaksanaan operasional di lapangan.

  1. Sarana dan Prasarana Pendidikan yang Memadai

UU RI No. 20 tahun 2003 Pasal 45 menjelaskan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Dalam UU RI No. 19·tahun 2005 Pasal 42-48 mengisyaratkan pada setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, serta wajib memiliki prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kewajiban memiliki sarana seperti perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, dan sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses belajar yang teratur dan berkelanjutan, serta prasarana seperti ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, laboratorium, perpustakaan dan ruang-ruang lain yang diperlukan untuk proses pembelajaran yang teratur dan berkesinambungan, seperti yang teruraikan dalam Pasal 42-48 itu sangat banyak, luas dan terperinci semuanya membutuhkan data yang sangat banyak.

Problematik yang timbul adalah walaupun sudah tampak pembaruan dalam sarana dan prasarana dengan adanya bantuan pemerintah, bagaimana satuan pendidikan yang kurang memenuhi persyaratan wajib tersebut, dan sangat sulit untuk dapat memenuhi syarat yang ada dalam UU tersebut, belum lagi berita banyaknya bangunan sekolah yang sudah rusak tersebar di berbagai daerah pinggiran data terpencil. Semua ini berkaitan dengan pendanaan yang belum memadai.

  1. Desentralisasi dan Otonomi Pendidikan

Desentralisasi dan otonomi pendidikan berjalan seiring dengan reformasi pemerintahan berupa otonomi daerah berdasar UU No. 29 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dalam Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa kewenangan pemerintah yang diserahkan kepala daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembayaran, sarana dan prasarana serta SDM sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.

Adapun Pasal 11 ayat 2 menjelaskan bahwa bidang pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi PU, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertahanan, perkebunan, pemerintah dan bidang penanaman modal, lingkungan hidup, koperasi, dan tenaga kerja.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah, otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perartutan perundang-undangan (UU No. 32 tahun 2004).

Implikasi otonomi daerah terhadap pendidikan adalah dengan berkembangnya desentralisasi pendidikan tampak banyak reformasi pada pengelolaan sekolah, proses belajar mengajarnya, mendorong partisipasi, peningkatan kualitas layanan melalui pemberdayaan lembaga pendidikan (sekolah), dan pendidik (guru), wujud pelaksanaannya dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school based management.

MBS memberikan otonomi yang luas kepada kepala sekolah untuk mengelola pendidikan di sekolahnya dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif langsung pada warga sekolah dan masyarakat yang dilayani, dengan tetap selaras dengan kebijakan pendidikan nasional. Penerapan MBS diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan tampak jelas dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang pada Pasal 8 dan 9 bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan, serta masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan lebih diperkuat lagi pada Pasal 54-56 melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.

Otonomi perguruan tinggi-sebagai suatu bentuk reformasi dan inovasi pendidikan berdasarkan UU RI Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 24 yang menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan, perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat, juga dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaanya berdasar prinsip akuntabilitas publik. Ketentuan penyelenggaraan pendidikan tinggi tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.

Penetapan perguruan tinggi sebagai badan hukum adalah berdasarkan PP No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum, dengan penjelasan Pasal 2 Status hukum perguruan tinggi yang dirujuk dalam pasal ini adalah badan hukum yang mandiri dan berhak melakukan semua perbuatan hukum sebagaimana layaknya badan hukum pada umumnya, dan pada dasarnya, penyelenggaraan perguruan tinggi bersifat nirlaba. Sekalipun demikian, perguruan tinggi dapat menyelenggarakan kegiatan lain dan mendirikan unit usaha yang hasilnya digunakan untuk mendukung penyelenggaraan fungsi-fungsi utama perguruan tinggi.

Problematika yang timbul adalah walaupun banyak upaya dalam reformasi dan inovasi pendidikan telah diperbuat oleh pemerintah, dalam pelaksanaannya banyak problematika yang menjadi hambatan. Pertama, pelaksanaan MBS di sekolah, seperti pengelolaan BOS Bosda dan DAK, kepala sekolah menjadi tersita waktunya untuk administrasi, dengan segala kekurangan dan kekeliruan karena kekurangtahuan dan kurangnya staf tenaga administrasi yang memadai, bahkan banyak kepala sekolah yang dikejar-kejar "wartawan amplop" yang selalu muncul dan menunggu datangnya kepala sekolah, sehingga kurang sempat memerhatikan kemajuan pendidikan dan pembelajaran dikelas dan disekolahnya.

Kedua, partisipasi masyarakat daerah terpencil, pegunungan dan kepulauan terpencil sangat kurang kemampuan dan pengetahuannya maka sulit diajak bergabung dalam komite sekolah untuk bersama memikirkan kemajuan sekolah. Hal itu disebabkan sebagian besar merupakan budaya masyarakat yang menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan kepada sekolah.

Ketiga, perguruan tinggi negeri sebagai Badan Hukum Pendidikan yang nirlaba. Tampaknya perguruan tinggi negeri dengan otonomnya menentukan program studi dengan biaya yang fantastis, ada istilah "pendidikan mahal" tampak kuat, akan menjadi masalah tersendiri bagi warga masyarakat mampu untuk mendapat pendidikan pada perguruan tinggi negeri yang lebih murah dibandingkan dengan swasta karena negeri atau pemerintah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti yang dimaksud dalam penjelasan misi pendidikan nasional dari UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.

  1. Wajib Belajar 12 Tahun

Program wajib belajar 9 tahun sejak tahun 1994 dan telah diundangkan melalui UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas tercantum dalam BAB VIII Pasal 34, telah berjalan dan terlaksana dengan segala permasalahannya yang mengiringinya, seperti masalah angka partisipasi, daya tampung sekolah, ketersediaan guru dan mutu guru serta lulusan, sarana dan prasarana yang kurang memadai, masalah pendanaan, dan sebagainya (Wahjoetomo, 1993) dan belum tuntas sampai sekarang. Akan tetapi, saat ini mulai diwacanakan program wajib belajar 12 tahun. Hal ini berarti wajib belajar sampai tingkat sekolah menengah, tampaknya pemerintah belum menyiapkan untuk mencanangkan dan melaksanakan dengan berbagai pertimbangannya.

Problematika yang timbul adalah walaupun pemerintah belum mempersiapkan untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun, dalam berbagai kampanye politik untuk pilihan kepala daerah, wajib belajar 12 tahun telah menjadi tawaran politik para calon kepala daerah, yang mungkin dapat menjadi bahan menarik simpati masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah sehingga dapat menjadi pengumpul suara yang banyak. Dalam keadaan ekonomi saat ini, masyarakat sangat mendambakan agar pemerintah dapat merealisasi wajar 12 tahun.

  1. Penghapusan Deskriminasi Pendidikan

Beberapa bentuk kebijakan pelaksanaan pendidikan di Indonesia seperti adanya RSBI, pendidikan umum dan pendidikan keagamaan, BHP perguruan tinggi, dan sebagainya tampak masih mengundang beberapa masalah dianggap adanya deskriminasi pendidikan yang masih perlu diperhatikan.

Problematika yang timbul adalah cara pemerintah menyikapi gejala deskriminasi tersebut. Sebagai contoh kasus demonstrasi pada peringatan Hardiknas 2012 di NTB (sumbawa.blogspot.com). Hardiknas diwarnai aksi demo pelajar dan mahasiswa tuntut penghapusan deskriminasi pendidikan. Menyangkut adanya BHP perguruan tinggi dan adanya RSBI, juga di Sukabumi, (pgmkabsukabumi.blogspot.com) 25 Maret 2011, pemerintah ditantang menghapuskan deskriminasi antara sekolah reguler dengan madrasah oleh pengurus PGM Sukabumi.

 

  1. Inovasi Proses Pembelajaran

Gerakan reformasi dan inovasi proses pembelajaran di Indonesia telah lama dilakukan dengan munculnya pendekatan pembelajaran siswa aktif atau cara belajar siswa aktif (CBSA) tahun 1984 dan terus bergulir dengan berbagai variasi pengembangannya. Hal tersebut menunjukkan reformasi pola berpikir dan pola bekerja para guru dari paradigm behavioristik ke paradigm konstruktivistik dalam proses belajar dan pembelajaran. Degeng (1998) mengistilahkan hal tersebut sebagai perubahan paradigma dariketeraturan” ke “kesemerawutan dengan dicirikan penataan lingkungan belajar agar anak mudah, nikmat, dan nyaman belajar. Penataan ini terjadi di lingkungan yang membuat anak terdorong untuk terlihat dalam peristiwa belajar dan menumbuhkan siswa menjadi pribadi yang menghargai keragaman.

Penataan lingkungan belajar konstruktivistik dijelaskan oleh Degeng (1998) bahwa belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar. Kegagalan atau keberhasilan kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Belajar adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh yang belajar. Strategi pembelajaran pada dimensi konstruktivistik lebih banyak diarahkan untuk melayani pertanyaan atau pandangan si belajar, penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan kebagian, aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis, seperti analisis membandingkan, generalisasi, memprediksi, dan menghipotesis, pembelajaran lebih menekankan pada proses.

Perubahan paradigm yang sangat mendasar dalam pembelajaran saat ini, banyak berkaitan dengan pemilihan pendekatan pembelajaran, dari yang sudah lama pilihan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered approach) yang dicirikan sebagai kegiatan aktivitas berpusat kepada guru, siswa sebagai penerima informasi secara pasif, kurang aktif, bergeser ke paradigma baru dan bergerak ke arah pembelajaran yang berpusat pada anak (student centered approach) dengan ciri pembelajaran memberikan kesempatan siswa untuk aktif, keterampilan belajar dan berinovasi berfokus pada kreativitas, berpikir kritis, komunikatif dan kolaboratif (Fuad Abdul Hamied, 2008). Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam prinsip pelaksanaan kurikulum point b, menyebutkan bahwa kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu:

a)      belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b)      belajar untuk memahami dan menghayati;

c)      belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif;

d)      belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan

e)      belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Model pembelajaran inovatif sekarang yang banyak dikembangkan adalah model-model pembelajaran yang kegiatannya berpusat pada siswa (student centered approach) lebih kurang 80%-90% waktu pembelajaran merupakan aktivitas siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, moderator, mitra belajar, dan pengorkestra pembelajaran. Model-model pembelajaran inovatif yang sangat banyak dan berkembang di antaranya adalah model cooperatif learning dengan berbagai tipe, model problem based learning, model debat, model diskusi, model inquiri, model contextual teaching and learning, dan banyak lagi yang lainnya (Sugito, 2009).

Pembelajaran melalui teknologi informasi saat ini juga menjadi ciri pembelajaran inovatif, yang mengandung arti bahwa penerapan ICT dalam proses pembelajaran dengan melibatkan siswa untuk terus aktif menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan·komunikasi dengan istilah e-learnig atau blended learning, dan lainnya. Problematika yang timbul adalah karena keberhasilan atau ketercapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam merekayasa pembelajaran dan kemampuan guru memahami dan memilih serta menerapkan model-model pembelajaran yang sangat banyak pilihan dan ragamnnya permasalahan utama adalah cara pengetahuan, pemahaman guru tentang berbagai strategi, model, dan metode pembelajaran yang bertugas di daerah terpencil, pegunungan, perbatasan, dan kepulauan terpencil yang sangat sulit mendapatkan bahan-bahan dan sumber belajar yang diperlukan.

Reformasi dan inovasi pendidikan dapat terlaksana dengan baik jika pemeran utama, yaitu guru dan kepala sekolah sebagai pelaksana dapat memahami dan menguasai kemampuan untuk melaksanakannya. Hal ini karena betapapun baiknya kurikulum, banyaknya dana, lengkapnya sarana dan prasarana, serta beragamnya model strategi, metode pembelajaran yang tersedia sebagai pilihan, semua itu akan kembali pada kesiapan, kemauan, dan kemampuan guru dalam melaksanakan reformasi, penghapusan diskriminasi pendidikan, dan inovasi proses pembelajaran.


BAB 13

REFORMASI DAN INOVASI PENDIDIKAN

 

 

 

 

 

 

 

 

S

alah satu tantangan utama yang dihadapi dunia pendidikan dalam menempatkan diri dan memainkan perannya dalam kehidupan dunia modern adalah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi kemajuan dan kesejahteraan manusia, baik materiel maupun spiritual. Hal ini diperlukan sebagai upaya inovasi, baik secara substansial, sistem, konsep dan praktik, maupun kelembagaan pendidikan Islam.

Tujuan ini adalah mengembangkan sistem pendidikan yang telah ada untuk lebih baik lagi. Dengan demikian, diharapkan proses belajar mengajar di madrasah dapat berjala sesuai dengan tujuan pendidikan, sehingga dapat menghasilkan lulusan (output) yang profesional.

Terdapat beberapa model pengembangan lembaga pendidikan diantaranya sekolah/madrasah unggulan, model, dan sekolah madrasah bertaraf internasional.

 

  1. HAKIKAT SEKOLAH MADRASAH UNGGULAN

Sebelum mendefinisikan madrasah atau sekolah Islam unggulan, terlebih dahulu penulis ingin mengemukakan beberapa sebutan istilah atau terma yang memiliki makna hampir serupa. Kata lain dari “unggulansering disebut dengan istilah “model” atau “percontohan” dan “terpadu”, “laboratoriumatau “elite”.

Beberapa lembaga pendidikan Islam ada yang lebih senang memakai istilah “model” daripada “unggulan”, sehingga wajar jika ada istilahmadrasah model”, “madrasah percontohan”, atau “madrasah terpadu”. Madrasah atau sekolah Islam model (unggulan merupakan representasi dari kebangkitan umat Islam untuk kalangan menengah.

Berdasarkan segi pelabelan namanya, tampak bahwa sekolah atau madrasah model (unggulan) semacam itu tampil dengan penuh visi dan inspirasi yang mengundang penasaran banyak orang. Berdasarkan segi nama, tampaknya lebih menjanjikan kualitas masa depan para siswa. Istilah sekolah unggul pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Wardiman Djojonegoro, tepatnya setahun setelah pengankatannya. Istilah sekolah unggul lahir dari satu visi yang jauh menjangkau ke depan, wawasan keunggulan. Menurut Wardiman, selain mengharapkan terjadinya distribusi ilmu pengetahuan, pendirian sekolah unggul di setiap provinsi, peningkatan SDM menjadi sasaran berikutnya. Lebih lanjut, Wardiman menambahkan bahwa kehadiran sekolah unggul bukan untuk diskriminasi, melainkan untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki wawasan keunggulan.

Di lingkungan kementerian agama, definisi madrasah unggulan adalah madrasah program unggulan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ditunjang oleh akhlakul karimah. Sementara sekolah Islam unggulan adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut, masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya  harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.

 

  1. Tipologi Sekolah/Madrasah Unggulan

Menurut Moedjirto (1999), dalam praktik di lapangan terdapat tiga tipe madrasah atau sekolah Islam unggulan. Pertama, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada anak cerdas. Pada tipe seperti ini sekolah atau madrasah hanya menerima dan menyeleksi secara ketat calon siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademis yang tinggi. Meskipun proses belajar mengajar di lingkungan madrasah atau sekolah Islam tersebut tidak terlalu istimewa, tetapi input siswa yang unggul dan output-nya berkualitas.

Kedua, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada fasilitas. Sekolah Islam atau madrasah semacam ini cenderung menawarkan fasilitas yang serba lengkap dan memadai untuk menunjang kegiatan pembelajarannya. Tipe ini cenderung memasang tarif lebih tinggi daripada rata-rata sekolah atau madrasah pada umumnya. Untuk tingkat dasar, madrasah atau sekolah Islam unggulan di Kota Malang misalnya, rata-rata uang pangkalnya bisa sekitar lebih dari 5 hingga 10 juta. Biaya yang tinggi tersebut digunakan untuk pemenuhan sarana dan prasarana serta sejumlah fasilitas penunjang lainnya.

Ketiga, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada iklim belajar. Tipe ini cenderung menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah/madrasah. Lembaga pendidikan dapat menerima dan mampu memproses siswa yang masuk (input) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi. Tipe ketiga ini termasuk agak langka karena harus bekerja ekstra keras untuk menghasilkan kualitas yang bagus.

  1. Karakteristik Sekolah/Madrasah Unggulan

Menurut Djoyo Negoro (1998), ciri-ciri sekolah unggul adalah sekolah yang memiliki indikator, yaitu: (1)  prestasi akademis dan non-akademis di atas rata-rata sekolah yang ada di daerahnya; (2) sarana dan prasarana dan layanan yang lebih lengkap; (3) sistem pembelajaran lebih baik dan waktu belajar lebih panjang; (4) melakukan seleksi yang cukup ketat terhadap pendaftar; (5) mendapat animo yang besar dari masyarakat, yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah pendaftar dibandingkan dengan kapasitas kelas; (6) biaya sekolah lebih tinggi dari sekolah di sekitarnya (Ekosusilo, 2003: 41).

  1. Dimensi Sekolah/Madrasah Unggulan

Dimensi keunggulan sebagai ciri sekolah unggulan sebagaimana yang ditegaskan oleh Depdikbud (1994) adalah sebagai berikut.

  1. Input terseleksi secara ketat dengan kriteria tertentu dan malalui prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksudkan adalah:

1)      prestasi belajar superior dengan indikator angka rapor nilai EBTANAS atau UPM murni dan hasil tes prestasi akademik;

2)      skor psikotes yang meliputi inteligensi dan kreativitas;

3)      tes fisik, jika diperlukan;

  1. Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
  2. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.
  3. Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk, perlu disediakan intensif tambahan bagi guru berupa uang ataupun fasilitas lainnya, seperti perumahan.
  4. Kurikulumnya diperkaya dengan pengembangan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya.
  5. Kurun waktu belajar lebih lama dibandingkan sekolah lain. Oleh karena itu, perlu asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung siswa dalam berbagai lokasi. Di kompleks asrama perlu ada sarana yang bisa menyalurkan minat dan bakat siswa, seperti perpustakaan, alat-alat olahraga, keseniaan, dan lain-lain yang diperlukan.
  6. Proses belajar harus berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan, baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.
  7. Sekolah unggul tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah, tetapi harus memiliki resonansi sosial terhadap lingkungan sekitar.
  8. Nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan peluasan, pengajaran remidial, pelayanan, bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas dan disiplin (Depdikbud, 1994).

Departemen Agama sebagai salah satu pelaksana program pendidikan madrasah telah mengembangkan beberapa jenis madrasah unggulan, yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan, Madrasah Tsanawiyah Terbuka, Madrasah Model, Madrasah Aliyah Unggulan, dan Madrasah Aliyah Keterampilan, Pengembangan kelembagaan di lingkungan madrasah dan madrasah Islam tidak hanya berhenti pada beberaapa jenis madrasah di atas, tetapi terus berkembang hingga saat ini. Wacana pengembangan madrasah terpadu dan bertaraf internasional yang saat ini banyak diminati merupakan bagian dari pengembangan lebih lanjut dari beberapa jenis lembaga pendidikan di atas.

 

  1. Komponen Kriteria Sekolah/Madrasah Unggulan

Madrasah unggulan dimaksudkan sebagai center for excellence. Madrasah unggulan diproyeksikan sebagai wadah penampung putra-putri terbaik dari setiap daerah untuk dididik secara maksimal tanpa harus pergi ke daerah lain. Dengan demikian, eksodus SDM terbaik suatu daerah ke daerah lain dapat diperkecil, sekaligus menumbuhkan persaingan sehat antara daerah dalam menyiapkan SDM mereka. Karena menjadi center for excellence anak-anak terbaik, kesempatan belajar di kedua jenis madrasah ini harus melalui proses seleksi yang ketat dan dengan berbagai ketentuan lainnya. Madrasah ini diperkuat oleh keberadaan majelis madrasah yang juga memiliki peran penting dalam pengembangannya.


 

Secara lebih detail dapat dijelaskan pada tabel berikut.

No.

Komponen

Pemenuhan

1

2

3

1

Aspek Administrasi

  1. Maksimal 3 kelas untuk setiap angkatan
  2. Tiap kelas terdiri dari atas 25 siswa
  3. Rasio guru kelas adalah 1 : 25
  4. Dokumentasi perkembangan setiap siswa mulai MI sampai PT
  5. Transparan dan akuntabel

2

Aspek Ketenagaan

  1. Kepala madrasah

§  Minimal S-2 untuk MA, S-1 untuk MTs dan MI

§  Pengalaman minimal 5 tahun menjadi kepala sekolah di sebuah madrasah

§  Mampu berbahasa Arab dan/atau Inggris

§  Lulus tes (fit & proper test)

§  Sistem kontrak 1 tahun

§  Siap tinggal di kompleks atau madrasah

  1. Guru

§  Minimal S-1

§  Spesialisasi sesuai mata pelajaran

§  Pengalaman mengajar minimal 5 tahun

§  Mampu berbahasa Arab dan/atau Inggris

§  Lulus test (fit & proper test)

§  Sistem kontrak 1 tahun

  1. Tenaga lain

§  Minimal S-1

§  Spesialisasi sesuai bidang tugas

  1. Pengalaman mengelola minimal 3 tahun

 

No.

Komponen

Pemenuhan

1

2

3

3.

Aspek Kesiswaan

  1. Input

§  Lima besar MTs (untuk MA)

§  Lima besar MI (untuk MTs)

§  Mampu berbahasa Arab dan Inggris

§  Lulus tes

  1. Output

§  Menguasai berbagai disiplin ilmu

§  Ada keahlian spesifik tertentu

§  Mampu berbahasa dan menulis Arab serta Inggris dengan benar

§  Terampil menulis dan berbicara (Indonesia)

§  Siap bersaing untuk memasuki universitas/institute bermutu dalam dan luar negeri

4.

Aspek Kultur Belajar

  • Student centered learning
  • Student inquiry
  • Kurikulum dikembangkan secara lokal dengan melibatkan semua komponen madrasah, termasuk siswa
  • Bahasa pengantar Arab dan Inggris
  • Bahasa pergaulan sehari-hari adalah Arab/Inggris
  • Sistem Drop-Out
  • Pendekatan belajar dengan fleksibilitas tinggi dengan mengikuti perkembangan metode-metode pembelajaran terbaru.

5.

Aspek Sarana Prasarana

  • Perpustakaan yang memadai
  • Laboratorium (Bahasa, IPA, dan Matematika)
  • Perkebunan/perkolaman sebagai laboratorium alam
  • Mushala
  • Lapangan/Fasilitas olahraga (Bola kaki, basket, dll)

 

(Sumber: Depag RI, 2004: 53-56)

 


 

  1. Mutu Akademik: Kebijakan Sekolah/Madrasah Unggul

Salah satu sasaran kepemimpinan kepala sekolah untuk mewujudkan keunggulan mutu adalah membuat kebijakan operasional mutu akademis di sekolah. Di sini, kepemimpinan berfokus pada mutu menjadi pilihan para kepala sekolah dalam era kontemporer.

Kepala sekolah, sebagai kepala kantor di sekolah, bertanggung jawab terhadap proses yang akan membawa pengembangan suatu kebijakan sekolah yang sesuai, penggunaan informasi yang metode yang baik bagi pengembangan sekolah unggul dan tanggung jawab staf untuk menjamin bahwa kebijakan sekolah diimplementasikan dalam cara yang memudahkan peluang kesempatan terbaik untuk berhasil.

Everard (2004: 22) menjelaskan bahwa kepemimpinan kepada sekolah efektif bermuara pada kemampuan untuk mempersiapkan guru dalam menjawab tantangan perubahan yang banyak memengaruhi organisasi sekolah maka kepala sekolah melakukan dengan baik praktik kepemimpinan transformasional bawahannya, juga mengusahakan mendistribusikan kepemimpinan transaksional kepada semua level organisasi sekolah.

Kepemimpinan mengarah pada perubahan sekolah menciptakan mutu akademis unggul adalah kepemimpinan transformatif kepala sekolah. Newstrom dan Davis (2002: 163) menjelaskan kepemimpinan transformasional mencakup kegiatan menggerakkan sumber daya, termasuk sumber daya intelelektual manusia karena perbedaan agenda, pemahaman, harapan, aspirasi memungkinkan konflik terjadi. Oleh karena itu, kepala sekolah harus menghindari pengabaian dan mempersiapkan perumusan misi sekolah atas semua guru untuk meratifikasi dan mengembangkan visi dan misi dengan jelas dari berbagai keraguan dan penuh keyakinan pikiran mengembangkan pikiran dalam diskusi. Kepala sekolah dapat melakukan pemberdayaan guru menciptakan proses membentuk/mengerjakan ulang visi atau misi sekolah.

Ada juga sebagian kepala sekolah yang mengandalkan perilaku kepemimpinan karismatik. Sikap dan perilaku pemimpin adalah kunci penentu kepemimpinan karismatik. Pemimpin karismatik memiliki kebutuhan kuat terhadap kekuasaan, percaya diri tinggi, dan kuatnya keyakinan dalam kepercayaan dan cita-cita.

  1. MADRASAH UNGGULAN

Menurut Bafadhal (2003: 28), untuk mencapai madrasah yang unggul dituntut adanya tenaga, fasilitas, dan dana yang memadai, dan tidak semua sekolah/madrasah dapat memenuhinya. Secara teknis, pengembangan madrasah unggulan menuntut adanya tenaga yang profesional dan fasilitas yang memadai. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan biaya besar untuk pengembangannya, sehingga uang gedung, SPP menjadi mahal dan hanya mampu dipenuhi oleh orang-orang kaya. Di samping itu, menurut Bafadhal (2003: 28), dalam membuat madrasah unggulan juga dikembangkan pula kelas unggulan, yaitu sejumlah siswa yang prestasinya menonjol, dikelompokkan dalam kelas tertentu. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk membina siswaa dalam mengembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan, dan potensinya seoptimal mungkin, sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terbaik.

 

    1. Latar belakang Munculnya Madrasah Unggulan

Undang-Undang Dasar 1945 yang secara historis disebut sebagai Indonesian Declaration of Independence, dalam pembukaannya secara jelas mengungkapkan alasan didirikannya negara untuk mempertahankan bangsa dan tanah air, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.

Konsep pencerdasan kehidupan bangsa berlaku untuk semua komponen bangsa. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia.

Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di Indonesia, selain telah berhasil membina dan mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, madrasah juga ikut berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa rakyat Indonesia.

Di samping itu, madrasah juga sangat berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekalipun demikian, performa madrasah sampai saat ini masih sangat rendah. Beberapa permasalahan telah berhasil diidentifikasi menjadi penyebabnya, baik pada tingkat pengelolaan maupun kebijakan. Masalah kurikulum madrasah yang masih belum “fokus” dan proses pendidikan yang belum mendukung visi dan misi madrasah merupakan contoh kasus di tingkat pengelolaan, sedangkan kebijakan pengembangan madrasah yang masih bersifat “tambal sulam” serta belum adanya blue print (cetak biru) pengembangan madrasah merupakan contoh kasus di bidang kebijakan.

Secara terperinci dapat dikemukakan beberapa pokok permasalahan, baik pada tingkat pengelolaan maupun kebijakan, yaitu sebagai berikut.

 

    1. Pengembangan madrasah masih bersifat “tambal sulam

Hal ini terlihat dengan diadakannya program “keterampilan” yang ditempelkan pada program reguler, sebagai respons terhadap tingginya lulusan madrasah aliyah yang tidak bisa melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi. Demikian juga dengan program “keagamaan” sebagai respons terhadap lemahnya pengusaan ilmu keagamaan siswa, juga munculnya Madrasah Aliyah Unggulan (Insan Cendekia), yang merupakan langkah penyelamatan. Program-program tersebut meskipun mendatangkan banyak manfaat tampaknya tidak didasari oleh konsep yang terencana yang matang.

    1. Kurikulum madrasah yang belum fokus

Banyaknya materi yang diajarkan sementara waktu tidak mernadai. Pada tingkat aliyah, misalnya siswa yang ingin mendalami ilmu-ilmu keagamaan masih juga dibebani mata pelajaran lain yang tidak relevan dalam jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya, siswa yang mengambil jurusan IPA harus pula dibebani dengan banyaknya mata pelajaran lain yang tidak berhubungan secara langsung. Hal lainnya dalam kurikulum madrasah adalah masih adanya duplikasi materi yang diajarkan berulang-ulang pada mata pelajaran yang berbeda dan pada tingkat yang berbeda.

    1. Ketidakadaan cetak biru (blue print)

Pengembangan madrasah ini merupakan permasalahan yang paling mendasar, sehingga pengembangan madrasah menjadi tidak memiliki arah (Depag RI, 2004: 1-5).

Munculnya sekolah unggulan berangkat dari keinginan untuk menciptakan madrasah yang menjadi central for excellence untuk mempersiapkan SDM yang siap pakai untuk masa depan. Selama ini, data menunjukkan bahwa mutu pendidikan nasional belum merata. Adanya sekolah unggulan dapat membekali mereka dengan pengalaman belajar yang berkualitas, sehingga mereka mempunyai peluang yang lebih besar untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, perlu dikembangkan madrasah-madrasah unggul dengan manajemen yang profesional dalam rangka meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan khususnya pendidikan yang berbasis agama.

 

    1. Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah Unggulan

Visi merupakan konsep ideal yang ingin dicapai oleh suatu lembaga, yaitu menjadi lembaga yang paling unggul (Purnama, 2002: 10-11). Visi merupakan sesuatu yang didambakan organisasi/lembaga untuk dimiliki pada masa depan (what do they want to have). Visi menggambarkan aspirasi masa depan tanpa menspesifikasi cara-cara untuk mencapainya. Visi yang paling efektif adalah visi yang dapat memunculkan inspirasi. Inspirasi tersebut biasanya dikaitkan dengan keinginan terbaik. Visi memberikan motivasi dan kebanggaan bagi suatu organisasi. Suatu visi menjadi lebih real apabila dinyatakan dalam bentuk misi. Jadi, misi adalah sesuatu yang didambakan oleh organisasi atau lembaga untuk menjadi seperti yang diinginkan pada masa depan (what do they want to be).

  1. Visi Madrasah Unggulan

Visi makro pendidikan madrasah-madrasah adalah terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki sikap agamis, berkemampuan ilmiah-amaliah, terampil, dan profesional.

Visi mikro pendidikan madrasah unggulan adalah terwujudnya individu yang memiliki sikap agamis, berkemampuan ilmiah-diniah, terampil dan profesional. Sesuai dengan tatanan kehidupan. Misi Madrasah Unggulan

Misi pendidikan madrasah unggulan adalah: (a) Menciptakan calon agamawan yang berilmu; (b) Menciptakan calon ilmuan yang beragama; (c) Menciptakan calon tenaga terampil yang profesional dan agamis (Depag, 2004: 15).

  1. Tujuan Madrasah Unggulan

Tujuan madrasah unggulan merupakan keyakinan bersama seluruh komponen madrasah tentang keadaan masa depan yang diinginkan. Tujuan ini diungkapkan dengan kalimat yang jelas, positif, menantang, mengundang partisipasi, dan menunjukkan gambaran tentang masa depan (Depag RI, 2004: 14). Acuan dasar dari tujuan umum madrasah unggul adalah tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu menghasilkan manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan rohani, memiliki semangat kebangsaan, cinta tanah air, kesetiakawanan sosial, kesadaran akan sejarah bangs, dan sikap menghargai pahlawan, serta berorientasi masa depan. Secara khusus, madrasah unggulan bertujuan untuk menghasilkan kurikulum pendidikan yang memiliki keunggulan dalam hal berikut: (a) keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) nasionalisme dan patriotisme yang tinggi yang tinggi; (c) wawasan iptek yang mendalam dan luas; (d) motivasi dan komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi dan keunggulan; (e) kepekaan sosial dan kepemimpinan; (f) disiplin tunggi ditunjang dengan (e) kepekaan sosial dan kepemimpinan; (f) disiplin tinggi ditunjang dengan kondisi fisik yang prima (Ekosusilo, 2005: 49).

 

    1. Unsur Pendukung Madrasah dan Sekolah Islam Unggulan

Dalam pelaksanaannya, madrasah dan sekolah Islam unggulan perlu mendapat dukungan beberapa unsur pokok yang harus terpenuhi. Idealnya, kata “unggulan” memiliki performansi yang sebanding lurus dengan amanah yang diembannya guna memenuhi harapan dan kepercayaan dari stakeholders, orangtua siswa, masyarakat, dan pemerintah.

Menurut Imron Arifin (2010), unsur pendukung madrasah atau sekolah Islam berprestasi (unggul) terdiri atas sembilan faktor, yaitu sebagai berikut.

  1. Sumber daya manusia unggul merupakan aset terpenting yang dimiliki oleh madrasah dan sekolah Islam unggulan. Rekrutmen dan pengembangan SDM harus dilakukan secara terus-menerus karena merupakan salah satu prioritas untuk menggapai kualitas/mutu akademis yang baik. Sumber daya manusia ini meliputi guru, tenaga administrasi (karyawan), dan tenaga laboran. Dengan kualifikasi tenaga guru mempunyai kualifikasi memadahi, kesejahteraan guru terpenuhi, rasio guru-murid ideal, loyalitas dan komitmen tinggi, serta motivasi dan semangat kerja guru tinggi.
  2. Faktor siswa, meliputi pembelajaran yang terdiferensiasi; kegiatan intra dan ekstrakulikuler bervariasi; motivasi dan semangat belajar tinggi; pemberdayaan belajar bermakna.
  3. Faktor tatanan organisasi dan mekanisme kerja meliputi (1) tatanan organisasi yang rasional dan relevan; (2) program organisasi yang rasional dan relevan; (3) mekanisme kerja yang jelas dan terorganisasi secara tepat.
  4. Faktor kemitraan, meliputi kepercayaan dan harapan orangtua yang tinggi; dukungan dan peran serta masyarakat yang tinggi, dukungan dan bantuan pemerintah yang tinggi.
  5. Faktor komitmen/sistem nilai, meliputi budaya local yang saling mendukung, dan nilai-nilai agama yang memicu timbulnya dukungan positif.
  6. Faktor motivasi, iklim kerja, dan semangat kerja yang meliputi motivasi berprestasi pada semua komunitas sekolah, suasana, iklim kerja dan iklim belajar sehat dan positif, serta semangat kerja dan berprestasi tinggi.
  7. Faktor keterlibatan wakil kepala sekolah dan guru-guru, meliputi keterwakilan kepala sekolah dalam pembuatan kebijakan dan pengimplementasiannya; keterwakilan kepala sekolah dan guru-guru dalam menyusun kurikulum dan program-program sekolah; serta keterlibatan wakil kepala sekolah dan guru-guru dalam perbaikan dan inovasi pembelajaran.
  8. Faktor kepemimpinan kepala sekolah, meliputi piawai memanfaatkan nilai religio-kultural; piawai mengomuni-kasikan visi, inisiatif, dan kreativitas, piawai menimbulkan motivasi dan membangkitkan semangat; piawai memperbaiki pembelajaran yang terdiferensiasi; piawai menjadi pelopor dan teladan, seperti piawai mengelola administrasi sekolah.
  9. Sarana dan prasarana akademis, meliputi fasilitas sekolah lengkap dan memadai; sumber belajar yang memadai dan sarana penunjang belajar yang memadai.

Untuk mendukung efektivitas dan efesiensi belajar, madrasah dan sekolah Islam unggulan menyediakan ruang belajar yang asri dan nyaman bagi para murid. Ruang belajar merupakan sarana yang urgen dan pokok, sehingga semua ruang kelas belajar dapat dipenuhi fasilitas yang menunjang kegiatan belajar, misalnya dilengkapi LCD dan komputer, VCD untuk menjelaskan materi yang berbasis CD/VCD, bahkan apabila memungkinkan setiap ruang/gedung dilengkapi dengan CCTV agar proses belajar mengajar dapat dipantau secara maksimal. Untuk kebutuhan khusus, ruang belajar dapat didesain secara menarik, agar terjadi interaksi dan pergumulan belajar yang mampu menumbuhkan budaya dan kultur akademis yang tinggi.

Dalam madrasah dan sekolah Islam unggulan, laboratorium, dirancang untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang berbasis integratif, yakni dengan memadukan antara perspektif Islam (al-Quran-hadis) dengan sains. Apabila hal ini dapat dilakukan para guru dan siswa, konstektualisasi pembelajaran semakin berbobot. Para siswa diajak untuk melihat gejala dan fenomena ilmu pengetahuan dengna sentuhan nilai-nilai ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan hadis. Laboratorium sebagai pusat pembelajaran sangat menjanjikan kualitas masa depan para siswa karena melalui observasi, riset, dan eksperimennya akan mendapat pengalaman yang lebih berarti bagi dirinya.

Beberapa madrasah dan sejolah Islam unggulan memadukan antara sistem pendidikan madrasah atau sekolah dengan sistem pesantren (ma’had/asrama). Keberadaan ma’had sangat penting dan strategis untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu terwujudnya kepribadian, kemandirian, serta menanamkan nilai-nilai spiritual dan akhlak kepada siswa.

Di samping itu, fungsi ma’had adalah mengembangkan pembelajaran bahasa asing, yaitu bahasa Arab dan Inggris, sebagai salah satu bentuk keunggulan yang harus dimiliki oleh madrasah atau sekolah Islam unggulan. Tujuan didirikannya ma’had adalah menciptakan suasana kondusif bagi pembiasaan belajar berkomunikasi bahasa asing, melatih dan membiasakan shalat berjemaah, membaca dan menghafalkan Al-Quran, serta melakukan kajian-kajian keislaman.

Apabila madrasah dan sekolah Islam menerapkan sistem boarding (asrama), peran masjid menjadi sangat sentral. Semua warga sekolah atau madrasah dapat secara bersama-sama memfungsikan masjid sebagai sarana ibadah dan tempat mendalami kandungan Al-Quran dan hadis. Masjid digunakan sebagai wahana pembinaan spirutual bagi seluruh siswa, terutama menumbuhkembangkan mental, moral dan karakter siswa yang mereka selama 24 jam hidup di lingkungan madrasah atau sekolah. Masjid dapat difungsikan untuk mengisi kedalaman spiritual bagi semua warga sekolah atau madrasah. Melalui masjid, kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, para guru dan karyawan, serta semua siswa dapat membiasakan shalat berjemaah, zikir bersama, khaimul qur’an, hifdzul qur’an, serta sebagai pusat kajian-kajian keislaman.

 

    1. Perencanaan Madrasah dan Sekolah Islam Unggulan

Lahirnya lembaga pendidikan Islam unggulan saat ini merupakan buah dari gagasan modernisasi Islam di Indonesia. Pembaruan pemikiran Islam dan pelaksanaan pendidikan Islam di tanah air tidak selalu sejalan lurus dengan cita-cita dan semangat ajaran Islam. Selain dipahami sebagai ajaran ritual dan sumber nilai, Islam juga sebagai sumber ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia. HAR. Gibb menyatakan “Islam is indeed much more than a system of teology, if is complete civilization” (Islam sesungguhnya bukan hanya satu sistem teologi, tetapi merupakan peradaban yang lengkap). Pernyataan tersebut berarti Islam merupakan agama yang aktual, relevan dengan segala urusan manusia, termasuk di bidang pendidikan.

  1. Roformulasi visi-misi dan tujuan kelembagaan

Setiap madrasah dan sekolah Islam unggulan memiliki visi-misi dan tujuan yang berjangkauan luas. Hadirnya pendidikan madrasah dan sekolah Islam unggulan adalah untuk mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas dan memberi kontribusi pada perbaikan kualitas SDM Indonesia yang lebih mumpuni.

Menurut Azumardi Azra (1999), tujuan munculnya madrasah atau sekolah Islam unggulan merupakan proses “santrinisasi” masyarakat muslim Indonesia. Proses santrinisasi dapat digambarkan melalui dua cara. Pertama, siswa pada umumnya telah mengalami “islamisasi”, tetapi perlu mendapat perhatian dan penekanan lebih mendalam lagi, selain mempelajari ilmu-ilmu umum secara berkualitas. Mereka dibimbing lebih intensif tentang cara membaca Al-Quran secara fasih, melaksanakan shalat dengan tepat dan benar, hingga memahami nilai-nilai ajaran substansial dalam Islam.

Kedua, ketika para siswa belajar di madrasah dan sekolah Islam unggulan pulang ke rumah, mereka dapat mengajarkan kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak, mereka memiliki rasa tanggung jawab kepada orangtua dan keluarganya untuk mendakwahkan misi dan tujuan Islam yang mulia.

Untuk menjadikan madrasah dan sekolah Islam unggul, diperlukan sebuah formulasi konsep, visi-misi dan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga itu. Sekolah Islam/madrasah unggulan bukan sekadar slogan dan nama, melainkan mengemban amanah yang mulia untuk melahirkan     lulusan yang mutunya baik. Visi-misi dan tujuan kemudian dijadikan sebagai acuan dan nilai-nilai bagi para pimpinan, guru, dan karyawan serta para siswa untuk mendasari setiap aktivitas dan kegiatan pembelajarannya.

Melalui visi-misi dan tujuan, madrasah dan sekolah Islam unggulan dapat memetakan rencana strategis dan serangkaian program yang relevan dan signifikan. Misalnya, sistem madrasah dan sekolah Islam diformat dengan system perpaduan antara pesantren dengan pendidikan madrasah/sekolah atau menentukan program full day school sebagai langkah dan upaya untuk mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkannya.

Penyusunan visi-misi dan tujuan  kelembagaan membutuhkan kerja kolektif antara pimpinan, para guru, dengan warga sekolah/madrasah. Rumusan itu harus dapat diterima oleh semua pihak dan dapat dijalankan oleh semua orang yang berada di lingkungan institusi tersebut.

b.  Analisis Kebutuhan Sistem Akademis Dan Kelembagaan

Madrasah dan sekolah Islam ungulan membutuhkan perencanaan yang  holistik dan padu. Misalnya, analisis tentang pengembangan sumber daya,   sarana dan prasarana, manajemen kesiswaan, peningkatan manajerial kepala   madrasah/sekolah dan pengembangan  kurikulum.

Keunggulan madrasah dan sekolah Islam bisa dilihat dalam dalam  beberapa ciri pokok, yaitu: (1) kepemimpinan dan manajemen yang kuat; (2) kualitas sumber daya yang unggul; (3) input siswa berkualitas; (4) sarana dan prasarana yang mendukung, termasuk system asrama jika dimungkinkan; (5) kurikulum yang berkembang secara adaptif, termasuk ekstrakurikuler; (6) kerja sama  kelembagaan dan  dukungan  masyarakat  luas.

Pada aspek kepemimpinan dan manajemen, kepemimpinan madrasah  dan sekolah Islam unggulan  dipacu  oleh peningkatan kualitas kepribadian,   peningkatan kemampua manajerial dan pengetahuan  konsep-konsep pendidikan kontemporer yang dilakukan melalui pendidikan short-course,     orientasi  program, yang dilaksanakan  secara  simultan dan  kontinu.

Peningkatan kualitas sumber daya dimulai dengan peningkatan kualitas guru bidang studi dengan memberikan kesempatan belajar ke jenjang  pendidikan  5-2/5-3   di  dalam  dan  luar  negeri  dan  short- course  sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan kualitas tenaga kependidikan seperti    terraga ahli perpustakaan, laborat, dan administrasijuga merupakan fokus   garapan dalam peningkatan kualitas madrasah/sekolah unggulan. Program-program yang dikembangkan juga beragam. Hal yang unik, peningkatan  kualitas sumber daya manusia juga melibatkan komite madrasah/ sekolah, pengawas pendidikan, pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG), baik di  tingkat kecamatan, maupun kota kabupaten.

Peningkatan mutu  sarana  dan prasarana pendidikan difokuskan untuk pengadaan peralatan dan ruangan  laboratorium terpadu, laboratorium fisika, biologi, bahasa dipadukan  dengan laboratorium compute. Dengan adanya laboratorium terpadu,    madrasah dan sekolah   Islam  unggulan  dapat   melakukan  pembelajaran  mandiri, sebab sudah dilengkapi dengan modul-modul yang memacu pembelajaran aktif (active learning) dan pembelajaran berbasis kompetensi.    Selain itu, fasilitas  penunjang   lain seperti  masjid dan pesantren  dapat difungsikan   untuk memacu soft skill bagi  para dan  siswa.

Kurikulum  madrasah   dan sekolah  Islam juga digarap  sedemis rupa   untuk    memacu keunggulan dalam aspe muatan keterampilan vokasional,   dan ekstrakurikuler.  Untuk pengembangan muatan lokal di madrasah    model  dimungkinkan  penambahan    belajar di luar  jam  sekolah/madrasah,  sehingga  siswa  berada  lama di lingkungan   sekolah/madrasah. Muatan  lokal bisa berbentuk ciri  khas  keunggulan   daerah,  seperti kesenian,  budaya,  bahasa, keterampilan   khusus,   sesuai  dengan  kebutuhan.

Keterampilan vokasional merupakan keterampilan dibutuhkan untuk   memperoleh  keahlian  khusus di bidang-bidang pekerjaan yang memerlukan keahlian   khusus,    seperti   pertanian, perbengkelan,   tata-busana,   tata-boga,  dan lain-lain.  Adapun  kegiatan ekstra  adalah  kegiatan  pendukung   yang memungkinkan siswa meningkatkan  minat   dan  bakat,   misalnya   seni,  pramuka,    palang merah,  pecinta-alam,   organisasi  siswa, koperasi  pelajar, musik, drumband,  komputer,   dan  sebagainya.

Kerja   sarna   kelembagaan    dan   menggerakkan  dukungan masyarakat    merupakan    keunggulan  madrasah   dan sekolah  yang  sudah   menjadi   ciri  khas,  sebab madrasah dan sekolah merupakan  community    based education.   Ketersediaan     pendanas sektor pendidikan madrasah  yang   terbatas    dan   program  pengembangan  madrasah   mutlak  membutuhkan    dukungan  masyarakat    dan  kerja  sarna  dengan   instansi-instansi    pemerintah ataupun    swasta.  Hal  ini  sudah   dirintis   sejak  program    perintis  madrasah   model,  unggulan   dan  terpadu,   sebagai  sebuah  yang  diterapkan    dengan   melibatkan    masyarakat    dan  perneri terkait  dalam  perencanaan    program   dan  evaluasi.

Untuk  lebih mudah  dalam memaharni  penjelasan  tentang  strategi  pengembangan  madrasah,   dapat  dilihat  pada  gambar  10.1 di bawah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Masyarakat/Dunia kerja

PT. Internasional

PT. Nasional

(Agama/Umum)

 

 

MA Unggulan

Mts Unggulan

MI Unggulan

Raudhatul Athfal

MA Model

Mts Model

MI Model

Poltek/vocational

MA Reguler

MA Kejuruan

MA Program Keterampilan

Mts Regular

MI Regular

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar  1 3.1  Skema Pengembangan Madrasah

 

                (Sumber:  Depag, 2004:  70)

 

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa arah pengembangan madrasah dapat diaktualisasikan. Dengan menghadirkan tiga desain besar pendidikan madrasah, yaitu: Madrasah Unggulan, Madrasah Model dan Madrasah Kejuruan/ Reguler. Madrasah unggulan terletak di setiap provinsi  sebanyak masing- masing  satu  buah.  Demikian juga dengan  madrasah  model  berada di setiap  kabupaten masing-masing satu buah. Sementara madrasah reguler atau kejuruan didirikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Keberadaan madrasah unggulan masing-masing provinsi dimaksudkan agar pemerintah  daerah  setempat  memiliki  wadah (center  for  exellence)   untuk    mempersiapkan    SDM  masa depan. Demikian juga dengan   madrasah _model yang berada  pada  masing-masing kabupaten. Keberadaan madrasah regular atau kejuruan dimaksudkan untuk  menampung   dan  mernpersiapkan  SDM  (siap pakai)  dengan   keahlian  khusus. Pendekatan ini  diharapkan   dapat memperkecil kemungkinan  terjadinya   eksudos  dan  pemusatan  SDM bermutu  di  satu lokasi pendidikan. Di samping   itu, agar  tumbuh persaingan  sehat dari masing-masing  daerah  dalam  melahirkan SDM yang  bermutu  (Depag,  2004: 53).

C. Madrasah Model

Peter  dan Yenny (1991:989) mendefinisikan  model pola, contoh, acuan    atau  macam  dari  sesuatu yang akan dibuat. Istilah ini dilekatkan dengan madrasah/    sekolah sebagai salah satu  program lembaga pendidikan. Nur Ahid (2009:80) menjelaskan bahwa program madrasah model adalah sebuah program yang  ditujukan untuk  menjadikan satu madrasah   sebagai  madrasah   yang baik dalam semua  unsurnya, untuk digunakan sebagai percontohan bagi madrasah-madrasah sekitarnya. Madrasah model diharapkan dapat meningkatkan kualitas mutu lembaga  pendidikan  dan mampu  menjadi  model  yang patut  dicontoh oleh  sekolah  lainnya, sehingga   keberadaannya  dapat  memberi   efek positif  kepada   sekolah-sekolah sekitarnya.

1. Latar Belakang Munculnya Sekolah/ Madrasah Model

Program Madrasah Aliyah model dimulai pada 1993 melalui proyek   Junior Secondary Education Project (JSEP). Kemudian pada tahun 1998 diteruskan dengan  program  Basic Education Project (13EP) untuk MI dan   MTs. Pada tahun 2000 dikembangkan proyek Development of Madrasah  Aliyah Project (DMAP) untuk MA (Nur Ahid (2009:80). Program ini diadakan   dengan dasar pemikiran bahwa pada  saat itu  citra  madrasah sebagai   lembaga   pendidikan formal, madrasah masih dianggap sebagai lembaga pendidikan   kelas dua setelah sekolah umum. Dalam kenyataannya, banyak madrasah    memiliki kelemahan dalam praktik penyelenggaraan pendidikan madrasah, yaitu dalam hal manajemen, bidang profesionalitas guru, masalah kualitas lulusan, sarana, dan prasarana. Dengan keaadaan  tersebut, Departemen Agama sebagai pembina madrasah melakukan beberapa program yang diharapkan dapat   mengangkat citra  madrasah,  agar sejajar dengan sekolah  yang    berada di bawah pembinaan Departemen  Pendidikan  Nasional (Imran Siregar,  12).

Depag menunjuk beberapa madrasah  sebagai  madrasah model, yaitu   setiap   daerah   hanya ada   satu   madrasah   yang   mengikuti program  madrasah  model.   Dengan demikian, madrasah  terse but mendapat beberapa bentuk  bantu an sarana,  fasilitas  belajar,  gedung baru,   hingga   bantuan    pendidikan   atau  beasiswa  bagi  guru-guru madrasah  untuk   melanjutkan pendidikannya  ke luar  negeri tingkat S2 (Alfiah,  2012: 5). Misi  yang  diemban oleh  madrasah  model  yang  telah  ditunjuk oleh  Depag   di  masing-masing  daerah   adalah   tidak   hanya   unggul sendirian, tetapi juga membantu madrasah sekitarnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan, berperan sebagai  lokomotif yang menarik madrasah-madrasah swasta sehingga menjadi madrasah yang  berkualitas. 

2. Desain Pengembangan Madrasah Model          

Fuad Fachruddin (1991: 154-157) menegaskan beberapa poin penting  yang harus dimiliki oleh pengelola madrasah menuju terwujudnya  madrasah  unggul.

  1. Kepala Madrasah

Kepala madrasah dituntut untuk mampu menerjemahkan peranannya  sebagai professional leader dalam tindakan dan perilaku yang mendorong   dirinya, guru  dan  staf  yang   ada  menuju visi keungggulan.

  1. Guru

Guru juga harus siap untuk mengembangkan bahan-bahan pembelajaran, pendekatan, alat-alat yang diperlukan untuk mendukung  potensi  siswa  untuk  berkembang.

  1. Kurikulum

Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Kurikulum memberikan konsep standar dari mata pelajaran yang perlu diajarkan kepada siswa. Berdasarkan pertimbangan akademis  dan perkembangan psikologi siswa. Materi yang akan diajarkan kepada  siswa  adalah  materi yang sebenarnya diperlukan oleh  siswa  dan  menstirnulasi   siswa untuk mempelajari sendiri  (rasa  keingintahuan).

  1. Pembelajaran

Pendekatan   pembelajaran  lebih  mendorong siswa merasa tertantang   dalam mengembangkan  keingintahuan individu  siswa untuk   mendalami  sesuatu. Siswa membangun  pengetahuan  dan kegunaan  serta  mata  pelajaran   yang  dipelajari  dalam  satu  kesatuan. Oleh  karena  itu, interaksi  siswa  dengan  pihak  lain termasuk sumber belajar  yang  ada  di  lingkungan    madrasah    merupakan    bagian   dari peran  guru  dalam  membantu   terciptanya   kondisi  yang  mendukung minat  dan  keasyikan   siswa  untuk  mempelajari   sesuatu.

  1. Penilaian

Penilaian pembelajaran  bukan  hanya untuk melihat  daya  serap yang   dipelajari, melainkan juga untuk mengetahui faktor  yang menjadikan  siswa   mengalami kesulitan  dalam belajar, mengembangkan kemampuan siswa  mengenai   hal-hal   yang  ingin  dicapai sejalan  dengan potensi dan kebutuhan masing-masing. Siswa memahami sesuatu yang dinilai, untuk  apa, dan bagaimana penilaian dilaksanakan (Fuad Fachruddin, 1998:20). Secara umum, Ahid  (2009: 80) menjelaskan persyaratan sebagai sekolah model, yaitu memiliki manajemen madrasah  yang  baik; SDM yang berkualitas; kelengkapan sarana dan  prasarana   pendidikan; bantuan pendidikan  yang  memadai; keunggulan kualitas lulusan. Proses  menjadikan  suatu  madrasah   menjadi   madrasah   unggul dan  menjadi  model   bagi  sekolah   lain merupakan pengembangan rnadrasah yang  tepat  dalam  rangka   meningkatkan  nilai dan mutu pendidikan Islam  di mata  masyarakat.

3. Inovasi Pengembangan Pendidikan Islam Berbasis

Keunggulan Pengembangan pendidikan  Islam  dapat   terealisasi    melalui adanya    kebijakan-kebijakan  yang  dikeluarkan  oleh  pemerintah. Institusi yang   melahirkan  kebijakan-kebijakan   yang  mendukung program   madrasah unggulan   dan madrasah model adalah Departemen Agama. Madrasah harus memiliki  keunggulan   yang  layak  dibanggakan oleh  sekolah  dan masyarakat.  Dalam hal  ini, dikenal  dua  jenis keunggulan, yaitu  sebagai  berikut.

  1. Keunggulan   Komparatif

Dalam konteks lembaga pendidikan, keunggulan komparatif menekankan  pada  keunggulan  yang  berkaitan dengan  sumber  daya yang  disediakan, dimiliki tanpa perlu adanya suatu upaya. Misalnya, suatu  madrasah dibandingkan dengan   madrasah lainnya memiliki fasilitas belajar yang diperoleh bantuan dari  pemerintah, sedangkan sekolah di sekitarnya belum  menerima bantuan   fasilitas  belajar.

  1. Keunggulan   Kompetitif

Madrasah atau sekolah yang memiliki keunggulan kompetitif akan terus mengejar prestasinya sehingga mampu bersaing dengan sekolah lain. Walaupun sudah   mendapat  bantuan   dari  pemerintah, sekolah  unggulan ini tetap  dan terus berusaha meningkatkan kualitas keunggulannya, baik dalam hal manajemen  maupun output-nya. Pelayanan terhadap siswamdikelola dengan baik, sehingga   mereka dapat belajar dalam keadaan kondusif. Lulusan  yang berkualitas akan dicari  oleh masyarakat untuk diberdayakan potensinya yang diperoleh ketika di sekolah.

Tantangan kehidupan saat ini lebih mengutamakan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif menekankan pada keunggulan kaitannya dengan  sumber daya  yang  disediakan, sedangkan keuntungan kompetitif bersandar pada penguasaan IPTEK serta  informasi.  Atas dasar pemahaman tersebut, keunggulan/excellence pada istilah center for excellence  adalah jenis  keunggulan  kompetitif, yaitu keunggulan  yang  diraih  melalui suatu   usaha.

4. Mengembangkan keunggulan Berbasis Budaya Organisasi

Mengembangkan keunggulan dasar sebuah madrasah melalui pendekatan budaya organisasi berarti mengorganisasi beragam manusia dan melebur  mereka dalam satu pikiran yang  terarah ke pembuatan produk dan layanan terbaik, pemuasan pelanggan sepenuhnya, dan pemeliharaan warga organisasi. Visi unggul sangat sentral dalam pengembangan madrasah unggul sebab tanpa  visi, mimpi, dan gambaran tentang  masa depan  sulit diwujudkan. Dengan visi unggul,  madrasah selalu mengupayakan arah masa  depan  yang  lebih  baik,  memiliki  SDM yang  religius,   terampil mandiri,   dan  berwawasan  ke  depan   (Muhammad,  1989: 45).

Untuk menjadi sekolah organisasi unggul, madrasah perlu memiliki   kecerdasan sosial. Kemampuan sebuah madrasah untuk tetap survive tidak hanya  ditentukan  oleh  seberapa  besar kemampuannya dalam menghasilkan   output yang berkinerja dan berprestasi unggul, tetapi juga ditentukan oleh koneksinya dengan stakeholders dan para pengguna jasa. Salah satunya dengan tetap menjaga   kepercayaa stakeholders terhadap keunggulan madrasah dengan    mempertahankan   dan   meningkatkan    citra   serta   kinerja organisasi madrasah  unggul.

Beberapa bentuk pendekatan pengembangan pendidikan Islam melalui   madrasah unggulan diharapkan akan melahirkan  lulusan yang bisa menampilkan citra diri sebagai  sosok makhluk Tuhan  yang di dalam  dirinya  terdapat  potensi  rasional  (nalar), emosi, dan spiritual. Tiga dimensi keunggulan dalam perspektif Islam mencitrakan sosok manusia utuh.  Lembaga  pendidikan  yang  terlalu  banyak  menekankan pentingnya nilai akademis, kecer dasan otak atau IQ, tetapi mengabaikan  kecerdasan emosi (EQ) yang  mengajarkan  integritas, kejujuran,     komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, .keadilan, prinsip   kepercayaan, penguasaan  diri  atau sinergis      akan    menjadikan     pendidikan      kehilangan     rohnya (Muhammad,  1998: 46).                                                           

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdol mohammadi, M. dan A. Wright. 1987. An  Examination  of  The Effects  of Experience  and  Task: Complexity   on Audit  Judgments.

Abdurrahman, An-Nahlawi. 1995. Pendidikatt  Islam  di Rumah, Sekolah,

dan  Masyarakat,  Penj. Shihabuddin. Jakarta:  Gema  Insani  Press.

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu  Pendidikan   Islam.  Jakarta: Rineka  Cipta.

Abuddin Nata. 2005. Filsafat  Pendidikan Islam Jakarta: Gaya  Media Pratama.

Aditya Media. Nawawi, Hadari. 1989. Organisasi Kelas sebagai Lembagii  Pendidikan.   Jakarta:  Haji .Masagung.

Azra, Azyumardi. 2003. Inovasi Kurikulum, Edisi Olf Tahun 2003. Strategi Pengembangan Kurikulu Madrasah Aliyah dalam Era Otonomi Daeran   dan  Desentralisasi   Pendidikan.  Jakarta:   Logos Wacana   lImu.

Ahmad Djalaluddin  2007. Manajemen  Qur'ani;  Menerjeman  Ibadah Ilahiyah dalam kehidupan, Malang:  Malang  Press.

Ahmad Tafsir. 2001. Ilmu  Pendidikan dan Perspektif Islam. Bandung: Remaja  Rosadakarya. 2006. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi ]asmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung:  Remaja Rosdakarya.

Al-Asri Al-jadid. 1968. Ingklizikh  toal Arabiyah. Beirut:  Darul  Fikr. Alwasilah, Chaedar. 2007.  Perspektif  Pendidikan  Bahasa Inggris  di Indonesia dalam Konteks Persaingan Global. Bandung:  Andira.

Arifin I. 1994. Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu-ilmu  Sosial dan Keagamaan. Malang:  Kalimasada   Press.

Arifin. 2008. Kepemimpina Kepala Sekolah dalam Mengelol Sekolalt Berprestasi.  Yogyakarta:   Aditya   Media.              '

Arifin, Imron. 2008.  Kepemimpinan  Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi. Yogyakarta:   Aditya   Media.

Azra,  Azyumardi. 1999.  Pendidikan  Islam;  Tradisi  dan Modernisasi Menuju  Milenium  Baru, Jakarta

Logos. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta:  Kompas

Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Wilayah Jawa Timur.    1998. Pelatihan   Metode   Kualitatif. Kumpulan Materi.

Baedhowi. 2008. Peningkatan Profesionalisme Pendidik dalam upaya mewujudkan           Sumberdaua ,Manusia   Pendidikan  yang  Unggul  dan Mandiri, Makalah   disampaikan    pada  seminar   Nasional   tanggal 20 Desember   2008.  www.ispi.or.id//pendidikan-guru-masa- depan-yang-bermakna.diakses   28/5/2012.

BedjoSiswanto. 1990. Manajemen Modern.  Bandung:   Sinar  Baru.

Blank, W. E. 1982. Handbook For Developing Competency Based Training Program. Englewood Cliff. New  Jersey:  Prentice  Hall,  me.

Bloom  S. Bejamin.  1971.  Taxonomy  of Objectives  the Clasification  of  .Educational  Goals, Handbook  1. Cognitive   Domain.   New  York: David  Makey  Company,   Inc.

Budi Wiyono,  Bambang.  1999. Meiodologi Penelitian Kualitatif  Malang: Universitas   Negeri  Malang.

Budimansyah, Dasim. 2007. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung:   Genesindo.

Bungin, Burhan (Ed.). 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis       ke Arah  Ragam  Varia  Kontemporer.   Jakarta:   Raja Gravindo   Persada.

Bush, Tony. 2003. Theories of Educational Leadership and Management. London:  Sage  Publications.

Cece Wijaya dkk. 1992. Upaya Pembaharuan  dalam Pendidikan  dan Pengajaran. Bandung:   Remaja  Rosdakarya.

Choirullah,   M. Noor.  1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Karyawan pada Unit  Usaha Pondok Pesantren  (Studi  Kasus Pondok   Pesantren   Hidayatullah    Surabaya).   Tesis.  PPS.  UMM. Malang:  Universitas   Muhammadiyah   Malang.

Cicih, Sunarsih. 2006.  Dasar-dasar Proses  Belajar Mengajar  di  SD.Bandung:  P4TK TK dan  PLB.

Cotton.  1995. Effective Schooling Practices: A Research Synthesis. Boston: Ally and  Bacon.

Danim, Sudarwan.  2002. Inovasi Pendidikan dalam 'Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga  Kependidikan. Jakarta:   Diknas  2002. Dawam   Raharjo.  1983. Dinamika Pesantren dalam Peta Pembaharuan. Jakarta:   LP3ES.

Day, C.P. Whitaker, and D. Whren.  1987. Appraisal and Professional Development in the Primary Schools. Philadelphia:   Open University Press.

Degeng, I Nyoman   S. 1998.  Mencari  Paradigma  Baru  Pemecahan Masalah Belajar. Makalah   Pidato  pengukuhan    Guru  Besar  IKIP Malang, Didin   Hafidhuddin  &  Hendri   Tanjung.   2003.  Manajemen  Syari'ah dalam Praktek. Jakarta : GIP

Djalil, AbduL 1999. Kepemimpinan dan Inovasi Pendidikan Islam:Studi Kasus pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1. Tesis Konsentrasi Magister   Agama.   Malang:   PPPS  Universitas    Muhammadiyah Malang.

Djamarah   Syaiful  Bahri  dan  Drs.  Aswan  Zaino 1996. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta:  Rineka  Cipta.

E. Mulyasa. 2005: MBS: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya.

2006. Menjadi   Kepala  Sekolah  Profesional.   Bandung: Rosdakarya.

2006a.  Implementasi Kurikulum 2014. Panduan Pembelajaran KBK.  Bandung:   Remaja Rosdakarya.

2006b.  Kurikulum   yang  disempurnakan.   Pengembangan standar   kompetensi    dan  Kompetensi   Dasar.  Bandung:   Remaja Rosdakarya.

Ek. Mochtar  Effendy.  1986. Manajemen; Suatu Pendekaian Berdasarkan Ajaran Islam. Jakarta:  Bhratara   Karya  Aksara.

Elfahmi, H.S. 2006. Sekolah Unggul: Menciptakan Sekolah sebagai Sumber BelajarSolusi   dan  Rumah   yang   Menyenangkan     bagi  Setiap Penghuninya.Makalah   disajikan   dalam   National   Conggress   & Bussines  Forum  (4 Maret  2006). Surabaya:  diselenggarakan    oleh Magistra   Utama.

Engkoswara  dan  Komariah, Aan. 2010.  Administrasi    Pendidikan. Bandung:   Alfabeta.

Faisol, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatip Dasar-dasar dan Aplikasi .Malang:  Yayasan  Asih  Asah  Asuh. 

2001.  Format-format   penelitian   sosial. Jakarta:   Raja Grafindo   Persada.

Fathurrohman, Puput dan Sutikno,  Sobry. 2007.  Strategi  Belujar Mengajar. Bandung:   Refika  Aditama.

Fuad Abdul  Hamied.   2008. Model Pembelajaran Inovatif di era Global. Makalah seminar nasional model pembelajaran inovatif. Di Purwokerto. 27 Februari 2008. http://ispi- banyumas,  blogspot.com/  2008/12/ model-pembelajarn-inovatif-di-era.html. Diakses  tgl  11-6-2012

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan:  Surabaya: Usaha  Nasional,

Gary Yuki. 2002. Leadership in Organizations. Cet.5. New  Jersey: Prenhallindo.

Hadi Supeno. 1999. Agenda Reformasi Pendidikan, Jakarta:  Pustaka Paramedia .

Hamalik,  Oemar.  1993. Proses Belajar Mengajar. Jakarta': Bumi Aksara.

2002. Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Bandung: Bumi Aksara.

2005. Inovasi Pendidikan: Penvujudannya  dalam Sistem Pendidikan Nasional, Bandung:   YP. Permindo,

Hamijoyo, Santoso. 1974. Inovasi  Pendidikan   (Meninjau   Beberapa Kerangka Analisa untuk  Penelitian dan Pelaksanaannya). Bandung: Institut  Keguruan   dan  Ilmu  Pendidikan.

Hanafiah,    M. Jusuf,  dkk.  1994.  Pengelolaan Mutu   Total Pendidikan Tinggi. Jakarta:  Badan  Kerja sarna  Perguruan   Tinggi  Negeri. Hanson   E.M.  1996.  Educational  Administration    and  Organizational Behavior.

Boston:  Allyn  and  Bacon.Harold   Koontz   &  Cyrill  O'Donnell.    t.t.  Principles  of Manajemen  to Analysis Manajerial Function. Tokyo: Kogakusha   Company,   Ltd., Asian  Student.                                                                                 

Hasan  bin  Ali Hasan  Al-Hijazy,  2001. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, Penj. Muzaidi  Hasbullah. Jakarta:  Pustaka   Al-Kautsar.

Hasan  Langgulung.   1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung:   Al Ma' arif.  Hasibuan,    Lias.  1997. Koherensi lnooasi dalam Kurikulum  Pesantren.Disertasi,  Malang:  IKIP.

H.M.  Arifin.  1991. Ilmu Pendidikan  Islam; Suatu Tinjauan Teoreiis dan Praktis Berdasarkan  Pendekatan  Interdisipliner.    Jakarta:   Bumi Aksara.

Husaini   Usman.  2001. Peran Barn. Administrasi  Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuiu   Sistem   Deseniralistik,    dalam   [urnal  Ilmu Pendidikan, Februari  2001, Jilid 8, Nomor  1.

Ibrahim.   1988. Inovasi  Pendidikan.  Jakarta:  _Proyek  Pengembangan Lembaga Pendidikan      Tenaga    Kependidikan,       Ditjen   Dikti Depdikbud.

Ibrahim  Bafadal. 2003. Peningkatan Profesionalisme   Guru Sekolah Dasar. Jakarta:  Bumi  Aksara.

Idris M. Noor. 2008. Sebuaii Tinjauan Teoretis Ten tang Inovasi Pendidikan di Indonesia. Net  delivery.   (diunduh   4 Agustus   2012).

Iwa Sukiswa. 1986. Dasar-Dasar Umum Manajemen Pendidikan, Bandung. Tarsito.

.Jalaluddin.    2001.  Dasar-dasar Pemikiran Islam. Jakarta:  Gaya  Media. Pratama

Jawahir  Tanthowi. 1983. Unsur-Unsur  Manajemen Menurut  Ajaran Al- Qur'an. Jakarta: Pustaka Al-Husna, [auia Pos.  2012.  Intervensi    Berbuah  Presiasi   SMS  dan   BBM jadi sarana  Belajar.  Senin  28 Mei 2012.

Jonathan Crowther (Editor). 1995. Oxfor Advanced  Learner's Dictionary. New  York: Oxford  University   Press.

Joni, T. 1997. Pembelajaran  Terpadu.  Naskah  untuk   Pelaiihan  Guru Pamong, BP3GSD.  Jogyakarta:   Dikti.

Joyce, B. (ed.). 1990. Changing School Culture Through Staff Development.USA. ASCD

.Joyce,  Bruce dan Well,  Marsha.  1996. Models of Teaching. Englewood Clifs. New  Jersey: Prentice  Hall Inc.

Kennedy, C. 1987. Innovation for Change. Teacher Development  and Innovation.  ELT Journal 41/3.

Kercheval.r A, and  Newbill,   S. 1. 2000. A Case Study  of Key effective Practices In Ohio's, Improved School Districts.  New  Jersey: Pretice Hall,  INC.

Kouraogo, P. 1987. Curriculum Renewal  and  Inset   in  Difficult Circumstance. ELT Journal  41/3.

 Kunandar. 2007. Guru Profesional:Implementasi KTSP.dan Sukses dalam Sertijikasi Guru: Jakarta:  Raja Grafindo   Persada.

Lasa  H'S. 2005. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama  Media. Lezotte,  Lawrence,   Bancroft,  Baverly  A. 1985. Effective. School: What Work and Doesn't Work. New  York: NYT News  Letter  March.

Louis A. Allen. 1983. KanJa Manajemen. Terj. J.M.A Tuhuteru.  Jakarta: PT Pembangunan.

M.A.  Nasution.   2010. Teknologi Pendidikan. Jakarta:  Adtya.

M. Habib  Chirzin.  1988. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta:  LP3ES. M.  Manulang. 1988. Dasar-Dasar   Manajemen.    Jakarta:    Ghalia Indonesia.

M. Natsir.  1954. Kapita Selekta. Jakarta:  Bulan  Bintang.

M. Sayyid  Ahmad   al-Hasyimi.   U. Mukhtarul Ahaadits  wa al-Hukmu al-Muhammadiyah.         Surabaya:   Daar  an-Nasyr   al-Misriyah

Manfred. 2001. Historitas dan  Eksistensi  Pesantren, Sekolan  danMadrasah, Yogyakarta:  Tiara Wacana.

Marlina.  2010. Struktur  Organisasi. [online]  tersedia.   25 April  2012.

Miarso,   Yusuf   Hadi.   2009.  Menyemai   Benili  Teknologi  Pendidikan. Jakarta:   Kencana.

Miles, Matthew   B dan  A. Michael   Huberman.    1983. Analisis  Data Kualitatif: Sumber ten tang Metode-metode Baru. Edisi  Indonesia. Jakarta:  Penerbit  Universitas   Indonesia.

Moedjiarto.   2002. Sekolah Unggul.  Surabaya:   Duta  Graha  Pustaka.

Moloeng.   Lexy  J. 2000.  Metodologi  Penelitian  Kualitatif.   Bandung: Remaja  Rosdakarya.

Mudin Simanuhuruk. 2002. Benchmarking  Pendidikan.  Universitas Bengkulu, Jurnal Serunai.

Mudyahardjo,             Redja. 2006. Filasafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rernaja  Rosdakarya.

Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung:   Remaja Rosdakarya.

Mukhtar dan Yamin, Martinis. 2007. 10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas. Jakarta:  Nimas  Multima.

Mulyani   Sumantri.   1994. "Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum yang  Menjamin  Tercapainya  Lulusan  yang  Kreatif" Kurikulum untuk  abad   ke 21. Konvensi  Nasional  Pendidikan   Indonesia. II. Jakarta:   Gramedia.

Munir  Mulhan   Abdul.  2002. Dilema Madrasah di antara Dua  Dunia. Jurnal Pendidikan.

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung:   Alfabeta.·                                                                            .

Munro,   R.G. 1977. Innovation  Succes or Failure? Bristol:  J.W. arrows Smith  Cambride   English  Dictionary.

N.K,  Roestiyah.1989.Masalah-masalah Ilmu  Keguruan. Jakarta:  Bina Aksara.

Nanang    Fattah.   1999.  Landasan  Manajemen   Pendidikan.   Bandung: Remaja  Rodakarya.

Naquib,   An.  1994. Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung:   Mizan.

Nasution   S. 2006. Asas-asas Kurikulum.  Jakarta:  Bumi  Aksara.

S. 1988. Metode Penelitian  Naturalistik  Kualitatif.  Bandung: Tasrito Ni.am Asrorun.    2006.  Membangun   Profesionalitas   Guru.  Jakarta: eLSAS.

Philif  Kotler.  1996. The Function of School Administration.  New  York: NYT News  Letter  March.

Pidarta,  Made.  2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:  Rineka Cipta.

Prawiradilaga, Dewi.  2008.  Mozaik  Teknologi  Pendidikan,  Jakarta: Kencana.

Prayitno.          2008.  Arah  dan  Langkah  Pengembangan  Fakultas/Jurusan Kependidikan,         Makalah:       Disampaikan         pada      Seminar Internasional   Pendidikan   dan Temu Karya Dekan FIP/FKIP  BKS- PTN Wilayah  Barat  Indonesia.

Pmancoffeemix. 2010.  Kurikulum    Organisasi  pendidikan.   [online] (diunduh    25 April  2012)

Pusat Bahasa Departemen  Pendidikan  Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi  III. Jakarta:  Balai Pustaka.

Ramayulis. 2002. Ilmu  Pendidikan Islam. Jakarta:  Kalam  Mulia.

Rivai, Veithzal  dan Murni, Silviana. 2008. Education Management. Balai Pustaka.

Rogers,  M Everett .1983. Diffusion of Innovation. New  York: The FreePress.

Rohiat.  2008. Manajemen  Sekolah. Bandung:   Aditama. Rose, Colin.  1999. Accelereted Learning. Bandung:  Mizan.

Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuali Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Rudi  Susilana.   2006. Kurikulum  dan Pembelajaran. Bandung:   UPI.

Salman  Harun.   1999. Mutiara AI-Qur'an;  Aktualisasi  Pesan AI-Qur'an dalam Kehidupan. jakarta;   Kaldera.

Saltrick, D. and Schiller, J. 2003.-Benchmarking:  South Carolina's Aproach to Student Achievement. Indiana:  Phidelta  Kappa  Publication

Samana,   A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta:'  Kanisius.

Sanaky.  2003. Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta:  Safiria  Press. Saud,  S. Udin  dan Suherman,   Ayi. 2006. Bahan Belajar Mandiri Inovasi

Pendidikan. Bandung:   UPI Press.

Sergiovani.  T.J. 1984. The Principalship: A. Reflektif Practice Perspective. E. Allyn  and  Bacon Inc.

Shanon,.G.S.    2003.  Nine  Characteristics  of High-Performing   School. Boston:  Ally and  Bacon.

Shimp.  2000. Education Manajamen.  Boston:  Allyn  and  Bacon.

Shorde  A William,  Dan Voich. 1983. Organisation of Management: Basic Sistem  Concepts. Bandung:   Remaja  Rosdakarya.

Siagian,  Sondang   P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi  Aksara.

Siagian,  Sondang   P. 1990.  Fungsi-Fungsi Manajerial.  Jakarta:   Bumi Aksara.

Soebagio Atmodiworo. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadijaya.

Sjafri Sairin. 2003. Membangun  Profesionalisme    Muhammadiyah. Yogyakarta:   Lembaga  Pengembangan    Tenaga  Profesi  (LPTP).

Steenbrink.   1986. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun  Modern. Jakarta:  LP3S

Subandijah.   1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.  Jakarta:  Raja Grafindo   Persada.

Sudarsono.    2007.  Manajemen  Kepala Sekolidi dalam Layanan  Publik, Surakarta:   t.p.

Sudarwan   Danim.  2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Meningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung:   Pus taka  Setia.    .

Sudjana.   2004. Pendidikan Nonformal.  Bandung:   Falah  Production.

Sugito.  2009. II Model Pembelaiaran lnooati] (PAKEM)."  Materi  Diklat PLPD .rayon  42. UNIP A Surabaya.   Unversity   press.  Surabaya

Suherli Kusmana.    2009.  Manajemen  Inovasi  Pendidikan.   Hand-out bahan  kuliah.  Ciamis:  Paska  UNIGAL  Press.                                 .:nkmadinata,  Nana 

Syaodih.   1997. Pengembangan Kurikuium:  Teori dan Praktek. Bandung:   Remaja  Rosdakarya.

.2004. 'Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung:: Yayasan   Kesuma  Karya.

Sumardi.   2001. Pengaruh Pengalaman  Terhadap Profesionalisme  Seris Pengar Profesionalisme  Terhadap Kinerja dan Kepuasan  Keria. Tesis, Purwokerto:   Undip.

Supiana.    2008. Sistem  Pendidikan  Madrasah  Unggulan.   Depag   Rl: Balitbang  dan  Diklat.

Supriadi, Dedi. 1998.  Mengangkat  Citra  dan  Martabat  Guru. Yogyakarta:   Adicita  Karya  Nusa.

Sutisna. 1995. Membangun  Layanan Manajemen yang Ideal, Bandung: Pustaka  Andia.

Syaibany, AI. 2001. Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya  Media  Pratama.

Syafarudin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Sujanto,  Bedjo.  2004. Mensiasati  Manajemen  Berbasis Sekolah di Era Krisis yang Berkepanjangan.  Jakarta:  leW.

Tasmara, Toto. 2006.  Spiritual  Centered  Leadership.  Jakarta:   Gema Insani. 

Tilaar,  H.A.R.  1999. Pendidikan,  Kebudayaan dan Masyarakat Madani. Indonesia. Bandung:   Remaja  Rosdakarya.

Tilaar,   H.A.R.   .2006.  Manajemen   Pendidikan   Nasional.   Bandung: Remaja  Rosdakarya.

Udaya, Yusuf. 1994. Teori Organisasi. Struktur Desain, dan Aplikasi. (Edisi 3) Jakarta:  Aditya.

Udin   Saefudin    Saud   &  Ayi  Suherman.    2005.  lnotiasi  Pendidikan. Bandung:  UPI  Press.

Umaedi.  2005. Manajemen Peningkatan Mutu  Berbasis Sekolah. Jakarta- Rosdakarya.

Umar,  H.  2001.  Strategic  Management  in Action.  jakarta:   Gramedia

Pustaka   Utama.

Uwes  Sanusi.  1999. Manajemen  Pengembangan Mutu  Dosen. Jakarta: Logos Wacana  Ilmu.        .

Uzer Usman,  Moch. 2005. Menjadi Guru Profesional.  Bandung:  Remaja Rosdakarya.

Wahyu   Ariyani   Doretea.   1999.  Manajemen Kualiias: 'Yogyakarta: Andioffset.

Wachidi.  2000. Inovasi kurikulum  Ilmu Pengetahuan Sosial SLTP di Kota Bandung.  Disertasi.

Wahjoetomo.   1993.  Wajib  Belajar  Pendidikan  9 Tahun,  Jakarta: Gramedia.

Wahyudin,   Dinn  et.al. 2007. Materi Pokok Pengantar Pendidikan: Modul Universitas  Terbuka. Jakarta:  Universitas   Terbuka.

Ward ani, I G. A.K. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi:  Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya:Makalah pada Penelitian   Buku Ajar  PGSD.  Yogyakarta.

Whiddett,   Steve  &  Hollyforde,   Sarah.  1999.Development Practicei The Competencies           Handbook.  London:    Institute    of  Personnel    and Development.

Wibowo.  2007. Manajemen Kinerja. Jakarta:  Rajawali  Pers.

William Herbert   Newman.   1957. Administrative   Action,  New  York: Prentice  Hall  Inc. Englewood   Cliffs.

Wina,  Sanjaya.   2005.  Pembelajaran  Dalam  Implementasi   Kurikulum Berbasis Kompetensi. Edisi Pertama.  Cetakanke   I. Jakarta:  Prenada Media.

Yohanes    Sri  Guntur,    dkk.   2002.  Analisis   Pengalaman   Terhadap Profesionalisme   dan Analisis  Pengaruii  Profesionalisme  Terhadap Hasil  Kerja.  Jurnal  Manajemen   dan  Sistem  Informasi   (MAKSI) Undip,   Semarang,   Vol. 1, Agustus   2002.

Yulaelawati,  Ella. 2004. Kurikulum  dan Pembelajaran:  Filosofis Teori dan Aplikasi. Jakarta:  Pakar  Raya  Pustaka.

Yutata  Hadi  Andoyo.  2000. Perguruan Tinggi Swasta Ditjen Pendidikan Tinggi Depdiknas,   Jawa Post, 11 July  2000.

Zakiah  Daradjat.   1992. Ilmu  Pendidikan Islam. Jakarta:  Bumi  Aksara. Zaltman,    Gerald,    dan  Robert   Duncan.    1977.  Strategy   of Planned

Change.  New York: A. Willey-Inter-science Publication  John Wiley

& Sons.

 

 

 

PERATURAN PERUNDANG-UDANGAN:

 

Departemen     Agama  RI. 1999. AI-Qur'an dan Terjemahmja. Semarang: Toha Putra.

Departemen    Pendidikan    Nasional   RI. 2001. Manajemen  Peningkatan Mutu  Berbasis Sekolah. Jakarta.  Diknas.

Direktur    Pendidikan     Dasar   dan   Menengah.    2000.  Budaya  MUtll

Sekolah. Jakarta:  Karya  Media.

Dirjen  Kelembagaan    Islam.  2005.  Pendidikan  Islam  dan Pendidikan Nasional  (Paradigma Baru). Jakarta:  Dirjen  Kelembagaan    Islam, Depag.  RI.

Depdikbud.   1994. Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal Landas. Jakarta:  Depdikbud.

Direktorat    Tenaga   Kependidikan.      2008.  Pendidikan  dan Pelatihan

Pengorganisasian       Sekolah. [online]  tersedia.   25 April  2011. Kementrian       Agama   Republik   Indonesia.   Daftar  Statistik   Madrasah tahun   2009-2010.

Peraturan         Pemerintah    RI No.  61 Tahun   1999  tentang    Penetapan Perguruan       Tinggi  sebagai  Badan  Hukum.  Yogyakarta:   Pustaka Pelajar.

Peraturan         Pemerintah    Republik    Indonesia    nomor   19 tahun   2005 tentang   Standar   Nasional   Pendididkan.   Jakarta:  Asa  Mandiri.

Permendiknas    RI no. 22 tahun  2006 tentang  Standar  lsi untuk  Satuan Pendidikan       Dasar  dan  Menengah.   Jakarta:  Asa  Mandiri. Permendiknas    RI  No.   24  Tahun    2006   tentang     Pelaksanaan

Permendiknas   RI no 22 & 23 tahun  2006." Jakarta:  Asa Mandiri,

Permendiknas  RI. No. 23 tahun  2006"  Tentang   Standar   Kompetensi   Lulusan            untuk   Satuan    Pendidikan     Dasar   dan   Menengah. Jakarta:  Ana  Mandiri,

Paraturan     Pemerintah      RI  No.  19  tahun    2005  Tentang    Standar Nasional   Pendidikan,   Jakarta:  Sinar  Grafika.

Undang-Undang      RI No.  22 tahun   1999  tentang   Otonomi   Daerah. Yogyakarta:   Pus taka  Pelajar                                                      

Undang-Undang RI No.  20. tahun    2003 tentang  Sistem  Pendidikan Nasional.   Jakarta:  Asokadikta.

Undang-Undang    RI  No.  14 tahun   2005 tentang   Gtitl!l:  Dan  Dosen.

Yogyakarta: Pustaka  Pelajar.

 

 

 

 

ELEKTRONIK:

 

http://www.harunyahya.com/indo/buku/semut03.htm. (diunduh 4 Agustus   2012)

http://ahmadmakkLwordpress.com/2009 05/0 strategi- mewujudkan-madrasah-unggulan). (diunduh   4 Agustus   2012)

Pgmkotasukabumi.blogspot.coml       ... 1pemerintah-ditantang-hapus- diskr. 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

HUBUNGAN KEPOLISIAN DAN PEMERINTAH DAERAH

  HUBUNGAN KEPOLISIAN DAN PEMERINTAH DAERAH   Hubungan Kepolisian dan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menjaga keamanan dan keter...