Kosep
Inovasi
Pendidikan
Dr. H. A. Rusdiana, M.M.
Pengantar Prof. Dr. A.Tafsir
BAB
1
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat
melepaskan diri dari hubungan dengan manusia lain.
Sebagai
akibat adanya hubungan antar individu (manusia) ini lahirlah berbagai kelompok sosial
(social group), yang
dilandasi oleh kesamaan
kepentingan bersama. Akan tetapi,
bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan kelompok sosial.
Untuk dikatakan kelompok
sosial terdapat
persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam
kelompok sosial
yang masyarakatnya telah tersusun,
terjadi perubahan dalam susunan tersebut
merupakan keniscayaan. Hal ini karena perubahan merupakan hal yang
mutlak terjadi di manapun
tempatnya.
Atkinson (1987) dan Brooten (1978) menyatakan definisi perubahan sebagai kegiatan atau
proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan
sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku
individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan ynag perlu diketahui,
yaitu pengetahuan, sikap, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu
masalah dianalisis tentang kekuatannya, pemahaman tentang tigkat-tingkat
perubahan dan siklus perubahan dpat berguna.
Cara
yang paling sederhana untuk memahami perubahan masyarkat sosial dan kebudayaan
adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Bahkan, jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi
mengenai perubhahan masyarakat dan kebudayaan, semua kejadia yang sedang
berlangsung di tengah-tengah masyarakat harus diungkapkan.
Kenyataan
mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat dianalisis dari berbagai
segi daintaranyaa ke “arah” perubahan dalam masyarakat itu”bergeraak”(direction
of change)” yang jelas bahwa perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang
diubah. Akan tetapi, setelah meningggalkan faktor itu, perubahan bergerak pada
bentuk yag baru, tetapi boleh pula bergerak pada suatu bentuk yang sudah ada
pada waktu yang lampau.
Kurt
Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan karena ia dianggap sebagai
orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan
studi tentang perubahan secara ilmiah.
Konsepnya
dikenal dengan model force-field yag
diklasifukasikan sebgai I model
power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya,
perubhana terjadi karena
munculnya tekana-tekanan terhadap kelopok, individu,, atau organisasi. Ia berkesimpulan
bahwa kekutan tekana(driving-forces)
akanberhadapan denganpenolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan
dapat terjadi dengan memperkuat driving-forece
dan melemahkan resitences to change.
Langkah-langkah
yang dapat diambil untuk mengelola perubahan itu. Yaitu: (1)unfreezing, merupakan proses penyadaran
tentang perlunya atau adanyan kebutuhan untuk berubah;
(2) changing, merupakan tindakan,
baik memperkuat driving forces maupun
memperlemah resistences dan (3) refreshing, membawa kembali kelompok pada
keseimbangan yang
baru (a new dynamic equilibrium)
Pada dasarnya, perilaku manusia lebih banyak dipahami
dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi dari pada
melihat kepribadian
individu yang melakukannya.
Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi, dan stratifikasi jauh lebih berat hubungannya
dengan perubahan dibandingkan dengan kombinasi kepribadian tertentu dalam
organisasi.
Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang
harus dilalui dalam perubahan berencana. Ada lima tahap perubahan yang disampaikan
olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin. Tahap-tahap perubahan adalah (1) tahap inisiasi keinginan untuk berubah; (2) penyusunan perubahan pola relasi yang ada; (3) melaksanakan perubahan; (4)
perumusan dan stabilisasi perubahan;
dan (5) pencapaian kondisi akhir yang
dicita-citakan.
Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin adalah
tentang perubahan sosial dalam
mekanisme interaksional.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan hasil atau produk, melainkan merupakan sebuah proses keputusan
bersama yang diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok
menjadi bahasan yang menarik untuk
mernahami perubahan sosial.
A. HAKIKAT
PERUBAHAN SOSIAL
1. Definisi Perubahan
Sosial
Perubahan sosial adalah proses terjadinya perubahan
struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi
sebagai akibat
masuknya ide-ide pembaruan yang
diadopsi
oleh para anggota sistem sosial yang
bersangkutan.
Banyak
definisi membicarakan perubahan social dalam
arti yang sangat
luas. Wilbert Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai
"perubahan penting dari stuktur
sosial".
Adapun struktur sosial adalah "pola perilaku
dan interaksi sosial". Dengan demikian,
dapat diartikan bahwa perubahan sosial dalam suatu
kajian untuk
I'
Kornblum (1988) berusaha memberikan pengertian tentang perubahan sosial.
Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-
unsur kebudayaan, baik yang materiel maupun immaterial. Penekannya adalah
pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
materiel terhadap unsur-unsur immaterial.
Perubahan sosial diartikan
sebagai perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi
masyarakat.
Selo Soemardjan (1978) menyatakan bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan di lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat.
Soerjono Soekanto (1990:
217) menyatakan bahwa
perubahan sosial memengaruhi sistem sosialnya, termasuk
didalamnya nilai- nilai,sikap, dan pola
perilaku
di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Definisi ini
menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya memengaruhi segi-segi lain dalam struktur masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah semua
perubahan yang
terjadi di
lembaga kemasyarakatan, yang memengaruhi sistem sosialnya. Tekanan utama padamdefinisimtersebut terletak pada lembaga
masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia, yaitu perubahan yang memengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial
terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur
yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis ,dan kebudayaan. Sorokin (1957) berpendapat.bahwa
segenap usaha untuk mengemukakan kecenderungan yang
tertentu dan tetap dalam perubahan sosial 'tidak akan berhasil baik.
Proses
perubahan sosial biasa terdiri atas tiga tahap: (1) invensi, yaitu proses
penciptaan dan pengembangan ide-idebaru: (2) difusi,
yaitu proses pengomunikasian ide-ide baru itu dalam
sistem sosial: (3) konsekuensi, yaitu perubahan yang terjadi dalam
sistem sosial sebagai
akibat pengadopsian atau
penolakan inovasi.
Perubahan terjadi jika penggunaan
atau penolakan ide
baru itu mempunyai
akibat. Dalam menghadapi
perubahan social
budaya, masalah utama
yang perlu diselesaikan adalah pernbatasan pengertian atau
definisi perubahan sosial (Wilbert E. Maore,
Order and Change, Essay in
Comparative Sosiology, New York,
John Wiley
&Sons,[1967: 3] perubahan
kebudayaan).Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah
banyak membicarakannya.
Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat,yaitu
perubahan dalam cara berpikir dan interaksi
sesama warga menjadi
semakin
rasional; perubahan dalam
sikap dan orientasi kehidupan
ekonomi menjadi semakin komersial; perubahan dalam tatacara
kerja sehari-hari yang demakin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang semakin tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang semakin demokratis; perubahan dalam cara dan alat-alat kegiatan yang semakin modern dan efisien, dan
lain-lain.
Menurut Max Weber (Berger, 2004),tindakan sosial atau aksi sosial(social
action) tidak bisa dipisahkan
dari
proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku. Tindakan osial
dapat dipisahkan menjadi empat
macam tindakan menurut
motifnya, yaitu (1) tindakan
untuk mencapai satu tujuan
tertentu, (2) tindakan
berdasarkan adanya satu
nilai tertentu, (3) tindakan
emosional, (4) tindakan yang
didasarkan pada adat
kebiasaan (tradisi).
Proses sosial juga diartikan sebagai setiap
perubahan social
atau interaksi yang dilihat sebagai
kualitas dan arah konsisten sebagai
kualitas. Dengan mengabstaksikan suatu
pola umum, proses
sosial ini dapat diamati serta disebut, seperti peniruan, akulturasi, konflik, dan
stratifikasi. Baik-buruknya proses social bergantung pada situasi proses
itu berlaku yang berkaitan dengan nilai a au norma yang subjektif (Judistira K. Carna, 1992: 80).
Berdasarkan
beberapa pendapat
ahli ilmu sosial, dapat disinkronkan pendapat
mereka tentang perubahan sosial, yaitu suatu proses perubahan, modifikasi, atau
penyesuaian pola hidup masy arakat.
yang mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat,
hubungan sosial ekonomi, serta
kelembagaan masyarakat baik dalam aspek kehidupan material
maupun nonmaterial.
Etzioni (1973)
mengungkapkan bahwa perkembangan
masyarakat
sering
dianalogikan seperti halnya
proses evolusi, yaitu proses perubahan
yang berlangsung sangat
lambat. Pernikiran ini sangat
dipengaruhi oleh hasil
penemuan ilmu biologi, yang
telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai
bentuk "evolusi", antara lain Herbert Spencer dan August Comte.
Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada
masyarakat dalam
bentuk
perkembangan yang linear
menuju arah yang positif. Perubahan sosia1 menurut pandangan mereka berjalan lambat, tetapi menuju bentuk
"kesempurnaan"masyarakat
Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti
pertambahan diferensiasi dan
integrasi, pembagian kerja,
dan perubahan dari keadaan homogen
menjadi heterogen. Spencer
berusaha meyakinkan bahwa masyarakat
tanpa diferensiasi pada tahap
praindustri secara intern justru
tidak stabil akibat pertentangan
di antara mereka. Pada masyarakat industri
yang telah terdiferensiasi dengan
mantap akan terjadi stabilitas
menuju kehidupan yang
damai.
Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak
individu, berkurangnya
kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antarnegara, terhapusnya batas-batas negara,
dan terwujudnya masyarakat global.
Seperti halnya
Spencer, pemikiran Comte
sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alamo Pemikiran Comte
yang dikenal dengan aliran positivisme memandang bahwa
masyarakat harus menjalani berbagai
tahap pemikiran tertentu. Selanjutnya, Comte menjelaskan bahwa setiap
kemunculan tahap baru diawali oleh pertentangan antara pemikiran
tradisional dengan pemikiran
yang bersifat progresif. Sebagaimana Spencer yang
menggunakan analogi
perkembangan mahkluk hidup, Comte
menyatakan bahwa dengan adanya pembagian
kerja, masyarakat menjadi
semakin kompleks, terdiferensiasi, dan ters pesialisasi.
Dalam
membahas peru bahan sosial,
Comte membaginya dalam dua konsep, yaitu
social statics (bangunan struktural) dan
social dynamics (dinamika struktural). Bangunan
struktaral merupakan struktur yang berlaku
pada suatu masa tertentu. 'Bahasan utamanya adalah struktur sosia1 di
masyarakat yang melandasi dan menunjang
kestabilan
masyarakat. Adapun
dinamika struktural merupakan
hal-
hal yang berubah
dari satu waktu
ke waktu yang
lain. Perubahan pada bangunan struktural ataupun
dinamika struktural merupakan bagian yang saling berkaitan
dan tidak dapat
dipisahkan.
Perubahan
sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur- unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti
perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Aksisosial dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial
masyarakat karena perubahan social merupakan bentuk intervensi sosial yang memberi
pengaruh kepada klien
atau sistem klien
yang tidak terlepas dari upaya melakukan perubahan berencana.
Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya
menciptakan kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang klien atau sistem agar
termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial.
2. Perubahan Sosial dan Perubahan
Kebudayaan
Ada perbedaan pengertian antara perubahan social
dengan perubahan
kebudayaan: Perubahan sosial
adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam pola-pola
hubungan sosial yang mencakup,
sistem status, hubungan dalam keluarga,sistem politik dan kekuatan, serta persebaran
penduduk, Adapun perubahan
kebudayaan
adalah perubahan
yang terjadi dalam
sistem ide yang dimiliki
bersama oleh para- warga
atau oleh sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan,yang mencakup
aturan-aturan
atau norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat,
nilai-nilai, teknologi,
selera dan rasa
keindahan
atau kesenian, dan bahasa. Walaupun
perubahan sosial dibedakan dari perubahan kebudayaan,
pembahasan mengenai perubahan sosial tidak mencapai
pengertian yang benar
tanpa mengkaitkannya dengan perubahan kebudayaan yang
terwujud dalam masyarakat yang bersangkutan.
Hal yang sarna juga
berlaku dalam pembahasan mengenai
perubahan kebudayaan.
Moore (2000) menyatakan bahwa perubahan social merupakan bagian
dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang
meliputi kesenian,ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat,dan
lainnya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi organisasi
sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas dibandingkan
dengan perubahan sosial. Sekalipun
demikian, dalam praktik
di lapangan, kedua
jenis perubahan tersebut sulit
untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Salah satu bentuk
proses peru bah an sosial
yang terwujud dalam masyarakat dengan
kebudayaan primitif ataupun
kebudayaan yang kompleks atau
maju adalah proses
imitasi yang dilakukan
oleh generasi muda terhadap
kebudayaan dari generasi tua. Proses imitasi dilakukan dengan
belajar meniru berbagai
pola tindakan generasi orangtua yang belum
tentu, bahkan yang tidak
sempurna. Oleh karena itu, hasilnya
adalah adanya perubahan
yang berjalan secara
lambat dan teratur, dan
baru teras a perubahannya setelah
dilihat dalam jangka waktu
yang panjang dari
proses pewarisan kebudayaan tersebut.
Proses
lain yang juga
berjalan secara lambat
dan teratur, yang pada
umumnya berlaku dalam
masyarakat dengan kebudayaan primitif adalah
hasil proses alamiah
saat jumlah dan komposisi generasi anak
berbeda dengan jumlah
dan komposisi penduduk generasi tua.
Dengan demikian, secara
lambat dan tanpa
disadari, berbagai pola
kelakuan, norma, nilai-nilai,
dan pranata telah berubah karena sebagian
unsur kebudayaan dan
struktur sosial yang
telah berlaku hams diubah
sesuai dengan jumlah
dan komposisi penduduk yang menjadi
warga masyarakat tersebut.
Adapun
perubahan yang terjadi dalam masyarakat
yang sudah maju atau
kompleks kebudayaannya
terwujud melalui proses penemuan (discovery), penciptaan bentuk
baru (invention), dan
proses difusi (persebaran unsur-unsur
kebudayaan). Melalui proses tersebut, perubahan sosial
berjalan dengan cepat.
Akibatnya, berbagai nilai, norma, dan
pola-pola hubungan sosial
yang awalnya berlaku
pada generasi sebelumnya dalam
masyarakat tersebut tidak
berlaku lagi dan diganti
oleh lainnya.
Penemuan (discovery) adalah bentuk penemuan
bam yangberupa persepsi mengenai
hakikat suatu gejala
atau hakikaf mengenai hubungan antara
dua gejala atau lebih. Penemuan bentuk bumi yang bulat dan
bukan datar. menyebabkan berbagai
kegiatan yang berkenaan dengan
itu yang mewujudkan
.adanya perubahan sosial ' pada masyarakat
di Eropa Barat pada
abad ke-16. Perubahan social tersebut terjadi
karena adanya usaha-usaha
untuk melayari bumi tanpa harus
takut untuk sampai
ke ujung dunia yang
tidak berujung pangkal, sebagaimana
yang diduga semula,
guna mencari rempah- rempah dan
benda-benda berharga lainnya.
Adapun ciptaan baru (invention)
adalah pembuatan bentuk
baru berupa benda atau pengetahuan yang
dilakukan melalui proses penciptaan yang
didasarkan atas pengombinasian dari
pengetahuan yang sudah ada
mengenai benda dan
gejala. Contohnya, sepotong kayu
yang berbentuk seperti
tongkat dan sebuah
batu hit am adalah dua benda
alamiah. Jika kedua benda
ini dihubungkan satu dengan lainnya dapat
menjadi sebuah tugal
atau alat untuk melubangi
tanah untuk menaruh biji-bijian
yang ditanam di ladang.
Caranya dengan mengombinasikan pengetahuan
mengenai perlunya ujung
tongkat yang tajam untuk melubangi
tanah dan batu hitam yang keras permukaannya, serta
penajaman ujung kayu
yang dapat dilakukan dengan cara
mengasahnya pad a permukaan benda
yang keras dan kasar.
Batu hit am yang keras
dan kasar tersebut
dapat digunakan untuk mengasah
tongkat kayu sehingga
ujungnya tajarn dan menghasilkan alat
yang namanya tugal.
Dengan adanya penciptaan baru tersebut, berbagai sarana
perlu dipikirkan untuk diciptakan guna
mendukung bermanfaatnya hasil- hasil
ciptaan baru. Alat-alat
hasil ciptaan baru
tersebut mengambil alih peranan
tenaga kasar manusia atau mengambil alih fungsi-fungsi anggota tubuh
manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya.
Akan tetapi, penemuan baru ataupun penciptaan baru tidak dapat mengubah kehidupan
sosial manusia tanpa melaluiproses
difusi. Difusi adalah persebaran
unsur-unsur 'kebudayaan dari
masyarakat yang satu ke masyarakat
lain dan dari
warga masyarakat yang satu ke warga
yang lain-dari masyarakat
yang bersangkutan. Persebaran unsur kebudayaan
ini merupakan proses,
yaitu proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan
oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
Unsur
kebudayaan baru berupa
penciptaan ataupun penemuan bam, tidak
akan dapat digunakan
dan mempunyai fungsi mengubah kehidupan sosial warga
masyarakat yang bersangkutan tanpa
melalui proses difusi. Suatu unsur
baru dapat ditolak
oleh warga masyarakat yang
bersangkutan sehingga unsur kebudayaan baru tidak mempunyai arti apa
pun dalam kehidupan
sosial. Contohnya adalah
penolakan cara mengerjakan sawah secara
lebih intensif dengan
menggunakan
mesin traktor yang dilakukan oleh para petani di Pulau Bali
Para petani di
Bali menganggap bahwa cara
bertani dengan menggunakan
traktor tidak menguntungkan karena
biaya perawatannya yang cukup
mahal, jika rusak,
tidak bisa digunakan lagi, serta
tidak dapat beranak. Mengerjakansawah dengan menggunakan traktor lebih
banyak ruginya daripada
untungnya; khususnya kalau
dibandingkan dengan penggunaan
sapi dalam pertanian sawah. Menurut mereka, sapi tidak merugikan, bahkan menguntungkan. Biaya
pemeliharaannya murah, tidak pernah tidak berguna, dapat
beranak, dan kotorannya
dapat digunakan sebaga pupuk.
Dalam
proses difusi antara
dua masyarakat yang
berdekatan, apabila yang satu
lebih sederhana kebudayaannya
daripada yang satunya lagi, masyarakat yang kebudayaannya lebih sederhana lebih banyak menerima kebudayaan dari masyarakat yang
lebih maju atau kompleks, bukan
sebaliknya. Contohnya adalah hubungan antara
masyarakat kota dengan masyarakat desa. Lebih
banyak unsur kebudayaan
kota yang diambil
alih dan diterima
untuk dijadikan pegangan dalam
berbagai kehidupan sosial
warga desa daripada unsur-unsur kebudayaan desa yang
dijadikan pegangan bag pengaturan kehidupan
sosial warga masyarakat
kota.
Perubahan yang terwujud
karena inovasi (inovasi adalah istila untuk pengertian, baik untuk
discovery maupun invention). Karena difusi dari inovasi telah
dipercepat lagi prosesnya oleh kekuatan teknologi, industrialiasi, dan urbanisasi, ketiga-tiganya secara bersama-sama menghasilkan proses modernisasi
dalam masyarakat yang bersangkutan. Teknologi
modern, secaradisadari atau tidak oleh
para
warga
masyarakat yang
bersangkutan, telah-menciptakan keinginan dan impian baru berkenaan dengan kehidupan yang ingi dijalani (yaitu
memperoleh berbagai peralatan yang serba
modern dan luks secara
lebih banyak dan
lebih baik daripada yang sudah dipunyai, kondisi kehidupan
yang lebih nyaman dan
nikmat), dan memberikan jalan-jalan yang
dapat memungkinkan
dilaksanakannya usaha-usaha untuk memperbaiki
kondisi-koridisi sosial dalam masyarakat. Teknologi secara langsung berkaitan dengan
industrialisasi. Industrialisasi dan mesinisasi cenderung mengubah
dasar-dasar ata hakikat pengertian
kebendaan atau materi yang ada dalam
masyarakat, dan secara tidak
langsung mempercepat proses perubahan pengorganisasian berbagai
kegiatan sosial yang ada dalam masyarakat.
3. Diskoveri, Invensi,
dan Inovasi
Discovery, invention, dan innovation dapat diartikan
dalam bahasa Indonesia sebagai "penemuan". Maksudnya ketiga kata tersebut mengandung arti ditemukannya sesuatu
yang baru, baik
barang itu sudah ada,
tetapi baru diketahui
maupun benar-benar baru
dalam arti kat a, sebelumnya tidak
ada. Demikian pula, mungkin hal
yang baru itu diadakan dengan
maksud mencapai tujuan
tertentu. Inovasi dapat menggunakan diskoveri atau
invensi.
Discovery adalah penemuan
sesuatu yang sebenarnya sudah ada, tetapi
belum diketahui orang.
Misalnya, penemuan benua Amerika. Sebenarnya benua
Amerika sudah ada,
tetapi baru ditemukan
oleh Columbus pada tahun
1492 maka dikatakan
bahwa Columbus menemukan benua
Amerika, artinya orang
Eropa yang pertama menjumpai benua
Amerika .
Invensi (invention) adalah penemuan
sesuatu yang benar-benar baru, artinya
hasil kreasi manusia.
Benda atau hal yang
ditemui itu belum ada sebelumnya, kemudian diadakan
dengan hasil kreasi baru.
Misalnya penemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembuatan barang dari plastik, mode pakaian,
dan sebagainya. Tentu, munculnya ide atau kreativitas berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman, dari
hal-hal yang sudah
ada, tetapi wujud
yang ditemukannya benar-benar baru.
Inovasi (innovation)
adalah ide, barang,
kejadian, metode yang dirasakan atau
diamati sebagai suatu
hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik berupa
hasil invention maupun discovery. Inovasi diadakan
untuk mencapai tujuan
tertentu atau memecahkan suatu
masalah tertentu.
4. Inovasi dan
Modernisasi
Seperti
telah dibahas sebelumnya,
inovasi (innovation) adalah suatu ide,
barang, kejadian, metode
yang dirasakan atau
diamati sebagai hal baru bagi seseorang
atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invention maupun discovery. Inovasi dan mencapai tujuan
tertentu atau memecahkan
masalah tertentu.
Adapun istilah "modern" mempunyai berbagai macam arti
dan juga mengandung berbagai
macam tambahan arti (connotations).
Istilah modern digunakan tidak hanya
untuk orang-orang, tetapi juga
untuk bangsa, sistem
politik, ekonomi lembaga
seperti rumah sakit, sekolah, perguruan
tinggi, peru mahan, pakaian, serta
bebagai macam kebiasaan. Pada umumnya, kata modern digunakan untuk menunjukkan terjadinya
perubahan ke arah yang
lebih baik, lebih maju dalam arti lebih menyenangkan, lebih meningkatkan kesejahteraan hidup.
Dengan cara baru (modern), sesuatu akan lebih efektif dan
efisien untuk mencapai
tujuan. Misalnya, dalam perkembangan transportasi, kuda lebih modern daripada
gerobak yang ditarik orang,
mobil lebih modern
daripada kereta kuda, pesawat lebih modern
daripada mobil. [adi
"modern" dari satu
segi dapat diartikan sesuatu
yang baru dalam
arti lebih maju
atau lebih baik daripada
yang sudah ada,
baik dalam arti
lebih memberikan kesejahteraan atau
kesenangan bagi kehidupan.
Jadi, modernisasi adalah proses
perubahan sosial dari masyarakat
tradisional (yang belum
modern) ke masyarakat
yang lebih maju (masyatakat industri
yang sudah modern).
Di antara tanda-tanda masyarakat
yang sudah maju
(modern) adalah bidang
ekonomi yang telah makmur,
bidang politik sudah
stabil, terpenuhi pelayanan kebutuhan pendidikan,
dan kesehatan.
Inovasi erat kaitannya dengan modernisasi karena kedua-
duanya merupakan perubahan sosial. Terwujudnya modernisasi
bisa tergambarkan melalui munculnya
inovasi yang menunjukkan kemajuan masyarakat, baik bidang ekonomi, politik, pendidikan,
kesehatan, maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi.
B. DIFUSI DAN PERU BAHAN SOSIAL
1. Pengertian Difusi
Perubahan Sosial
Difusi adalah jenis komunikasi khususyang berkaitandengan
penyebaran
pesan-pesan
sebagai ide baru. Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah bentuk
komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan
ya"ng berupa gagasan baru. Dalam istilah Rogers (1961), difusi menyangkut
"which is the spread of a new idea from
its source of invention or creation to its ultimate users or adopters."
Dalam
kasus difusi, karena
pesan-pesan yang disampaikan
itu "baru", ada risiko
bagi penerima, yaitu bahwa ada perbedaan
tingkah laku dalam kasus penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan
biasa.
Sering dibedakan antara sifat riset difusi dengan riset komunikasi lainnya.
Dalam riset komunikasi, kita sering mengarahkan perhatian pada
usaha-usaha untuk mengubah pengetahuan atau sikap
dengan mengubah bentuk sumber, pesan,
saluran, atau penerima
dalam proses komunikasi. Misalnya, kita bisa menuntut agar sumber komunikasi lebih dapat dipercaya oleh
penerima karena studi
komunikasi menunjukkan bahwa
jika dilakukan, hal ini akan menghasilkan persuasi atau perubahan sikap yang lebih besar pada
sebagian besar penerimanya.
Akan tetapi, dalam riset difusi,
kita lebih memusatkan perhatian pada
terjadinya perubahan tingkah laku yang tampak (overt behavior), yaitu menerima atau
menolak ide-ide baru
daripada hanya sekadar perubahan dalam
pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan dan sikap sebagai hasil kampanye
difusi hanya dianggap
sebagai langkah perantara dalam
proses pengambilan keputusan oleh
seseorang yang akhirnya membawa pada
perubahan tingkah laku.
Pemutusan
perhatian pada ide-ide
baru ini telah membawa kita pad a pengertian yang lebih
menyeluruh tentang proses
komunikasi. Konsep arus komunikasi seperti multi step, secara konseptual
belum jelas bentuknya sebelum ia
diselidiki oleh para peneliti yang menelaah penyebaran inovasi. Mereka
menemukan, ide-ide baru itu biasanya tersebar
dari sumber kepada
audiens penerima melalui serangkaian transmisi berurutan, tidak hanya melalui
dua tahap seperti yang telah didalilkan semula.
2. Unsur-unsur Difusi
Unsur-unsur difusi sebagai penyebaran ide-ide
baru adalah sebagai berikut.
- lnovasi
Inovasi adalah gagasan,
tindakan atau barang
yang dianggap baru oleh
seseorang dan kebaruannya
itu bersifat relatif.
Tidak menjadi masalah,
sejauh dihubungkan dengan tingkah
laku manusia, apakah ide itu
betul-betul baru atau tidak jika diukur
dengan selang waktu sejak
digunakannya at au ditemukannya pertama
kali. Kebaruan inovasi itu diukur
secara subjektif, menurut
pandangan individu yang menangkapnya. Jika
suatu ide dianggap baru
oleh seseorang, ia adalah
inovasi (bagi orang itu). "Baru" dalam
ide inovatif yang
tidak berarti harus baru
sarna sekali. Suatu
inovasi mungkin telah
lama diketahui oleh seseorang beberapa
waktu yang lalu
(yaitu ketika ia "kenaI" dengan ide itu], tetapi belum mengembangkan
sikap untuk menerima atau menolaknya.
Setiap ide
gagasan pernah menjadi
inovasi. Setiap inovasi
pasti berubah seiring dengan
berlalunya waktu. Komputer,
pil KB, micro teaching, LSD, pencangkokan jantung,
sinar laser dan
sebagainya, mungkin masih dipandang
sebagai inovasi di beberapa
negara, tetapi di Amerika mungkin
telah dianggap usang.
Hal ini juga berkenaan dengan produk-produk materiel, gerakan sosia1,
ideologi, dan sebagainya yang dikualifikasikan sebagai inovasi. Hal ini tidak
berarti bahwa semua inovasi perlu disebarluaskan dan
diadopsi. Inovasi yang tidak cocok bagi
seseorang.atau masyarakat bisa mendatangkan bahaya dan
tidak ekonomis.
Semua
inovasi punya komponen
ide, tetapi banyak inovasi
yang tidak mempunyai wujud
fisik, misalnya ideologi.
Adapun inovasi yang mempunyai
komponen ide dan komponen objek (fisik),misalnya traktor, insektisida, dan sebagainya. Inovasi yang
memiliki komponen ide tidak dapat diadopsi
secara fisik, sebab pengadopsiannya hanya berupa
kepuiusan simbolis. Sebaliknya, inovasi yang memiliki
komponen ide dan komponen
objek, pengadopsannya diikuti
dengan kepuiusan tindakan
(tingkah laku nyata).
- Saluran
kominikasi
Seperti
dinyatakan sebelumnya,
difusi merupakan bagian
dari riset komunikasi yang berkenaan
dengan ide-ide-baru. Inti dari
proses difusi adalah interaksi
manusia untuk mengomunikasikan ide
baru kepada seseorang atau
beberapa orang lainnya. Dalam memilih
saluran komunikasi, sumber
yang perIu diperhatikan, yaitu tujuan
diadakannya komunikasi, dan karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan inovasi kepada khalayak
yang banyak dan
tersebar luas, saluran komunikasi yang lebih tepat,
cepat, dan efisien adalah media
massa. Akan tetapi, jika
komunikasi dimaksudkan untuk
mengubah sikap atau perilaku penerima secara
personal, saluran komunikasi
yang paling tepat adalah saluran
interpersonal.
- kurun
waktu tertentu
Proses
keputusan inovasi sejak
seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk
menerima atau menolaknya,
dan pengukuhan terhadap keputusan
itu sangat berkaitan
dengan dimensi waktu. Waktu merupakan
salah satu unsur
penting dalam proses
difusi. Dimensi waktu dalam
proses difusi berpengaruh
dalam hal: (1)proses keputusan inovasi, yaitu
tahapan proses sejak
seseorang menerima informasi pertama
sampai ia menerima
atau menolak inovasi; (2) keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe
adopter (adopter awal
atau akhir); (3) rata-rata adopsi dalam
suatu sistem, yaitu
banyaknya jumlah anggota
suatu sistem mengadopsi inovasi
dalam periode waktu
tertentu.
- Sistem
sosio
Sangat
penting untuk diingat
bahwa proses difusi
terjadi dalam sistem sosial.
Sistem sosial adalah
satu set unit yang
saling berhubungan yang tergabung
dalam upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan. Anggota suatu sistem sosial dapat berupa
.individu. kelompok informal, organisasi dan atau subsistem. Proses difusi
dalam kaitannya dengan
sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur
sosial, norma sosial,
peran pemimpin, dan agen perubahan, tipe
keputusan inovasi dan
konsekuensi inovasi.
3. Tipe-tipe Perubahan
Sosial
Menurut
Soekanto (1992),perubahan sosial
dapat terjadi dalam segala bidang yang wujudnya dapat dibagi menjadi beberapa
bentuk, yaitu sebagai berikut.
- Perubahan
lambat dan perubahan cepat.
Perubahan
terjadi seeara lambat akan
mengalami rentetan perubahan yang salin
berhubungan dalam
jangka waktu yang eukup lama.
Perkembangan perubahan ini
termasuk evolusi. Perubahan seeara evolusi dapat diamati berdasarkan
batas waktu yang telah
.lampau sebagai patokan
atau tahap awal
sampai masa sekarang yang sedang
berjalan, Adapun penentuan
waktu perubahan tersebut terjadi,
bergantung pada orang
yang bersangkutan.
Perubahan sosial yang
terjadi seeara cepat mengubah dasar
atau sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat. Perubahan itu dinamakan revolusi. Contohnya, Revolusi
Industri di Eropa yang menyebabkan perubahan besar-besaran dalam proses produksi barang-barang industri.
Contoh lain, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang
mengubah tatanan
kenegaraan dan sistem pemerintahan
NKRI.
- Perubahan
yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang pengaruhnya besar.
Memengaruhi unsur-unsur kehidupan masyarakat. Akan tetapi, perubahan ini tidak
memiliki arti yang penting
dalam struktur sosial. Contohnya, perubahan
mode pakaian yang
tidak me lang gar nilai scsial. Adapun perubahan yang pengaruhnya besar adalah perubahan yang dapat
memengaruhi lembaga-lembaga
yang ada pada masyarakat.
Misalnya, perubahan sistem pemerintahan
yang memengaruhi tatanan kenegaraan
suatu bangsa.
- Perubahan
yang dikehendaki dan perubahan yang tidak dikehendaki
Perubahan yang
dikehendaki (intended-change)
atau disebut juga perubahan yang direneanakan (planned-change)
merupakan' perubahan yang telah direneanakan sebelumnya, terut,ama oleh pihak
yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan 'kebijaksanaan. Misalnya,
penerapan program Keluarga Berencana (KB) untu~
membentuk keluarga kecil yang sejahtera dan
menurunkan angka
pertumbuhan penduduk:
Perubahan yang tidak
dikehendaki (unintended-change) atau disebut
perubahan yang
tidak direneanakan (unplanned-change) umumnya beriringan dengan perubahan yang dikehendaki.
Misalnya, pembuatan jalan baru melalui suatu desa, sumber alam desa akan
mudah dipasarkan ke kota. Dengan demikian, tingkat kesejahteraan penduduk
desa akan meningkat. Meskipun demikian,
lancarnya hubungan desa
dengan kota menyebabkan mudahnya
penduduk desa melakukan urbanisasi dan
masuknya budaya kota terutama yang
bersifat
negatif,
seperti mode yang dipaksakan, minuman keras, VCD porno, dan keinginan
penduduk desa untuk memiliki barang-barang mewah.
- Perubahan sosial dilingkungan masyarakat
Saat ini, banyak sekali perilaku yang menunjukkan
perubahan sosial yang terjadi di
lingkungan masyarakat. Di antara perubahan tersebut adalah
sebagai berikut.
- Perubahan jumlah penduduk
Jika dahulu, sepasang suami
istri memiliki anak
yang lebih dari dua,
rnisalnya lima atau enam
bahkan lebih, dengan adanya program Keluarga Berencana (KB), sepasang
suami istri hanya mempunyai 2 orang anak. Selain dipengaruhi oleh
kelahiran, perubahan jumlah penduduk jug disebabkan adanya kematian dan perpindahan penduduk. Banyak masyarakat yang berpindah ke
kota untuk mencari pekerjaan, tetapi sebaliknya
banyak
penduduk
yang berasal dari
kota berpindah ke
desa.
- Perubahan kualitas penduduk.
Masyarakat pada tahun-tahun yang lampau hanya menempuh
pendidikan sampai Sekolah Dasar atau Sekolah
Menengah. Saat
ini, banyak orang yang menempuh pendidikan hingga perguruantinggi.
Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki
semakin bertambah. Hal ini sebagai akibat
positif dengan terjadinya perubahan. Selain memberik dampak positif
bagi kualitas penduduk, perubahan sosial juga
menimbulkan dampak negatif berupa
penurunan moral masyarakatHal ini
sering terjadi pada anak muda, misalnya ]perilaku yang kurang
sopan dalam masyarakat. Misalnya ketika jalari/lewat di depan warga masyarakat
tanpa
memberi
salam, berbicara yang
kurang sopan kepada
orang lain. Selain itu, banyak juga
masyarakat yang tidak menaati peraturan yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat. Misalnya, tentang peraturan
lalu lintas.
- Perubahan sistem pemerintahan
Perubahan sistem pemerintahan yang terjadi di negara,
juga mempunyai pengaruh bagi
pemerintahan suatu dusun. Misalnya, dalam suatu
pengambilan keputusan dalam
suatu musyawarah. Di lingkungan
tempat tinggal tertentu, pengambilan
keputusan dilakukan melalui demokrasi, yaitu musyawarah
mufakat.
- Perubahan mata pencaharian
Dahulu, sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani.
Dengan berjalannya waktu dan
berkembangnya pengetahuan yang mereka miliki, saat ini banyak
yang menjadi pegawai negeri,
karyawan suatu perusahaan,
dan ada yang pergi
merantau di tempat lain.
- Perubahan gaya hidup
Seiring dengan perkembangan zaman, gaya hidup
masyarakatpun berubah. Saat ini gaya
hidup konsumtif sudah menjangkit sampai di lingkungan pedesaan. Warga masyarakat memiliki keinginan untuk berbelanja yang tinggi. Contoh
perilaku konsumtif masyarakat dapat dilihat pada gaya
berpakaian. Setiap hari selalu
ada model pakain baru
yang ditawarkan, baik di
toko maupun di pasar. Warga masyarakat yang merasa mampu
tentunya tidak ingin ketinggalan. Selain itu, dengan adanya perubahan sosial,masyarakat mempunyai pandangan bahwa produk
dari luar negeri
lebih baik daripada
produk dari dalam negeri.
- Perubahan karena teknologi
Dengan berkembangnya teknologi, para petani telah menggunakan traktor
dalam membajak sawah
daln menggunakan mesin perontok padi
untuk mengolah hasil-hasil
panennya.
- Perubahan budaya
Perubahan
dapat dilihat pada
perilaku anak muda
saat ini dengan cara
meniru tren-tren atau
budaya masyarakat Barat, misalnya cara
berpakaian.
4.
Sistem pengelolaan perubahan sosial
a. Hakikat
sistem
Beberapa definisi sistem
adalah sebagai berikut.
1. Andri Kristanto (2008: 1),
sistem merupakan jaringan
kerja dari prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama
untuk melakukan kegiatan atau
menyelesaikan sasaran tertentu.
2. Widjajanto (2008:2), sistem adalah
sesuatu yang memiliki bagian- bagian yang
saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan tertentu melalui tiga tahapan, yaitu
input, proses, dan output.
3. Mustakini
(2009: 34), sistem adalah pendekatan prosedur
dan pendekatan komponen, sistem
dapat didefinisikan sebagai kumpulan prosedur
yang mempunyai tujuan
tertentu.
4. Sutarman (2012:13), sistem adalah
kumpulan elemen yang saling berhubungan dan
berinteraksi dalam satu
kesatuan untuk menjalankan proses
pencapaian suatu tujuan
utama.
5. Tata Sutabri (2012), secara
sederhana, suatu sistem
dapat diartikan sebagai kumpulan atau himpunan dari unsur,
komponen, atau variabel
yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling bergantung
satu sama lain,
dan terpadu.
Berdasarkan semua pendapat
tersebut, dapat disirnpulkan bahwa sistem
adalah kumpulan atau
kelompok dari elemen
atau komponen yang saling
berhubungan atau saling
berinteraksi dan saling bergantung
satu sama lain
untuk mencapai tujuan
tertentu.
Menurut Mustakini (2009: 54),sistem mempunyai karakteristik berikut. Karakteristik sistern
adalah sebagai berikut.
1.
Komponen
sistern (components) atau
subsistem. Sistem terdiri atas
sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya
saling bekerja sarna dalam
membentuk suatu kesatuan. Komponen sistem tersebut
dapat berupa bentuk
sub-sistem.
2. Batas sistem (boundary). Batasan sistem
membatasi antara sistem yang
satu dengan yang
lainnya atau sistem
dengan lingkungan luarnya.
3. Mempunyai lingkungan luar
(environment). Lingktingan luar sistem
adalah bentuk apa
pun yang ada di
luar ruang lingkup atau
batasan sistem yang
memengaruhi operasi sistern tersebut.
4. Mempunyai penghubung (interface).
Penghubung sistem merupakan media yang menghubungkari sistem dengan subsistem yang lain, sehingga dapat
terjadi integrasi sistem
yang membentuk suatu kesatuan.
5. Mempunyai tujuan (goal).
Sistem pasti mempunyai
tujuan (goals) atau sasaran
sistem (objective). Sebuah
sistem dikatakan berhasil apabila tepat
sasaran atau tujuannya. Jika suatu
sis tern tidak mempunyai tujuan,
operasi sistem tidak
ada
gunanya.
b. Klasifikasi
sistem
Menurut Mustakini (2009:
53), sistem dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Sistem abstrak (abstact system) dan sistem
fisik iphisical system)
Sistem abstrak adalah
sistem yang berupa
pemikiran at au ide-ide yang tidak tampak secara fisik, misalnya sistem teknologi, yaitu sistem yang berupa pemikiran-pemikiran hubungan
antara manusia dengan Tuhan.
Sitem fisik merupakan
sistem yang ada secara
fisiko
2. Sistem alami (natural system) dan sistem
buatan manusia (human made system)
Sistem alami adalah system yang keberadaannya terjadi secara alami/natural tanpa campuran tangan
manusia,
sedangkan sistem buatan manusia adalah
sistem yang merupakan hasil kerja
manusia.
Contoh
sistem alamiah adalah sistem tata
surya yang terdiri
at as sekumpulan planet,
gugus bintang, dan
lainnyaContoh sistem abstrak
dapat berupa sistem komponen yang ada sebagai hasil karya
teknologi yang dikembangkan manusia.
3.
Sistem pasti (deterministic system) dan sistem tidak tentu (probobalistic system)
Sistem pasti adalah sistem yang tingkah lakunya dapat ditentukan/
diperkirakan sebelumnya, sedangkan sistem tidak tentu adalah sistem yang tingkah lakunya tidak dapat ditentukan sebelumnya. Sistem aplikasi
komputer merupakan contoh sistem yang
tingkah lakunya dapat ditentukan sebelumnya.
Program aplikasi yang dirancang dan dikembangkan
oleh manusia dengan menggunakan
prosedur yang jelas,
terstruktur, dan baku.
4. Sistem tertutup (closed
system) dan sistem terbuka (open
system)
Sistem tertutup merupakan system yang tingkah
lakunya
tidak dipengaruhi olehlingkungan
luarnya. Sebaliknya, sistem terbuka
mempunyai prilaku yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Sistem aplikasi komputer merupakan sistem relatif tertutup
karena tingkah
laku sistem
aplikasi computer
tidak
dipengaruhi oleh kondisi yang
terjadi di luar system.
5.
Manajemen sistem perubahan sosial (change
management system)
Perubahan sosial memerlukan
pengelolaan (manajemen) yang mantap,
matang, dan cermat agar inovasi
tersebut dapat terarah
pada tujuan yang akan
dicapai. Untuk memenuhi
keperluan tersebut,
Zaltman (1972: 23-40)
mengemukakan model yang
disebut manajemen perubahan sosial
(change management system).
Manajemen perubahan sosial
(change management system) menurut Zaltman
(1972:23) memiliki 3 subsistem, yaitu:
(1) subsistem organisasi
yang meliputi perencanaan dan
pengorganisasian; (2) subsist
em komunikasi yang meliputi pelaksanaan
dan difusi inovasi; (3) subsistem target
perubahan yangmeliputi proses
keputusan oleh adopter yang
selanjutnya menjadi bahan
penilaian pelaksanaan
inovasi. Sistem pengelolaan perubahan so sial
bertujuan untuk
mengadakan perubahan sosial.
Setiap program perubahan
sosial memiliki tiga
jenis variabel, yaitu: (1) bentuk
pengaruh (influence
structure), yaitu cara atau sarana yang
digunakan untuk memengaruhi
sasaran yang telah
ditentukan; (2) nilai (cost) adalah sejumlah
sumber at au hal yang
berharga yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk
mengikuti perubahan sosial; (3)
saluran (channel) adalah sesu atu
yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi
ke sasaran yang telah
ditentukan.
Strategi perubahan sosial
terletak pada continum dari tingkat yang paling lemah
(sedikit) tekanan (paksaan)
dari luar, ke
arah yang paling kuat
(banyak) tekanan (paksaan)
dari luar. _Salah satu
faktor yang ikut menentukan
efektivitas pelaksanaan program
perubahan sosial adalah ketepatan
dalam penggunaan strategi.
Akan tetapi, memilih strategi yang tepat bukan merupakan pekerjaan yang mudah.
Ada empat macam
strategi perubahan sosial,
yaitu strategi fasilitatif (fasilitative strategies), strategi pendidikan treeducatiue strategies), strategi bujukan
(persuasive strategies), dan
strategi paksaan (power strategies).
Berikut ini penjelasan masing-masing strategi
tersebut.
a. Strategi fasilitatif (fasilitative strategies)
Strategi fasilitatif artinya
strategi untuk mencapai
tujuan
perubahan
sosial yang telah
ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan
maksud agar program
perubahan- sosial akan
berjalan dengan mudah
dan lancar.
b. Strategi pendidikan (reeducative strategies)
Strategi pendidikan berarti
strategi untuk mengadakan perubahan sosial
dengan cara menyampaikan fakta
dengan maksud agar orang
akan menggunakan fakta
atau informasi untuk menentukan
tindakan yang akan dilakukan. Zaltman menggunakan istilah
re education (re berarti
mengulang kembali) dengan alasan
bahwa dengan strategi
ini, seseorang harus belajar lagi tentang sesuatu
yenga dilupakan yang sebenarnya
telah dipelajarinya sebelum mempelajari
tingkah laku atau sikap yang baru.
c. Strategi bujukan (persuasive strategies)
Strategi bujukan artinya strategi untuk mencapai tujuan perubahan so sial
dengan cara membujuk
agar sa:saran perubahan mau
mengikuti perubahan sosial yang
direncanakan. Sasaran perubahan diajak
untuk mengikuti perubahan
dengan cara memberi alasan,
mendorong, at au mengajak
untuk mengikuti contoh yang
diberikan.
d.
Strategi
paksaan (power strategies)
Strategi paksaan artinya
strategi untuk mencapai
tujuan perubahan sosial
dengan cara memaksa
agar sasaran perubahan mengikuti perubahan sosial yang direncanakan. Kemampuan untuk
melaksanakan paksaan bergantung
pada hubungan (kontrak) antara pelaksana
perubahan klien (sasarari).
[adi, keberhasilan target perubahan
diukur dari kepuasan
pelaksana perubahan.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan
strategi perubahan sosial yang
digunakan tidak hanya
satu macam strategi,
tetapi kombinasi dari
berbagai macam strategi,
disesuaikan dengan tahap pelaksanaan program serta kondisi dan situasi masyarakat yang
menjadi sasaran perubahan agar perubahan
dapat berlangsung dengan efektif
dan efisien.
C. PERUBAHAN SOSIAL PADA ABAD KE-20
Akhir
Perang Dunia II diikuti
perubahan-perubahan sosial besar
di kawasan Asia, Afrika,
dan Amerika Selatan.
Akibatnya, muncul berbagai teori mengenai
perubahan di negara-negara yang
diberi berbagai julukan
seperti "Masyarakat Dunia Ketiga", "Negara
Terbelakang", "Negara Sedang
Berkembang", atau "Negara-negara Selatan".Gidden
mengemukakan bahwa proses peningkatan kesaling- bergantungan masyarakat
dunia yang dinamakannya globalisasi ditandai oleh
kesenjangan besar antara
kekayaan dengan tingkat hidup masyarakat
industri dan masyarakat
dunia ketiga. Ia
pun mencatat tumbuh dan
berkembangnya negara-negara industri
baru, dan semakin meningkatnya
komunikasi antarnegara sebagai dampak
teknologi komunikasi yang semakin canggih. Teori
perubahan sosial abad ke-20 yang
terkenal adalah sebagai berikut.
- Teori
Modernisasi
Teori modernisasi menganggap bahwa
negara-negara terbelakang akan
menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudianakan menjadi negara berkembang pula melalui proses
modernisasi. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat, yang belum
berkembang harus mengatasi
berbagai kekurangan dan masalahnya
sehingga dapat mencapai tahap
"tinggallandas" ke arah perkembangannekonomi. Menurut Eizioni- Halevy dan
Eizioni, transisi dari Readaan trad isional menuju modernitas melibatkan
revolusi demografi yang ditandai menurunnya
angka kematian dan angka kelahiran;
menurunnya ukuran dan pengaruh
keluarga:terbukanya
sistem stratifikasi;
peralihan dari stuktur feodal atau kesukuan ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya
fungsi pendidikan dari keluarga
dan komunikasi ke sistem pendidikan
formal; munculnya kebudayaan massa; dan munculnya
perekonomian pasar dan
industrialisasi.
- Teori
Ketergantungan
Menurut teori ketergantungan, yang didasarkan
pada pengalaman-pengalaman negara
Amerika Latin, perkembangan- dunia tidak
merata; negara-negara industri
menduduki posisi dominan, sedangkan negara-negara
Dunia Ketiga secara ekonomi bergantung padanya. Perkembangan negara-negara industry dan
keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini,
berjalan
bersamaan: ketika
negara-negara industri mengalami
perkembangan,
negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme, khususnya di
Amerika Lain, tidak mengalami "tinggal landas",
justru menjadi semakin
terbelakang.
- Teori
sistem dunia
Teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein menegaskan bahwa perekonomian kapitalis
dunia tersusun atas tiga jenjang, yaitu negara inti,
negara semi-periferi, dan negara
periferi. Negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat
yang sejak abad
ke-16 mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat,
sedangkan negara-negara semiperiferi
merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang dengan negara-negara inti dan
secara ekonomis tidak
berkembang. Negara.-negara
periferi inerupakan kawasan Asia
dan Afrika yang
semula merupakan kawasan ekstern
karena berada di luar jaringan perdagangan negara inti, kemudian melalui
kolonisasi ditarik ke dalam
sistem dunia. Kini, negara-negara inti
(yang kemudian mencakup
pula Amerika Serikat dan
Jepang) mendorninasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumber daya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang
antara negara- negara inti
dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga tidak
mungkin tersusul lagi.
D. Paradigma
pendidikan dalam inovasi pendidikan
Dalarn sejarah manusia belum pernah
terjadi begitu besar
perhatian
masyarakat terhadap perubahan sosial, seperti
yang terjadi pada akhir abad ke-20 ini. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, berbagai bidang kehidupan berubah dengan cepat pula.
Teknologi berubah, sarana
kehidupan berubah, pola tingkah laku-
berubah, tata nilai berubah, sistem pendidikan berubah,
dan berubah pulalah berbagai macam
pranata sosial yang
lain. Dampak dari cepatnya
perubahan sosial, meningkatkan kepekaan dan kesadaran warga masyarakat terhadap permasalahan
sosial. Hal ini
terbuktf dengan adanya berbagai
macam bentuk kegiatan
sosial yang dilakukan oleh
warga masyarakat, seperti
pelajar, .mahasiswa, ibu- ibu
pengelola rumah tangga,
pengusaha, pimpinan agama,
dan sebagainya.
Perubahan
sosial merupakan perubahan perilaku
dan sikap yang terjadi
pada individu, kelompok individu
ataupun organisasi. Perubahan itu disebabkan terjadinya
interaksi antara individu
dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan
kelompok, organisasi dengan kelompok
atau organisasi dengan
organisasi.
Perubahan
sosial berdampak pada
sistem pendidikan, yaitu adanya perubahan
paradigma dalam pendidikan. Sampai
saat ini, pendidikan telah melalui
tiga paradigma, yaitu paradigma pengajaran (teaching),
pembelajaran (instruction), dan
proses belajar (learning) (Dewi Salma
P., 2000: 2)
- Paradigma pengajaran (teaching)
Paradigma
pengajaran (teaching) dapat
di ar tikan bahwa
pendidikan hanya terjadi
di sekolah, yang
di dalamnya ada
guru yang mengajar, yang
merupakan satu-satunya narasumber
yang akan mentransfer
ilmu. Paradigma pengajaran
berperan sebagai penyaji materi, artinya
menjelaskan materi kepada
siswa, sedangkan siswa menyimak dan
mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru.
Alat bantu mengajar yang
digunakan oleh guru harus bersifat mendukung penjelasan guru.
- pembelajaran
(instructional)
Paradigma
kedua adalah paradigma (instructional). Paradigma
ini lebih memberikan
perhatian kepada siswa. Dalam paradigma
ini, guru tidak hanya
sebagai satu-satunya
narasumber dan pengajar,
tetapi juga sebagai
fasilitator yang membantu siswa
belajar. Proses komunikasi
dan pendekatan sistem mulai diterapkan
pada paradigma ini.
Sebagai proses komunikasi, guru berperan
sebagai komunikatory pengirim.
pesan, Tugas guru sebagai komunikator adalah
mengolah pesan dan
menentukan penyampaian
agar pesan dapat
diterima dengan baik
oleh siswa. Penerapan pendekatan sistem,
yaitu guru sebagai
subsistem berperan dalam merancang,
mengelola, dan menilai
proses pembelajaran. Media digunakan sebagai
sumber belajar dan guru
sebagai fasilitator.
- Proses
belajar (learning)
Paradigma
ketiga adalah proses
belajar (learning). Paradigma ini menggali
lebih dalam lagi seluruh
aspek belajar, tidak
hanya proses belajar yang
berada di lingkungan pendidikan
formal, tetapi juga
di lembaga
nonformal. Perkembangan pendidikan semakin
maju pesat pada
abad ke- 21 yang merupakan abad
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi
salah satunya adalah teknologi
komunikasi yang menunjang proses
belajar tanpa batas,
seperti pembelajaran mandiri melalui internet. Belajar mandiri
merupakan inti dan
proses pembelajaran masa depan
yang cepat, intensif,
dan serba-terkini (up to date). Belajar
mandiri pada abad
ke-21 disebut cyber learning.
Cyber learning merupakan
akumulasi informasi yang serbacepat dan mudah untuk dikuasai.
Dengan demikian, masuknya
proses pembelajaran cyber learning membuyarkan perbedaan
antara pendidikan sekolah dengan luar
sekolah..
BAB
2
KONSEP
DASAR INOVASI PENDIDIKAN
P
esatnya perkembangan lingkungan lokal, regional, dan internasional
saat ini berimplikasi terhadap
penangallan
penyelenggaraan
pendidikan pada setiap
jenjang pendidikan yang ada. Berkaitan dengan perkembangan tersebut,
kebutuhan untuk memenuhi tuntutan meningkatkan mutu pendidikan sangat mendesak,
terutama dengan ketatnya kompetitif antarbangsa di dunia
dalam saat
ini. Sehubungan dengan hal ini, ada
tiga' fokus utama yang perlu
diatasi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, yaitu:
(1)upaya peningkatan mutu pendidikan;
(2) relevansi yang tinggi dalam
penyelenggaraan pendidikan, (3) tata
kelola.- pendidikan yang
kuat. Depdiknas menempatkan
ketiga hal tersebut dalam rencana strategis pembangunan pendidikan
nasional tahun 2004-2009, karena ketiganya
tetap mendesak dan
relevan dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional pada waktu
yang akan datang.
Atas
dasar itu, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan(Puslitjak.nov) Balitbang Depdiknas dalam
simposium nasional pasal 1 penelitian pendidikan pada
tahun 2009 mengangkat tema penmgkatan mutu
pendidikan, relevansi, dan
penguatan tata kelola.
Simposium
nasional penelitian dan inovasi pendidikan
tahun 2009 merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan oleh Puslitjaknov Balitbang Depdiknas sebagai
wahana dan wadah untuk
menjaring informasi hasil penelitian, pengembangan, dan gagasan inovatif yang bermanfaat dalam memberikan bahan
masuk pengambilan kebijakan pendidikan nasional.
- MAKNA
HAKIKI INOVASI PENDIDIKAN
Berbicara mengenai
inovasi (pembaharuan) mengingatkan pada istilah invention dan
discovery. Invention adalah
penemuan
sesuatu yang benar-benar baru, artinya
hasil karya manusia. Adanya discovery adalah penemuan
sesuatu (benda yang sebenarnya sudah ada sebelumnya). Secara etimologi, inovasi
berasal dari bahasa
Latin, yaitu innovaation yangberarti pembaharuan dan
perubahan. Kata kerja innovo, yang artinya memperbarui dan mengubah. jadi, inovasi adalah perubahan baru
menuju arah perbaikan
dan berencana (tidak
- kebetulan) (Idris, Lisma
Jamal, 1992: 70).
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, inovasi
diartikan pemasukan satu
pengenalan hal-hal yang baru;
penemuan baru berbeda dari
yang sudah ada
atau yang sudah
dikenal sebelum yang (gagasan, metode
atau alat) (Tim
penyusun kamus pembinaan dan
pengembangan bahasa, 1989: 333).
Dengan
demikian, inovasi dapat
diartikan usaha menemukan benda yang baru
dengan jalan melakukan
kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam
kaitan ini, Ibrahim
(1989) mengatakan inovasi adalah penemuan
yang dapat berupa
sesuatu ide, barang, kejadian, metode
yang diamati sebagai
sesuatu hal yang baru berupa seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention
atau discovery Inovasi dilakukan dengan tertentu atau
untuk memecahkan -masalah_(Subandiyah, 1992).
Para ahli mengungkapkan berbagai
persepsi, pengertian,
interpretasi ten tang inovasi
dengan susunan kalimat
dan penekanan yang berbeda, tetapi
mengandung pengertian yang
sarna, seperti Kennedy (1987), White
(1987), dan Kouraogo (1987). White (1987: 211) mengatakan,
"Inovation ...
more than change,
although all innovations involve change" (inovasi itu
... lebih dari
sekadar perubahan, walaupun semua
inovasi melibatkan perubahan). Selain
itu, definisi inovasi yang
dikemukakan oleh Rogers (1983:11), "An
innovation is an idea,
practice, or object that is perceived as new by an
individual or other unit of adoption. "Zaltman dan
Duncan (1973: 7) mengatakan, "An
innovation is an idea, practice,
or material, artifact perceived to be new by the relevant unit of adoption. The innovation is the change object."
Inovasi sering diartikan pembaharuan,
penemuan dan
ada yang mengaitkan dengan modernisasi. Perubahan
dan, inovasi, keduanya sarna
dalam hal memiliki unsur yang
baru atau lain
dari sebelumnya. Inovasi berbeda
dari perubahan karena dalam inovasi ada unsur kesengajaan. Pembaharuan
misalnya, dalam
hal pembaharuan kebijakan pendidikan mengandung unsur kesengajaan dan pada umumnya
istilah pembaharuan dapat disamakan dengan
inovasi (Suryo Subroto, 1990:
127). Menurut Nicholls (1982: 2),
penggunaan kata perubahan dan
inovasi sering tumpang tindih.
Pada dasarnya, inovasi adalah ide, produk, kejadian, atau
metode yang dianggap
baru bagi seseorang
atau sekelompok orang atau
unit adopsi yang
lain, baik hasil
invensi maupun hasil discooerq (Ibrahim, 1998: 1;
Hanafi, 1986: 26; Rogers, 1933: 11).
Untuk
mengetahui dengan jelas
perbedaan antara inovasi dengan perubahan,
berikut definisi yang
diungkapkan oleh Nichols (1983:
4).
"Change refers to corrtlnuoue
reapraleal and i.mprovement
of existing practice which
can be regarded as
part of the normal activity .....
while innovation refers
to .... Idea,
subject or practice as new &y an individual or individuals, which
is intended to bring about
improvement in relation to
desired objectives, which is
fundamental in nature
and which is
planned and deliberate."
Nhichollas
menekankan perbedaan antara
perubahan (change) dengan inovasi
(innovation) sebagaimana dikatakannya di
atas, bahwa perubahan mengacu
pada kelangsungan penilaian, penafsiran, dan
pengharapan kembali dalam
perbaikan pelaksanaan pendidikan yang
ada yang dianggap
sebagai bagian aktivitas yang
biasa. Adapun inovasi
menurutnya mengacu pada ide, objek
atau praktik sesuatu
yang baru oleh
seseorang atau sekelompok orang
yang bermaksud untuk memperbaiki tujuan yang diharapkan.
- Inovasi
pendidikan
Inovasi
pendidikan adalah inovasi untuk
memecahkan masalah dalam pendidikan. Inovasi pendidikan mencakup hal-hal
yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik dalam arti sempit,
yaitu tingkat lembaga pendidikan, maupun
arti luas, yaitu sistem
pendidikan nasional.
Inovasi
dalam dunia pendidikan dapat berupa
apa saja, produk ataupun sistem.
Produk misalnya, seorang
guru menciptakan media pembelajaran mock up untuk pembelajaran. Sistem
misalnya, cara penyampaian matode
di kelas dengan
tanya jawab ataupun
yang lainnya yang bersifat metode. Inovasi dapat dikreasikan sesuai
pemanfaatannya,
yang menciptakan hal baru, memudahkan
dalam duma pendidikan, serta
mengarah pada kemajuan.
Inovasi di sekolah,
terjadi pada sistem
sekolah yang meliputi komponen-komponan yang
ada. Di antaranya adalah
sistem pendidikan sekolah yang
terdiri atas kurikulum,
tata tertib, dan manajemen organisasi pusat sumber belajar.
Selain itu, yang
lebih penting adalah inovasi
dilakukan pada sistem
pembelajaran (yang berperan di
dalamnya adalah guru)
karena secara langsung
yang melakukan
pembelajaran di kelas
ialah guru. Keberhasilan pembelajaran sebagian
besar tanggung jawab guru.
Inovasi pendidikan adalah
suatu ide, barang, metode
yang dirasakan atau diamati
sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik berupa
hasil inversi (penemuan baru)
atau discovery"(baru ditemukan orang),
yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan
atau untuk memecahkan masalah
yang dihadapi.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa sesuatu
yang baru itu, mungkin sudah lama
dikenal pada konteks
sosial atau sesuatu itu sudah
lama dikenal, tetapi belum
dilakukan perubahan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan
bahwa inovasi adalah
perubahan, tetapi tidak
semua perubahan merupakan inovasi
(Idris, Lisma Jamal,
1992: 71).
Definisi lain tentang
inovasi pendidikan adalah suatu
perubahan baru dan kualitatif
yang berbeda dari
hal (yang ada)
sebelumnya dan sengaja diusahakan
untuk meningkatkan kemampuan
guna mencapai tujuan
tertentu dalam pendidikan
(Suryobroto, 1990: 127).
"Baru"
dalam pengertian tersebut adalah
hal-hal yang belum
dipaharni, diterima atau
dilaksanakan oleh penerima
inovasi, meskipun mungkin bukan merupakan hal yang baru lagi bagi
orang lain. Adapun
"kualitatif" berarti
bahwa inovasi memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali
unsur-unsur
dalam pendidikan. Jadi,
bukan semata-rnata
penjumlahan atau penambahan dari
unsur-unsur komponen yang ada
sebelumnya. Inovasi adalah lebih dari keseluruhan jumlah unsur
komponen.
Karena besar dan kompleksnya masalah pendidikan serta
karena
keterbatasan
kemampuan yang dimiliki, tindakan inovasi atau pembaharuan sangat diperlukan. Secara implisit, manajemen inovasi mengacu pada komponen perencanaan, pengawasan, pengarahan, an perintah.
Urwick dalam Nicholls
(1993: 3) mengidentifikasi bahwa
manajemen atau pengolahan adalah
aktivitas yang berkenaan dengan perencanaan,
pengaturan, pemberian perintah,
koordinasi,
pengawasan, dan
penilaian. Hal ini dikaitkan dengan
kegiatan atau
aktivitas yang
berkenaan dengan upaya
pendayagunaan segala material dan nonmaterial untuk mencapai tujuan inovasi.
Manajemen inovasi dari sudut proses berhubungan dengan
kegiatan perencanaan, sedangkan dalam perencanaan inovasi
menuntut untuk
melakukan asesmen situasi dan mengidentifikasi tujuan
inovasi. Inovasi akan berjalan
baik jika didukung
oleh perencanaan inovasi yang efektif. Tindakan menambah anggaran belanja
supaya dapat engadakan
lebih banyak murid,
guru kelas, buku,
dan sebagainya meskipun perlu dan
penting bukan merupakan
tindakan inovasi. Tindakan mengatur
kembali jenis dan
pengelompokan pelajaran, "
aktu, ruang keIas,
cara-cara menyampaikan pelajaran,
sehingga
dengan
tenaga, alat, uang,
dan waktu yang
sama dapat dijangkau jumlah
sasaran murid yang
lebih banyak, dan
dicapai kualitas yang lebih
tinggi, itulah tindakan
inovasi.
- Prinsip-prinsip
inovasi pendidikan
Peter M. Drucker dalam bukunya Innovation and Enterpreneurship (Tilaar, 1999: 356), mengemukakan beberapa
prinsip inovasi, yaitu sebagai
berikut.
a. Inovasi memerlukan analisis berbagai kesempatan dan kemungkinan
yang terbuka. Artinya, inovasi hanya dapat terjadi
apabila mempunyai kemampuan
analisis.
b. Inovasi bersifat konseptual dan perseptual, artinya yang bermula dari
keinginan untuk
menciptakan sesuatu yang baru yang dapat diterima masyarakat.
c. Inovasi harus dimulai dengan yang kecil. Tidak semua novasi dimulai dengan
ide-ide besar yang tidak terjangkau oleh kehidupannyata manusia. Keingina yang kecil untuk
memperbaiki suatu kondisi atau kebutuhan hidup ternyata kelak mempunyai
pengaruh yang sangat luas terhadap kehidupan
manusia selanjutnya.
d. Inovasi diarahkan pada
kepemimpinan atau kepeloporan.
Inovasi selalu diarahkan
bahwa hasilnya akan
menjadi pelopor dari suatu
perubahan yang diperlukan.
Apabila tidak demikian maka
intensi suatu inovasi
kurang jelas dan
tidak memperoleh apresiasi dalam
masyarakat.
- Tujuan
inovasi pendidikan
"Tujuan"
yang direncanakan mengharuskan
adanya perincian yang jelas
tentang sasaran dan
hasil yang ingin dicapai,
yang dapat diukur untuk
mengetahui perbedaan antara
keadaan sesudah dengan sebelum inovasi.
Tujuan inovasi adalah
efisiensi, relevansi, dan efektivitas mengenai sasaran jumlah
anak didik sebanyak-banyaknya, dengan hasil pendidikan yang
sebesar-besarnya (menurut kriteria
kebutuhan anak didik, masyarakat, dan pembangunarr) dengan menggunakan sumber
tenaga, uang, alat,
dan waktu d1:tlamjumlah sekecil-kecilnya (Suryosobroto,
1990, 129). Tujuan utama dari
inovasi adalah berusaha
meningkatkan kemampuan,
yaitu kemampuan sumber
tenaga, uang, sarana, dan prasarana,
termasuk struktur dan prosedur
organisasi. jadi, keseluruhan sistem
perIu ditingkatkan agar
semua tujuan yang
telah direncanakan dapat
dicapai dengan sebaik-baiknya (Hasbullah, 2001: 189).
Tujuan
pendidikan Indonesia jika disimpulkan
bahwa saat ini Indonesia sedang mengejar ketertinggalan iptek
secara global yang berjalan
sangat cepat dan
berusaha agar pendidikan
bisa dirasakan dan didapatkan
oleh semua warga
Indonesia. Adapun arah tujuan inovasi pendidikan tahap derni tahap,
yaitu:
a. mengejar ketertinggalan
yang dihasilkan oleh
kemajuan ilmu dan teknologi sehingga semakin lama
pendidikan di Indonesia
semakin berjalan sejajar
dengan kemajuan tersebut;
b. mengusahakan
terselenggarakannya
pendidikan sekolah dan luar
sekolah bagi setiap
warga negara. Misalnya, meningkatkan daya tampung usia sekolah
SD, SLTP, SLTA, dan PT.
Di samping
itu, akan diusahakan
peningkatan mutu yang dirasakan semakin
menu run saat ini. Dengan
sistem penyampaian yang baru,
peserta didik diharapkan
menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan
terampil memecahkan
masalahnya sendiri.
Tujuan jangka panjang
yang hendak dicapai
ialah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan lain dilakukannya
inovasi pendidikan adalah untuk mernecahkan masalah .pendidikan dan menyongsong
arah perkembangan dunia kependidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan lebih pesat.
Secara lebih terperinci, maksud diadakannya inovasi pendidikan
adalah sebagai berikut
(Hasbullah, 2001: 199-201).Pertama,
inovasi pembaharuan pendidikan sebagai tanggapan baru terhadap masalah- masalah pendidikan. Tugas inovasi/
pembaharuan pendidikan yang utama
adalah memecahkan masalah-masalah yang
dijumpai dalam dunia pendidikan dengan
cara inovatif. Inovasi atau pembaharuan pendidikan juga merupakan
tanggapan
baru terhadap masalah kependidikan yang dihadapi.
Titik pangkal pembaharuan pendidikan
adalah masalah pendidikan
yang aktual, yang
secara sistematis akan dipecahkan
dengan cara inovatif. Akhir-akhir ini,
semua usaha pembaharuan pendidikan ditujukan untuk
kepentingan siswa atau subjek
belajar derni perkembangannya, yang sering
disebut student centered approach. Pembaharuan pendidikan yang memusatkan pada masalah pendidikan umumnya
dan perkembangan subjek
pendidikan khususnya mengutamakan segi efektivitas dan
segi ekonomis dalam proses belajar.
- Arah
inovasi pendidikan
a. Invetion (penemuan). Invetion
meliputi penemuan/ penciptaan tentang suatu
hal yang baru. Invetion merupakan adaptasi
dari hal-hal yang telah
ada. Akan tetapi,
pembaharuan yang terjadi dalam
pendidikan terkadang menggambarkan suatu
hasil yang sangat berbeda
'dengan yang terjadi
sebelumnya.
b. Development (pengembangan). Pembaharuan harus mengalami pengembangan
sebelum masuk dalam
dimensi skala yang besar. Development sering bergandengan dengan riset sehingga
prosedur-prosedur and development (RnD) digunakan dalam pendidikan.
c. Diffusion (penyebaran). Persebaran ide baru dari sumber
kepada pemakai/penyerap yang terakhir.
d. Adaption (penyerapan). Beberapa tahap yang penting dalam penerapan inovasi
pendidikan.
Adapun sifat pendekatan
yang dilakukan untuk
pemecahan masalah pendidikan yang kompleks dan berkembang itu harus berorientasi pada hal-hal
yang efektif dan murah, serta peka terhadap timbulnya masalah-masalah
yang
baru di dalam pendidikan.
a. Pendekatan
sistem dalam usaha pembaharuan
pendidikan dipandang sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikan yang
baru dan komprehensif. Pendekatan dalam petnecahan masalah dan perencanaan pendidikan
pada periode sebelumnya biasanya bersifat
tidak menyeluruh dan
terikat pada salah
satu prinsip tertentu.
b. Pendekatan sosial budaya didasarkan atas tuntutan/kebutuhan sosial akan pendidikan yang ber kembang
dan populer dalam masyarakat sehingga
mengabaikan alokasi sumber-sumber dalam skala nasional,
c. Pendekatan tenaga kerja
didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja
yang diperlukan unik pertumbuhan ekonomi nasional,
sehingga kurang mementingkan
pendidikan dasar.
d. Pendekatan untung rugi
mengutamakan prinsip keuntungan. Besarnya biaya pendidikan yang
dikeluarkan tidak boleh
lebih besar dari pengembalian yang akan diperoleh setelah pendidikan
dilakukan.
Dengan memerhatikan pengalaman
beberapa pendekatan itu, Inovasi
pendidikan dengan pendekatan
sistem untuk pemecahan masalah pendidikan
yang mengutamakan
kepentingan subjek pendidikan
lebih bersifat tanggap (responsif)
terhadap masalah-asalah yang baru. Sifat pendekatan
yang dilakukan untuk pemecahan masalah
pendidikan yang kompleks dan berkembang
harus berorientasi pada hal-hal yang
efektif dan murah,
serta peka terhadap
timbulnya masalah-masalah
yang baru di
dalam pendidikan. Untuk
itu, hal yang harus
diutamakan adalah:
a. Apa yang perlu
dilakukan pemerintah untuk
menunjang keberhasilan dalam melakukan
sebuah pembaharuan
atau inovasi dalam dunia
pendidikan
b. Hal
yang diprioritaskan terlebih
dahulu untuk melaksanakan inovasi pendidikan.
Miles (1964: 15)
mengemukakan komponen pendidikan
atau komponen sistem sosial yangmemungkinkan untuk dilakukan suatu inovasi, yaitu:
(a) pembinaan person alia; (b) banyaknya
persona lia dan wilayah kerja:
(c) fasilitas fisik; (d)
penggunaan waktu; (e) perumusan tujuan;
(f) peran yang diperlukan;
(g) wawasan dan perasaan; (h) bentuk
hubungan antar bagian;
(i) hubungan dengan sistemyang lain; G) strategi.
- Masalah-maslah
dalam inovasi pendidikan
Empat masalah pokok yang harus diperbaharui dalam pendidikan di antaranya:
a. kuantitas dan pemerataan
kesempatan belajar. Masalah ini mendapat prioritas utama yang perlu ditangani, yaitu dengan
menciptakan sistern pendidikan yang mampu
menampung anak didik sebanyak
mungkin di berbagai daerah;
b. kualitas; kurangnya dana, kurangnya jumlah guru, dan kurangnya
fasilitas pendidikan rnemengaruhi merosotnya mutu
pendidikan;
relevansi; kurang
sesuainya materi pendidikan dengan menyusun kurikulum
baru.
d. efisiensi dan
keefektifan; pendidikan harus
diusahakan agar memperoleh hasil
yang baik dengan dana dan waktu yang sedikit.
- SASARAN
INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi
pendidikan sebagai usaha
perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri,
tetapi harus melibatkan
semua unsur yang terkait di dalamnya,
seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti
guru dan siswa. Di samping itu,
keberhasilan inovasi pendidikan
tidak hanya ditentukan oleh
satu atau dua
faktor, tetapi juga
oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam
inovasi pendidikan adalah
guru, siswa, kurikulum dan
fasilitas, dan program/
tujuan.
- GURU
Agar dunia pendidikan dapat lebih inovatif diperlukan
guru yang berkompeten dan memiliki kreativitas
yang tinggi. Guru
harus mempunyai cara_ menyampakan
pernbelajaran agar belajar itu menarik dan mudah dimengerti. Peran guru pada inovasi di sekolah
tidak terlepas dari
tatanan pembelajaran yang dilakukan di
ke las. Guru harus
tetap memerhatikan sejumlah kepentingan siswa, di samping harus memerhatikan suatu tindakan
inovasinya.
Langkah-Iangkah perubahan yang dilakukan oleh seorang guru.
pun tidak terlepas dari beberapa aspek kompetensi yang harus dicapai, seperti: (a) Planning Instructions
(Merencanaan
Pembelajaran); (b) Implementing
Instructions (Menerapkan
Pembelajaran); (c).Performing Administrat~ve Duties (Melaksanakan
Tugas-Tugas Administratif); (d) Communicating (Berkomunikasi); (e) Development Personal
Skills (Mengembangkan
Kemampuan Pribadi); (f) Developing Pupil
Self (Mengembangkan
Kemampuan Peserta Didik).
Guru
sebagai ujung tombak
dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak
yang sangat berpengaruh dalam
proses belajar mengajar. Kepiawaian
dan kewibawaan guru
sangat menentukan
kelangsungan proses belajar
mengajar di kelas maupun efeknya
diluar kelas. Guru harus pandai
mernbawa siswanya pada
tujuan yang hendak dicapai.
Ada
beberapa hal yang
dapat membentuk kewibawaan
guru, yaitu: (a) penguasaan materi
yang diajarkan: (b) metode
mengajar yang sesuai dengan
situasi dan kondisi
siswa; (c) hubungan antar individu, baik
dengan siswa maupun
antar-sesama guru dan unsur
lain yang terlibat
dalam proses pendidikan, seperti adminstrator, misalnya kepala
sekolah dan tata
usaha serta masyarakat sekitarnya;
(d) pengalaman dan keterampilan
guru.
Dengan
demikian, dalam pembaharuan
pendidikan, keterlibatan
guru mulai perencanaan inovasi
pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasinya memainkan peran
penting bagi keberhasilan inovasi
pendidikan.
Guru
menempati posisi kunci dan
strategis dalam menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar
mencapai tujuan secara
optimal. Seorang gnru tidak.hanya
harus pintar dari
segi intelektualnya, tetapi
juga harus memiliki kompetensi
pedagogi, profesional, individual,
dan sosial. Selain itu, guru juga harus
kreatif dan inovatif. Untuk
itu guru harus mampu menempatkan
dirinya sebagai diseminator, informator, transmitter,transformator, organizer, fasilitator, motivator, dan evaluator bagi
terciptanya proses pembelajaran
yang dinamis dan inovatif. Guru mempunyai peran
yang luas sebagai- pendidik, orangtua, ternan, dokter,
motivator, dan sebagainya
(Wright, 1987).
- SISWA
Prioritas
paling tinggi di
sekolah adalah berpusat
pada minat dan kebutuhan siswa. [adi, semua unit pekerjaan di sekolah
diabdikan pada kepentingan siswa
sesuai dengan tujuan
dari pendidikan di sekolah
tersebut.
Sebagai objek utama dalam pendidikan,
siswa memegang peran yang sangat
dominan.Siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan inteligensi, daya
motorik, pengalaman.
kemauan, dan komitmen
yang timbul dalam
dirinya tanpa paksaan. Hal
ini terjadi apabila
siswa juga dilibatkan
dalam proses inovasi pendidikan, walaupun
hanya dengan mengenalkan kepada
mereka tujuan perubahan, mulai
dari perencanaan sampai
pelaksanaan. Peran siswa dalam
inovasi pendidikan adalah sebagai
penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada
sesama temannya, petunjuk, bahkan
guru.
- KURIKULUM
Kurikulum
pendidikan
lebih
sempit lagi kurikulum
sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya, merupakan pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Kurikulum sekolah
merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam proses
belajar mengajar di
sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi
pendidikan, kurikulum memegang
peranan yang sarna dengan unsur-unsur
lain dalam pendidikan. Tanpa
kurikulum, inovasi
pendidikan tidak akan berjalan
sesuai dengan tujuan
inovasi. Oleh karena itu, dalam inovasi
pendidikan, semua perubahan
yang hendak diterapkan harus
sesuai dengan perubahan
kurikulum. Dengan kata lain,
perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan
tidak mustahil perubahan
keduanya akan berjalan searah. Inovasi kurikulum
adalah gagasan atau
praktik kurikulum baru dengan
mengadopsi bagian-bagian yang
potensial dari kurikulum tersebut dengan
tujuan memecahkan masalah
atau mencapai tujuan tertentu.
Inovasi berkaitan
dengan pengambilan keputusan
yang diambil, baik menerima
maupun menolak hasil
dari inovasi. Ibrahim
(1988:
71-73)
menyebutkan bahwa tipe
keputusan inovasi pendidikan - termasuk di dalamnya
inovasi kurikulum- dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu:
(a) keputusan inovasi
pendidikan opsional, yaitu pemilihan menerima
atau menolak inovasi
berdasarkan keputusan yang ditentukan
oleh individu secara
mandiri tanp,a bergantung atau terpengaruh dorongan
anggota sosiallain; (b) keputusan inovasi pendidikan kolektif,
yaitu pernilihan menerima
dan menolak inovasi berdasarkan keputusan
yang dibuat secara bersama atas kesepakatan antaranggota sistem sosial; (c) keputusan inovasi 'pendidikan otoritas, yaitu pernilihan
untuk menerima dan
menolak inovasi yang
dibuat oleh seseorartg atau sekelornpok
orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang,
dan kemampuan yang
lebih tinggi daripada anggota lain
dalam sistem sosial;
(d) keputusan Inovasi pendidikan kontingen, yaitu pemilihan
untuk menerima atau menolak
keputusan inovasi pendidikan baru
dapat dilakukan setelah ada keputusan
yang mendahuluinya.
- FASILITAS
Fasilitas,
termasuk sarana dan
prasarana pendidikan, tidak
bisa diabaikan dalam proses pendidikan
khususnya dalam proses
belajar mengajar. Dalam inovasi
pendidikan, fasilitas ikut
memengaruhi kelangsungan
inovasi yang akan
diterapkan. Tanpa fasilitas, pelaksanaan inovasi
pendidikan tidak akan
berjalan dengan baik.
- LINGKUP
SOSIAL MASYARAKAT
Dalam
menerapakan inovasi pendidikan, lingkup'
sosial' masyarakat tidak secara
langsung terlibat dalam
perubahan tersebut, tetapi bisa
membawa dampak, baik
positif maupun negatif,
dalam pelaksanaan pembaharuan pendidikan.
Secara langsung atau tidak,
masyarakat terlibat dalam
pendidikan. Sebab, apa
yang in gin dilakukan dalam
pendidikan sebenarnya mengubah
masyarakat menjadi lebih baik, terutama
masyarakat tempat peserta
didik itu berasal. Keterlibatan masyarakat dalam
inovasi pendidikan akan membantu inovator
dan pelaksana inovasi
dalam melaksanakan inovasi pendidikan.
- BENTUK-BENTUK INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa ke ma~a. Isu ini selalu
muncul tatkala orang
membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam inovasi
pendidikan, secara umum dapat diberikan
dua buah model
inovasi yang baru, yaitu
sebagai berikut.
- Top-down
Model
Top-down model, yaitu inovasi
pendidikan yang diciptakan oleh pihak
tertentu sebagai pimpinan/
atasan yang .diterapkan
kepada bawahan, seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh
Kemendiknas dan Kemenag selama ini.
Inovasi
pendidikan seperti yang
dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-Iembaga
asing cenderung merupakan
II top- down inovation". Inovasi ini
sengaja diciptakan oleh
atasan sebagai usaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan
atau pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, ataupun
sebagai usaha untuk meningkatkan
efisiensi dan sebagainya.
Inovasi
seperti ini dilakukan
dan diterapkan kepada
bawahan dengan eara mengajak, menganjurkan, bahkan
memaksakan suatu perubahan untuk
kepentingan bawahannya. Bawahan
tidak punya otoritas untuk
menolak pelaksanaannya. Contoh
inovasi yang dilakukan oleh
Depdiknas adalah Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru
Pamong, Sekolah Persiapan
Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil,
Sistem Pengajaran Modul,
Sistem Belajar Jarak Jauh, dan
lain-lain.
Inovasi pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya berhasil dengan
baik. Hal ini disebabkan oleh banyak
hal antara lain penolakan para
pelaksana seperti guru yang
tidak dilibatkan seeara
penuh, baik dalam
perencananaan maupun pelaksanaannya.
- Bottom-up
Model
Inovasi
yang lebih berupa
bottom-up model dianggap sebagai suatu inovasi
yang langgeng dan
tidak mudah berhenti
karena para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat, mulai dari
perencanaan sampai pada pelaksanaan. Oleh
karena itu, masing-masing bertanggung jawab terhadap
keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan.
Bottom-up-model
adalah
model inovasi dan hasil
ciptaan dari bawah serta
dilaksanakan sebagai upaya
meningkatkan penyelenggaraan
dan mutu pendidikan. Model
inovasi yang diciptakan
berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif
dari sekolah
guru atau masyarakat
yang umumnya disebut
model Bottom-Up Innovation. Ada inovasi yang
juga dilakukan oleh
guru-guru, yang disebut
dengan Bottom-Up Innovation. Model ini jarang
dilakukan di Indonesia karena
bersifat sentralistis.
Pembahasan tentang
model inovasi seperti
model Top-Down dan Bottom-Up
telah banyak dilakukan oleh para peneliti
dan para ahli pendidikan. Sudah
banyak pembahasan tentang
inovasi pendidikan yang dilakukan,
misalnya perubahan kurikulum
dan proses belajar mengajar. White
(1988: 136-156) menguraikan
beberapa aspek yang berkaitan dengan inovasi, seperti
tahapan-tahapan dalam inovasi,
karakteristik inovasi, manajemen
inovasi, dan sistem pendekatannya.
Di samping kedua model yang
umum tersebut, ada hal lain yang muncul tatkala
membicarakan inovasi
pendidikan, yaitu: (1) kendala- kendala, termasuk
resistensi dari pihak
pelaksana inovasi, seperti guru,
siswa, masyarakat dan
sebagainya; (2) faktor-faktor seperti
guru, siswa, kurikulum, fasilitas,
dan dana; (3) lingkup
sosial masyaraka
BAB
3
PROSES
INOVASI PENDIDIKAN
Nicocolo
MaChiavelli menyatakan, "Tiada
pekerjaan yang lebih susah merencanakannya, lebih meragukan
keberhasilannya dan lebih berbahaya
dalam mengelolanya, dari pada
menciptakan suatu pembaharuan. Apabila lawan telah
merencanakan untuk menyerang
inovator dengan mengerahkan
kemarahan pasukannya,
sedangkan yang lain
hanya bertahan dengan
kemalasan, inovator “ beserta
kelompoknya seperti dalam keadaan
terancam" (The Prince, 1513, dikutip Rogers, 1983).
Pernyataan
tersebut menunjukkan betapa
beratnya tugas inovator dan betapa
sukarnya menyebarkan inovasi.
Banyak orang' mengetahui dan
memahami sesuatu yang
baru, tetapi belum
mau menerima apalagi melaksanakannya. Bahkan,
banyak pula yang menyadari bahwa sesuatu
yang belum juga mau
menerima dan menggunakan
atau menerapkannya.
Contohnya
untuk mengefektifkan proses
belajar mengajar, para guru diminta membuat
persiapan mengajar dengan
menggunakan model desain instruksional, yaitu
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Para
guru ditatar dan
dilatih membuat persiapan mengajar
dengan model PPSI,
tetapi belum semua
guru yang telah tahu
dan dapat membuat
persiapan mengajar dengan cara
baru itu mau
menggunakannya dalam kegiatan
mengajar sehari-hari.
Ternyata ada
jarak antara mengetahui
dan mau menerapkannya serta menggunakan
atau menerapkan ide
yang barn tersebut.
Oleh karena itu, dalam
proses penyebaran inovasi timbul
masalah, yaitu cara untuk mempercepat diterimanya
suatu inovasi oleh masyarakat (sasaran penyebaran
inovasi). Untuk memecahkan
masalah tersebut, difusi inovasi
menarik perhatian para
ahli pengembangan masyarakat dan
dipelajari secara mendalam.
A. HAKIKAT DIFUSI
DAN DISEMINASI INOVASI PENDIDIKAN
- Memaknai
Difusi
Difusi ialah proe komunikasiinovasi
antara warga masyarakat (anggota sistem sosial) dengan menggunakan saluran
tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan
dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar
beberapa individu, baik secara memusat (konvergen) mauoun memencar (divergen)
yang berlangsung secra spontan. Dengan adanya komunikasi ini terjadi kesamaan
pendapat antarwarga masyarakat tentang inovasi. Jadi, difusi merupakan salah
satu tipe komunikasi, yaitu komunikasi yang mempunyai ciri
pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovasi).
Rogers (1983) membedakan antara
sistem difusi sentralisasi dengan sistem difusi desentralisasi. Dalam sistem
difusi sentralisasi penentuan berbagai hal seperti waktu dimulainya difusi
inovasi dengan salura apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan sebagainy,
dilakukan oleh kelompok orang tertentu atau pimpinan agen pembaharu. Adapun
dalam sistem difusi desentralisasi penentuan itu dilakuan oleh klien (warga
masyarakat) bekerja sama dengan
beberapa orang yang
telah menerima inovasi.
Dalam pelaksanaan sistem difusi desentralisasi yang secara ekstrem tidak
diperlukan agen pembaharu. Warga
masyarakat yang bertanggung jawab terjadinya
difusi inovasi.
Pada
prinsipnya, difusi adalah
jenis komunikasi khusus
yang berkaitan dengan penyebaran
pesan-pesan sebagai ide
baru. Lebih jauh dijelaskan bahwa
difusi adalah bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan
dengan penyebaran pesan-pesan
yang berupa gaga san baru,
atau dalam istilah
Rogers (1961), difusi menyangkut "which is the spread of a
new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters."
Dalam
kasus difusi, karena
pesan-pesan yang disampaikan
itu "baru", ada risiko
bagi penerima. Hal
ini berarti ada
perbedaan tingkah laku dalam
kasus penerimaan inovasi
jika dibandingkan dengan penerimaan
pesan biasa. Sering dibedakan antara
sifat riset difusi dengan
riset-riset komunikasi lainnya. Dalam riset komunikasi, kita sering
mengarahkan perhatian pada
usaha-usaha untuk
mengubah pengetahuan atau
sikap dengan mengubah
bentuk sumber, pesan, saluran
atau penerima dalam
proses komunikasi. Misalnya, kita bisa menuntut agar
sumber komunikasi lebih dapat dipercaya
oleh penerima karena
studi komunikasi menunjukkan bahwa jika hal ini dilakukan akan dihasilkan persuasi
atau perubahan sikap yang lebih
besar pada sebagian
besar penefimanya.
Akan tetapi,
dalam riset difusi lebih
memusatkan perhatian pada
terjadinya perubahan tingkah
laku yang tampak (overt behavior), yaitu menerima atau
menolak ide-ide baru
daripada hanya perubahan dalam pengetahuan
dan sikap. Pengetahuan
dan sikap sebagai
hasil kampanye difusi hanya
dianggap sebagai langkah
perantara dalam proses pengambilan
keputusan oleh seseorang
yang akhirnya membawa pada
perubahan tingkah laku. Pemutusan perhatian
pada ide-ide baru
telah membawa kita pada
pengertian yang lebih menyeluruh ten tang
proses komunikasi. Konsep arus
komunikasi seperti "multi-step", secara
konseptual belum jelas bentuknya
sebelum diselidiki oleh
para peneliti yang menelaah penyebaran
inovasi. Mereka menemukan
ide-ide baru itu biasanya tersebar
dari sumber kepada
audiens penerima melalui serangkaian transmisi
berurutan, tidak hanya
melalui dua tahap seperti yang telah
didalilkan semula.
- ELEMEN
DIFUSI INOVASI
Rogers mengemukakan
empat elemen pokok difusi
inovasi, yaitu: (1) inovasi, (2)
komunikasi dengan saluran
tertentu, (3) waktu, dan (4) warga
masyarakat (anggota sistem
sosial). Untuk lebih
jelasnya, setiap elemen diurakan
sebagai berikut.
- Inovasi
Inovasi
adalah ide, barang,
kejadian, metode yang
diamati sebagai sesuatu yang
baru bagi seseorang
atau sekelompok orang, baik
berupa hasil invensi
maupun discouenj yang diadakan
untuk mencapai tujuan tertentu.
Baru di sini diartikan mengandung
ketidaktentuan,
artinya sesuatu yang
mengandung berbagai alternatif.
Sesuatu yang tidak tentu masih
memiliki kemungkinan bagi orang yang mengamati, baik mengenai
arti, bentuk, maupun manfaat. Dengan adanya
informasi berarti mengurangi
ketidaktentuan tersebut
karena dengan informasi
itu berarti memperjelas arah
pada satu alternatif tertentu.
Rogers
(1983) membedakan dua macam
informasi. Pertama, informasi
yang berkaitan dengan pertanyaan, Apa inovasi (hal yang baru) itu?",
"Bagaimana
menggunakannya?"
"Mengapa diperlukan?" Kedua,
berkaitan dengan penilaian inovasi
atau berkaitan dengan pertanyaan, Apa manfaat menerapkan
inovasi?" Apa konsekuensinya menggunakan inovasi?"
Jika
anggota sistem sosial
(warga masyarakat) yang
menjadi sasaran inovasi dapat
memperoleh informasi yang
dapat menjawab berbagai pertanyaan
tersebut dengan jelas, hilanglah ketidaktentuan terhadap inovasi.
Mereka telah memperoleh pengertian
yang mantap tentang inovasi
dan akan menerima serta menerapkan inovasi.
Cepat lambatnya proses penerimaan
inovasi dipengaruhi juga
oleh atribut dan karakteristik inovasi.
- Komunikasi
dengan saluran tertentu
Komunikasi dalam difusi inovasi diartikan sebagai
proses pertukaran informasi antara anggota
sistern sosial, sehingga terjadi saling pengertian antara
satu dengan yang lain. Kegiatan komunikasi dalam proses
difusi mencakup hal-hal:
(1) inovasi, (2) individu atau kelompok yang telah mengetahui
dan berpengalaman dengan inovasi,
(3) individu atau kelompok lain yang
belum men genal inovasi, (4)
saluran komunikasi yang menggabungkan kedua
pihak tersebut.
Saluran komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan
informasi
dari seseorang
ke orang lain. Kondisi
kedua pihak yang berkomunikasi akan memengaruhi pemilihan atau penggunaan
saluran yang
tepat untuk mengefektifkan
proses komunikasi. Misalnya, saluran media massa seperti radio, elevisi, surat
kabar, dan sebagainya telah digunakan untuk menyampaikan informasi dari seseorang
atau sekelompok orang kepada
orang banyak (massa). Biasanya media massa digunakan untuk menyampaikan
informasi kepada audiensi dengan maksud agar
audiensi (penerima inforrnasi)
mengetahui dan menyadari adanya inovasi.
Saluran interpersonal (hubungan secara langpung antar individu) lebih efektif untuk
memengaruhi atau
membujuk seseorang aga rmenerima
inovasi, terutama antara orang
yang bersahabat atau mempunyai hubungan yang erat Dalam
penggunaan saluran interpersonal dapat juga terjadi hubungan untuk
beberapa orang. Dengan kata lain,
saluran interpersonal dapat dilakukan dalam suatu kelompok.
Proses komunikasi interpersonal akan efektif jika sesuai dengan prinsip homophilu
(kesamaan), yaitu komunikasiakan lebih efektif jika dua
orang yang berkomunikasi
memiliki kesamaan, seperti asal daerah, bahasa, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan
sebagainya. Seandainya seseorang diberi kebebasan
untuk berinteraksi dengan sejumlah orang, ada kecenderungan jika orang itu akan memilih orang yang
memiliki kesamaan dengan dirinya. Proses komunikasi antarorang yang homophily
akan lebih terasa akrab dan lancar sehingga kemungkinan terjadinya pengaruh individu satu
terhadap yang
lain lebih besar. Akan tetapi, dalam kenyataannya apa yang banyak
dijumpai dalam proses difusi justru berlawanan dengan homophilu, yaitu heterophilu,
Misalnya, seorang agen pembaharu yang bertugas di Iuar daerahnya harus berkomunikasi
dengan orang yang' mempunyai
banyak perbedaan dengan dirinya (heterophily), berbeda tingkat
kemampuannya,
mungkin juga berbeda tingkat pendidikan, bahasa, dan sebagainya, akibatnya
komunikasi kurang efektif.
Kesulitan akibat adanya perbedaan
antara individu yang berkomunikasi itu dapat diatasi
jika ada empati, yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya (mengandaikan
dirinya) sama dengan orang lain. Dengan kata lain, empati adalah kemampuan
untuk menyamakan dirinya dengan orang
lain. Heterophily yang
memiliki kemampuan empati yang
tinggi, jika
ditinjau dari psikologi sosial sudah merupakan homophily.
- Waktu
Waktu adalah elemen yang penting dalam proses
difusi karena waktu merupakan aspek
utama dalam proses komunikasi. Akan tetapi, banyak peneliti
komunikasi yang kurang memerhatikan
aspek waktu, dengan bukti
tidak menunjukkannya secara eksplisit variabel waktu. Mungkin hal ini
karena waktu tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian,
tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan. Peranan dimensi waktu dalam
proses
difusi terdapat
pada tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1. Proses
keputusan yaitu proses sejak mengetahui inovasi kali sampai memutuskan menerima
atau menolak inovasi. Ada lima langkah (tahap)
dalam
proses
keputusan inovasi, yaitu (a) pengetahuan tentang inovasi; (b)
bujukan atau imbauan; (c)
penetapan atau keputusan; (d) penerapan
(implementasi); (e) konfirmasi (confirmation)
2. 2.Kepekaan seseorang terhadap inovasi. Tidak semua orang dalam
suatu sistem
sosial menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka menerima inovasi dari urutan waktu,
artinya ada yang dahulu, ada yang
kemudian. Orang yang menerima inovasi lebih dahulu secara
reletif lebih peka
terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi lebih
akhir.
jadi, kepekaan inovasi ditandai dengan lebih
dahulunya seseorang menerima inovasi daripada yang lain dalam
suatu sistem sosial (masyarakat). Kepekaan terhadap inovasi dapat dikategorikan
menjadi
lima kategori penerima inovasi, yaitu: (a) inovator,
(b) petua, (c) mayoritas awal, (d)
mayoritas, (e) terlambat
(tertinggal).
3. Kecepatan penerimaan inovasi, yaitu kecepatan
relatif diterimanya inovasi ol tertentu dari jumlah waktu masyarakat yang telah
menerima inovasi. Oleh karena itu, kecepatan inovasi
cenderung diukur berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh keseluruhan
warga masyarakat, bukan
penerimaan inovasi secara individual.
Warga masyarakat (anggota
sistem sosial) ialah
individu atau kelompok yang
bekerja sarna untuk
memecahkan masalah guna mencapai tujuan
tertentu. Anggota sistem
sosial dapat berupa individu, kelompok
informal, organisasi, dan
subsistem yang lain. Contohnya,
petani di pedesaan, dosen, dan
pegawai di perguruan tinggi, kelompok
dokter di rumah
sakit, dan sebagainya. Semua anggota sistem sosial bekerja sarna untuk
memecahkan masalah guna
mencapai tujuan bersama.
Jadi, sistem sosial akan memengaruhi proses difusi
ino\rasi karena proses difusi inovasi
terjadi dalam
sistem sosial.
Proses difusi melibatkan hubungan
antarindividu dalam sistem sosial sehingga individu akan terpengaruh
oleh sistem sosial
dalam menghadapi inovasi. Berbeda sistem sosial akan berbeda pula proses difusi inovasi, walaupun mungkin
dikenalkan dan diberi
fasilitas dengan cara
dan perlengkapan yang sama.
- DISEMINASI
INOVASI
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan,
diarahkan, dan dikelola. Apabila difusi terjadi
secara spontan, diseminasi terjadi setelah ada perencanaan. Dalam pengertian ini, dapat
juga direncanakan terjadinya difusi. MisaInya, dalam penyebaran inovasi penggunaan pendekatan keterampilan
proses dalam proses
belajar mengajar.
Setelah
diadakan percobaan, ternyata
dengan pendekatan keterampilan proses belajar
mengajar dapat berlangsung secara
efektif dan siswa aktif belajar, Selanjutnya, hasil percobaan itu
perlu didesiminasikan. Untuk
menyebarluaskan cara baru tersebut,
dengancara menatar beberapa guru dengan. harapan terjadi
juga difusi inovasi
antarguru di sekolah
masing- masing. Terjadi
saling tukar informasi
dan akhirnya.terjadi kesamaan
pendapat antarguru tentang
inovasi tersebut.
- PROSES
KEPUTUSAN INOVASI
1. Apa itu keputusan inovasi ?
Proses
keputusan inovasi ialah
proses yang dilalui
(dialami) individu (unit pengambil keputusan yang
lain), mulai dari pertama tahu
adanya inovasi, dilanjutkan
dengan keputusan menerima atau menolak inovasi,
implementasi inovasi, dan
konfirmasi terhadap
keputusan inovasi yang
telah diambilnya. Proses keputusan
inovasi tidak berlangsung seketika,
tetapi merupakan serangkaian
kegiatan yang berlangsung dalam
jangka waktu tertentu,
sehingga individu atau organisasi dapat menilai
gagasan yang baru
itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok
keputusan inovasi yang sekaligus
merupakan perbedaannya dengan tipe
keputusan yang lain
adalah derrgan adanya
ketidaktentuan (uncertaintus tentang sesuatu
(inovasi). Misalnya, kita harus
mengambil keputusan antara menghadiri
rapat atau bermain olahraga
maka kita sudah
tahu apa yang
akan dilakukan jika berolah
raga dan apa
yang akan dilakukan
jika menghadiri rapat. Rapat dan
olahraga bukan hal baru.
Pertimbangan dalam mengambi-l
keputusan untuk memilih
yang paling menguntungkan sesuai
dengan kondisi saat itu. Keputusan ini bukan keputusan inovasi.
Akan
tetapi, jika kita
harus mengambil keputusan
untuk mengganti penggunaan kompor
rninyak dengan kompor
gas, yang sebelumnya tidak tahu
tentang kompor gas,
keputusan .ini adalah keputusan inovasi.
Proses pengambilan keputusan
untuk mau atau tidak
menggunakan kompor gas,
dimulai dengan adanya ketidaktentuan tentang
kompor gas. Masih
terbuka berbagai altematif,
mungkin lebih bersih, lebih hemat,
lebih tahan lama, tetapi
juga mungkin berbahaya,
dan sebagainya. Untuk
sampai pada keputusan yang man tap
menerima atau menolak
kompor gas diperlukan informasi. Kejelasan
informasi akan mengurangi ketidaktentuan dan
berani mengambil keputusan.
- Proses
keputusan inovasi
Proses keputusan
inovasi pendidikan adalah
proses yang dilalui atau
dialami oleh individu
atau unit pengambilan
keputusan
lain sejak pertama mengetahui adanya inovasi
pendidikan hingga
mengimplementasikan dan mengonfirmasikan terhadap keputusan inovasi dalam
bidang pendidikan yang
telah diambil (Ibrahim, 1988: 87-88).Proses keputusan
inovasi pendidikan merupakan
serangkaian kegiatan yang
berlangsung dalam jangka
waktu tertentu dan
tidak berlangsung seketika sehingga
seseorang atau sekelompok
orang (organisasi) dapat menilaidan
mempertimbangkan
inovasi pendidikan yang ditawarkan, kemudian mengambil
keputusan untuk menerima dan menerapkan
atau menolaknya (Ibrahim, 1988: 88).
Kata proses
mengandung arti bahwa aktivitas
itu membutuhkan waktu dan setiap
saat tentu terjadi perubahan. Lamanya
waktu yang dipergunakan
selama proses itu
berbeda antara orang atau
organisasi satu dengan yang
lain bergantung pada kepekaan
orang atau organisasi
terhadap inovasi. Demikian
pula, selama proses inovasi
itu berlangsung akan selalu terjadi
perubahan yang
berkesinambungan sampai proses
itu dinyatakan berakhir. Menurut Roger
(1983),proses keputusan inovasi
terdiri atas lima tahap berikut:
- Tahap
pengetahuan (knowledge)
Proses
keputusan inovasi dimulai
dengan tahap
pengetahuan, yaitu tahap saat seseorang menyadari adanya inovasi
dan ingin tahu fungsi
inovasi tersebut. Menyadari
dalam hal ini bukan memahami, melainkan membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Menyadari atau membuka diri terhadap inovasi tentu dilakukan secara aktif, bukan
secara pasif. Misalnya, pada acara
siaran televisi disebutkan bahwa
pada jam 19.30 akan
disiarkan tentang metode baru cara mengajar berhitung di Sekolah Dasar. Guru A yang. mendengar dan
melihat acara tersebut menyadari bahwa ada metode baru tersebut, ia
pun mulai proses keputusan inovasi pada tahap
pengetahuan. Adapun Guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ingin
tahu maka belum terjadi proses keputusan inovasi. Seseorang yang menyadari perlunya mengetahui inovasi tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan
kebutuhan, minat, atau kepercayaannya.
Pada contoh Guru A
tersebut, berarti
ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia
memerlukannya. Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa
membutuhkannya. Sekalipun demikian, mungkin juga terjadi
karena seseorang membutuhkan sesuatu, untuk memenuhinya, ia mengadakan inovasi. Dalam kenyataan
di masyarakat, hal ini jarang terjadi,
karena banyak orang tidak tahu apa
yang diperlukan. Dalam bidang
pendidikan, misalnya yang dapat merasakan perlunya perubahan adalah para pakar pendidikan, sedangkan guru belum tentu menerima perubahan atau inovasi yang
sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanan
tugasnya.
Setelah menyadari adanya inovasi dan
membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, keaktifan untuk
memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi
itu bukan hanya berlangsung pada
tahap pengetahuan, tetapi
juga pada tahap
lain, bahkan sampai
tahap konfirmasi masih ada
keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari
inovasi.
- Tahap
bujukan (persuation)
Pada tahap persuasi
dari proses keputusan inovasi,
seseorang membentuk sikap menyenangi
atau tidak menyenangi
terhadap inovasi. Jika pada tahap
pengetahuan, proses kegiatan mental yang utama
bidang kognitif. Pada
tahap persuasi, proses
kegiatan mental yang berperan
utama adalah bidang
afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat
menyenangi inovasi sebelum
tahu lebih dulu
tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi lebih banyak keaktifan mental yang
memegang
peran.
Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang
diterimanya. Pada tahap ini, berlangsung seleksi informasi
disesuaikan dengan kondisi
dan sifat pribadinya. Di sinilah, peranan
karakteristik inovasi dalam memengaruhi
proses keputusan inovasi.
Dalam tahap persuasi
juga sangat penting
peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan
penerapan inovasi masa dating. Diperlukan kemampuan untuk inemproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkankondisi dan
situasi yang ada. Untuk mempermudah proses
mental itu, diperlukan gambaran yang
jelas
tentang cara
pelaksanaan inovasi, jika mungkin
sampai pada konsekuensi inovasi.
Hasil tahap persuasi yang utama adalah adanya
penentuan menyenangi atau tidak
menyenangi inovasi. Diharapkan
hasil tahap persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi. Dengan dengan
kata lain, ada kecenderungan kesesuaian
antara menyenangi inovasi dengan
menerapkan inovasi. Orang yang menyenangi inovasi belum tentu menerapkan inovasi. Ada jarak
atau kesenjangan antara pengetahuan-sikap dengan penerapan (praktik). Misalnya,seorang guru mengetahui metode diskusi,mengetahui cara menggunakannya,dan senang menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan
karena faktor tempat
duduknya
tidak
memungkinkan, jumlah siswanya
terlalu besar, dan merasa khawatir bahan
pelajarannya tidak akan dapat
disajikan sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan.
Perlu ada bantu an pemecahan
masalah.
- Tahap
Keputusan (decision)
Tahap keputusan
dari proses inovasi berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan
yang mengarah untuk
menetapkan menerima atau menolak
inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi.
Menolak inovasi berarti
tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi
seseorang .menerima inovasi
setelah ia mencoba lebih
dahulu atau mencoba sebagian
kecil lebih dahulu, kemudian
dilanjutkan secara keseluruhan
jika sudah terbukti
berhasil sesuai dengan yang
diharapkan. Inovasi yang
dapat dicoba bagian
demi bagian akan lebih
cepat diterima. Akan
tetapi, tidak semua
inovasi dapat dicoba dengan
dipecah menjadi beberapa
bagian.
Dalam kenyataannya,
pada setiap tahap
dalam proses keputusan inovasi dapat
terjadi penolakan inovasi.
Misalnya, penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan,
tahap persuasi, atau setelah konfirmasi, dan
sebagainya.
Ada dua macam
penolakan inovasi, yaitu:
(1) penolakan aktif,
artinya penolakan inovasi
setelah mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau
mencoba lebih dahulu, tetapi
keputusan akhir menolak
inovasi, dan (2) penolakan pasif, artinya penolakan inovasi tanpa pertimbangan.
Dalam pelaksanaan difusi
inovasi antara pengetahuan,
persuasi, dengan keputusan inovasi
sering berjalan bersamaan.
Satu dengan yang lain
saling berkaitan. Bahkan untuk
jenis inovasi tertentu
dan dalam kondisi tertentu
dapat terjadi urutan:
pengetahuan keputusan inovasi kemudian
persuasi.
- Tahap
implementasi (implementation)
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi
terjadi apabila seseorang menerapkan
inovasi. Dalam tahap impelementasi
berlangsung keaktifan, baik mental maupun
perbuatan. Keputusan penerima
gagasan atau ide dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya, implementasi mengikuti
hasil keputusan inovasi. Akan tetapi, dapat
juga terjadi karena
sesuatu hal, seseorang
sudah memutuskan menerima inovasi,
tetapi tidak diikuti
implementasi. Biasanya hal ini
terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
Tahap
implementasi berlangsung dalam
waktu yang sangat lama,· bergantung pada
keadaan inovasi. Suatu
tanda bahwa tahap implementasi inovasi
berakhir jika penerapan
inovasi sudah melembaga
dan menjadi hal-hal
yang bersifat rutin
atau merupakan hal yang
baru lagi.
Hal-hal
yang memungkinkan terjadinya
re-invensi antara inovasi yang
sangat komplek dan sukar
dimengerti, penerima inovasi
kurang dapat memaharni inovasi karena
sukar untuk menemui
agen pembaharu, inovasi yang
memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi, apabila inovasi
diterapkan untuk memecahkan
masalah yang sangat luas,
kebanggaan akan inovasi yang
dimiliki oleh suatu daerah tertentu juga
dapat menimbulkan re-invensi.
- Tahap
konfirmasi (confirmation)
Dalam
tahap konfirmasi, seseorang
mencari penguatan terhadap
keputusan yang telah diambilnya dan dapat
menarik kembali keputusannya jika
diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi sebenarnya berlangsung
secara
berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung
dalam waktu yang
tidak terbatas. Selama dalam konfirmasi, seseorang berusaha menghindari
terjadinya disonansi, paling tidak
berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa
dalam dirinya ada
sesuatu yang tidak
sesuai atau tidak selaras yang
disebut disonansi, sehingga
orang itu merasa
tidak enak. Jika merasa dalam
dirinya terjadi disonansi, ia akan berusaha menghilangkannya atau
menguranginya dengan ya dengan
difusi inovasi, us aha mengurangi disonansi dapat dilakukan dengan cara
berikut.
1. Apabila seseorang menyadari
suatu kebutuhan dan
berusaha mencari sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan, misalnya dengan mencari informasi
ten tang inovasi. Hal ini
terjadi pada tahap pengetahuan dalam
proses keputusan inovasi.
2. Apabila seseorang
tahu tentang inovasi
dan telah bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi
belum menetapkan keputusan untuk
menerima inovasi maka
ia berusaha untuk menerimanya,
untuk mengurangi adanya disonansi antara yang disenangi dan
diyakini dengan yang
dilakukan. Hal ini terjadi pada
tahap keputusan inovasi,
dan tahap" implementasi dalam proses
keputusan inovasi.
3. Setelah seseorang
menetapkan
menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya,
disonansi ini dapat dikurangi dengan cara
tidak melanju tkan
penerimaan dan penerapan
inovasi (discontinuing).Ada kemungkinan juga seseorang yang telah menetapkan untuk menolak inovasi,
kemudian diajak untuk
menerimanya maka usaha
mengurangi disonansi dengan cara
menerima inovasi (mengubah keputusan
semula). Perubahan ini terjadi
(tidak meneruskan inovasi
atau mengikuti inovasi terlambat)
pada tahap konfirmasi dari proses kepu tusan inovasi.
Ketiga cara mengurangi disonansi
tersebut, berkaitan dengan perubahan
tingkah laku seseorang
sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya,bahkan sukar
dipisahkan karena yang satu
memengaruhi yang lain.
Itulah sebabnya, dalam kenyataan
kadang-kadang sukar untuk
mengubah keputusan yang sudah
terlanjur mapan dan
disenangi, walaupun secara rasional
diketahui ada kelemahannya. Karena
sering terjadi untuk menghindari
timbulnya disonansi, itu hanya
berubah mencari informasi yang
dapat memperkuat keputusannya. Dengan
kata lain, orang itu
melakukan seleksi informasi
dalam tahap konfirmasi (selective exposure).
Untuk
menghindari terjadinya drop out dalam penerimaan
dan implementasi inovasi (discontinue) peranan agen
pembaharu sangat dominan. Tanpa
monitoring dan penguatan,
seseorang akan mudah terpengaruh pada informasi
negatif tentang inovasi.
- Tipe
keputusan inovasi
Inovasi
dapat diterima atau
ditolak oleh seseorang
(individu) sebagai anggota sistem
sosial, atau oleh keseluruhan anggota
sistem sosial, yang
menentukan untuk menerima
inovasi berdasarkan
keputusan bersama atau
berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan
tersebut, dapat dibedakan
adanya beberapa tipe keputu.san inovasi.
a. Keputusan Inovasi
Opsional
Keputusan
inovasi opsional adalah
pemilihan menerima atau menolak
inovasi berdasarkan keputusan
yang ditentukan oleh
individu (seseorang) secara
mandiri tanpa bergantung
atau terpengaruh dorongan anggota
sistem sosial yang lain, meskipun orang
yang mengambil keputusan itu berdasarkan norma
sistem sosial atau hasil komunikasi
interpersonal dengan anggota
sistem sosial yang lain.
jadi, hakikat pengertian
keputusan inovasi opsional adalah
individu yang berperan
sebagai pengambil keputusan untuk
menerima atau menolak
inovasi.
b. Keputusan Inovasi
Kolektif
Keputusan
inovasi kolektif adalah
pernilihan untuk menerima atau
menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang dibuat secara
bersama-sama dengan kesepakatan antaranggota sistem sosial.
Semua anggota sistem sosial harus
menaati keputusan bersama yang telah
dibuat. Misalnya, atas kesepakatan semua
warga sekolah untuk
tidak membeli atk di
sekitar sekolah yang
kemudian disahkan pada
rapat semua warga sekolah.
Konsekuensinya semua warga
sekolah tersebut harus menaati
keputusan yang telah
dibuat, walaupun mungkin secara pribadi
masih ada beberapa
individu yang masih berkeberatan.
c. Keputusan Inovasi
Otoritas
Keputusan
inovasi otoritas adalah
pemilihan untuk menerima atau
menolak inovasi berdasarkan keputusan
yang dibuat oleh.seseorang atau
sekelompok orang ya~g
mempunyai kedudukan,
status, wewenang, atau
kemampuan yang lebih tinggi daripada
anggota lain dalam
suatu sistem sosial.
Para anggota tidak mempunyai pengaruh atau
peranan dalam membuat keputusan
inovasi. Mereka hanya
melaksanakan hasil yang telah
diputuskan oleh unit pengambil keputusan.
Misalnya, seorang pimpinan perusahaan
inemutuskan agar sejak tanggal 1 Januari semua
siswa harus memakai
seragam batik. Dengan demikian, semua
siswa sebagai anggota
sistem sosial di sekolah itu harus
melaksanakan hal-hal yang
telah diputuskan oleh sekolah.
Ketiga tipe keputusan
inovasi tersebut merupakan rentangan (continuum) dari keputusan opsional
(individu dengan penuh tanggun_g jawab
secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan
keputusan kolektif (individu
memperoleh sebagian wewenang untuk
mengambil keputusan), dan kepufusan otoritas
(individu tidak mempunyai
hak untuk ikut mengambil keputusan).
Keputusan kolektif dan
otoritas banyak digunakan dalam
organisasi formal, seperti
perusahaan, sekolah, perguruan tinggi,
organisasi pemerintahan, dan
sebagainya. Keputusan
opsional sering digunakan dalam
penyebaran inovasi kepada
petani, konsumen, atau inovasi
yang sasarannya anggota masyarakat sebagai
individu, bukan sebagai
anggota organisasi tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi
masih juga bergantung pada pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan
keputusan otoritas, Dapat
juga
terjadi
bahwa keputusan opsional
Iebiheepat dari keputusan kolektif, jika ternyata
untuk membuat kesepakatan
dalam musyawarah antara anggota
sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya
difusi inovasi bergantung pada
berbagai faktor.
Tipe
keputusan yang digunakan
untuk menyebarluaskan inovasi dapat
berubah dalam waktu
tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan tali
pengaman bagi pengendara mobil (automobil seat belts). Pada mulanya
pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada pemilik
kendaraan yang mampu
membiayai pemasangannya. Jadi,
menggunakan keputusan opsional.
Kemudian, pada tahun
berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua
mobil baru harus
dilengkapi dengan tali pengaman. Jadi, keputusan inovasi pemasangan tali
pengaman dibuat secara kolektif.
Kemudian, banyak reaksi terhadap peraturan
ini, sehingga pemerintah
kembali pada peraturan lama
keputusan menggunakan tali
pengaman diserahkan kepada tiap
individu '(tipe keputusan opsional).
d. Keputusan Inovasi
Kontingensi (Contingent)
Keputusan inovasi
kontingensi (contingent), yaitu
pemilihan menerima atau
menolak suatu inovasi
dapat dilakukan setelah ada keputusan inovasi yang
mendahuluinya. Misalnya, di sebuah perguruan tinggi, seorang dosen tidak mungkin
untuk memutuskan secara opsional untuk
memakai komputer sebelum
didahului keputusan
oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi
peralatanfakultas dengan komputer. jadi, ciri pokok dari
keputusan inovasi kontingen
adalah
digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi
inovasi, baik keputusan opsional, kolektif,' maupun otoritas. Sistem sosial terlibat
secara langsung dalam
proses keputusan inovasi kolektif,
otoritas, dan kontingen, serta
mungkin tidak secara langsung terlibat
dalam keputusan inovasi opsional.
- Model proses
inovasi pendidikan
Dalam mempelajari "proses inovasi, para ahli
mencoba mengidentifikasi kegiatan yang.dilakukan individu'selama proses
itu
berlangsung serta
perubahan yang terjadi dalam proses inovasi, kemudian hasilnya
ditemukan penahapan proses
inovasi seperti berikut
- FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI DAN MENGHAMBAT PROSES INOVASI PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan
formal seperti sekolah
adalah subsistem dari sistem
sosial. Jika terjadi
perubahan dalam sistem
so sial, lembaga pendidikan "formal tersebut
juga akan mengalami perubahan dan
hasilnya akan berpengaruh
terhadap sistem sosial. Oleh
karena itu, lembaga
pendidikan mempunyai beban
ganda, yaitu melestarikan
nilai-nilai budaya tradisionai dan
mempersiapkan generasi muda untuk
menyiapkan diri menghadapi
tantangan kemajuan zaman.
Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi
pendidikan jika dilacak biasanya
bersumber pada dua
hal, yaitu: (1) kemauan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk mengadakan respons terhadap tantangan kebutuhan
masyarakat, dan (2) adanya
usaha untuk menggunakan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk
memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Antara lembaga
pendidikan dengan sistem sosial
terjadi hubungan yang
erat dan saling memengaruhi. Misalnya, sekolah telah
sukses menyiapkan tenaga yang
terdidik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya tenaga terdidik, tingkat
kehidupannya meningkat dan
cara bekerjanya juga lebih baik,
Tenaga terdidik akan
merasa tidak puas jika
bekerja tidak menggunakan
kemampuan inteleknya sehingga perlu adanya
penyesuaian dengan lapangan
pekerjaan. Dengan demikian, selalu
terjadi perubahan yang
bersifat dinamis, yang disebabkan hubungan interaktif
antara lembaga pendidikan
dengan masyarakat.
- Faktor
yang mempengaruhi inovasi pendidikan
Berikut
ini akan dikemukakan
beberapa faktor yang
cukup berpetan memengaruhi inovasi
pendidikan (Hasbullah, 2001: 1-4), yaitu sebagai
berikut.
- Visi terhadap Pendidikan
Pendidikan
merupakan persoalan asasi
bagi manusia sebagai makhluk yang
dapat dididik dan
harus dididik yang
akan tumbuh menjadi manusia dewasa
dengan proses pendidikan yang dialaminya. Sejak
kelahirannya, manusia telah
memiliki potensi dasar yang
universal, berupa: (1)kemampuan untuk
membedakan antara yang baik
dan yang buruk (moral identity); (2) kemampuan dan kebebasan untuk
memperkembangkan diri sendiri
sesuai dengan, pembawaan dan
cita-citanya (individual identity);
(3) kemampuan untuk berhubungan 'dan
kerja sarna dengartorang lain
(sosial identihJ); (4) adanya
ciri-ciri khas yang mampu
membedakan dirinya dengan orang
lain iindioidual differences).
Setiap anak akan
mengalami proses pendidikan secara
alamiah, yang didapatkan
dalam situasi pergaulan dengan kedua
orangtuanya serta di lingkungan budaya
yang mengelilinginya ..Pendidikan seperti inilah yang
akan menjadikan anak sebagai
manusia dalam arti yang
sesungguhnya. Cinta kasih
orangtua dan ketergantungan serta kepercayaan anak
kepada mereka pada usia dini merupakan dasar kukuh
yang memungkinkan timbulnya
pergaulan mendidik. Dengan upaya
pendidikan, potensi dasar universal anak akan tumbuh dan membentuk diri anak yang unik, sesuai dengan pembawaan, lingkungan budaya,
dan zamannya.
- Faktor
Pertambahan Penduduk
Adanya pertambahan penduduk yang tinggi menimbulkan akibat yang luas terhadap berbagai segi kehidupan,
terutama pendidikan.Banyak masalah pendidikan yang berkaitan erat dengan meledaknya jumlah anak usia sekolah. Masalah-masalah yang berkaitan langsung
dengan pendidikan tersebut adalah:
1. Kekurangan kesempatan
belajar. Masalah ini
merupakan masalah yang mendapat
prioritas pertama dan utama
yang perlu segera digarap.
2. Masalah kualitas pendidikan. Kurangnya dana, jumlah guru, fasilitas pendidikan,
sudah tentu akan memengaruhi merosotnya mutu pendidikan.
3. Masalah relevansi Masalah relevansi pada
prinsipnya cukup mendasar, sebab
dalam kondisi seperti sekarang ini sangat dibutuhkan output penditlikan yang
sesuai dengan tuntutan masyarakat,terutama dalam hubungannya dengan kesiapan kerja. Hal
tersebut lebih-lebih dengan
digulirkannya konsep "link and match", yang salah satu tujuannya
adalah mengatasi persoalan relevansi
tersebut
4. Masalah efisiensi
efektivitas pendidikan diusahakan agar memperoleh hasil
yang baik dengan
piaya dan waktu
yang sedikit. Ini berarti harus dicari sistem mendidik dan mengajar
yang efisien dan efektif, sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar pendidikan.
c. Faktor Perkembangan IImu Pengetahuan
Kemajuan zaman ditandai dengan kemajuan perkembangan
ilmu pengetahuan
dan teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan. secara akumulatif bertambah
pesat, Perkembangan tersebut sudah tentu harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah, meskipun hal ini menyebabkan adanya
kurikulum yang sangat
sarat dengan masalah- masalah baru.
d. Tuntutan Adanya
Proses Pendidikan yang Relevan
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
salah satu tuntutan diadakannya inovasi
di dalam pendidikan
adalah adanya relevansi antara
dunia pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat atau dunia
kerja.
Berkenaan
dengan hal tersebut, pendidikan
dapat diperoleh baik di sekolah maupun
di luar sekolah. Cukup
banyak pendidikan yang berhasil justru tidak dapat
diperoleh di sekolah,
terutama yang bersifat pengembangan profesi
dan keterampilan, seperti
pengembangan karier, profesi tertentu,
dan sebagainya.
Dalam
mempersiapkan proses pendidikan
yang relevan sesuai derigan perkembangan zaman,
sistem pembelajaran harus
disesuaikan agar tidak ketinggalan dan mampu mencetak
output yang mempunyai kualitas
tinggi serta mampu
bersaing dengan dunia internasional. Salah
satu contoh inovasi
dalam pendidikan, yaitu dalarn hal kurikulum. Kurikulum
di Indonesia yang sering
berganti- ganti karena menyesuaikan dengan
kondisi dan tuntutan
zaman, serta anak didik
rnampu menerapkan ilrnu
yang diberikan oleh pendidik untuk
menghadapi kemajuan zaman. kebutuhan adanya
inovasi pendidikan, ada tiga hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap
kegiatan di sekolah, yaitu:
(a) kegiatan belajar
rnengajar, (b) faktor internal
dan eksternal, dan (c) sistern pendidikan (pengelolaan dan
pengawasan), .
1. Faktor kegiatan
belajar mengajar
Kunci keberhasilan
dalam pengelolaan kegiatan
belajar rnengajar adalah
kernarnpuan guru sebagai
tenaga profesionaL Guru
sebagai tenaga yang telah
dipandang rnerniliki keahlian
tertentu dalam bidang pendidikan,
diserahi tugas dan
wewenang untuk mengelola kegiatan belajar
mengajar untuk meneapai
tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah
laku siswa sesuai dengart tujuan pendidikan nasional
dan tujuan institusional yang
telah dirumuskan, Akan
tetapi, dalam pelaksanaan
tugas pengelolaan kegiatan
belajar
mengajar
terdapat berbagai faktor
yang menyebabkan orang memandang bahwa
pengelolaan kegiatan belajar
mengajar adalah kegiatan yang
kurang profesional, kurang efektif,
dan kurang perhatian.
Alasan orang memandang tugas guru dalam mengajar mengandung banyak
kelemahan, antara lain
sebagai berikut.
a. Keberhasilan
tugas guru dalam
mengelola kegiatan
belajar mengajar sangat ditentukan
oleh hubungan interpersonal antara
guru dengan siswa. Dengan demikian, keberhasilan
pelaksanaan tugas tersebut sangat
ditentukan oleh pribadi
guru dan siswa. Dengan kemampuan yang
sarna, guru belum
tentu menghasilkan prestasi belajar yang sarna jika menghadapi kelas yang
berbeda. Demikian pula sebaliknya, dengan
kondisi kelas yang sama
diajar oleh guru yang berbeda
belum tentu dapat menghasilkan
prestasi belajar yang
sarna, meskipun para
guru
tersebut
semuanya telah memenuhi
persyaratan sebagai guru yang
profesional.
b. Kegiatan belajar mengajar
di kelas merupakan
kegiatan yang terisolasi. Ketika mengajar, guru
tidak mendapatkan balikan dari ternan
sejawatnya. Kegiatan _guru di kelas merupakan
kegiatan
yang
terisolasi dari kegiatan kelompok.
Tindakan yang dilakukan guru di
kelas tanpa diketahui
oleh guru yang
lain. Dengan demikian, sukar mendapatkan kritik
untuk pengembangan
profesinya,.Guru menganggap bahwa
yang d'ilakukan merupakan cara yang
terbaik.
c. Berkaitan dengan
kenyataan tersebut, bantu an
ternan sejawat untuk
memberikan saran atau
kritik guna peningkatan kemampuan profesionalnya sangat
minimal. Tindakan yang dilakukan
guru di
kelas seolah-olah merupakan
hak mutlak tanggung jawabnya,
orang lain tidak boleh
ikut campur tangan. Padahal, yang
dilakukan mungkin masih banyak
kekurangannya.
d. Belum ada kriteria baku tentang
cara pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kriteria keefektifan proses belajar mengajar sukar ditentukan
kareha sangat banyak
variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan
belajar siswa, usaha kriteria tersebut
sudah dilakukan, misalnya
dengandigunakannya Alat Penilai
Kompetensi Guru (APKG).
e. Dalam melaksanakan tugas
mengelola kegiatan belajar
mengajar, guru menghadapi sejumlah
siswa yang berbeda
satu dengan yang lain
baik mengenai kondisi
fisik, mental intelektual, sifat,
minat, dan latar belakang
sosial ekonominya. Guru
tidak mungkin dapat melay ani siswa dengan
memerhatikan perbedaan individual satu dengan yang
lain, dalam jam-jam
pelajaran yang sudah
diatur dengan jadwal dan
dalam waktu yang
sangat terbatas.
f. Berdasarkan data
adanya perbedaan individual siswa,lebih tepat jika
pengelolaan kegiatan belajar
mengajar dilakukan dengan cara yang
sangat fleksibel, tetapi
kenyataannya justru guru
dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku
yang sarna sesuai dengan
ketentuan yang telah
dirumuskan. Jadi, anak
yang berbeda harus
diarahkan menjadi sarna.
Jika tidak dapat mengatasi masalah
ini, kualitas profesionalnya masih
diragukan.
g. Guru juga
menghadapi tantangan dalam
usaha meningkatkan kemampuan profesionalnya, yaitu
tanpa adanya keseimbangan antara kernampuan dengan
wewenangnya mengatur beban tugas yang
hams dilakukan, serta
tanpa bantuan dari
lembaga dan tanpa adanya
insentif yang menunjang
kegiatannya. Ada kemauan guru
untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya, dengan cara belajar
sendi~i atau kuliah
di perguruan tinggi, tetapi tugas yang
harus dilakukan masih
terasa berat, banyaknya jumlah siswa dalam
satu kelas, ditambah
tugas administratif, dan kegiatan
tambah penghasilan karena
gaji pas-pasan, dan masih banyak
lagi faktor yang
lain. Jadi, program
pertumbuhan jabatan atau peningkatan profesi
guru men gal ami hambatan.
h. Guru dalam
melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar mengalami kesulitan untuk
menentukan pilihan yang diutamakan karena adanya
berbagai macam tuntutan,
Dari satu segi
merninta agar guru
mengutamakan keterampilan proses belajar,
tetapi dari sudut
lain clituntut harus
menyelesaikan sajian materi kurikulum
yang sesuai dengan
batas waktu yang
telah ditentukan karena menjadi
bahan ujian negaraj
nasional. Demikian pula, dad
satu segi, guru
dituntut menekankan perubahan tingkat laku afektif,
tetapi dalam evaluasi
hasil belajar yang
dipakai untuk menentukan kelulusan siswa
hanya mengutamakan aspek
kognitii. Apa yang hams
dipilih guru? Melayani
semua tuntutan?
Data
tersebut menunjukkan uniknya-kegiatan belajar
mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang
untuk memunculkan pendapat bahwa
profesional guru diragukan,
bahkan ada yang mengatakan bahwa
jabatan guru itu
"semiprofesional" ,
karena jika profesional yang
penuh tentu akan
memberi peluang pada anggotanya untuk:
(a) menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam
penampilan, (b) memasuki anggota
profesi dan penilaian terhadap
penampilan profesinya, diawasi
oleh kelompok profesi, (c) ketentuan untuk
berbuat profesional ditentukan
bersama antar-sesama anggota profesi
(Zaltman, Florio, Sikoski,
1977).
Kelemahan
dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan
belajar mengajar dapat menjadi
sumber motivasi perlunya
ada inovasi pendidikan untuk
mengatasi kelemahan tersebut.
Berdasarkan sudut pandang yang
lain dapat juga
dikatakan bahwa dengan
adanya kelemahan itu, penerapan inovasi
pendidikan secara efektif menjadi sukar dilakukan.
2. Faktor internal dan eksternal
Perencana
inovasi pendidikan
harus memerhatikan kelompok yang memengaruhi
dan kelompok yang
dipengaruhi oleh sekolah (sistem pendidikan).
Faktor
internal yang memengaruhi pelaksanaan sistem pendidikan dan inovasi
pendidikan adalah siswa. Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap
proses inovasi karena
tujuan pendidikan untuk mencapai
perubahan tingkah laku
siswa. [adi, siswa
sebagai pusat perhatian dan
bahan pertimbangan dalam
melaksanakan berbagai macam kebijakan
pendidikan.
Faktor eksternal
yang mempunyai pengaruh dalam
pmses inovasi pendidikan
adalah orangtua. Orangtua
murid ikut mempunyai peranan dalam
menunjang kelancaran proses
inovasi pendidikan,baik sebagai
penunjang yang secara
moral membantu dan mendorong kegiatan siswa
untuk melakukan kegiatan belajar
sesuai
dengan yang diharapkan sebagai penunjang. Para ahli
pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor internal dan faktor
eksternal, seperti guru,
administrator pendidikan,
konselor, terlibat secara langsung dalam proses pendidikan di sekolah.
Ada juga para
ahli yang iii'luar organisasi
sekolah yang ikut
terlibat dalam kegiatan sekolah,
seperti para pengawas,
inspektur, penilik
sekolah, konsultan, dan
mungkin juga pengusaha
yang membantu pengadaan fasilitas
sekolah. Demikian pula,
para panatar 'guru,
staf pengembangan dan penelitian
pendidikan, dan organisasi
persatuan guru, juga merupakan
faktor yang sangat
besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan
sistem pendidikan atau
inovasi pendidikan. Mereka termasuk
faktor internal atau
eksternal mungkin
sukar dibedakan karena guru
sebagai faktor internal,
tetapi juga menjadi anggota organisasi
persatuan guru yang
dapat dipandang sebagai faktor eksternal.
3. Sistem
pendidikan (pengelolaan dan pengawasan)
Penyelenggaraan pendidikan
di sekolah diatur
dengan aturan yang dibuat
oleh pemerintah. Penanggung
jawab sistem pendidikan di Indonesia adalah
Departemen Pendidikan Nasional
yang mengatur seluruh sistem berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang diberlakukan.
Dalam
kaitan dengan berbagai
macam aturan dari
pemerintah tersebut, timbul permasalahan
sejauh mana batas
kewenangan guru untuk mengambil
kebijakan dalam melakukan
tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengankondisi dan situasi
setempat. Demikian pula, sejauh
mana kesempatan yang
diberikan kepada guru
untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya guna
merighadapi tantangan
kemajuan zaman. Dampak
dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan profesional serta
keterbatasan kewenangan
mengambil kebijakan dalam
melaksanakan tugas bagi guru,
dapat menyebabkan timbulnya
siklus otoritas yang
negatif.
Siklus otoritas
yang.negatif bagi guru
yang dikemukakan oleh Florio (1973) yang dikutip
oleh Zaltman (1977)
adalah dengan keterbatasan kewenangan
dan kemampuan profesional. Guru tidak mampu
untuk mengambil kebijakan
dalam melaksanakan tugasnya untuk menghadapi
tantanagan kernajuan jaman .. Ketidakmampuan ini menimbulkan frustasi
dan menjadikannya bersikap
apatis terhadap tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya. Akibatnya,
ia kurang merasa bertanggung
jawab dan rasa ikut
terlibat (komitmen) dalam pelaksanaan
tugas. Dampak dari
sikap apatis.. yaitu kurang bersemangat dalam
berpartispasi dan kurang
rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan
tugas, menjadikan guru
kurang mampu atau tidak
profesional. Hal terse but
mengurangi kepercayaan atasan terhadap guru.
Dengan adanya rasa
kurang percaya timbul kecurigaan atau
ketidakjelasan kewenangan
dan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Hal tersebut menyebabkan guru dibatasi pemberian
wewenang dan kesempatan
mengembangkan kemampuannya.
Siklus Negatif Otoritas Guru
Berdasarkan gambaran tersebut dapat disirnpulkan bahwa
pelaksanaan inovasi pendidikan
akan lancar jika
perhatian tertuju pada peningkatan kemampuan profesional guru,
serta pemberianotoritas atau
kewenangan untuk mengambil
kebijakan dalam
melaksanakan
tugasnya untuk menyesuaikan
dengan kondisi dan' situasi
setempat. Jika hal ini diutamakan
mungkin akan timbul
siklus otoritas yang positif
bagi guru.
Siklus
Positif Otoritas Guru
2.
Hambatan-hambatan dalam Difusi
Inovasi
Dalam
implementasinya, kita
sering mendapati beberapa hambatan yang berkaitan dengan inovasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa
hampir setiap individu
atau organisasi memiliki
semacam mekanisme penerimaan
dan penolakan terhadap perubahan. Segera setelah ada pihak
yang berupaya mengadakan perubahan. penolakan atau hambatan mulai
bermunculan. Orang-orang tertentu, dari
dalam ataupun dari Iuar
sistem yang tidak
menyukai sesuatu yang berlawanan, melakukan
sabotase atau mencoba
mencegah upaya . untuk
menjalani perubahan tersebut. Penolakan ini bisa ditunjukkan secara terbuka
dan aktif atau
secara tersembunyi dan
pasif.
Ada empat macam
kategori hambatan dalam
konteks inovasi, yaitu sebagai
berikut.
a.
Hambatan psikologis
Hambatan
ini ditemukan apabila
kondisi psikologis individu menjadi faktor
penolakan. Hambatan psikologis
telah dan masih merupakan kerangka
kunci untuk memahami peristiwa yang
terjadi apabila orang dan
sistem melakukan penolakan
terhadap upaya perubahan. Kita
akan menggambarkan jenis
hambatan ini dengan memilih sebagai contoh, yaitu dimensi kepercayaan/keamanan versus ketidakpercayaan/ketidakamanan karena
faktor ini sebagai
unsur inovasi yang sangat
penting. Faktor-faktor psikologis
lainnya yang dapat mengakibatkan
penolakan terhadap inovasi adalah rasa enggan karena merasa
sudah cukup dengan
keadaan yang ada,
tidak mau repot, atau
ketidaktahuan tentang masalah.
Kita dapat berasumsi
bahwa di dalam
suatu sistem sosial, organisasi atau
kelompok akan ada
orang yang pengalaman
masa lalunya tidak positif.
Menurut para ahli psikologi, perkembangan
ini akan memengaruhi kemampuan dan
keberaniannya untuk
menghadapi perubahan dalam
pekerjaannya. Jika sebuah
inovasi berimplikasi
kurangnya kontrol (misalnya
diperkenalkannya 'model pimpinan tim
atau kemandirian masing-masing
bagian), pemimpin itu akan
memandang perubahan sebagai
hal yang negatif
dan mengancam. Perubahan itu
dirasakannya sebagai kemerosotan, bukan perbaikan.
b. Hambatan
praktis
Hambatan
praktis adalah faktor-faktor penolakan
yang lebih bersifat fisiko
.
Faktor-faktor
yang sering ditunjukkan
untuk mencegahatau
memperlambat perubahari dalam
organisasi dan sistem
sosial, yaitu (1) waktu; (2)
sumber daya; (3) sistem. Program pusat-pusat
pelatihan guru. sangat menekankari aspek-aspek bidang
ini. Hal ini mengindikasikan adanya
perhatian khusus pada
keahlian praktis dan metode-metode yang
mempunyai kegunaan praktis
yang langsung, Oleh karena
itu, inovasi dalam
bidang ini
dapat menimbulkan penolakan yang
berkaitan dengan praktis.
Artinya, semakin praktis
. sifat suatu bidang,
semakin mudah orang meminta
penjelasan tentang penolakan praktis.
Pada pihak lain,
dapat diasumsikan bahwa hambatan praktis
yang sesungguhnya telah dialami oleh banyak orang dalam kegiatan mengajar sehari-hari, yang
menghambat perkembangan dan pembaruan
praktik. Tidak cukupnya
sumber daya ekonomi, teknis,
dan materiel sering
disebutkan.
Dalam hal mengimplementasikan perubahan, faktor
waktu sering kurang diperhitungkan. Segala
sesuatu memerlukan waktu. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengalokasikan banyak waktu apabila membuat
perencanaan inovasi. Pengalaman
menunjukkan bahwa masalah yang tidak diharapkan, yang mungkin tidak dapat diperkirakan pada
tahap perencanaan, kemungkinan
akan terjadi.
Kedua, masalah pada
bidang keahlian dan sumber
daya ekonomi sebagai contoh tentang
hambatan praktis. Dalam
perencanaan dan implementasi inovasi,
tingkat pengetahuah dan
jumlah dana yang tersedia harus
dipertimbangkan. Hal ini
berlaku jika sesuatu
yang sangat berbeda dari
praktik pada masa
lalu akan dilaksanakan. Dengan kata
lain, jika ada
perbedaan yang besar
antara yang lama dengan
yang baru. Dalam
kasus seperti ini, tambahan
sumber daya dalam bentuk
keahlian dan keuangan
dibutuhkan. Pengalaman menunjukkan
bahwa dana sangat
dibutuhkan, khususnya pada awal dan
selama masa penyebarluasan gagasan
inovasi. Hal ini mungkin
terkait dengan kenyataan
bahwa bantuan dari
luar, perala tan baru, realokasi, buku
teks, dan lain-lain. Diperlukan
selama fase awal. Sumber
dana yang dialokasikan untuk
perubahan sering tidak disediakan dari
anggaran tahunan. Media
informasi dan tindak lanjutnya sering
dibutuhkan selama fase
penyebarluasan gagasan inovasi.
Selain
dana, faktor lain
yang dibutuhkan untuk
melakukan perbaikan dalam praktik
adalah sumber daya keahlian, seperti pengetahuan dan keterampilan orang-orang yang dilibatkan. Dengan kata lain, jarang
sekali dapat memilih
antara satu jenis
sumber atau jenis sumber lainnya,
padahal kita memerlukan
semua jenis sumber itu.
c. Hambatan kekuasaan
dan nilai
Apabila dijelaskan secara singkat, hambatan nilai
melibatkan kenyataan bahwa suatu
inovasi mungkin selaras
dengan nilai-nilai, norma dan
tradisi yang dianut
orang-orang tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan
nilai-nilai yang dianut orang lain. Jika
inovasi
Berlawanan dengan nilai-nilai
sebagian peserta, bentrokan
nilai akan terjadi dan
penolakan terhadap inovasi
pun muneul. Apakah
kita berbieara tentang penolakan
terhadap perubahan atau
terhadap nilai- nilai dan
pendapat yang berbeda,
dalam banyak kasus,
itu bergantung pada
definisi yang digunakan.
Banyak inovator mengalami
konflik yang jelas dengan
orang lain, tetapi
setelah dieksplorasi lebih
jauh, ternyata mereka mendapati
kesepakatan dan aliansi
dapat dibentuk.
3. Dampak
Inovasi dan Upaya Penanganannya
Konsekuensi
inovasi sebagai perubahan yang
terjadi pada individu atau
sistem sosial sebagai
akibat dari adopsi
inovasi pasti akan memberikan
dampak. Konsekuensi inovasi
jarang diteliti karena; (a) agensi perubahan
memberi perhatian terlalu
banyak pada adopsi dan
mengasumsikan konsekuensi adopsi
pasti positif, (b) metode
riset survei mungkin tidak
coeok untuk meneliti
konsekuensi inovasi, (e) sulitnya mengukur
konsekuensi inovasi.
Konsekuensi
inovasi dapat dibagi
rrienjadi; (a) diinginkan vs tidak diinginkan, (b) langsung vs.
tidak langsung (c) diantisipasi vs
tidak dian tisi pasi.
Hal lain yang
berkaitan dengan konsekuensi inovasi
adalah tingkat perubahan dalam
sistem yang mungkin
mengalami; (a)
kesetimbangan stabil (inovasi
tidak menyebabkan perubahan
dalam struktur dan atau fungsi sistem sosial), (b) kesetimbangan dinamis(perubahan yang
disebabkan inovasi setara
dengan kemampuan sistem sosial
untuk menanganinya), (e) disequilibrium (perubahan yang disebabkan
inovasi terlalu eepat
untuk ditangani sistem.
sosial). Dengan demikian, tujuan
inovasi adalah meneapai
kesetimbangan dinamis.
Salah
satu faktor penghambat inovasi pend
idikan adalah muneulnya penolakan
pelaksanaan inovasi
tersebut., Beberapa hal yang
menyebabkan inovasi ditolak
oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau
di sekolah, yaitu
sebagai berikut.
a.
Sekolah atau
guru tidak dilibatkan dalam proses
pereneanaan,
peneiptaan dan pelaksanaan inovasi
tersebut, sehingga ide
baru atau inovasi tersebut
dianggap oleh guru
atau sekolah bukan sebagai miliknya yang
tidak perlu dilaksanakan karena
tidak sesuai dengan
keinginan atau kondisi
sekolahnya
b. Guru ingin
mempertahankan sistem atau
metode yang mereka lakukan saat sekarang
karen a sistem atau metode tersebut
sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin
diubah. Di samping itu,sistem
yang mereka mi liki
dianggap telah memberikan rasa aman
atau kepuasan serta
sesuai dengan pikiran mereka.
c. Inovasi baru
yang dibuat oleh
pus at (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan
dan kondisi yang dialarni oleh guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh
Munro (1987:36) yang mengatakan “Mismatch between teacher's intention and practice
is important barrier to
the success of the innooatorv program."
d. Inovasi yang
diperkenalkan dan dilaksanakan, yang berasal dari pusat,
merupakan kecenderungan sebuah
proyek yang segala sesuatunya ditentukan
oleh pencipta inovasi dari
pusat. Inovasi ini bisa
terhenti jika proyek
itu selesai atau
jika finansial dan keuangannya tidak
ada lagi. Dengan demikian, pihak
sekolah atau guru terpaksa
melakukan perubahan sesuai
dengan kehendak para inovator
di pusat dan tidak
mempunyai wewenang untuk mengubahnya.
e. Kekuatan
dan kekuasaan pusat yang sangat besar
sehingga dapat menekan sekolah
atau guru melaksanakan keinginan pusat,
yang belum tentu sesuai dengan kemauan dan situasi sekolahnya.
BAB
4
KARAKTERISTIK,STRATEGI,
DAN PETUNJUK PENERAPAN INOVASI PENDIDIKAN
A.
KARAKTERISTIK INOVASI PENDIDIKAN
Cepat lambatnya penerimaan
inovasi, termasuk inovasi pendidikan oleh masyarakat
luas dipengaruhi oleh karakteristik inovasi. Menurut Rogers (1983: 14-15), karakteristik inovasi
pendidikan adalah sebagai berikut.
1.
Keunggulan relatif
Keunggulan relatif, yaitu sejauh
mana inovasi dianggap menguntungkan bagi
penerimanya. Tingkat keuntungan
atau kemanfaatan suatu inovasi
dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, atau dari
faktor status sosial
(gengsi), kesenangan,
kepuasan, atau karena
mempunyai komponen yang sangat penting. Semakin
besar keunggulan relatif
dirasakan oleh pengadopsi,
semakin cepat inovasi dapat diadopsi.
2. Kompatibel (compatibility),
yaitu tingkat kesesuaian dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Sebaga contoh,
jika inovasi teknologi pendidikan, yaitu
suatu konsep pendidikan yang
mempunyai persamaan dengan
pendidikan klasik ten tang peranan
pendidikan dalam menyampaikan informasi.Di antara keduanya ada
yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan yang
lebih diutamakan
adalah pembentukan
dan penguasaan kompetensi
atau kemampuan kemampuan praktis, bukan pengawetan
dan pemeliharaan budaya lama.
3. Kompleksitas (complexity), yaitu
tingkat kesukaran untuk memahami dan manggunakan
inovasi bagi penerima.
4. Trialabilitas
(trialability), yaitu dapat dicoba
atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
5. Dapat diamati
(obsevability), yaitu
mudah diamati atau
tidaknya suatu hasil inovasi
oleh penerima.
B. STRATEGI
INOVASI
PENDIDIKAN
Salah satu faktor yang
ikut menentukan efektivitas
pelaksanaan program perubahan sosial
adalah ketepatan penggunaan
strategi. Akan tetapi, memilih
strategi yang tepat
bukan pekerjaan yang mudah.
Sukar untuk memilih satu
strategi tertentu guna mencapai tujuan atau
target perubahan sosial
tertentu.
1. Strategi
Fasilitatif
Strategi
fasilitatif digunakan untuk memperbaharui bidang pendidikan. Adanya kurikulum baru
dengan pendekatan keterampilan proses misalnya, memerlukan perubahan atau pembaharuan
kegiatan belajar mengajar.
Jika untuk keperluan tersebut digunakan pendekatan fasilitatif, program pembaharuan yang dilaksanakan menyediakan berbagai macam fasilitas dan sarana yang diperlukan. Sekalipun demikian, fasilitas
dan sarana itu
tidak akan banyak bermanfaat dan menunjang penibahan jika
guru atau pelaksana
pendidikan sebagai sasaran
perubahan tidak memahami masalah pendidikan yang
dihadapi, tidak merasakan perlu adanya perubahan pada dirinya,
tidak perlu atau
tidak bersedia menerima bantuan dari
luar atau dari
yang lain, tidak
memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam
usaha pembaharuan.
Demikian pula seandainya dalam pembaharuan kurikulum disediakan berbagai macam fasilitas media instruksional dengan maksud agar pelaksanaan kurikulum baru dengan pendekatan keterampilan proses
dapat lancar, ternyata
para guru sebagai sa saran perubahan tidak memiliki kemampuan untuk
menggunakan media, perlu
diusahakan adanya kemampuan atau
peranan yang baru,
yaitu pengelola atau sebagai
pemakai media institusional.
2. Strategi Pendidikan
Perubahan sosial didefinisikan sebagai pendidikan atau pengajaran kembali (re-educations)
(Zaltman, Duncan, 19'77: 111). Pendidikan juga dipakai sebagai strategi
untuk mencapai tujuan perubahan sosial. Dengan menggunakan strategi
pendidikan, perubahan sosial
dilakukan dengan cara
menyanfpaikan fakta dengan maksud
penggunaan fakta atau inforrnasi untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan. Dasar
pemikirannya adalah manusia akan
mampu untuk mernbedakan
fakta serta memilihnya guna mengatur
tingkah lakunya apabila fakta ditunjukkan kepadanya, Zaltman menggunakan istilah
re-education dengan
alasan bahwa dengan strategi ini
memungkinkan seseorang untuk
belajar lagi tentang sesuatu
yang dilupakan yang sebenarnya
telah dipelajarinya sebelum.mempelajari tingkah
laku atau sikap
yang baru.
Agar penggunaan strategi pendidikan dapat
berlangsung secara efektif, ada
beberapa hal yang
harus dipertimbangkan, yaitu
sebagai
berikut.
a . Strategi pendidikan
dapat digunakan secara
tepat dalam kondisi dan
situasi:
1. apabila
perubahan sosial yang
diinginkan, tidak harus terjadi dalam
waktu yang singkat
(tidak ingin segera
cepat, berubah);
2. apabila sasaran perubahan
(guru) ·belum memiliki keterampilanatau
pengetahuan
tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan program perubahan
sosial
3. apabila
menurut perkiraan akan
teriadi penolakan yang kuat oleh guru terhadap perubahan
yang diharapkan;
4. apabila
dikehendaki perubahan yang
sifatnya mendasar dari pola
tingkah laku yang sudah
ada ke tingkah laku yang baru;
5. apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah diketahui dan
dimengerti atas dasar
sudut pandang guru sendiri, serta
diperlukan adanya kontrol
dari guru.
b. Strategi
pendidikan untuk melaksanakan
program perubahan akan efektif jika:
1. digunakan
untuk menanamkan
prinsip-prinsip yang perlu dikuasai untuk digunakan sebagai
dasar tindakan
selanjutnya, sesuai dengan
tujuan perubahan sosial
yang akan dicapai;
2. disertai
dengan keterlibatan berbagai pihak,
misalnya dengan donatur dan
berbagai penunjang yang lain;
3. digunakan
untuk menjaga agar
guru tidak menolak perubahan atau
kembali ke keadaan sebelumnya;
4. Digunakan untuk
menanamkan pengertian tentang hubungan antara gejala dengan
masalah, menyadarkan adanya masalah
dan memantapkan bahwa
masalah yang dihadapi dapat
dipecahkan dengan adanya
perubahan.
c. Strategi
pendidikan akan kurang
efektif jika:
1. tidak
tersedia sumber yang
cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan;
2. digunakan tanpa
dilengkapi dengan strategi lain.
3.
Strategi Bujukan
Program perubahan
sosial dengan menggunakan strategi bujukan, artinya
tujuan perubahan sosial
dicapai dengan cara membujuk (merayu) agar sasaran perubahan (guru) mau mengikuti perubahan sosial yang direncanakan. Sasaran perubahan diajak untuk mengikuti
perubahan dengan cara
memberikan alas an, mendorong,
atau mengajak untukmengikuti contoh
yang diberi. Strategi bujukan dapat berhasil
apabila berdasarkan alasan
yang rasional pemberian fakta yang
akurat.
Strategi
bujukan tepat digunakan apabila:
a guru (sasaran
perubahan) tidak berpartisipasi dalam
proses perubahan sosial;
b. guru berada
pada tahap evaluasi atau
legitimasi dalam proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perubahan sosial;
c. guru diajak untuk
mengalokasikan sumber penunjang
perubahan dari kegiatan atau
program ke kegiatan atau
program yang lain;
d. masalah
dianggap kurang penting atau jika cara pemecahan masalah kurang efektif;
e. pelaksana
program perubahan tidak memiliki
alat kontrol secara langsung terhadap
sasaran perubahan;
f. perubahan sosial
sangat bermanfaat, tetapi
mengandung risiko yang dapat
menimbulkan perpecahan;
g. perubahan
tidak dapat dicobakan, sukar dimengerti,
dan tidak
dapat diamati manfaatnya secara
langsung;
h. dimanfaatkan
untuk melawan penolakanterhadap perubahan pada saat awal
diperkenalkannya perubahan sosial yang diharapkan.
4. Strategi
Paksaan
Pelaksanaan program
perubahan sosial dengan: menggunakan strategi paksaan,
artinya dengan cara
memaksa guru (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan. Hal-hal yang
dipaksa merupakan bentuk dari
hasil target yang
diharapkan. Kemampuan untuk melaksanakan
paksaan bergantung pada
hubungan control antara pelaksana perubahan
dengan sasaran. Jadi, ukuran
hasil target
perubahan_ bergantung dari
kepuasan pelaksanaan perubahan. Kekuatan paksaan artinya
sejauh mana pelaksana
perubahan dapat memaksa guru
bergantung pada tingkat ketergantungan guru dengan pelaksana perubahan. Kekuatan paksaan juga
dipengaruhi berbagai faktor, antara
lain ketatnya pengawasan
yang dilakukan pelaksana perubahan terhadap
guru. Tersedianya berbagai
alternatif untuk mencapai tujuan
perubahan dan tersedianya
dana (biaya) untuk menunjang pelaksanaan
program, misalnya untuk
memberi hadiah kepada guru
yang berhasil menjalankan program perubahan
dengan baik.
Strategi
bujukan tepat digunakan apabila:
a guru (sasaran
perubahan) tidak
berpartisipasi dalam proses perubahan sosial;
b. guru berada
pada tahap evaluasi
atau legitimasi dalam proses pengambilan keputusan untuk menerima
atau menolak perubahan sosial;
c. guru diajak untuk
mengalokasikan sumber penunjang
perubahan dari kegiatan atau
program ke kegiatan atau
program yang lain;
d. masalah dianggap
kurang penting atau
jika cara pemecahan masalah kurang
efektif;
e. pelaksana
program perubahan tidak memiliki
alat kontrol secara langsung terhadap
sasaran perubahan;
f. perubahan sosial
sangat bermanfaat, tetapi
mengandung risiko yang dapat
menimbulkan perpecahan;
g. perubahan tidak
dapat dicobakan, sukar dimengerti,
dan tidak dapat diamati manfaatnya
secara langsung;
h. dimanfaatkan untuk
melawan penolakanterhadap perubahan p ada saat awal
diperkenalkannya perubahan sosial yang diharapkan.
4. Strategi
Paksaan
Pelaksanaan program
perubahan sosial dengan: menggunakan strategi paksaan,
artinya dengan cara
memaksa guru (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan. Hal-hal yang
dipaksa merupakan bentuk dari
hasil target yang
diharapkan. Kemampuan untuk melaksanakan
paksaan bergantung pada
hubungan control antara pelaksana perubahan
dengan sasaran. Jadi, ukuran
hasil target
perubahan bergantung dari kepuasan pelaksanaan perubahan.
Kekuatan paksaan artinya sejauh
mana pelaksana perubahan
dapat memaksa guru bergantung pada
tingkat ketergantungan guru dengan pelaksana perubahan. Kekuatan paksaan juga
dipengaruhi berbagai faktor, antara
lain ketatnya pengawasan
yang dilakukan pelaksana perubahan terhadap
guru. Tersedianya berbagai
alternatif untuk mencapai tujuan
perubahan dan tersedianya
dana (biaya) untuk menunjang pelaksanaan
program, misalnya untuk
memberi hadiah kepada guru
yang berhasil menjalankan program perubahan
dengan baik.
Strategi ini cenderung memaksakan kehendak,
ide, dan pikiran sepihak tanpa
menghiraukan kondisi dan
keadaan serta situasi inovasi itu akan
dilaksanakan. Kekuasaan memegang
peranan yang sangat kuat
dalam menerapkan ide-ide
baru dan perubahan
sesuai dengan kehendak dan
pikiran pencipta inovasinya.
Adapun pihak pelaksana yang
sebenarnya merupakan objek
utama inovasi yang tidak dilibatkan,
baik dalam proses perencanaan maU,pun pelaksanaannya. Para
inovator hanya menganggap pelaksana sebagai objek, bukan
sebagai subjek yang
harus diperhatikan serta dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengimplementasiannya.
b.
Strategi empiris rasional
Asumsi dasar dalam
strategi ini bahwa
manusia mampu menggunakan pikiran
logisnya atau akalnya untuk
bertindak secara
rasional. Dalam
kaitan dengan
ini, inovator bertugas
mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan
metode yang valid untuk
memberikan manfaat bagi
penggunanya. Di samping itu, strategi ini
didasarkan atas pandangan
yang optimistis seperti dikatakan Bennis,
Benne, dan Chin
yang dikutip dari
Cece Wijaya dkk. (1991),di sekolah, para
guru menciptakan strategi
atau metode mengajar yang
menurutnya sesuai dengan
akal yang sehat,
dan berkaitan dengan situasi
dan kondisi, bukan
berdasarkan pengalaman guru. Oalam
berbagai bidang, para
pencipta inovasi melakukan perubahan
dan inovasi untuk
bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman
dalam bidangnya itu, yang
telah digeluti berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Inovasi demikian
memberi dampak yang lebih baik daripada model
inovasi pertama. Hal ini
disebabkan oleh kesesuaian
dengan kondisi nyata di
tempat pelaksanaan inovasi
tersebut.
c.
Strategi normatif re-edukatif
Jenis strategi inovasi ketiga adalah normatif re-edukatif· pendidikan yang
berulang, yaitu strategi
inovasi yang didasarkan pada pemikiranpara ahli pendidikan, seperti
Sigmund Freud, John Dewey, Kurt
Lewis,dan beberapa pakar
lainnya (Cece Wijaya:1991),
yang menekankan cara
klien memahami perfnasalahan pembaharuan
seperti perubahan sikap,
kemampuan, dan-nilai-nilai
yang berhubungan dengan
manusia.
Dalam pendidikan, sebuah
strategi yang menekankan
pada pemahaman pelaksana dan
penerima inovasi dapat
dilakukan berulang-ulang.
Misalnya, dalam pelaksanaan
perbaikan sistem belajar mengajar
di sekolah, para
guru sebagai pelaksana
inovasi terus-menerus
melaksanakan perubahan sesuai
dengan kaidah- kaidah pendidikan.
Kecenderungan pelaksanaan model demikian
lebih menekankan pada proses
mendidik dibandingkan degan
hasil perubahan. Pendidikan yang
dilaksanakan lebih mendapat
porsi dominan sesuai dengan
tujuan menu rut pikiran
dan rasionalitas yang dilakukan
berulang-ulang agar semua
tujuan yang sesuai dengan pikiran
dan kehendak pencipta
dan pelaksananya dapat tercapai.
C. PETUNJUK
PENERAPAN INOVASI
Petunjuk penerapan inovasi
di suatu sekolah
dapat diuraikan sebagai berikut. .
1.
Membuat Rumusan Inovasi
Buat
rumusan yang jelas tentang
inovasi yang akan
diterapkan, misalnya:
a. Apa
yang diperlukan sehingga
perlu ada perubahan?
b. Adakah hal-hal lain
yang ikut menunjang
penerapan. inovasi?
Untuk
mempermudah perumusan tentang
kebutuhan dan inovasi yang akan
diterapkan, pertanyaan berikut
ini dapat dijadikan acuan, yaitu
apakah inovator:
a.. mengatur sistem
kepenasihatan siswa?
b. mengubah
cara kerja konselor?
c. mengumpulkan data oleh siswa, guru, dan
supervisor yang memerhatikan bagaimana
kelompok menggtinakan waktu, dalam kegiatan
apa saja, di mana kegiatan
dilakukan, dengan siapa
dilakukan, dan apa hasilnya, dengan tujuan dapat mengadakan rediagnosis untuk mencapai perubahan yang
konstruktif?
d. Mengembangkan pembagian tugas dewan
guru dalam menunjang kelancaran program
sekolah (kejelasan tugas wakil kepala
sekolah bidang pengajaran, kesiswaan,
sarana, dan sebagainya)?
e.mengembangkan sistern pengelolaan
sekolah agar program sekolah dapat
berjalan secara efektif
di bawah pimpinan kepala sekolah?
f. membagi wewenang dan
tanggung jawab kepala
sekolah kepada para guru,
sehingga semua merasa
ikut bertanggung jawab atas
baik dan buruknya
sekolah?
g. mengusahakan lebih produktif lagi dalam hal mendayagunakan waktu, uang,
fasilitas, personal, dan berbagai
macam sumber yang lain?
h.mengembangkan cara menilai
program sekolah yang lebih reliabel dan
valid (lebih andal
dan sahih)?
i.membantu orangtua atau
pihak lain untuk mengembangkan sikap positif terhadap program
sekolah dengan car a meningkatkan saling
pengertian serta ikut
berpartsiapsi secara positif dalam
kebijakan dan prosedur
untuk memperbaiki sekolah?
j. menambah,
mengurangi atau mengubah persyaratan kurikulum?
k. menambah
jumlah dan macam
mata pelajaran pilihan?
l.mengadakan minicourses (kursus singkat)
atau menambah apa yang
sudah ada?
m. memiliki pengalaman yang lebih mendalam lagi tentang belajar jarak
jauh?
n.menyarankan lebih banyak
lagi atau dikurangi
pemberian pekerjaan rumah
bagi siswa?
o. mengadakan studi tentang
hubungan antara jumlah
uang yang digunakan di sekolah
dengan peningkatan produktivitas yang
dicapai setiap orang?
p. mengubah tahun ajaran
sekolah menjadi lebih
lama atau lebih pendek. Memperluas penggunaan sistem
kredit?
q. mengubah peraturan kehadirari
guru dan siswa
agar bekerja dengan tempat
yang memadai?
r. menghubungkan besar kecilnya
jumlah anggota kelompok
siswa dengan tujuan instruksional?
s. menambah atau mengurangi
jumlah siswa yang
akan diterima di sekolah?
t. mengubah
model bangunan gedung
sekolah dalam upaya mendayagunakan berbagai
fasilitas yang ada dengan efisien dan efektif?
u. menambah atau
mengubah sesuatu yang
lain dalam arti mengusahakan agar lebih sesuai
dengan kebutuhan lokal, permasalahan yang ada, kesempatan yang tersedia, dan personal yang ada?
Berikut ini ada
beberapa pertanyaan penuntun untuk mempermudah inovator
membuat keputusan tentang
tindakan yang harus dilakukan
untuk meningkatkan mutu
sekolah.
a. Apakah
Anda secara pribadi
menggunakan cara pendekatan komunikasi dua
arah untuk memberikan
motivasi kepada guru, siswa,
orangtua murid, warga
masyarakat, dan pegawai
kantor (tata usaha) untuk mencari
cara yang tepat
guna meningkatkan
efektivitas proses belajar
mengajar
b. Apakah Anda
telah mempertimbangkan sejumlah besar
alternatif dari segala
macam aspek persekolahan
yang mungkin perlu dilengkapi
atau disempurnakan?
c. Adakah
kebutuhan siswa, guru,
dan orang di luar
sekolah yang saat ini belum dilayani
oleh program sekolah?
d. Data apa
yang telah dimiliki atau mungkin akan segeradiperoleh yang
akan membantu untuk
memberikan motivasi perlunya
ada inovasi?
e. Bagaimana
Anda akan menentukan inovasi-yang mungkin dapat diterapkan dan
mudah menanganinya sesuai
dengan situasi di sekolah
f. Langkah
positif mana yang
dapat dilakukan untuk
menekan oposisi (perlawanan) yang selalu muncul dalam.berbagai macam bentuk dan
tingkatan jika Anda
mengadakan perubahan atau inovasi?
g. Bagaimana
Anda akan bersikap
dalam situasi yang
tidak dapat diatasi atau
merupakan dilema dan
sukar dise1esaikan?
h. Maukah Anda secara
pribadi menerima beban tanggung jawab untuk bekerja
sarna dengan orang lain dalam
usaha menerapkan inovasi di sekolah
tempat Anda bekerja?
2.
Penggunaan Metode
Ada
beberapa metode atau
cara yang memberi
kesempatan untuk
berpartisipasi secara aktif
dalam usaha mengubah
pribadi ataupun sekolah.
Berikut ini akan
diuraikan tentang cara guru dan kepala
sekolah mengadakan
pembaharuan atau menerapkan
inovasi.
a. Tujuan diadakannya
inovasi pelu dimengerti dan diterima
oleh guru, siswa, orangtua,
dan masyarakat. Harus
dikemukakan dengan jelas alas an
adanya inovasi. Demikian
pula tujuan inovasi hendaknya
dapat dirumuskan dengan
jelas, baik pengetahuan, keterampilan maupun
sikap. Jika semua
tujuan dapat ditunjukkan
dengan jelas, maka guru,
siswa, dan orangtua siswa
akan memahami hal-hal yang
diharapkan oleh inovator. Usaha untuk memperjelas informasi inovasi
ini , perlu mendayagunakan segala fasilitas
yang ada.
b. Motivasi
positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi. Motivasi dengan ancaman, dengan mengajak agar orang mengikuti yang dilakukan oleh orang lain, atau
dengan menasihati agar
orang menghindari kegagalan, belum tentu
dapat berhasil. Kepandaian
untuk menganalisis tujuan serta
potensi hasil inovasi
sangat diperlukan untuk memberikan motivasi yang tepat.
Apakah tujuan merupakan hal yang sangat
perlu atau hanya merupakan hal yang pantas
untuk dicapai. Orang yang
akan memberikan motivasi kepada orang lain
harus memerhatikan adanya
perbedaan individual. Usaha penerapan
inovasi harus dapat
diterima oleh guru
dan siswa sebagai anggota
masyarakat sekolah.
c. Harus diusahakan
agar individu ikut
berpartisipasi dalam
mengambil keputusan inovasi.
Guru, siswa ataupun
orangtua diberi kesempatan ikut berperan dalam mengambil keputusan
menerima atau menolak inovasi. Mereka
diberi kesempatan memikirkan, mendiskusikan, dan mempertimbangkan perlunya inovasi. Untuk
keperluan
itu, perlu dipersiapkan berbagai alternatif cara
pemecahan masalah atau
memenuhi kebutuhan yang diperlukan.
Usahakan pemberian informasi yang sejelas- jelasnya tentang
inovasi (apa, mengapa, dan
bagaimana), dengan menggunakan
berbagai mac am fasilitas
dan media yang
ada. Demikian pula, data tentang
kondisi dan situasi
sekolah yang berkaitan dengan
inovasi dikumpulkan, kemudian
dianalisis untuk menentukam
cara atau prosedur yang tepat
dalam penerapan inovasi.
d. Perlu direncanakan tentang
evaluasi keberhasilan program inovasi. Kejelasan tujuan
dan cara menilai keberhasi lan penerapan inovasi merupakan motivasi yang kuat
untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.
Di samping
keempat hal tersebut, perlu
diperhatikan juga urutan langkah
pelaksanaan program yang
harus dibuat dengan
fleksibel. Artinya, jadwal kegiatan
disesuaikan dengan perbedaan
individual, baik dalam kemampuan,
kesempatan, maupun kesibukan.
Inovator harus menyadari bahwa tidak semua
kegiatan harus dilakukan dalam jumlah waktu
yang sarna dan
dengan jenis kegiatan yang sarna. Hal yang penting
adalah kejelasan pembagian
tugas. Dalam manajemen terkenal dengan menggunakan pendekatan program-evaluation-
review-technique (PERT) perlu
juga dipikirkan tentang kemungkinan terjadi penyimpangan
atau kegagalan, dan mempersiapkan
cara menghindari atau menekan
sekecil mungkin terjadinya
penyimpangan penerapan inovasi
3. Penggunaan
Berbagal Alternatif Pilihan
(Option)
Gunakan
berbagai macam alternatif pilihan (option) untuk mempermudah penerapan
inovasi.
Hal ini dikemukakan
berdasarkan pemikirarr bahwa pihak
yang menerapkan inovasi, baik
guru maupun siswa
memiliki perbedaan individual.
Menghendaki keseragaman untuk semua
orang tentu akan sukar. Akan tetapi,
semakin banyak
memberikan peluang untuk memilih berarti
semakin memberikan peluang untuk
ikut mengambil bagian sesuai dengan
minat dan kemampuannya.
Misalnya, inovasi kurikulum
akan mudah diterapkan
jika memberikan berbagai alternatif tentang
pemilihan mata pelajaran, ada
yang wajib dan ada yang
pililian. Demikian pula, cara menilai
atau penggunaan metode, semakin banyakpilihan yang disediakan
guru, semakin mendapat kesempatan
untuk melaksanakan sesuai
dengan kemampuan dan situasi
kondisi setempat.
4. Penggunaan Data
Informasi
Gunakan
data atau informasi
yang sudah ada
untuk bahan pertimbangan dalam
menyusun perencanaan dan penerapan inovasi.
Sebelum
memulai merumuskan ide inovasi,
perlu diketahui dulu dengan
berdasarkan data yang
akurat tentang kondisi
dan situasi yang ada di sekolah. Kemudian, mencoba mencari
masalah apa yang sebenarnya
dihadapi sekolah itu. Apakah
dengan inovasi kurikulum, metode mengajar,
penggunaan media, evaluasi, dan sebagainya akan memecahkan permasalahan? Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan kemungkinan
memecahkannya, dibuatkan urutan prioritas yang
harus diusahakan lebih
dulu.
Demikian
pula, untuk melancarkan
pelaksanaan inovasi, perlu menggunakan data
hasil penelitian dan
informasi dari berbagai sumber yang
dapatdipercaya, Misalnya, dari
penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa ada
hubungan yang positif
antara tingkat
kesejahteraan dengan penerimaan inovasi.
Semakin sejahtera
kehidupan seseorang, semakin
mudah menerima inovasi.
Mungkin karena orang yang
mampu semakin berani
mengambil risiko, atau mungkin
karena inovasi memerlukan biaya, yang mampu
tentu lebih mudah menerima
karena mampu membiayai.
Berdasarkan data tersebut perlu
dipertimbangkan penerapan inovasi
di sekolah dengan melihat kemungkinan pelaksanaan program kegiatannya berdasarkan kemampuan
atau kondisi sekolah
tersebut. Usahakan cara
yang paling sesuai
dengan keadaan lingkungan.
5. Penggunaan
Tambahan Dat
Gunakan tambahan data untuk memperrnudah fasilitas terjadinya penerapan
inovasi.
Perubahanatau
inovasi di sekolah memerlukan
perspektif yang sangat luas. Berbagai data
dari berbagai bidang
dan sudut pandang perlu didayagunakan. Misalnya,
untuk mengadakan perubahan ten tang cara
belajar siswa, inovator
perlu .mengetahui data
hasil penilaian setiap siswa
untuk setiap bidang
studi, dan tentang kemampuan setiap
siswa secara keseluruhan
dibandingkan-dengan kemampuan
teman yang lain. Data lain
yang biasa diperlukan
dalam penerapan inovasi
di sekolah, antara lain:
a. pemahaman
dan partisipasi siswa
terhadap program yang
ada
pengertian
tentang program yang
baru;
b. tingkat
kemajuan ten tang program
baru;
c. analisis
kemudahan dan kesukaran
untuk mencapai tujuan;
d. penilaian
terhadap bahan media
instruksional yang diproduksi sekolah jumlah dan
macam diagnostik tes dari siswa:
e. perubahan
penampilan (performance) siswa
berdasarkan instrumen yang
telah dibakukan;
f. perubahan
isi kurikulum dan organisasi kurikulum;
g. pandangan
para ahli tentang
hasil pengamatannya terhadap program baru
Perlu diperhatikan juga
hubungan inovasi dengan
lembaga di luar sekolah
yang berkaitan dengan
pelaksanaan pendidikan.
Perubahart atau inovasi di
sekolah dapat menimbulkan
pertanyaan ataumungkin
mendapat tantangan dari
berbagai pihak, misalnya pemerintah daerah,
universitas, organisasi guru,
dan sebagainya. Sebelum mengadakan
inovasi, badan atau
lembaga di luar sekolah yang
ada hubungannya dengan
aturan atau pengaruh
terhadap pelaksanaan pendidikan
perlu dihubungi dan diberi
penjelasan lebih dahulu
6.
Manfaatkan Pengalaman dari
Lembaga Lain
Pengalaman sekolah yang
telah menerapkan inovasi
dapat dipakai sebagai bah an
pertimbangan dalam mengambil
kebijakan pelaksanaan
inovasi di sekolah,
meskipun penentuannya harm dilakukan harus
berdasarkan kondisi dan
situasi di sekolah.
Ada sepuluh hal yang
dapat dipakai untuk
melancarkan penerapan inovasi di sekolah,
yaitu sebaga berikut. .
a.
Gunakan guru penasihat.
Siswa dibagi menjadi
beberapa kelompokdan setiap kelompok memiliki
guru penasihat tersendiri.Guru penasihat
akan membantu siswa
dalam melaksanakan program belajarnya.
b. Sediakan pilihan
(option). Dalam pengelolaan
program belajar perIu disediakan
berbagai pilihan, baik mengenai
mata pelajaran yang harus
diambil maupun cara
belajarnya. Semakin banyak pilihan berarti
semakin melayani adanya
perbedaan individual anak.
c. Mengembangkan media.
Sebagai konsekuensi dengan
adanya pilihan cara belajar,
inovator perIu mengembangkan berbagai macam media
instruksional.
d. Merevisi kurikulum
dengan menggunakan mini
courses (kursus
singkat). Dalam pelaksanaan revisi
kurikulum digunakan dengan kursus dalam berbagai aspek
kurikulum. Kursus singkat tentang penilaian,
cara membuat persiapan, cara menyusun tes, dan sebagainya.
e. Membuat
tempat belajar yang
lebih baik dalam gedung yang ada. Agar
siswa dapat belajar
dengan
tenang
perIu disediakan
tempat-tempat belajar khusus dalam
gedung yang ada. Misalnya,
dibuatkan ruang tempat
belajar sendiri, tempat belajar kelompok, dan sebagainya.
f. Membuat jadwal
yang fleksibel. Tidak
semua kegiatan dengan jadwal jam
yang sama, Untuk
pelajaran yang banyak,
inovator dapat menggunakan latihan/
praktik perIu waktu
yang lebih lama dari
pelajaran yang hanya
dengan ceramah, dan sebagainya.
g. Meningkatkan penggunaan
lingkungan sebagai sumber
belajar, Banyak keadaan
atau alam yang
ada di sekitar
dapat
didayagunakan
sebagai sumber belajar. Siswa diberi tugas untuk mengamati dan mengadakan wawancara dengan
warga masyarakat dalam melakukan
kegiatan belajar.
h.
Mengadakan penilaian program
penerapan inovasi.
i.
Mengadakan penilaian dan
pelaporan hasil belajar siswa. Dengan laporan
dapat diketahui sejauh
mana hasil penerapan inovasi terhadap peningkatan prestasi
belajar siswa.
j. Membuat tim supervisi. Untuk mengawasi kegiatan,
dibuat tim yang setiap
anggotanya bertugas untuk
mengawasi bidang tertentu, keamanan,
ketertiban, kebersihan, dan
sebagainya. Kepala sekolah dapat
mencurahkan pengawasan pada kegiatan belajar mengajar.
7. Bertindak Secara
Positif untuk Mendapatkan Kepercayaan
Dunia
pendidikan sangat berat
menghadapi tantangan
perubahan zaman. Jika dunia
komersial menghabiskan jutaan
dolar untuk mengubah kebiasaan masyarakat, dan
kalangan politik
menghabiskan sejumlah besar
uang untuk menjaga
kestabilan kekuasaan dan pemerintahan, dunia
pendidikan sukar untuk memperoleh dana
guna mengadakan pembaharuan. Sekalipun demikian, pimpinan
pendidikan harus melakukan
langkah atau menyukseskan usahanya,
yaitu:
a. Kepala
sekolah harus memahami
tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan sekolahnya;
b. Kepala sekolah
harus menghayati kenyataan
bahwa inovasi perlu diadakan untuk perbaikan;
c.
Kepala sekolah harus
yakin bahwa sekolah
ini tepat untuk menerapkan inovasi;
d. Kepala sekolah
harus bany ak
mencurahkan waktu dan tenaganya, baik untuk kegiatan sekolah, luar sekolah,
maupun masyarakat yang memerlukan
tenaganya, guna menjalin hubungan
yang akrab dengan
segala pihak. Dengan
cara demikian, mereka mau mengerti
dan memberikan bantuan untuk kelancaran program
inovasi. Tidak mungkin inovasi
akan berhasil jika kepala sekolah
hanya- duduk di kantornya, tanpa
berbuat dengan cepat dan
tepat sesuai dengan
keperluan.
8.
Ciptakan Kepemimpinan yang
Efektif
Problem
yang dihadapi oleh
kepala sekolah sangat
kompleks. Perlunya
kepemimpinan yang mantap,
konsisten, dan efektif saat ini sangat terasa
karena kepala sekolah
selalu dikepung oleh
berbagai
macam tantangan, baik
dari pemerintah berupa
instruksi atau
peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan, organisasi
guru berupa saran
perbaikan, kelompok mas
arakat atau persatuan orangtua siswa berupa permintaan peningkatan kualitas hasil pendidikan di sekolah, atau
mungkin juga dan berbagai
yayasan pendidikan. Sekalipun demikian,
banyak juga kepala
sekolah yang tetap bersikap positif danmampu melaksanakan kepemimpinan yang produktif, di sela-sela
berbagai macam tantangan dan
permasalahan yang harus
dipecahkan.
Untuk.melaksanakan program inovasi dengan efektif dalam menghadapi berbagai macam
tantangan tersebut, kepala
sekolah perlu menggunakan sistem
pengorganisasian yang tepat, Berdasarkan pengalaman para
pelaksana Model Schools Project di Amerika Serikat, disarankan digunakannya
"Team Manajemen Pengawasan"
(Supervisory-Management = S-M Team).
Ada dua elemen-dasar dalam team
S-M untuk meningkatkan kepemimpinan
sekolah. Pertama, peranan
kepemimpinan harus disebarluaskan melalui perluasan konsep
tim: manajemen-pengawasan. Kedua, tim S-M
harus menggunakan
pendekatan partisipatif dalam
membina hubungan dengan
segenap personal di sekolah
ataupun dengan warga masyarakat.
Untuk
sekolah yang kecil
atau struktur organisasinya tanpa
ada bagian-bagian, semua guru
atau personel sekolah
diikutsertakan dalam pembuatan perencanaan, pembuatan
keputusan serta menilai perkembangan serta
bagian program pendidikan. Di
sekolah yang besar, pejabat
bagian pendidikan (educational department)
bekerja sama dengan tim
S-M, untuk menunjukkan minat
guru serta memerhatikan fungsi
manajemen-pengawasan
di semua sekolah. Kegiatan untuk
meningkatkan efektivitas proses
belajar mengajar,
dilakukan oleh .semua
personalia sekolah, sesuai
dengan bidang garapannya masing-masing.
9.
Mencari Jawaban atas Beberapa
Pertanyaan Dasar tentang Inovasi di Sekolah
Tujuan
utama inovasi di
sekolah adalah meningkatkan kualitas sekolah. Tanda-tanda
sekolah yangkualitasnya baik,
antara lain proses belajar mengajar
efektif, prestasi hasil
belajar siswa tinggi,
para guru mempunyai waktu
yang cukup banyak
serta kondisi yang
baik dal~m melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya, kepala
sekolah menggunakan
sebagian besar waktunya
untuk bekerja lebih
akrab dengan siswa dan
guru serta selalu
berusaha untuk memperoleh balikan guna
meningkatkan kualitas sekolah. Setiap
orang yang bekerja di
sekolah melakukan tugasnya
sesuai dengan minat
dan kemampuannya untuk mengembangkan kariernya.
Inovasi atau
perubahan di sekolah seharusnya untuk
meningkatkan kualitas sekolah, tetapi sering terjadi perubahan sekolah diadakan dengan
tujuan yang tidak
benar, yaitu untuk membantu kelompok
orang tertentu dengan biaya atas nama sekolah. Kejadian itu harus
dihindari karena sangat
merugikan nama sekolah. Inovasi diadakan
untuk kemajuan sekolah.
BAB
5
MANAJEMEN INOVASI PENDIDIKAN
Hampir semua
lcmbaga ataupun pengamat
bisnis dalam pendekatannya banyak
menggunakan analisis SWOT.
Hal tersebut dilakukan oleh
semua lembaga ataupun
pengamat bisnis, tidak terkecuali lembaga pendidikan
untuk mengkaji kekuatan
dan kelemahannya di lembaga tersebut,
sebelum menentukan tujuan
dan
menggariskan
tindakan pencapaian tujuan,
yang merupakan konsekuensi logis
yang perlu ditempuh perusahaan agar lancar dalam operasionalnya.
Lingkungan
eksternal mempunyai dampak
yang sangat berarti di sebuah lembaga
pendidikan. Selama dekade
terakhir abad kedua puluh,
lembaga-lembaga ekonomi, masyarakat, struktur politik, bahkan gaya hidup
perseorangan dihadapkan pada
perubahan baru.
Perubahan masyarakat
industri ke masyarakat
iriformasi dan dari ekonomi yang
berorientasi manufaktur ke arah
orientasi jasa, telah menimbulkan dampak
yang signifikan terhadap
permintaan atas program baru
pendidikan kejuruan yang
ditawarkan (Martin, 1989).
A. HAKIKAT
MANAJEMEN INOVASI PENDIDIKAN
Gaffar (1989)
mengemukakan bahwa manajemen
pendidikan mengandung arti
sebagai proses kerja sama yang sistematik, sistemis, dan
komprehensif dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional (Prajudi
Atmosudirdjo,1982: 124).
Manajemen pendidikan iaiah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan
untuk mencapai tujuan
pendidikan, mencerdaskan
kehidupan bangsa, mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman, bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti yang
luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian
yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab
kemasyarakat dan kebangsaan (Biro Perencanaan Depdikbud,
1993: 4).
Program
inovasi dirancang untuk
dikembangkan dalam rangka mewujudkan efisiensi, efektivit_as dalam
peningkatan kualitas,
praktibilitas, serta hal
lain yang dipandang
tertinggal dengan peradaban.
1. Ruang Lingkup Inovasi dalam
Manajemen Pendidika
Ruang lingkup
inovasi manajemen pendidikan meliputi perencanaan,
pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, dan
sumber daya pendidikan, seperti
Sumber Daya Manusia (SDM),Sumber Belajar (SB),serta Sumber
Fasilitas dan Dana (SFD).
2. Faktor Pendorong
Inovasi dalam Manajemen
Pendidikan
Berdasarkan pendapat
Drucker (Sudarwan Danim,
2006: 39) . bahwa beberapa
faktor yang menyebabkan
terjadinya pembaruan yang mendorong
pada inovasi dalam
manajemen pendidikan, antara lain:
(1) kondisi yang diharapkan;
(2) munculnya ketidakwajaran; (3) inovasi yang muncul
berbasis pada kebutuhan
dalam proses; (4) Perubahan pada struktur industri
atau struktur pasar;
(5) faktor demografis; (6)
perubahan persepsi, suasana,
dan makna;
(7) pengetahuan baru
3. Analisis
Akar Masalah
Sehubungan
dengan tujuan inovasi
pendidikan, inovasi pendidikan perlu
dirancang berdasarkan analisis
yang cermat. Analisis yang
dilakukan untuk itu,
terutama hingga ditemukannya akar masalah.
Beberapa masalah yang
berkaitan dengan dunia pendidikan perlu
dicari hingga diperoleh
akar permasalahannya. Untuk itu,
tahapan awal dalam
inovasi pendidikan adalah menganalisis akar
masalah pendidikan.
Masalah-masalah
yang dihadapi dalam
dunia pendidikan itu multikompleks, dan
setiap masalah tentu
ada sumber penyebabnya, Itulah yang
disebut dengan akar
masalah. Analisis terhadap perencanaan program
inovasi pendidikan dilakukan
pada sumber masalah, sehingga
jika diterapkan pada
program inovasi, masalah tersebut dapat
teratasi. Selama ini
sering ditemukan program- program inovasi
yang masih belum
dapat mengatasi masalah. Ketidakmampuan dalam
mengatasi masalah dikarenakan
analisis yang dilakukan
bukan pada
akar masalahnya.
4. Analisis
SWOT
Analisis SWOT merupakan salah
satu analisis pilihan
(strategic chice) yang sudah sangat
populer. SWOT adalah singkatan dari
Strengths, Weaknesses, Opportunuities, and
Threats (kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman). Analisis SWOT
digunakan dalam perencanaan
strategis pendidikan. SWOT
dapat dibagi ke dalam
dua elemen, yaitu
analisis internal yang berkonsentrasi pada
prestasi institusi dan
analisis lingkungan.
Analisa SWOT bertujuan menemukan
aspek-aspek penting dari- hal-hal tersebut,
seperti kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman. Tujuan pengujian ini
adalah memaks imalkan
kekuatan, me- minimalkan kelemahan, mereduksi
ancaman, dan membangun peluang. Analisis SWOT secara
sederhana mudah dipahami sebagai pengujian
terhadap kekuatan dan
kelemahan internal sebuah organisasi, termasuk
lembaga pendidikan serta
kesempatan dan ancaman lingkungan
eksternalnya. SWOT adalah perangkat
umum yang didesain dan
digunakan sebagai langkah
awal dalam proses pembuatan keputusan
dan sebagai perencanaan
strategis dalam berbagai terapan
(Johnson, dkk., 1989; Bartol
dkk., 1991).
Jika hal ini digunakan dengan
benar, sekolah akan mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai situasi sekolah
itu dalam hubungannya dengan
masyarakat, lembaga-Iembaga pendidikan yang lain, dan lapangan
industri yang dimasuki
oleh murid-muridnya.
Adapun
pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal
(terdiri atas ancaman dan kesempatan)
yang digabungkan dengan
suatu pengujian mengenai kekuatan
dan kelemahan akan membantu
dalam
mengembangkan
visi tentang masa depan.
Prakiraan
seperti ini diterapkan dengan
mulai membuat program yang kompeten
atau mengganti
program-program yang tidak
relevan dengan program yang lebih
inovatif dan relevan.
5. Perencanaan
Strategi Mutu
Strategi adalah
rencana yang menyangkut
hal-hal yang pervasif, vital, dan
secara terus-menerus penting
dalam organisasi (Sharplin dalam Sonhadji,
2003). Perencanaan ini biasanya
bersifat luas dan jangka
panjang. Perencanaan strategi
disebut juga formulasi strategi. Berikut ini gambaran
proses perencanaan strategi.
Perumusan
visi dan misi Asesmen
lingkungan eksternal Asesmen
lingkungan internal Perumusan
tujuan khusus Penentuan
strategi
Gambar 5.1 Proses
Perencanaan strategi
Sumber: Sharplin (Sonhadji. 2003)
Perencanaan strategi terdiri
atas lima langkah
pokok, yaitu: (1) perumusan misi (mission
determination), (2)
asesmen lingkungan eksternal (environmental external assessment), (3) asesmen
organisasi (organizationalassessment), (4) perumusan tujuan
khusus (objective
setting), dan (5) penentuan strategi
(strateglj setting).
Mutu tidak
terjadi begitu saja, tetapi
harus direncanakan. Mutu harus
menjadi bagian penting dari strategi
institusi, dan harus didekati seeara sistematis dengan
menggunakan proses pereneanaan
strategis. Pereneanaan
strategis merupakan salah
satu bagian penting
dari TQM. Tanpa arahan jangka
panjang yang jelas, sebuah institusi
tidak dapat mereneanakan peningkatan
mutu.
Proses perencanaan
strategis dalam konteks
pendidikan tidak jauh berbeda
dengan dunia industri
dan komersial. Alat-alat
yang digunakan untuk menentukan misi
tujuan akhir serta
untuk menganalisis
kekuatan, kelemahan, peluang,
dan aneaman juga hampir
sama, hanya perlu
penerjemahan yang baik.
Alat-alat itu harus sederhana
dan mudah dipergunakan. Kekuatan
alat-alat tersebut berasal dari
fokus yang mereka
berikan terhadap proses berpikir institusi.
Perencanaan
strategi memungkinkan formulasi
prioritas jangka panjang dan
perubahan institusional berdasarkan
pertimbangan rasional.
Tanpa strategi, sebuah
institusi tidak akan
mampu memanfaatkan
peluang-peluang baru.
Rencana
strategis kadang disebut dengan rene ana pengembangan usaha
atau institusi, yang
memerinci tolok ukur yang kelak digunakan ins~tusi
dalam meneapai misinya.
Reneana strategis biasanya disusun
dalam jangka waktu
menengah, di atas tiga tahun.
Tujuannya adalah memberi sebuah
pedoman dan arahan
pada institusi. Akan tetapi,
rene ana tersebut bukan merupakan
instrumen yang kaku. Ia harus
dimodifikasi jika peristiwa penting,
baik internal maupun eksternal inembutuhkannya. Dalam
sebuah pasar pendidikan yang, kompetitif, produksi
reneana strategis adalah
hal sangat penting. Tanpa
reneana tersebut, institusi akan menjadi kurang terarah.
Ketika
analisis misi, nilai-nilai, SWOT, dan faktor penting kesuksesan telah
dilakukan, reneana strategis
harus segera mengarahkan sejumlah
isu kunci yang
muncul. Alat yang dipakai
untuk menyususn faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT.
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara
jelas peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi lembaga
sekolah agar disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat
menghasilkan empat set
kemungkinan alternatif strategis.
Harold
Koontz dan Heinz
Weihrich (Umar, H.,
2001), menggambarkan matriks SWOT sebagai
berikut.
Tabel 5.1 Matriks
SWOT
|
Internal
strengths (s) |
Internal
weaknesses (s) |
External
oppurtunities (o) |
SO
strategy: Maxi-maxi Potentially
the most succesful strategy, utilizing the organization’s strengths to take
advantage of opportunities |
WO
strategy: Mini-maxi e.g.,
developmental strategy to overcome weaknesses in order to take advantage
ofnnopportunities |
External
threats (t) |
ST
strategy: Maxi-mini e.g.,
use of strengths to cope with threats or to avoid threats |
WT
strategy: e.g.,
rethrenchment, liquidation or joint venture to minimize both weaknesses and
threats |
Sumber: Harold
Koontz dan Heinz Weihrich (Umar, H., 2001)
Berdasarkan analisis matriks
SWOT dihasilkan empat strategi pencapaian target,
yaitu sebagai berikut.
a.
Strategi SO
Strategi ini
dibuat berdasarkan jalan pikiran lembaga pendidikan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya. Dengan kata
lain, menggunakan kekuatan internal
untuk mengambil kesempatan yang
ada di luar.
b.
Strategi ST
Ini adalah
strategi dalam menggunakan
kekuatan yang dimiliki lembaga pendidik untuk mengatasi ancaman. Dengan kata lain,
menggunakan kekuatan internal untuk
menghindari ancaman yang ada
di luar.
e.
Startegi WO
Strategi
ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada,
dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada. Dengan
kata lain, menggunakan kesempatan eksternal yang ada untuk mengurangi kelemahan internal.
d.
Strategi WI
Startegi
ini didasarkan pada
kegiatan yang bersifat
defisit dan berusaha meminimalkan kelemahan
yang ada serta
menghindari ancaman. Dengan kata
lain, meminimalkan kelemahan dan ancaman yang
mungkin ada .
Dengan
demikian, tidak ada
satu pun car a yang
dianggap tepat untuk melakukan
analisis SWOT. Hal
yang paling utama adalah
membawa berbagai maeam pandangan/
perspektif bersama- sama
sehingga akan terlihat
keterkaitan baru dan
implikasi dari hubungan tersebut.
Jika analisis bersifat
menyeluruh, tujuan,
sasaran, dan stategi
akan mudah untuk
ditetapkan, Banyak strategi
yang dapat dihasilkan
dan dikembangkan dari
hasil analisis SWOT karena
para perencana dibekali
dengan kerangka kerja
yang luas dan terstruktur.
Faktor
penentu keberhasilan dari
analisis SWOT dalam merancang inovasi,
ada hal-hal yang
harus berjalan dengan
baik untuk menjamin
keberhasilan suatu lembaga,
di antaranya sebagai berikut.
1. Adanya sumber
daya manusia. Sumber
daya manusia merupakan
faktor dominan dan
penentu keberhasilan program pendidikan ,dan
pelatihan. Sumber daya
yang profesional memiliki komitmen
terhadap visi dan
misi pendidikan serta pelatihan. Rumtini Iksan
(2004) seiring dengan upaya pembaharuan yang
dilakukan, dalam bidang pendidikan
bentuk kepemimpinan juga penting untuk diformulasikan. Kepemimpinan
transformasi berdasarkan kekayaan
konseptual
melalui karisma, konsideran individual, dan stimulasi
intelektual diyakini akan
mampu melahirkan pemikiran- pemikiran yang
mengandung jangkauan ke
depan, as as
kedemokrasian, dan ketransparanan. Oleh
karena itu, perlu diadopsi ke
dalam kepemimpinan kepala
sekolah, khususnya dalam rangka
menunjang manajemen berbasis
sekolah atau bentuk-bentuk pembaharuan
pendidikan lainnya.
2. Adanya
sarana dan prasarana berstandar nasional dan intemasional yang
berdaya guna dan
berhasil guna.
3. Terwujudnya
iklim kerja yang
kondusif,
komunikatif, dan harmonis sesuai
dengan prosedur kerja yang disepakati semua pegawai.
4. Adanya nilai-nilai
pelayanan prima yang
direalisasikan oleh seluruh pegawai.
5. Adanya sistem
organisasi yang mampu menjalankan
program kerja lembaga.
6. Adanya anggaran
berdasarkan DIK/DIP untuk
melaksanakan program kerja secara
efektif dan efisien.
7. Adanya evaluasi
kinerja yang dilaksanakan
secara kontinu dan berkesinambungan untuk menciptakan akuntabilitas kinerja lembaga.
Berdasarkan
faktor penentu
keberhasilan, dapat dilihat bahwa keberhasilan suatu
lembaga pendidikan dapat
dilihat dari beberapa faktor. Strategi
5-0, strategi 5-T, Strategi
W-O, dan strategi W-T, yang
diperoleh dari hasil analisis
SWOT, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap visi,
misi, nilai-nilai, dan
asumsi. Berdasarkan pengujian tersebut, diperoleh strategi yang merupakan faktor
kunci keberhasilan yang berdasarkan tingkatannya,
dapat dipilih sebagai
berikut:
1. bersama dengan. mitra
kerja meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan;
2. meningkatkan kemitraan dengan
PTN dan PTS
serta mengembangkan program studi
baru;
3. meningkatkan kualitas
sumber daya manusia
dan manajemen pendidikan;
4.
meningkatkan kualitas .dan
kuantitas pendidikan;
5.
melakukan evaluasi dan
pemberiahan ke dalam atas kinerja.
B. KONSEP MANAJEMEN DALAM INOVASI
PENDIDIKAN
Manajemen menurut Stoner
dalam Sumidjo dan
Soebedjo (1986:2-4) adalah serangkai
kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan segala
upaya dalam mengatur
dan mendayagunakan sumber daya
manusia, sarana dan
prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Dalam perspektif
persekolahan, agar tujuan
pendidikan di sekolah dapat
tercapai secara efektif
dan efisien, proses
manajemen pendidikan
memiliki peranan yang
vital. Hal ini
karena sekolah merupakan suatu
sistem yang di
dalamnya melibatkan berbagai komponen dan
sejumlah kegiatan yang
perlu dikelola secara
baik dan tertib. Sekolah
tanpa didukung proses
manajemen yang baik, akan_menghasilkan buruknya laju organisasi yang
tidak akan mampu mencapai
tujuan pendidikan. Dengan
demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah
harus memiliki perencanaan
yang jelas dan realistis, pengorganisasian yang
efektif dan efisien,
pengerahan dan pemotivasian seluruh
personel sekolah untuk
selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan
pengawasan secara berkelanjutan.
Dengan
demikian, manajemen inovasi
pendidikan adalah serangkaian
kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan (mengawasi
dan menilai) segala upaya
dalam mengatur dan
mendayagunakan sumber daya
manusia dan norimanusia secara
efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan
yang telah ditetapkan.
Beberapa pakar
martajemen lain, seperti Hersey
dan Blanchard (1982) membagi fungsi
manajemen menjadi empat
yang disingkat dengan POMe,
yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), motivating (penggerakan), dan controlling (pengawasan). Siagian
(1983)mengemukakan lima fungsi
manajemen, yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian),
motivating
(penggerakan), contro1ling (pengawasan), dan evaluation
(penilaian).
Berdasarkan
beberapa pembagian fungsi
manajemen tersebut, fungsi manajemen
pendidikan
yang
dikemukakan disini adalah planning
(perencanaan), organizing (pengorganisasian) motivating (penggerakan), controlling (pengawasan), dan evaluation
(penilaian).
Kelima
rangkaian kegiatan tersebut
menurut Morris (1976:
51) merupakan rangkaian pelbagai
kegiatan wajar yang
telah ditetapkan dan memiliki
hubungan saling ketergantungan antara satu
dengan lainnya dan dilaksanakan
oleh orang atau lembaga
yang diberi tugas untuk
melakukan kegiatan tersebut.
1. Perencanaan
(Planning)
Yehezkel Dror dalam Sudjana (2000:
62) mengemukakan, "Planning is the procces of preparing a set of decision
for action in the future directed as
achieving goals En} preferable means.Definisi tersebut mengandung arti
bahwa perencanaan merupakan proses
untuk mempersiapkan
seperangkat keputusan tentang
kegiatan pada masa yang
akan datang dengan
diarahkan pada pencapaian
tujuan-tujuan melalui penggunaan sarana
yang tersedia.
Perencanaan bukan kegiatan
tersendiri, melainkan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan (Sudjana,
2000:61). Proses pengambilan
keputusan dimulai dengan perumusan tujuan, kebijaksanaan, dan
sasaran luas yang
kemudian berkembang pada tahapan tujuan dan kebijaksanaandalam rencana yang
lebih terperinci berbentuk program-program untuk
dilaksanakan (Schaffer, 1970). Secara umum, perencanaan meliputi
tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
a.
Perencanaan alokatif iallocatitie planning)
Perencanaan ini ditandai
oleh upaya penyebaran atau pembagian (alokasi)
sumber-sumber yang jumlahnya
terbatas pada
kegiatan-kegiatan dan pihak-pihak yang
akan menggunakan sumber- sumber tersebut
yang jumlahnya lebih banyak. Ciri-ciri
perenqmaan alokatif adalah: (1) perencanaan dilakukan
secara komperhensif; (2) keseimbangan dan
keserasian an tara komponen
kegiatan. Adapun tipe perencanaan
ini adalah: (1) perencanaan berdasarkan
perintah; (2) perencanaan berdasarkan
kebijakan: (3) perencanaan
berdasarkan persekutuan; (4)
perencanaan berdasarkan kepentingan peserta (Sndjana, 2000: 65-90).\
b. Perencanaan inovatif (innovatif planning)
Perencanaan inovatif merupakan
proses penyusunan rencana yang
menitikberatkan perubahan fungsi
dan wawasan kelembagaan untuk memecahkan masalah yang timbul pada
masyarakat. Ciri pokok
perencanaan ini adalah:
(1) pembentukan lembaga baru;
(2) orientasi pada tindakan
atau kegiatan; (3) penggerakan sumber- sumber yang
diperlukan (Sudjana, 2000: 90-99).
c.
Perencanaan strategi (strategic planning)
Perencanaan strategi merupakan bagian
dan manajemen strategi. Fungsi manajemen
strategis adalah untuk
mendayagunakan pelbagai peluang baru
yang mungkin akan
terjadi pada masa
yang akan datang (Sudjana,
2000: 99-102).
Ketiga
jenis perencanan tersebut dapat dipergunakan
dalam perencanaan inovasi pendidikan,
sesuai dengan tujuan
inovasi pendidikan dan situasi
serta kondisi lingkungan pada saat memunculkan inovasi
pendidikan.
2.
Pengorganisasian (Organizing)
Flippo dan Musinger (1975: 114)
mengemukakan bahwa
pengorganisasian adalah kegiatan merancang dan
menetapkan komponen
pelaksanaan proses kegiatan
yang terdiri atas
tenaga manusia, fungsi, dan
fasrlitas. Hersey (1982) mendefinisikan pengorganisasian sebagai kegiatan memadukan sumber-sumber, yaitu manusia, modal,
dan fasilitas serta menggunakan sumber-sumber
itu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Adapun
pengorganisasian inovasi pendidikan adalah
usaha untuk mengintegrasikan
sumber-sumber manusiawi dan non- manusiawi yang
diperlukan dalam satu kesatuan
untuk menjalankan kegiatan sebagaimana
direncanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan,
Siagian (1982:
4-5) membedakan pengorganisasian menjadi
dua bagian yang saling berkaitan, yaitu:
(1) administrative organizing, yaitu proses pembentukan
organisasi secara keseluruhan;
(2) managerial organizing, yaitu pengorganisasian bagian-bagian dan organisasi
keseluruhan.
Prinsip pengorganisasian menurut
Carzo dalam Connor
(1974:
3) terdiri
atas: (a) kebermaknaan,
yaitu memiliki daya
gunadan hasil guna yang
tinggi terhadap pelaksanaan kegiatan
dan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan; (b) keluwesan yang
memberi peluan untuk terjadinya perubahan;
(c) kedinamisan yang menjadi
acuan bagi setiap orang
dalam organisasi untuk mengembangkan kreativitas dalam melaksanakan tugas
pekerjaan, menjalin hubungan
dan kedinamisan terhadap gajala
perubahan yang
terdapat dalam lingkungan.
Pengorganisasian
perlu dilakukan dalam
beberapa urutan kegiatan yang
dilakukan secara bertahap
dan berkesinambungan. Urutan
kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut: (a) memahami tujuan, kebijaksanaan, rencana, dan
program yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan;
(b) penentuan tugas-tugas yang
akan dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan
dan aturan yang berlaku; (c)memilah penggalan pelbagai tugas secara sederhana, logis,
menyeluruh, dan mudah
dimengerti, yang kemudian
diikuti dengan pengelompokan tugas;
(d) menentukan pembagian
batas-batas yang jelas tentang tugas
pekerjaan yang akan dilakukan oleh bagian-bagian yang sejajar
ataupun hierarkis dalam
organisasi; (e) menentukan
persyaratan (kualitas dan kuantifas) bagi orang-orang yang diperlukan untuk
melakukan tugas pekerjaan
berdasarkan bagian- bagian pekerjaan dan
kedudukan dalam organisasi; (f) menetapkan prosedur, metode,
dan teknik kegiatan
yang cocok untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
3. Penggerakan (Motivating)
Penggerakan atau
motivating menurut Siagian
(1982: 128), adalah keseluruhan proses pemberian motivasi untuk
bekerja kepada bawahan
sedemikian rupa, sehinggamau bekerja dengan ikhlas
demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien
dan ekonomis. Hersey dan
Blanchard (1982) mendefinisikan penggerakan sebagai kegiatan
untuk menumbuhkan situasi
yang
secara lang sung dapat mengarahkan dorongan-dorongan yang
ada dalam diri seseorang pada kegiatan
untuk mencapai tujuan.
Motivating dalam
dunia pendidikan, yaitu
pemberian motivasi dad
kepala sekolah kepada guru-guru
atau siswa agar
melaksanakan _program belajar
mengajar untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Motivasi yang
mendorong perlunya diadakan
inovasi pendidikan bersumber pada dua hal, yaitu kemauan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk mengadakan
respons terhadap
tantangan
kebutuhan masyarakat dan
adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga
pendidikan) untuk memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat.
Antara lembaga pendidikan
dengan sistem sosial terjadi hubungan
yang erat dan
saling memengaruhi.
4. Penilaian (Evaluation)
Paul (1976:17)
mendefinisikan, "evaluation is the systematic process of judging
the worth, desirability, effectiveness, or adequacy of something according to definitive
criteria and purposes." Dalam pengertian
ini dikemukakan bahwa penilaian
adalah proses penetapan
secara sistematis tentang
nilai, tujuan, efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan
efektivitas dan tujuan yang
telah ditetapkan.
Worthen dan
Sanders (1973: 20) memberi definisi,
"Evaluation as procces of identifiJing and collecting information to assist decision
makers in closing among
available decision alternatives". Pengertian ini menjelaskan bahwa penilaian merupakan
proses mengidentifikasi dan mengumpulkan
informasi untuk membantu
para pengambil keputusan dalam
memilih alternatif keputusan.
Sebagaimana dikemukakan oleh
Anderson (1978: 270), penilaian terhadap
program mempunyi tujuan, yaitu:
a. memberi masukan
untuk perencanaan
program;
b. memberi masukan
untuk keputusan tentang kelanjutan, perluasan,
dan penghentian (sertifikasi) program;
c.
memberi masukan untuk
keputusan tentang modifikasi program;
d. memperoleh informasi tentang
pendukung dan penghambat
pelaksanaan program;
e. memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan bagi
penilaian.
Aspek yang
dinilai dalam penilaian menurut
Mappa (1984)ada" dua hal, yaitu: (1)komponen program
yang meliputi masukan, proses, dan hasil program; (2)
penyelenggaraan
program yang mencakup
kelembagaan, perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan, efisiensi ekonomis, dampak
dan keseluruhan program. Arief
(1987), berpendapat bahwa aspek yang dinilai tersebut meliputi masukan
lingkungan (environmental input),
baik lingkungan sosial
budaya maupun alam, masukan sarana (instrumental input'; yang meliputi tujuan, pelaksanaan, fasilitas, dan pembiayaan; (3) masukan mentah (raw input); proses,
keluaran (output); masukan
lain (othe input), dan
pengaruh (outcome).
Metode yang dapat
dipergunakan dalam melakukan penilaian terhadap inovasi
pendidikan, menurut Sudjana
(2000: 285-310 adalah sebagai
berikut.
a. Metode
eksperimen sungguhan dan eksperimen semu, digunakan apabila penilai ingin mencari
jawaban terhadap pertanyaan tentang efektivitas suatu program atau
komponen dan
mengharapkan temuannya dapat memberikan kontribus mendasar bagi
ilmu pengetahuan.
b. Metode korelasi, digunakan dalam beberapa
situasi yang
bermanfaat untuk menjawab
beberapa pertanyaan mengena dua
variabel atau lebih,
rnisalnya korelasi antara
pembiayaan dengan efektivitas
program.
c. Survey, digunakan
untuk menjajagi, mengumpulkan, menggambarkan, menerangkan
sasaran atau objek program yang dievaluasi. Metode ini tidak
mengharuskan untuk selal mencari atau menjelaskan
hubungan-hubungan, mentes hipotesis, membuat prediksi atau mencari makna dan implikasi
d. Asesmen, biasanya dilakukan
melalui pola eksperimen sungguhan atau eksperirnen semu
yang bertujuan untuk menghimpun informasi tentang kompetensi
pelaksanaan da karakteristik
program inovasi pendidikan yang perlu
berubah/ tidak sejalan dengan
pencapaian tujuan program.
e. Keputusan ahli
secara sistematis yang diperlukan
apabila kegiatan evaluasi mencakup
berbagai aspek.
j. komponen
programyang kondisinya bervariasi.
Cara ini terutama dilakukan jika
suatu program dilakukan
dan dibiayai ole lembaga tertentu
f. Studi
kasus sebagai analisis
dan deskripsi secara mendalam sert terperinci tentang lembaga pelaksana ino rasi
pendidikan ata fenomena di
dalamnya. Studi kasus
digtm~kan dalam situas tertentu,
terutama tatkala
fenomena rang akan
dievaluasi bersifat global. Misalnya, dalam penilasan efektivitas lembaga tugas para
penilai melakukan asesmen
tentang efektivitas keorganisasian Iembaga tersebut.
g. Pengamatan (kesaksian), yang merupakan
induk dari berbagai perencanaan dan
evaluasi setiap program,
bukan merupakan metode penilaian
yang jitu, melainkan
hanya sebagai metode yang
mendekati ketepatan penilaian
5.
Pengawasan (Controlling)
Pengawasan (controlling) menurut Longenecher (1973:
513) adalah kegiatan yang
berkaitan dengan kegiatan penilikan
yang sedang berlangsung, peraturan-peraturan yang
sedang dan harus dilaksanakan oleh
setiap orang yang
terlibat dalam organisasi,
kelemahan pelaksanaan, dan cara-cara yang digunakan
untuk mengatasi kelemahan tersebut.
Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1985: 29) menegaskan bahwa pengawasan
adalah upaya memperbaiki kegiatan
untuk memelihara agar pelaksanaan dan hasil kegiatan yang
dicapai sesuai dengan
rencana.
Pengawasan
dilakukan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan
yang dilaksanakan dengan
rencana yang telah disusun. Selain
itu, pengawasan dimaksudkan
untuk memperbaiki kegiatan yang
menyimpang dari rencana,
mengoreksi penyalahgunaan aturan. dan
sumber-sumber, serta untuk
mengupayakan agar tujuan
dapat dicapai seefektif
dan seefisien mungkin.
Tanpa pengawasan yang teratur, pengelola tidak akan dapat mengetahui dengan
pasti tentang daya
guna dan hasil
guna suatu kegiatan dalam
mengimplementasikan rencana (Sudjana, 2000: 230-2:51). Longenecher menambahkan bahwa
penggunaan fungsi pengawasan
adalah mengetahui pencapaian
tujuan, inembandingkan kegiatan yang
dilakukan dengan tujuan,
dan memperbaiki program (1973: 514).
Penilaian terhadap suatu program termasuk program
inovasi pendidikan, berkaitan erat
dengan monitoring, yaitu kegiatan
untuk mengikuti program dan
pelaksanaannya secara mantap
dan terus- menerus dengan
cara mendengar, melihat dan
mengamati, dan mencatat keadaan serta perkembangan
program tersebut (Sudjana, 2000: 253-254). Monitoring dilakukan
terhadap komponen program, sehingga berbeda
dengan supervisi yang
dilakukan terhadap
pelaksanaan program, dan
pengawasan yang dilakukan
terhadap orang-orang yang mengelola program.
Selanjutnya
dikemukakan pula oleh
T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan
memiliki lima tahapan,
yaitu: (a) penetapan standar pelaksanaan; (b)
penentuan pengukuran pelaksanaan
kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan
kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan
standar dan
penganalisisan penyimpangan; (e) pengambilan tindakan
koreksi apabila diperlukan. Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan
saling berkaitan antara
satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen
sebenarnya merupakan proses interaksi antara
berbagai fungsi manajemen.
C. BIDANG
KEGIATAN MANAJEMEN INOVASI PENDIDIKAN
Merujuk pada
kebijakan Direktorat Pendidikan
Menengah Umum Depdiknas dalam
buku Panduan Mtlnajemen
Sekolah, berikut ini akan
diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah.
1. Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum
merupakan su stansi
manajemen yang utama di sekolah.
Prinsip dasar manajemen
kurikulum adalah berusaha agar
proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik, dengan tolok
ukur pencapaian tujuan
oleh siswa dan
mendorong guru untuk menyusun
dan terus-menerus men empurnakan
strategi pembelajarannya.
Tahapan man ajeme 'UIil<ulum
di sekolah dilakukan melalui
empat tahap, (a)
perencanaan b) pengorganisasian
dan koordinasi; (c) pelaksaan;
(d) pengendalian.
2. Manajemen
Kesiswaan
Dalam
manajemen kesiswaan terdapat I
empat prinsip dasar, yaitu: (a) siswa
harus diperlakukan sebagai
subjek, bukan objek, sehingga harus
didorong untuk
berperan serta dalam
setiap perencanaan dan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kegiatan mereka;
(b) kondisi siswa sangat
beragam ditinjau dari
kondisi fisik, kemampuan
intelektual,
onomi, jninat, dan seterusnya. Oleh
karena itu, diperlukan kegiatan
yang
beragam,
sehingga setiap siswa memiliki wahana
untuk berkembang secara optimal;
(c) siswa hanya termotivasi
belajar, jika mereka menyenangi apa
yang diajarkan; (d)
pengembangan potensi siswa tidak
hanya menyangkut ranah
kognitif, tetapi juga
ranah afektif dan psikomotor.
3.
Manajemen Personalia
Ada empat
prinsip dasar manajemen personalia, yaitu: (a) dalam mengembangkan sekolah,
sumber daya manusia
adalah komponen paling berharga;
(b) sumber day a manusia akan
berperan secara optimal jika
dikelola dengan baik,
sehingga mendukung tujuan institusional; (c) kultur
dan suasana organisasi di
sekolah, serta perilaku manajerial
sekolah sangat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan pengembangan
sekolah; (d) manajemen
personalia di sekolah pada prinsipnya
mengupayakan agar setiap
warga sekolah dapat bekerja sama
dan saling mendukung untuk mencapai
tujuan sekolah. Di samping faktor
ketersediaan sumber daya
manusia, hal penting dalam
manajamen personalia
berkenaan penguasaan kompetensi
dari para personel di
sekolah. Oleh karena
itu, upaya pengembangan kompetensi dari
setiap personel sekolah
mutlak diperlukan.
4. Manajemen
Keuangan
Manajemen keuangan
di sekolah berkenaan dengan
kiat sekolah dalam menggali dan mengelola
dana. Pengelolaan keuangan
dikaitkan dengan program tahunan
sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan
cara melakukan pengawasan, pengendalian
serta pemeriksaan. Inti manajemen keuangan adalah
pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh
karena itu, di
samping mengupayakan
ketersediaan dana yang
memadai untuk kebutuhan
pembangunan ataupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas
dan transparansi setiap
penggunaan keuangan, baik yang
bersumber pemerintah, masyarakat,
maupun sumber lainnya.
5. Manajemen
Perawatan Preventif Sarana dan Prasarana
Manajemen
perawatan preventif sarana
dan prasana sekolah merupakan tindakan
yang dilakukan secara
periodik dan terencana untuk merawat
fasilitas fisik, seperti gedung,
mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan
meningkatkan kinerja, memperpanjang usia
pakai, menurunkan biaya perbaikan, dan menetapkan biaya efektif
perawatan sarana dan
prasarana sekolah.
Dalam manajemen
ini perlu dibuat program
perawatan preventif di
sekolah dengan cara pembentukan tim pelaksana, membuat
daftar sarana dan prasarana,
menyiapkan jadwal kegiatan
perawatan, menyiapkan lembar evaluasi
untuk menilai hasil
kerja perawatan pada masing-masing bagian
dan memberikan penghargaan bagi mereka
yang berhasil meningkatkan kinerja
perala tan sekolah dalam
rangka meningkatkan kesadaran
merawat sarana dan
prasarana sekolah. Adapun pelaksanaannya dilakukan
pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan
ke lokasi temp at sarana dan
prasarana, menyebarluaskan informasi
ten tang program perawatan preventif
untuk seluruh warga
sekolah, dan membuat program lomba
perawatan terhadap sarana
dan fasilitas sekolah untuk memotivasi
warga sekolah.
D. PROSEDUR
INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi pendidikan di sekolah merupakan program
perubahan di lingkungan sekolah, antara lain
meliputi perubahan dan pembaharuan dalam
tenaga kependidikan, inovasi
kurikulum, dan inovasi
pembelajaran. Semua tindak inovasi
itu dilaksanakan melalui
serangkaian program yang
dilaksanakan secara proseduraL
Tahapan prosedural
program inovasi, antara lain tahap permulaan (initiation stage) dan tahap
implementasi (Udin, 2005).
1. Tahap Permulaan (Initiation Stage)
Tahap permulaan (initiation stage) terdiri atas
dua haL
a. Pengetahuan dan
kesadaraan
Hal ini merupakan
langkah pengenalan
progr·a.tninovasi kepada personel
sekolah, bahwa di
lingkungan sekolah terdapat
inovasi. Pengenalan ini penting untuk
memberikan kesadaran bahwa
di dalam lingkup sekolah terdapat
sesuatu yang
harus dilakukan berkenaan dengan perubahan
dan pembahanran, Dengan
kata lain, inovasi harus disadari
keberadaannya oleh semua
pihak, sehingga satu dengan lainnya
terjadi kesinambungan dan
kesamaan pemahaman sebagai dasar
untuk saling memberikan
dukungan positif terhadap program inovasi.
b.
Pembentukan sikap terhadap inovasi
Langkah ini penting untuk mengetahui bahwa inovasi
bisa diterima atau tidak. Indikasi diterimanya sebuah inovasi terlihat pada hal
berikut. Pertama, adanya sikap
terbuka terhadap inovasi
yang ditandai dengan kemauan anggota
organisasi untuk mempertimbangkan inovasi, mempertanyakan inovasi, merasa
bahwa inovasi akan
dapat meningkatkan kemampuan organisasi
dalam menjalankan fungsinya.
Kedua, memiliki persepsi
tentang potensi yang
ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukkan ada kemampuan
bagi lembaga pendidikan untuk
menggunakan inovasi, lembaga pendidikan pernah
mengalami keberhasilan pada
masa lalu dengan menggunakan inovasi,
adanya komitmen atau
kemauan untuk bekerja dengan
menggunakan inovasi serta
siap untuk menghadapi kemungkinan timbuInya
masalah dalam penerapan
inovasi.
Hasil
pembentukan sikap ini terindikasi dalam
perilaku anggota lembaga pendidikan
untuk mengubah sikapnya
dalam menyesuaikan dengan kemauan
organisasi. Jika inovasi yang ditawarkan ditolak, harus ada
upaya perbaikan ·program
c. Langkah pengambilan kepuiusan
Pengambilan keputusan dilakukan setelah dilakukan
evaluasi. Kekurangan yang ada
diperbaiki, kemudian diterbitkan
keputusan inovasi. Keputusan ini
ditindaklanjuti dengan implementasi.
2. Tahap
Implementasi (Implementation Stage)
Tahap implementasi (implementation stage) dilakukan melalui
dua tahap, yaitu:
a. Organisasi
mencoba menerapkan sebagian
inovasi. Misalnya, guru ditugaskan
membuat program inovasi
pembelajaran berbasis K'T,
inovasi diterapkan pada
salah satu mata
pelajaran dulu, kemudian pada
seluruh bagian mata
pelajaran,
b. Langkah
kelanjutan pembinaan penerapan
inovasi, yakni merupakan langkah selanjutnya dari
inovasi, setelah semua anggota lembaga
pendidikan mencapai komitmen untuk menerima inovasi.
BAB
6
KONSEP MODEL INOVASI
PENDIDIKAN
Model inovasi pendidikan yang akan dibahas
pada bab ini adalah beberapa model
inovasi yang telah
digunakan di Amerika Serikat, sebagai contoh
cara menerapkanproses
difusi inovasi dalam bidang pendidikan.
Inovasi
termasuk bagian dari
perubahan sosial dan
inovasi pendidikan merupakan bagian dari inovasi. Karena penyelenggara
pendidikan formal adalah
suatu organisasi, yang
lebih sesuai diterapkan dalam
bidang pendidikan adalah
pola inovasi dalam organisasi. Sekalipun dernikian,
organisasi pendidikan memiliki karakteristik atau keunikan tersendiri
dibandingkan dengan organisasi lain.
Untuk memperjelas wawasan tentang model
inovasi pendidikan yang baru
dan sesuai kondisi
serta situasi setempat,
ada beberapa faktor yang
harus dipahami yang
memengaruhi proses inovasi pendidikan sesuai
dengan karakteristik bidang pendidikan.
Diperlukan pula
perencanaan inovasi pendidikan
agar proses inovasi berlangsung
efektif, dengan panduan
petunjuk untuk rnengadakan inovasi
pendidikan di sekolah.
Pernbahasan
ini diharapkan dapat
dirnanfaatkan sebagai
pedornan jika guru atau
kepala sekolah hendak
rnengadakan inovasi atau
perubahan pendidikan di sekolah
ternpat ia bekerja.
Melalui wawasan
luas dan lengkap
ten tang inovasi pendidikan, diharapkan guru
dapat rnernbantu kelancaran
proses inovasi pendidikan yang
ada di lingkungan
kerja. Bahkan jika rnernungkinkan dapat rnerencanakan dan rnenerapkan inovasi pendidikan sendiri
untuk rneningkatkan kualitas
sekolahnya atau rnernecahkan
rnasalah pendidikan yang
dihadapinya.
A.
PERENCANAAN INOVASI
PENDIDIKAN
1. Penyusunan Perencanaan
Penyusunan perencanaan disesuaikan dengan keperluan Perencanaan
untuk inovasi yang
akan menjangkau wilayah nasional berbeda dengan perencanaan untuk inovasi yang
akan diirnplernentasikan di suatu
lernbaga pendidikan tertentu
atau sekolah.
Faktor dorninan di
lembaga pendidikan adalah
faktor rnanusianya, sedangkan faktor yang dominan
di suatu sekolah adalah guru
dan siswa. Faktor
utama yang berpengaruh
terhadap proses inovasi pendidikan,
yaitu interaksi guru
dan siswa.
2.
Hubungan antara Suatu
Sistem dengan lingkungannya
Ada tiga
rnacarn hubungan antara.suatu sistern
dengan lingkungannya, yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan
pada sistern, yaitu reaktif,
proakti], dan inieraktif]. Sebenarnya ada juga hubungan antara
sis tern dengan Iingkungannya yang
disebut hubungan inaktif atau
beku. Artinya, dalam
hubungan itu tidak terdapat arus tenaga
penggerak antara sistem
dengan lingkungannya, sehingga sistern
itu tidak dapat
turnbuh dan berkernbang. Hubungan in-aktif
tidak rnendorong adanya
perubahan karena hubungan tenaga
sumber yapg terdapat di lingkungan dengan system yang ada. [adi/hubungan antara
sistern dengan Iingkungannya yang menyebabkan terjadinya
perubahan ada tiga,
yaitu sebagai berikut.
a.
Hubungan reaktif], artinya sis tern
secara kontinu (ber- kesinambungan) mengadakan respons terhadap
kekuatan atau tekanan
dari luar, misalnya masalah politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan
sebagainya.
b.
Hubungan proaktif, artinya sistem
memegang peranan sebagai pengambil inisiatif
untuk mengadakan perubahan
atau inovasi, dan secara
aktif berusaha mencari
sumber dari lingkungannya (ekstemal).
c.
Hubungan interaktif, artinya pertumbuhan
dan pengembangan atau
perubahan suatu sistem
sebagai hasil adanya
hubungan interaksi antara sis tern
dengan lingkungannya. Sistem
dan lingkungannya saling
memegang peranan dalam
proses terjadinya perubahan atau
inovasi.
Berdasarkan
ketiga macam hubungan
tersebut, yang sesuai dengan perubahan pendidikan
yang direncanakan atau
inovasi ialah hubungan proaktif
dan interaktif. Jika terjadi
hubungan reaktif antara sekolah atau lembaga
pendidikan dengan lingkungannya berarti pimpinan lembaga
atau- kepala sekolah selalu
memberikan reaksi terhadap tantangan
lingkungannya. Karena datangnya
tantangan dapat secara tiba-tiba dan mendesak,
pimpinan lembaga dalam memberikan keputusan juga
secara mendadak tanpa
ada perencanaan yang mantap.
Dengan demikian,
perubahan yang terjadi tidak
dapat berlangsung secara efektif,
terarah pada tujuan tertentu.
Hubungan proaktif
dan interaktif antara
sekolah dengan lingkungannya, artinya
dalam usaha mengadakan perubahan
atau inovasi dapat terjadi saling kontrol antara
sekolah dengan lingkungan (masyarakat). Pimpinan sekolah dan
guru dapat bekerja sarna dengan orangtua
murid untuk mengadakan
perubahan atau inovasi
guna mengefektifkan proses belajar
siswa.
3.
Elemen-elemen Pokok dalam Proses Perencanaan
Inovasi
ialah suatu upaya
yang sengaja dilakukan
untuk memperbaiki praktik pendidikan
dengan sungguh-sugguh. Miles
dalam Ibrahim
(1988:52) mengungkapkan sebelas
komponen penting yang menjadi
wilayah inovasi dalam
pendidikan. Kesebelas
komponen terse but, yaitu: (1) personalia, (2) banyaknya personal
dan wilayah kerja, (3)
fasilitas fisik, (4) penggunaan waktu,
(5) perumusan tujuan, (6)
prosedur pembelajaran, (7) peran
yang diperlukan, (8) wawasan dan
perasaan, (9) bentuk hubungan
antarbagian atau
mekanisme kerja, (10)
hubungan dengan sistem
lain, dan (11) perencanaan strategi
pembelajaran.
Untuk keberhasilan inovasi itu
diperlukan perencanaan yang matang. Ibrahim
(1988) mengungkapkan elemen-elemen pokok dalam
proses perencanaan, yaitu
(1) merumuskan tujuan umum
dan tujuan khusus inovasi; (2) mengidentifikasi masalah;
(3) menentukan kebutuhan; (4)
mengidentifikasi sumber penunjang
dan penghambat; (5)
menentukan alternatif kegiatan; (6)
menemukan alternatif
pemecahan masalah; (7) menentukan alternatif pendayagunaan sumber daya
yang ada; (8) rnenentukan kriteria
untuk memilih alternatif pemecahan masalah; (9)
menentukan alternatif
pengambilan keputusan; (10) menentukan kriteria
untuk menilai hasil inovasi.
Untuk memperjelas pengertian model perencanaan inovasi pertdidikan proaktif/interaktif, Ibrahim
(1988) menunjukkan bagan berikut.
Gambar6.2
Model Perencanaan
Inovasi Pendidikan Proaktifllnteraktif
5umber: Ibrahim
(1988)
B. BEBERAPA MODEL
INOVASI PENDIDIKAN
Beberapa
.model inovasi pendidikan
yang dibicarakan berikut ini
adalah model-model inovasi
pendidikan yang telah
digunakan oleh Amerika
Serikat. Sebagaimana kita
ketahui bahwa peristiwa yang sangat kuat
bagi bangsa Amerika
untuk meridororrg
diadakannya inovasi pendidikan
ialah peristiwa berhasilnya
bangsa Rusia meluncurkan Sputnik
ke luar angkasa.
Dengan adanya peristiwa
itu, para pendidik
di Amerika yang benar-benar prihatin mengubah cara
sistem pendidikannya untuk
menghilangkan
rasa rendah
diri dan panik terhadap
keberhasilan bangsa Rusia. Semangat para
pendidik di Amerika
mulai bangkit untuk
mengadakan
perubahan di
bidang pendidikan dan
mulailah diadakan
pembaharuan kurikulum, penggunaan media,
pengorganisasian kegiatan belajar, dan
prosedur administrasi sekolah.
Para ahli
pendidikan sadar bahwa hasil pendidikan yang
selama ini telah diperolehnya belum
cukup baik dan
masih harus disempurnakan. Berbagai pertanyaan mengusik
dan menggelisahkan sehingga
mereka selalu berusaha
untuk menjawabnya. Pertanyaan- pertanyaan itu,
antara lain bagaimana
caranya menerjemahkan
harapan kita untuk masa
depan dalam pelaksanaan pendidikan pada saat
sekarang?
Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, ada
dua hal yang sangat membantu, yaitu
hasil perkembangan ilmu
sosial dan ilmu tingkah
laku. Kedua ilmu
ini ternyata bukan
hanya menunjang untuk memahami tingkah laku
manusia dan fenomena
sosial, tetapi sangat
bermanfaat untuk mengadakan
rekayasa dan menciptakan
sesuatu pada masa yang
akan datang. Bermunculanlah ahli ilmu
sosial yang tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang sistem
so sial dan teknologi tentang
cara menginterfensi agar terjadi
perubahan sosial di antara
para ahli yang
tertarik pada perubahan
sosial tersebut, termasuk ahli pendidikan.
Sebagai hasil
usaha para ahli
pendidikan di Amerika
Serikat, ada tiga model
perubahan pendidikan atau model inovasi pendidikan yaitu:
1. Model Penelitian, Pengembangan, danDifusi
Model inovasi ini
berdasarkan pemikiran bahwa
setiap orang
memerlukan
perubahan. Unsur pokok perubahan
ialah penelitian,
pengembangan, dan difusi.
2. Model PengembanganOrganisasi
Model ini lebih berorientasi pada
organisasi'daripada pada sistem
sosial. Model ini berpusat pada
sekolah. Mode"!pengembangan
organisasi ini berbeda dengan
model pengembangan dan
difusi.
Model pengembangan organisasi
juga berorientasi pada
nilai yang tinggi. Artinya,
model ini juga mendasarkan
pada filosofi yang
menyarankan agar sekolah tidak
hanya diberi tahu
tentang inovasi pendidikan dan
disuruh menerimanya, tetapi
sekolah hendaknya mampu mempersiapkan diri
untuk memecahkan sendiri masalah
pendikan yang dihadapinya.
3.
Model Konfigurasi
Model konfigurasi atau
disebut juga konfigurasi
teori difusi inovasi yang
juga terkenal dengan
istilah CLER, model dengan pendekatan secara komprehensif
untuk mengembangkan strategi inovasi (perubahan
pendidikan) pada situasi
yang berbeda.
Menurut model konfigurasi, kemungkinan terjadinya difusi inovasi bergantung
pada empat faktor
yang disingkat menjadi CLER, yaitu:
a.
Konfigurasi (configuration), artinya menunjukkan
bentuk hubungan inovator dengan
penerima dalam konteks
sosial atau hubungan dalam
situasi sosial dan
politik. Ada empat konfigurasi, yaitu
individu, kelompok, lembaga,
dan kebudayaan.
Setiap bagian dari
keempat konfigurasi
tersebut, berperan sebagai
inovator dan dapat
berperan sebagai penerima inovasi
(adopter).
b.
Hubungan (linkage), yaitu
hubungan antara para
pelaku dalam proses penyebaran
inovasi. Inovator dan adopter
harus berada dalam
hubungan yang memungkinkan didengarkannya dan
diperhatikannya inovasi yang didifusikan.
c.
Lingkungan (enoironiments), yaitu cara
keadaan lingkungan sekitar menjadi
temp at penyebaran inovasi.
Lingkungan dalam pengertian ini
mencakup semua hal, baik fisik, sosial,
maupun intelektual yang secara
umum dapat bersifat
netral, memengaruhi atau
mungkin menghambat terhadap
tingkah laku tertentu.
d. Sumber (resources), yaitu
sumber yang tersedia bagi inovator dan penerima
dalam proses transisi
penerimaan inovasi, Sumber yang
tersedia sangat penting,
baik bagi inovator maupun adopter,
karena keduanya memerlukan
sumber inovasi untuk melaksanakan
transaksi.
Inovator memerlukan kejelasan
konsep agar dapat
menyusun desain pengembangan dan
menentukan strategi inovasi,
Demikian pula, adopter memerlukan
kejelasan konsep untuk
memahami inovasi sehingga
dapat menerapkan inovasi
sesuai yang diharapkan.
BAB
7
AKSELERASI PROGRAM INOVASI
PENDIDIKAN
Pembangunan nasional
merupakan upaya yang
dilakukan secara terus-menerus untuk
menjadikan suatu bangsa,
khususnya
bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang setara dengan
bangsa-bangsa yang sudah maju dan
modern, baik dalam taraf hidup
maupun dalam berbagai bidang dan
berbagai aspek kehidupan.
Ali M. (2009: 48) Menegaskan bahwa secara konseptual,
pembangunan adalah segala upaya yang dilakukan
secara terencana dalam melakukan
perubahan dengan fungsi utama
meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas usia.
Pada kenyataannya, secara
umum pembangunan ini
masih
stagnan, di beberapa
sekolah terjadi kemandegan yang
mengakibatkan
banyak dampak
negatif. Salah satu bentuk negatif
akibat dari stagnasi ini yaitu kejenuhan bagi
para guru, pengelola
sekolah, karyawan, dan kepala sekolah
(Suherli, 2010: 55).
Perubahan
kurikulum sejak kurikulum
1975,
kurikulum 1984. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan hanya bungkus
luar yang tidak mampu
menyentuh secara esensial pada hal-hal
yang seharusnya menjadi
perubahan. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang
seharusnya terfokus kepada
siswa.
belajar,
tetap terpola dengan
fokus guru mengajar.
Bagi siswa yang
hanya
belajar selama tiga tahun di SMP atau SMA misalnya, mungkin
tidak terlalu lama
waktu yang dialaminya,
sehingga dampak negatif
yang dialaminya tidak
terlalu dalam.
A. PERLlUNYA
AKSELERASI PROGRAM
INOVASI PENDIDIKAN
Hilangnya
motivasi mengajar dan bekerja juga
bisa terjadi, hal ini mungkin terjadi. Sebagai
contoh, seorang guru mengajar
di sekolah selama lima belas
tahun atau dua
puluh tahun. Kurun
waktu yang
begitu
lama akan teras a menjemukan jika
tidak ada perubahan
apapun. Mengajar tetap
dengan metode klasik,
yaitu ceramah, sehingga tak ada perubahan
pada lingkungan dan
format pendidikan.
Mengingat bahwa guru
umumnya lebih lama berada di lembaga sekolah tertentu, seyogianya program
pembaharuan dan inovasi segera dilaksanakan. Jika program ini baru
dilaksanakan, berbasis , pihak yang terkait dan terkena
imbasnya akan berkompromi
atau
menolak
terjadinya perubahan. Jika
pemahaman serta difusi program-program semacam
ini telah seluruhnya diterima
lingkungan, optimalisasi program
ini dimulai.
Di
samping itu, mengingat pula bahwa
persaingan antarlembaga dalam kawasan regional;
nasional, bahkan internasional semaking jelas tampak, pilihan untuk
segera mengadakan percepatan
tidak dapat ditawar lagi. Hanya, perlu dipertimbangkan konsep-konsep yantentang
program inovasi yang akan dipercepatitu dirumuskan matang.
Perumusan
konsep ini lebih baik
melibatkan banyak pihak,
yaitu
pihak
intern sekolah, guru,
kepala sekolah dan
karyawan, komite sekolah, tokoh masyarakat,
terutama yang anaknya
bersekolah di sekolah
tersebut agar keterikatan
emosionalnya membantu serta mendukung program
inovasi secara penuh,
stakeholder, atau
pihak lain yang dipandang perlu
dan urgen,
B.
PERMASALAHAN
DAN SUMBER TERJADINYA INOVASI
PENDIDIKAN
Inovasi di sekolah tentu
mengandung arti ide baru
yang ada di sekoIah,
kejadian di sekolah yang
terprogram dan dipolakan,
serta
metode yang
diamati di lingkungan sekolah.
Istilah inovasi sekolah dapat
mengandung dua pengertian, yakni inovasi terhadap sekolah
dan inovasi yang
dilakukan di dalam Inovasi sekolah
lebih cenderung bahwa
program inovasi
Dilakukan
oleh pihak luar,
sedangkan untuk inovasi
di dalam sekolah,mengandung
arti bahwa
terdapat inovasi yang
dilakukan di dalam sekolah Pelaku inovasi di dalam
sekolah bisa guru, kepala
sekolah, kepala sekolah, jajaran
tata us aha, dan
sebagainya. Akan tetapi keduanya mempunyai tujuan
yang sarna, yakni meningkatkan kualitas s-iswa dan kualitas
lulusan agar diterima
di masyarakat.
1.
Permasalahan dalam
Inovasi Pendldikan
Menurut Nurul
Zuriah (2007: 29)
masalah adalah kesenjangan (discrepancy)antara das sollen (yang
ideal) dengan das sain
(yang
Senyatanya ) yaitu
kesenjangan antara yan'g
seharusnya (menjadi
Harapan) dengan
yang ada di lapangan. .
Masalah-masalah yang berkaitan dengan
inovasi, pada dasarnya
dicarikan jalan keluarnya agar
inovasi dapat berlangsung
tanpa hambatan apa pun.Sebagai bahan awal kajian,
berikut ini merupakan
contoh Inventarisasi
masalah yang berkaitan
dengan inovasi, ditinjau
dari
Das sallen dan das sain.
Berdasarkan beberapa kasus yang
mungkin terjadi di lapangan, sasus ini
adalah kasus-kasus kecil,
Akan tetapi, kita
tidak bolehmembiarkan kasus-kasus kecil
tersebut menjadi berkembang dan sulitdiperbaiki. ovasi-inovasi dalam tabel
di atas sangat
sederhana, tetapi keterlanjutan masalah penerapan
inovasi
inilah yang
sebenarnya sangat diperlukan oleh lembaga
sekolah.
1. sumber-sumber
Terjadinya Inovasi Pendidikan
Analisis dan
inventarisasi tentang kemungkinan
faktor yang qadi sumber munculnya
inovasi dinyatakan oleh Drucker dalam Sudarwan
Danim (2002:150). Menurut
Drucker, beberapa sumber terjadinya perubahan adalah
the unexpected (kondisi yang
tidak diharapkan), the Incongruity (munculnya
ketidakwajaran), innovation on process need (kebutuhan yang muncul
dalam proses), changes in industry structure or market
structure (perubahan dalam struktur industri pasar), demographics (kondisi demografis), changes
in eption, mood and
meaning (perubahan persepsi,
suasana, dan makna), dan new
knotoledge (pengetahuan
baru) (Suherli, 2010: 59). ielasan masing-masing
beserta contoh di
lingkungan sekolah adalah sebagai berikut
a. The
unexpected (kondisi yang tidak
diharapkan)
Di lingkungan
sekolah banyak sekali
kondisi yang tidak pkan,
seperti mahalnya biaya
tambahan di sekolah,
layanan yang kurang optimal, kemampuan guru yang rendah,
tingkat kualifikasi guru yang
kurang memenuhi syarat,
dan kondisi kultur tidak kondusif. Kondisi
semacam ini menyebabkan
orang menjadi berontak untuk
menghindari atau memperbaiki
kondisi sehingga secara logis inovasi yang
muncul dapat diharapkan
di sini.
b. The incongruity (munculnya ketidakwajaran)
kondisi-kondisi yang tidak
wajar/menyimpang semacam Penerimaan siswa baru yang
melibatkan banyak oknum lain luar
untuk ikut campur
tangan, penjurusan program
yang dipaksakan, kelulusan yang direkayasa,
dan sebagainya merupakan bagi pengelola
sekolah, terutama bagi
mereka yang masih menyimpan idealisme tinggi. Kondisi
semacam ini jelas
Ingin dihapuskan, sehingga mereka
mulai merrukirkan cara
agar penerimaan siswa bam yang
memiliki sistem yang
aman, program. penjurusan yang disadari
oleh orangtua ataupun
siswa, sistem pengujian yang wajar,
dan sebagainya. Semua
inilah yang dapat
memunculkan inovasi.
c. Innovation based on process need (kebutuhan yang
muncul dalam proses)
Dalam proses
pengelolaan sekolah kadang-kadang terlintas ide baru yang datang dengan
tiba-tiba. Ide ini
sebaiknya segera dikomunikasikan dengan
yang lain. Interaksi ini akan
menghasilkan, gagasan-gagasan baru milik bersama, walaupun
tidak dilaksanakan sejak awal,
namun inovasi dapat
muncul di tengah
jalan.
d. Changes inovasi
industru structure or market
structure (perubahan dalam struktur industri
pasar)
Perubahan struktur pada
industri pasar sering
mendoronz kepala sekolah atau
pengelola sekolah untuk
mengambil tindakat inovasi. Hal
ini karena konsep
manajemen berbasis sekolah sebenarnya kepala
sekolah sangat leluasa
untuk mengembangkan inovasi di
sekolahnya. Misalnya dengan
berkembangnya industri
sekolah dapat mengambil
kebijakan kurikulum yang
semula kognif oriented menjadi
psikomotor oriented. Paling
tidak, ada penambahan porsi dalam
hal peningkatan
keterampilan siswa. Kasus
lain seperti banyaknya
permintaan tenaga kerja
ke Korea dan
Jepang, kepala sekolah dapat
menentukan perubahan muatan
bahasa asing dengan dua
bahasa ini.
e. Demographics (kondisi demografis)
Kondisi alam lingkungan yang berbeda-beda tentu membedakan, keputusan inovasi. Demikian pula, pemenuhan kebutuhan
sarana
dan prasarana akan
berbeda pula.
Sekolah-sekolah yang berada
perkotaan misalnya, upaya
inovasi suasana pembelajaran akar tampak lebih
dinamis dan beragam. Dukungan infrastruktur dan jaringan komunikasi sangat memberikan
pengaruh percepatac program
inovasi. Akan tetapi, di daerah- daerah yang
jauh dari fasilitas, suasana pembaruan
sangat sulit dilakukan.
Misalnya, factor siswa yang lebih mementingkan
membantu orangtua di sawah
atau ladang, atau mencari
mata pencaharian lain.
Belum lagi factor guru yang dari
segi kehadiran sangat kurang
dari yang seharusnya.
f. Changes
perception, mood, and
meaning (perubahan persepsi,
suasana
dan makna)
saat
ini, secara umum
penerimaan masyarakat terhadap informasi dari berbagai media
massa cukup responsif. Dengan
adanya informasi yang
beragam itu mendorong
sebagian orang lain sekelompok orang untuk
melakukan sesuatu yang
baru agar tidak dari
yang lain.
g. New knowledge ( pengetahuan baru)
Usaha-
usaha yang dilakukan berbagai pihak,
baik individu, swadaya masyarakat
maupun pemerintah daerah,
provinsi, ataupun pusat dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan semacam seminar,
lokakarya, penataran, workshop, dan
sebagainya selalu mendatangkan hal
baru. Setelah
selesai melaksanakan
kegiatan-kegiatan tersebut, banyak sekali hal yang dapat diperoleh.Motivasi-motivasi dan
keharusan menyampaikan hal-hal yang telah
didapatnya mendorong orang
melakukan inovasi berdasarkan
yang didapatkannya.
1.
Hal-hal yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inovasi
Pendidikan
Di
samping hal-hal yang menyebabkan
munculnya inovasi, ada pula hal-hal yang
memengaruhi jalannya inovasi.
Suherli (2010: 61),
menyatakan empat hal
yang memengaruhi inovasi,
yaitu sebagai
a. Efisiensi
Program
inovasi yang dilaksanakan harus mempertimbangkan unsur efisiensi.
Efisiensi lebih cenderung
pada optimalisasi penggunaan
waktu dibandingkan dengan produk
yang dihasilkan atau yang
diharapkan. Oleh karena itu,
program inovasi yang
dirancang sebisa mungkin
dapat dilaksanakan sesuai
kurun waktu yang disediakan. Misalnya, pemilihan inovasi pada bidang pengajaran, penjabaran dalam
kegiatan belajar mengajar
dapat diselesaikan pada
satu buah rencana
mengajar waktu berikutnya digunakan untuk melakukanevaluasi, termasuk
menginventarisasikan
hambatan-hambatan yang ada, sehingga pada
tahap berikutnya hambatan-hambatan ini dapat dieliminasi.
b.
Kebermanfaatan
Inovasi tidak
dapat hanya mempertimbangkan atan menyalurkan hasrat
ide orang atau
sekelompok orang, tetapi juga
harus memperhitungkan faktor
manfaat yang diperoleh, Sebagai contoh, di suatu
sekolah dibutuhkan fasilitas pendukung KBM di
kelas, yaitu produk
bahan ajar berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK).Guru yang mampu menguasai penggunaan software semacam flash dan sejenisnya bisa dijadikan alat pengolah bahan
pelajaran interaktif. Akan
tetapi, mengembangkan
inovasi dengan cara melatih
banyak guru untuk menguasai penerapan
software ini rasanya, kurang
bermanfaat, sebab tingkat kesulitan
yang ada cukup
tinggi.
Jika ingin melakukan
inovasi pemasyarakatan berbasis
TIK di sekolah, seyogianya dimulai
dari program yang sederhana seperti penggunaan aplikasi
office seperti Power Point, Word, dan Excel
C. Keterlibatan
Program-program inovasi yang
akan digulirkan melibatkan banyak pihak,
di antaranya adalah
pihak penerima. Untuk
ita" perlu dilakukan upaya-upaya sosialisasi dan
difusi inovasi kepada calon
penerima atau pengguna.
d. Kebergunaan
Pertimbangan kuantitas pengguna (siswa)
terhadap .program inovasi harus
dikedepankan. Program inovasi
yang dibuat im lebih
banyak berguna untuk
siapa? Untuk dirinya
sendin ataukah menyangkut kegunaan
bagi orang lain
atau pihak lam yang kuantitasnya
lebih banyak?
C.
FAKTOR-FAKTOR PEMERCEPArlNOVASI
PENDIDIKAN
Keputusan inovasi diawali
dengan program dan diakhiri
dengan evaluasi. Di tengah-tengah proses
berlangsungnya inovasi atau mungkin
juga di tengah berlangsungnya uji coba
banyak faktor yang memengaruhi,
baik intern maupun
ekstern.
Untuk memperjelas hal
tersebut, berikut ini
adalah skema kegiatan inovasi
beserta hal-hal yang
memengaruhinya.
Gambar 7.1
5kema Kegiatan Inovasi
Dalam
skema tersebut tamrak
hal-hal berikut. Pertama, analisis SWOT merupakan pangkal dari diberlakukannya inovasi.
Program
Inovasi yang
dipilih harus didiskusikan terlebih dahulu
kepada yang Berwenang di sekolah. Hasil-hasil
diskusi tersebut akan
tampak atau berinventarisasi, Kedua, pelaksanaan program adalah
proses inovasi. Proses
ini
bergantung pada
pihak-pihak yang terlibat
melaksanakan serta sikap untuk menerima atau menolak
dari sasaran inovasi. Akan tetapi,
yang perlu diingat
bahwa dalam setiap
interaksi manusia kadang
terjadi sesuatu yang
dapat menghambat dan mempercepat laju inovasi.Everett M. Rogers
(Udin S. 2008: 21) menyatakan beberapa hal
yang dapat mernengaruhi
cepat atau
lambatnya inovasi, yaitu
sebagai berikut.
a. Keuntungan
relatif, yaitu inovasi diukur-dari
keuntungan secara ekonomi. Artinya,
semakin sasaran melihat
ada keuntungan yang besar,
inovasi dipastikan akan
berjalan semakin cepat.
b. Kompatibel,
yaitu tingkaf kesesuaian inovasi dengan
nilai-nilai yang ada. Semakin sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, semakin cepat
inovasi dijalankan. Sebagai contoh, inovasi tentang
lingkungan sehat yang
bebas rokok karena
hal ini bertentangan dengan
kultur yang sudah
mengurat dan mengakar, inovasi ini
akan sulit untuk
dilaksanakan.
c. Kompleksitas, yaitu
tingkat kesulitan difusi
inovasi ke masyarakat. Menanamkan
pemahaman kepada rakyat
yang kurang pendidikan kadang-kadang
sulit. Oleh karena itu, faktor
kompleksitas akan membawa kepada konseptor inovasi untuk mencari metode
agar pesan-pesan inovasi
dapat mudah diterima oleh masyarakat, sehingga inovasi akan
berjalan lebih cepat.
d. Mudah diamati,
suatu inovasi akan mudah
berkembang jika hasil inovasi
dapat diamati secara
langsung. Misalnya, hasil
dari pelatihan yang akan
dijadikan bahan latihan
keterampilan berikutnya dibandingkan misalnya
dengan inovasi tentang pendidikan kognitif
yang .hasilnya tidak
bisa diamati secara langsung. Dalam
pembahasan lain disebutkan
pula, misalnya pembiayaan, modal
balik, efisiensi, risiko, komunikabel, status ilmiah, kadar
orisinalitas, keterlibatan sasaran,
dan .sebagainya termasuk dalam
unsur yang bisa
mempercepat laju inovasi.
Ketiga, pada skema di atas
terdapat eksternal dan internal
yang dapat mempercepat inovasi.
Berdasarkan hasildugaan, penyimpulan,
pemikiran, dan pengamatan
di lapangan, faktor-faktor
yang dapat memengaruhi pemercepat
inovasi dilihat dari
sisi internal dan eksternal.
1. Faktor
Internal
Faktor internal
meliputi: (a) motivasi diri,
seperti ingin maju, berkembang, mencoba, dipuji, bersaing;
(b) komitmen, merupakan wujud
dari janji kebersamaan
untuk mempercepat proses
inovasi karena setiap orang
yang terlibat di
dalamnya merasa bertanggung
jawab terhadap isi
komitmen yang dibuat
bersama; (c) tersedia sumber Daya Manusia (SDM), maksudnya sumber
daya manusia yang baik. Kelompok-kelompok ini akan membawa
dampak positif
sehingga mampu membujuk
pihak-pihak yang masih
ragu dengan program inovasi;
(d) melanjutkan konsep,
artinya di lingkungan sekolah belum
ada konsep, sudah
ada konsep untuk
diwujudkan, sudah ada konsep,
tetapi belum optimal sehingga perlu pengoptimalan; (e) gaya kepemimpinan
kepala sekolah.
E.
Mulyasa (2008: 119)
menegaskan bahwa kepala sekolah sebagai inovator harus mampu
mencari, menemukan, dan
Melaksanakan berbagai pembaruan
di sekolah.
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi:
(1) pujian, reward atau penghargaan, Yang
diberikan kepada pihak
pemrakarsa atau kelompok
yang telah melakukan inovasi.
Hal ini diharapkan
dapat memacu inovasi inovasi
yang lain. Bentuk reward
termasuk dalam manajemen personalia M. Mulyasa
(2006: 21) menyatakan,
“Pengelolaan ketenagaan mulai dari
dari analisis kebutuhan,
perencanaan, rekrutmen,
pengembangan, hadiah (reward), dan sanksi
(punishment), hubungan , sampai
evaluasi kinerja tenaga kependidikan (guru) dapat dilakukan
oleh sekolah. Artinya,
pemberian reward
merupakan pengakuan terhadap
prestasi yang telah
diraih (Suherli,2010:67); (2)
adanya peratutan dan instruksi. Dua hal ini, dinyatakan (2008: 68)
berkaitan dengan- strategi
paksaan (strategis) terhadap
saran perubahan untuk
mencapai tujuan perubahan;
(3) tersedianya dana, baik
dana yang berasal
dari komite sekolah, blackgrant
maupun bantuan langsung_dari pemerintah pusat.
Inovasi akan berjalan cepat karena
umumnya kegiatan inovasi
berbanding lurus engan
biaya; (4) peran komite
sekolah. Komite sekolah
yang mampu mempercepat
proses inovasi adalah
komite sekolah yang mampu menggali dana
dan dukungan nonmateriel dari
berbagai pihak.
Dengan
demikian, unsur-unsur pemercepat
program inovasi, secara
internal maupun eksternal
dan aspek-aspek lain
yang mendukung harus dioptimalkan. Hal
itu dikarenakan ke berfungsiannya akan mendorong
keberhasilan program yang diinovasikan
D. ATRIBUT INOVASI PENDIDIKAN
Zaltman,
Duncan, dan Holbek
(1973: 2-50) mengemukakan bahwa cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut inovasi, Suatu
inovasi dapat merupakan
kombinasi dari berbagai macam atribut.
Atribut inovasi yang
dikemukakan Zaltman adalah sebagai berikut.
1. Pembiayaan (cost). Cepat
lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi
oleh
pembiayaan, baik
pembiayaan awal (penggunaan)
maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya, walaupun diketahui
bahwa tingginya pembiayaan berkaitan dengan kualitas
inovasi. Misalnya, penggunaan
modul
di SD. Ditinjau
dari pengembangan pribadi
anak, kemandirian dalam usaha
(belajar) mempunyai nilai
,positif. Akan tetapi, karena pembiayaan
mahal, tidak dapat
disebarluaskan,
2. Balik
modal (returns to investment). Atribut
ini hanya ada dalam inovasi di
bidang perusahaan atau
industri. Artinya, suatu inovasi akan
dapat dilaksanakan jika
hasilnya dapat dilihat sesuai dengan modal yang telah
dikeluarkan (perusahaan tidak merugi).
Adapun dalam bidang pendidikan, atribut ini sukar dipertimbangkan karena
hasil pendidikan tidak dapat
diketahui dengan nyata dalam
waktu relatif singkat.
3. Efisiensi. Inovasi
akan cepat diterima jika pelaksanaannya dapat menghemat waktu
dan menghindari dari
berbagai masalah/ hambatan.
4. Risiko dan
ketidakpastian. Inovasi akan
cepat diterima jika mengandung risiko yang sekecil- kecilnya bagi
penerima inovasi.
5. Mudah dikomunikasikan. Inovasi
akan cepat diterima
apabila isinya mudah dikomunikasikan dan
mudah diterima klien.
6. Kompatibilitas. Cepat lambatnya penerimaan inovasi
bergantung pada kesesuaiannya
dengan nilai-nilai (value) warga masyarakat.
7. Kompleksitas. Inovasi yang
dapat mudah digunakan
oleh penerirna akan cepat tersebar
dengan cepat
8. Status ilmiah. Inovasi
yang, mudah dimengerti dan
digunakan . oleh penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau
sukar digunakan oleh
penerima akan lambat proses
penyebarannya.
10. Dapat
dilihat kemanfaatannya. Inovasi
yang hasilnya mudah liamati akan
semakin cepat diterima
oleh masyarakat. ebaliknya, inovasi
yang sukar diamati
hasilnya akan lama iiterima
oleh masyarakat.
11. Dapat
dilihat batas sebelumnya,
inovasi akan semakin
cepat diterima oleh masyarakat apabila
dapat dilihat batas sebelumnya.
12. Keterlibatan
sasaran perubahan. Inovasi
dapat mudah diterima pabila warga
masyarakat diikutsertakan dalam
setiap proses ang dijalan
13.
Hubungan interpersonal. jika
hubungan interpersonal baik, apat memengaruhi temannya
untuk menerima inovasi.
Dengan hubungan yang baik,
orang yang menentang
akan bersikap lunak, orang simpati
akan menjadi lebih tertarik, dan orang yang tertarik akan
menerima inovasi.
14. Kepentingan umum
atau pribadi. Inovasi yang
bermanfaat untuk kepentingan umum
akan lebih cepat
diterima daripada inovasi ang
ditujukan pada kepentingan
sekelompok orang.
15. Penyuluh
inovasi (gatekeepers). Untuk melancarkan
hubungan alam usaha mengenalkan suatu
inovasi kepada organisasi sampai organisasi
mau menerima inovasi,
diperlukan sejumlah orang yang
diangkat menjadi penyuluh
inovasi. Tersedianya
menyuluh inovasi akan.memengaruhi kecepatan
penerimaan inovasi.
Demikian berbagai macam
atribut inovasi yang
memengaruhi atau lambatnya penerimaan
suatu inovasi. Dengan
memahami atribut terse but,
guru dapat menganalisis
inovasi pendidikan yang sedang disebarluaskan, sehingga dapat
memanfaatkan hasil untuk membantu
mempercepat proses penerimaan inovasi.
E. PROSES AKSELERASI INOVASI
Proses inovasi
berkaitan dengan terjadinya
suatu inovasi yang di dalamnya terdapat
unsur keputusan yang
mendasarinya. Oleh karena itu, proses inovasi
dapat dimaknai sebagai
proses keputusan inovasi (innovation decision process). Menurut Everett M. Rogers, proses keputusan inovasi
adalah ·the process through
which abn individual (or other decision
making unit) passes from first knowledge of an innooation.io forming an
attitude toward the innovation, to a
decision to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to
confirmation of this decision.
Proses
inovasi dapat terjadi
pada level makro dan
mikro.
1.
Inovasi di tingkat makro
meliputi inovasi manajemen, yaitu:
a.
inovasi dalam sistem
pengelolaan pendidikan;
b.
fungsi-fungsi manajemen dijalankan
dengan baik (POAC);:
c.
inovasi organisasi, yaitu:
o inovasi dalam tata
kelola secara kelembagaan;
o ramping struktur, kaya
fungsi;
o pengembangan setiap
fungsi yang ada
dalam struktur, secara skematik.
2.
Inovasi di tingkat mikro,
meliputi:
a.
inovasi dalam kerangka
pengelolaan sekolah;
b. bidang garapan dalam
sekolah (kurikulum, siswa,
biaya, fasilitas, tenaga, dan
sebagainya);
c. inovasi harus
berlangsung di sekolah
untuk memperoleh hasil yang
terbaik dalam mendidik siswa. Ujung tombak keberhasilan pendidikan di sekolah
adalah guru. Oleh karena
itu, guru harus mampu menjadi seorang
yang inovatif guna menemukan strategi atau metode
yang efektif untuk mendidik;
d.
inovasi yang
dilakukan guru pada intinya
berada dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kunci utama yang
harus dipegang guru
adalah setiap proses atau
produk inovatif yang dilakukan dan
dihasilkannya harus mengacu pada kepentingan
siswa.
BAB 8
INOVASI BIDANG
KETENAGAAN PENDIDIKAN
A.
HAKIKAT, JENIS PENDIDIK, DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
1.
Hakikat Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
Menurut UU
Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistern Pendidikan nasional, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses
pembelajaran agar peserta secara aktif
mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan. akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya,
masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pendidik
adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara
fungsional kata pendidik
dapat diartikan sebagai pemberi atau penyalur
pengetahuan dan keterampilan. Jika menjelaskan pendidik
dikaitkan dengan bidang
tugas dan pekerjaan, variabel yang
melekat adalah lembaga
pendidikan. Ini menunjukkan
bahwa pendidik merupakan
profesi atau keahlian
tertentu yang melekat pada
diri seseorang yang
tugasnya mendidik atau memberikan pendidikan.
Tenaga kependidikan sebagai
penunjang inilah yang perlu
menjadi perhatian sebagaimana
yang disebutkan dalam Undang-Undang No.
20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal
1 bahwa (peran) tenaga
kependidikan
adalah
penunjang penyelenggaraan pendidikan.
2. Jenis
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan yang dimaksudkan di
sini adalah sebagaimana termaktub di dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 1992 tanggal17 Juli 1992. Dalam PP tersebut
Pasal 3 ayat (1) sampai (3) dinyatakan:
a. Tenaga
kependidikan terdiri atas tenaga pendidik,
pengelola satuan pendidikan, penilik,
pengawas, peneliti dan
pengembangan di bidang pendidikan,
pustakawan, labor an,
teknisi sumber belajar
dan penguji.
b. Tenaga
pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
c. Pengelola satuan
pendidikan -terdiri atas kepala sekolah,
direktur,
ketua,
rektor, dan pimpinan
satuan pendidikan luar
sekolah.
3.
Kategori Tenaga Kependidikan
Secara umum tenaga
kependidikan dapat dibedakan' menjadi empat kategori,
yaitu:
a. Tenaga pendidik,
terdiri atas pembimbing,
pengajar, dan pelatih.
b. Tenaga
fungsional kependidikan,
terdiri atas penilik, pengawas,
peneliti, dan pengembang di
bidang kependidikan dan pustakawan.
c. Tenaga teknis kependidikan, terdiri atas
laboran dan teknisi sumber belajar.
d. Tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala
sekolah, direktur, ketua, rektor,
dan pimpinan satuan
'pcndidikan luar sekolah.
tenaga lain yang
mengurusi masalah-masalah manajerial atau administratif kependidikan.
B.
MULTIPERAN DAN KOMPETENSI PENDIDIK SERTA
TENAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan formal,
guru menjalankan tugas pokok dan fungsi yang bersifat multiperan, yaitu sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih. Istilah pendidik merujuk
pada pembinaan dan Pengembangan
eksi peserta
didik. Istilah pengajar
merujuk pada dan pengembangan
pengetahuan atau asah
otak adapun istilah pelatih,
meskipun tidak lazim
menjadi untuk seorang guru, merujuk pada
pembinaan dan Pengembangan keterampilan
peserta didik, seperti
yang dilakukan keterampilan.
1.
Peran Pendldik dan Tenaga
Kependidikan
Menurut Muh.
Uzer Usman (2005),
secara umum peranan Pendidik dalam dunia
pendidikan dapat
dikelompokkan dalam Empat peranan, Pertama,
peranan dalam proses
belajar mengajar Pendidik sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator,
fasilitator, dan evaluator. Kedua, peranan dalam
pengadministrasian, Ketiga peranan secara pribadi.
Keempat, peranan
secara psikologis . menurut Djamarah
(1989), peranan pendidik adalah
sebagaii
a. Korektor, yaitu membedakan
nilai baik dan
nilai buruk dalam
pelaksanaan pendidikan.
b. Inspirator, , yaitu memberikan
ilham yang baik
bagi kemajuan
Belajar
peserta didik.
c. informator, yaitu memberikan
informasi perkembangan ilmu
etahuan dan teknologi.
d. Organisator, yaitu mengelola kegiatan pembelajaran.
e. Motivator, yaitu mampu mendorong peserta didik agar bergairah aktif dalam
proses pembelajaran.
f. Inisiator, yaitu pencetus
ide kemajuan dalam
pendidikan dan pembelajaran.
g. Fasilitator, yaitu
menyediakan fasilitas untuk
memudahkan proses pembelajaran.
h. Pembimbing, yaitu
bisa memberikan bimbingan
ke arah yang positif.
i. Demonstrator, yaitu
mampu memberikan pemahaman
materi pelajaran kepada peserta
didik dengan baik.
j. Pengelola kelas, yaitu
mampu mengelola kelas dengan
dinamis.
k. Mediator, pendidik
harus mengetahui manfaat media pendidikan secara benar dan
tepa t.
l. Supervisor, pendidik
harus mampu membantu
memperbaiki dan menilai.
m. Evaluator.
Abudin Nata
(2002) mengufaikan bahwa peranan
pendidik adalah melaksanakan inspiring teaching,
yaitu melalui kegiatan mengajar mampu mengilhami murid-muridnya. Maksudnya, pendidik yang
mengembangkan
gagasan-gagasan besar dari
peserta didik untuk lebih
diperdalam lagi selama
proses pembelajaran
berlangsung, baik dalam
kelas maupun di luar
kelas.
Dalam UU Sisdiknas 1989 Pasal
31 ayat 4 dinyatakan bahwa Tenaga Kependidikan berkewajiban untuk
berusaha mengem- bangkan
kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan iptek
serta pembangunan bangsa.
2.
Organisasi Profesi Kependidikan
Organisasi
profesi merupakan organisasi yang
anggotanya adalah para praktisi,
yang menetapkan dirinya
sebagai profesi dan bergabung bers~ma
untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial
yang tidak dapat mereka laksanakan
dalam kapasitasnya sebagai individu.
Sebagaimana
dijelaskari dalam PP No.
38 tahun 1992, Pasal 61 ada
lima misi dan
tujuan organisasi kependidikan, yaitu
sebagai
berikut,
a. Meningkatkan dan atau mengembangkan karier
anggota
Ini merupakan upaya
organisasi
profesi kependidikan dalam mengembangkan
karier 'anggota
sesuai dengan bidang pekerjaan
yang diembannya. Karier yang dimaksud
adalah perwujudan
diri seorang
pengemban profesi secara psikofisis yang bermakna,
baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi orang lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktivitas.
b. Meningkatkan dan atau mengembangkan kemampuan
Anggota. Ini merupakan upaya
terwujudnya kompensi
kependidikan yang andal
dalam diri tenaga
kependidikan atau guru,
yang
mencakup performance
component, subject component, profesional component. Dengan kekuatan
dan kewibawaan organisasi,
para pengemban profesi kependidikan keguruan akan
memiliki
kekuatan moral
untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, aik melalui
program terstruktur maupun program
tidak
terstruktur.
c.
meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesional anggota merupakan upaya
para profesional untuk
menempatkan anggota suatu profesi
sesuai dengan kemampuannya.Proses ini merupakan proses
spesifikasi pekerjaan
yang tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang, kecuali
oleh para ahli
yang elah mengikuti proses
pendidikantertentu dan dalam
waktu ter tentu yang relatif
lama. Umpamanya, keahlian guru embimbing dalam
bimbinghan karier, pribadi / sosial,
dan birnbingan belajar .
d. meningkatkan dan atau mengembangkan martabat
anggota
ini merupakan
upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak
manusiawi dari pihak lain, dan
tidak melakukan praktik
yang melecehkan nilai-nilai kernanusiaan.Hal ini
dapat dilakukan karena saat seorang rofesional menjadi
anggota organisasi suatu
profesi, pada saat itu pula terikat
oleh kode etik profesi sebagai
pedoman perilaku anggota profesi
itu. Dengan memasuki organisasi
profesi, setiap anggotanya
akan terlindung dari perlakuan masyarakat yang idak mengindahkan martabat kemanusiaan dan
berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang
telah disepakati .
e. meningkatkan dan
mengembangkan kesejahteraan ini
merupakan
upaya organisasi profesi
kependidikan untuk
meningkatkan kesejahteraan lahir
batin anggotanya.
Dalam
poin ini
tercakup juga upaya untuk
menjaga dan meningkatkan kesehatan anggotanya. Tidak
disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan merupakan
prioritas utama. Selain masalah
berkaitan dengan kelangsungan
hidup, juga merupakan
dasar bagi tercapainya peningkatan dan
pengembangan aspek lainnya.
Organisasi
profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu
profesi kependidikan,
sekaligus juga memiliki fungsi
tersendiri yang bermanfaat bagi
anggotanya. Organisasi
profesi kependidikaberfungsi sebagai
berikut.
a. Fungsi pemersatu. Kelahiran suatu organisasi
profesi tidak terlepas dari
motif yang mendasarinya, yaitu
dorongan
yang menggerakan para
profesional untuk membentuk suatn organisasi keprofesian.
Organisasi profesi kependidika merupakan wadah pemersatu
berbagai potensi profesi kependidikan dalam
menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat
pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi
tersebut, diharapkan organisasi
profesi kependidikan
memiliki kewibawaan dan
kekuatan dalam menentukan
kebijakan dalam melakukan
tindakan bersama, yaitu upaya
untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban
profesi kependidikan dan kepentingan masyarakat pengguna jasa
profesi ini
b. Fungsi
peningkatan kemampuan profesional. Fungsi ini
secara
jelas
tertuang dalam PP
No. 38 tahun
1992, Pasal 61 yang menyebutkan II tenaga kependidikan dapat
mer:tbentuk ikatan profesi
sebagai wadah untuk ineningkatkan dan mengembangkan
karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga
kependidikan." Peraturan pemerintah tersebut
menunjukkan adanya Iegalitas
formal yang secara tersirat
mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui'
organisasi atau
ikatan profesi kependidikan. Bahkan,
dalam UUSPN tahun 1989 Pasal
31 ayat 4 dinyatakan bahwa,
"tenaga kependidikan berkewajiban untuk
berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai
dengan perkembangan
a.
penyajian teori;
b.
peragaan atau
pedemonstrasian
keterampilan-keterampilan atau model-model;
c.
praktik yang disimulasikan
dan setting
kelas;
d.
umpan balik terstruktur;
e.
umpan balik open-ended;
f.
pembekalan untuk aplikasi.
3. Diklat Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Diklat
pendidik dn tenaga kependidikan
menerapkan dekatan
pelatihan berbasis kompetensi (competency base training),
yang orientasinya pada pencapaian kemampuan
peserta pelatihan menyelesaikan
tugas-tugasnya secara utuh.
a. Penetapan strategi pelatihan:
1. Berdasarkan karakteristik peserta pelatihan
o
pengalaman;
o
kemampuan mengelola, berkomunikasi, dan kerja sama;
o
menyenangi pekerjaan:
o
latar belakang pendidikan;
o
memiliki inisiatif
dan kreativitas serta
rasa tanggung-jawab, loyal, dan
disiplin.
2. Berdasarkan karakteristik metode pelatihan
o
Tujuan pelatihan;
o
materi pelatihan;
o
karakteristik peserta pelatihan;
o
alokasi waktu-pelatihan;
o
sarana penunjang.
3. Berdasarkan
pengelompokan (pengorganisasian peserta
pelatihan)
o
individual;
o
kelompok;
o
klasikal.
b. Skenario pelatihan:
1.
Tahap persiapan (design step)
o
identifikasi kebutuhan materi pelatihan
calon peserta pelatihan;
o
identifikasi kemampuan yang
sudah dimiliki oleh peserta
pelatihan;
o
analisis kebutuhan materi
pelatihan calon peserta
pelatihan.
2.
Tahap pengembangan program
(design program step)
- perumusan tujuan pelatihan;
- penetapan materi pelatihan;
- penetapan strategi
dan
metode pelatihan;
- penetapan sarana pelatihan;
- penetapan waktu pelatihan;
- penetapan
komponen yang dievaluasi.
3.
Tahap pelaksanaan (implementation step)
o
tes awal (pre test);
o
bina suasana (ice breaking);
o
kontrak belajar (learning
contract);
o
penyajian materi;
o
simulasi rencana survei lapangan;
o
survei lapangan;
o
refleksi hasil survey lapangan;
o
penyusunan rencana
pengembangan
program MBS;
o
penyajian materi;
o
refleksi pelatihan;
o
tes akhir (post-test).
4.
Tahap evaluasi dan tindak
lanjut
o
tujuan pelatihan;
o
materi pelatihan;
o
strategi dan metode
pelatihan;
o
pelatih;
o
sarana pelatihan;
o
waktu pelatihan
D. INOVASI PENGEMBANGAN PROFESIONALISME
BERKELANJUTAN
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Bidang teknologi pendidikan
merupakan bidang kajian
ilmu aplikasi yang memiliki spectrum
cukup luas. Pengertian
teknologi sesungguhnya tidak hanya
berkaitan dengan kecanggihan
perangkat keras hasil dari
produk industri elektronika. Teknologi
jika diterapkan pada konteks
pendidikan sebagai salah
satu bagian dari
ilmu sosial yang bermakna sebagai proses
pengolahan informasi kependidikan
nntuk dipecahkan guna menghasilkan produk
dalam bentuk solusi masalah
kependidikan. Pengertian pendidikan tersebut khususnya
mencakup aspek pembelajaran
(instruction).
Proses pemecahan masalah
dengan menggunakan diskusi
dan pemikiran intensif yang
teruji secara empiris
tersebut identic dengan
proses pengolahan bahan
baku di suatu
pabrik untuk menghasilkan produk teknologi.
Inilah kesamaan makna
teknologi dalam konteks
keteknikan dengan konteks
ilmu pendidikan.
Pengertian teknologi pendidikan
menurut The Association
for Educational
Communications and Technology (AECT)
tahun 2008 adalah
bidang ilmu yang
mempelajari secara teoretis
dan praktik beretika
dalam memfasilitasi dan meningkatkan
kinerja pembelajaran melalui
penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan
proses, serta sumber teknologi
yang tepat. Teknologi pendidikan
merupakan bidang kajian
antar disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut
meliputi bidang pendidikan, psikologi, komunikasi, komputer, informasi,
sosial-ekonomi-budaya, dan keteknikan.
Kajian terintegrasi antarbidang keilmuan
tersebut menghasilkan produk
dalam bentuk teori,
model, konsep, prinsip,
dan prosedur yang
digunakan dalam pembelajaran. Teori yang dihasilkan,
antara lain elaboration, algorithm, component-display, instructional design, message design, instructional transaction, dan integrated thematic. Model
yang dihasilkan, antara lain
instructional
design (improving instructors’ competency, instructional product development, instructional system deuelopment
dan institutional/organization development), open and isiance learning, dan online/network learning. Konsep yang dihasilkan, antara lain instruction, students’ active learning, bottom-up approach,
learning
resources, open
& distance learning,
learning how to
learn, knowledge society,
learning organization, learning
environment, dan
learning acknowledgement. Prinsip-prinsip
yang dihasilkan, antara.lain open system, students' centered
learning, holistic
approach involving
all components, systematic & synergetic approach,
institutional
independency, authentic
evaluation, knowledge management, informal learning, dan scaffolding.
Prosedur yang dihasilkan,
antara lain systematic
instructur design, macro &
micro organizational strategies
of lesson, instructstutional delivery strategies,
learning management
strategies, dan context-base: evaluation. Produk-produk yang dihasilkan tersebut sangat cocok bagi
para pelaku pendidikan,
khususnya para tenaga
pendidik dan kependidikan
(tendik). Produk-produk yang
dihasilkan tersebut akan
membangun paradigma baru
bagi pendidik dalam
melaksanakan tugas kesehariannya untuk memecahkan
masalah pembelajaran. Perubahan
paradigma teacher centre learning
menjadi student centre learning
menjadi topic kajian
yang terus dikembangkan untuk
dapat membelajarkan peserta
didik supaya terbentuk
karakter untuk dapat
belajar secara
mandiri.
- Program
Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Berikut
ini program pembinaan dan pengembangan profesi guru yang dicanangkan
oleh pemerintah dalam inovasi pengembangan, profesional berkelanjutan
pendidik dan tenaga kependidikan,
yaitu.
a. peningkatan
kualifikasi;
b. sertifikasi
guru;
c. peningkatan
kompetensi;
d. pengembangan
karier;
e. penghargaan
dan perlindungan;
f. perencanaan
kebutuhan guru;
g. tunjangan
guru.
- Preposisi
untuk Peningkatan dalam Rangka Peningkatan Pengembangan Profesional
Dalam upaya peningkatan
pengembangan profesionalisasi,
berikut
ini beberapa preposisi untuk
peningkatan
pengembangan profesional.
- Tugas-tugas atau kegiatan
pendidikan dalam jabatan
yang berkelanjutan dapat
mengembangkan kompetensi professional
guru secara reguler,
meningkatkan mutu sekolah, dan memperkaya khazanah
kehidupan individual guru.
- Bentuk pendidikan dalam jabatan
dapat menampung tujuan-tujuan
yang akan dicapai.
- Banyak metode pelatihan
yang sangat efektif, tetapi hingga saat
ini belum sepenuhnya digunakan dalam
sistem pendidikan dalam
jabatan.
- Latihan meneliti akan mendorong guru untuk menemukan ide
pengembangan professional.
- Hambatan dalam mengaplikasikan pengalaman menuntut
adanya perluasan kegiatan
pelatihan secara
besar-besaran
bagi guru.
- Guru dapat menjadi
peserta pelatihan yang
efektif dibandingkan dengan
staf lainnya.
- Banyak sumber pengembangan
yang secara potensial
efektif menjadi lemah
atau disalahgunakan saat
ini.
- Suasana produktif memungkinkan
setiap orang melakukan aktivitas pengembangan. Dengan
kata lain, penerapan konversi.
- Orang yang aktif cenderung lebih aktif “menyeberang ke luar” dan merasa lebih tampil percaya diri.
- Kolaborasi pemerintahan dengan
sekolah dan personel atau tokoh
masyarakat sangat esensial.
Kepala sekolah, guru,
dan anggota
masyarakat,
personel universitas, dan
asisten teknis, semuanya
muncul menjadi vital
bagi usaha membangun
lingkungan yang favorable dan
keterlibatannya sangat
krusial.
BAB
9
INOVASI BIDANG MANAJEMEN
ORGANISASI PENDIDIKAN
S
Pendidikan saat ini
sudah mengintegrasikan teknologi dengan
praktik pembelajaran yang sangat
inovatif. Menurut para peneliti dan pemangku
kepentingan pendidikan, perubahan
ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan para siswa
serta pembelajar.
Perubahan
pendidikan bertujuan
membekali siswa dengan kualitas
pendidikan yang baik
agara mereka mampu beradaptasi dengan situasi ekonomi
global.
Tidak hanya dalam
bidang teknologi
bahwa inovasi pembaharuan
itu diperlukan, tetapi segala bidang juga memerlukan
inovasi, seperti bidang
pendidikan.
Penerapan inovasi
pendidikan
terjadi pada segala
jenjang pendidikan dan
komponen sistem
pendidikan.
- ANALISIS
MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Berdasarkan pendapat Eman
Suparman dalam Mulyono,
M (2009: 239), manajemen
berbasis sekolah
(MBS) adalah penyerasian, sumber
daya yang dilakukan
secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan
semua pemangku kepentingan
yang berkaitan dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan
mutu sekolah atau
untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Implikasi dari penerapan MBS
bahwa sekolah
diharapkan
dapat:
1. menyadari
kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bagi sekolah tersebut;
2. mengetahui sumber
daya yang dimiliki dan masukan
pendidikan
yang akan dikembangkan;
3. mengoptimalkan
sumber daya yang tersedia untuk kemajuan
lembaganya;
4. bertanggung
jawab terhadap orangtua,
masyarakat, lembaga yang
berkaitan, dan pemerintah dalam penyelenggaraan
sekolah;
5. persaingan sehat dengan sekolah lain dalam
usaha-usaha
kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan;
6. meningkatkan
peran serta komite
sekolah, masyarakat, dunia usaha,
dan dunia industri
untuk mendukung kinerja sekolah;
7. menyusun
dan melaksanakan program
sekolah yang mengutamakan kepentingan
proses belajar mengajar (pelaksanaan kurikulum), bukan
hanya kepentingan administratif;
8. menerapkan
prinsip efektivitas dan
efisiensi dalam penggunaan sumber
daya sekolah (anggaran,
personel, dan fasilitas);
9. mampu mengambil
keputusan yang sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan,
dan kondisi lingkungan sekolah walaupun
berbeda dari pola umum
atau kebiasaan;
10. menjamin
terpeliharanya fasilitas dan sumber
daya yang ada
di sekolah dan
bertanggung jawab kepada
masyarakat;
11. meningkatkan
profesionalisme personel sekolah:
12. meningkatnya kemandirian sekolah
di segala bidang.
13. adanya
keterlibatan semua unsur,
berkaitan dalam perencanaan program sekolah (misalnya guru,
komite sekolah, tokoh masyarakat);
14. adanya
keterbukaan dalam pengelolaan
anggaran pendidikan
sekolah.
- INOVASI
DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN
1.
Pengertian
Inovasi Organisasi Pendidikan
Organisasi pendidikan adalah sistem yang bergerak
dan berperan dalam merumuskan
tujuan pendewasaan manusia
sebagai mahluk sosial agar
mampu berinteraksi dengan lingkungan.
Dengan pendewasaan,
setiap orang dapat
menyikapi masalahnya dengan
baik dan mampu berinteraksi
sebagaimana perannya di suatu lingkungan.
Definisi organisasi pendidikan
dari para ahli
adalah: (1) ganization is the form of even) human association for the
attainment
of comon
purpose (James
D. Oony); (2) An
organizatioll'as a system
of cooperative
activities of two. or more persons (Chester I. Barnard, 1967).
Berdasarkan defini tersebut, dapat
disimpulkan bahwa organisasi
adalah sebuah bentuk atau
sistem yang
terdiri atas sekelompok manusia yang
berkerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Sekolah
dikatakan sebagai
sebuah organisasi karena sekolah
didirikan
untuk mencapai tujuan
bersama, khususnya di bidang
pendidikan.
Mulyani A. Nurhadi (1998). Membedakan
organisasi
pendidikan menjadi dua,
yaitu organisasi makro
dan mikro. Organisasi
pendidikan makro adalah
organisasi pendidikan dilihat
dari segi organisasi secara
luas. Organisasi pendidikan
pada tingkat makro
dibedakan atas Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
tingkat Pusat, Kantor
Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kantor Pendidikan
dan Kebudayaan di
Kabupaten/Kotamadya, serta
Kantor Pendidikan dan
Kebudayaan tingkat Kecamatan.
Adapun organisasi pendidikan
mikro adalah organisasi
pendidikan dilihat berdasarkan
titik tolak dengan unit-unit yang ada
di suatu sekolah atau
lembaga pendidikan penyelenggara
langsung proses belajar mengajar.
Struktur di setiap sekolah atau lembaga tidak seluruhnya sama.
Mungkin di suatu sekolah
terdapat suatu unit sekolah
yang di sekolah lain tidak terdapat karena kekurangan
tenaga atau sarana
lain.
2.
Syarat
Organisasi
Adapun syarat-syarat: organisasi,
termasuk organisasi pendidikan,
adalah sebagai berikut.
a. Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Rumusan tujuan yang jelas akan mempermudah penentuan struktur
dan fungsi organisasi tersebut.
b. Memiliki
pembagian tugas yang
jelas. Suatu organisasi terdiri atas
beberapa posisi yang
semuanya mempunyai
tanggung jawab dan
tugas yang jelas. Meskipun
memungkinkan adanya pergantian
orang dalam suatu organisasi, tugas dan
fungsi setiap posisi itu
tidak berubah dan tetap pada
tujuan
organisasi.
c. Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak
semua posisi dalam
organisasi
memiliki kewenangan yang sama. Dalam
pengaturan kewenangannya diperjelas tentang pertanggung-jawaban setiap posisi.
d. Memiliki aturan
dasar/umum (tujuan atau syarat
susunan pengurus) dan aturan
khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
e. Pola
hubungan informal. Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan
birokrasi kaku, dan sangat formal akan menghilangkan unsur
manusiawi dalam kinerja
antar-anggotanya. Suatu organisasi
harus menggunakan pola
informal dalam hubungan
antar anggotanya untuk
menghilangkan ketegangan dan
bisa lebih akrab,
tetapi tetap
bertanggung jawab satu sama lain.
3.
Asas-asas
Organisasi
Asas-asas organisasi berdasarkan pendapat Mulyono
(2009: 76), yaitu: (1) kejelasan tujuan;
(2) pembagian tugas; (3) fungsional; (3) pengembangan jabatan
fungsional;
(4) koordinasi; (5) kesinambungan; (6)
kesederhanaan; (7) keluwesan; (8) akordion;
(9) pendelegasian wewenang;
(10) rentang kendali; (11)
jalur dan staf; dan (12) kejelasan dalam pembangunan.
Dalam manajemen pendidikan dikenal adanya dua
mekanisme pengaturan, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Manajemen berbasis sekolah
(MBS) merupakan salah satu bentuk
inovasi dalam hal
pengelolaan pendidikan di sekolah dengan
pendekatan yang lebih dekat dengan masyarakat.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri
oleh sekolah
dengan melibatkan semua pemangku kepentingan
yang berkaitan dengan
sekolah secara langsung
dalam proses pengambilan putusan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS)
adalah meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan adanya MBS, sekolah dan masyarakat
tidak perlu menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan
visi pendidikan yang
sesuai dengan keadaan tempat dan melaksanakan visi tersebut secara
mandiri.
Dalam pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah (MBS), alokasi dana kepada
sekolah menjadi lebih besar dan sumber daya tersebut dapat
dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah.
Sekolah lebih bertanggung
jawab terhadap perawatan,
kebersihan, dan penggunaan
fasilitas sekolah, termasuk
pengadaan
buku dan bahan pelajar.
Hal
tersebut pada akhirnya akan meningkatkan
mutu kegiatan belajar
mengajar yang berlangsung
di kelas. Sekolah membuat
perencanaan dan mengambil inisiatif
sendiri untuk meningkatkan
mutu pendidikan dengan
melibatkan
masyarakat sekitarnya dalam
proses tersebut. Kepala sekolah dan guru dapat bekerja
lebih professional dalam
memberikan
pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan anak di
sekolahnya. MBS merupakan
salah satu komponen sekolah
dalam rangka meningkatkan
mutu pembelajaran.
MBS yang akan dikembangkan
merupakan
bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas
di tingkat sekolah, partisipasi
masyarakat yang tinggi, tetapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. MBS harus
mengakibatkan peningkatan
proses belajar mengajar, sehingga
hasil belajar semakin meningkat. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggung jawab, kreatif dalam bertindak dan mempunyai
wewenang
lebih serta dapat dituntut pertanggung jawabannya oleh
pemangku kepentingan.
4.
Konsep Inovasi
Pendidikan dalam
Organisasi
Inovasi
pendidikan adalah perubahan
yang baru, dan
kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diciptakan
untuk meningkatkan kemampuan
guna mencapai tujuan
tertentu dalam pendidikan. Adapun ruang lingkup organisasi
inovasi pendidikan, antara lain:
- Bidang peserta didik,
yakni pengelompokan dalam
proses pembelajaran dengan segala
gambaran karakteristiknya.
- Bidang tujuan pendidikan, menyangkut kapasitas
pribadi,
sosial, ekonomis, tingkat dan jenis pengajaran, cara dan sarana untuk
merumuskan tujuan.
- Isi
pelajaran, menurut jenisnya, efek/dampak, kapasitas sanak
peserta didik, bidang dan struktur
ilmu pengetahuan, manfaat,
kemampuan
mental, dan derajat spesialisasi.
- Media pembelajaran.
- Fasllitas pendidikan, perlengkapan
yang mendukung
pelaksanaan pendidikan.
- Metode dan teknik komunikasi, interaksi langsung dan tidak langsung.
- Hasil pendidikan.
5.
Peranan
Sekolah sebagai Organisasi/Lembaga Pendidikan
Peranan sekolah sebagai
lembaga pendidikan adalah mengembangkan
potensi manusiawi yang
dimiliki anak-anak agar mampu
menjalankan tugas-tugas kehidupan
sebagai manusia, baik secara
individual maupun sebagai
anggota masyarakat.
Kegiatan untuk mengembangkan potensi harus-dilakukan
secara berencana, terarah, dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu.
Pengorganisasian suatu sekolah
bergantung pada beberapa
aspek antara lain
jenis, tingkat, dan
sifat sekolah yang
bersangkutan. Susunan organisasi pendidikan tertuang dalam
Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan tentang susunan organisasi
dan tata kerja jenis
sekolah
tersebut (Depdikbud, 1983: 2).
Dalam
struktur organisasi terlihat
hubungan dan mekanisme
kerja antara
kepala sekolah, guru, murid dengan
pegawai tata
usaha sekolah serta
pihak lain di
luar sekolah. Kepala
sekolah sebagai pengelola sekolah
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Kepala
sekolah diharapkan
mampu
meningkatkan iklim sekolah yang
kondusif bagi terlaksananya
proses belajar mengajar yang
efektif, dan mengaktualisasikan
sumber daya yang
ada di sekolah seoptimal mungkin dalam menunjang proses belajar mengajar.
Oleh karena itu,
setiap kepala sekolah
harus menguasai kemampuan
organisasi pendidikan yang
efektif. Sebagai seorang
manajer, kepala sekolah perlu
melakukan pendekatan terhadap
strategi global sebagai suatu tuntutan untuk
dapat mengelola sebuah
organisasi pendidikan secara berhasil.
Memimpin sebuah organisasi
pendidikan yang produktif
berarti mengetahui dan
memahami prilaku individu
di dalam organisasi pendidikan
tempat kerja
para guru dan
seluruh staf yang terlibat, dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan
dalam penyusunan organisasi
pendidikan.
- KEPUTUSAN
INOVASI DALAM ORGANISASI
Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi memiliki
peran
sangat panting karena
dampak pemilihan keputusan
akan mempengaruhi
keberlangsungan organisasi tersebut. Pengambilan keputusan yang
tepat akan berpengaruh
positif bagi organisasi, sebaliknya, pengambilan
keputusan yang salah
akan merugikan organisasi.
Pengambilan
keputusan inovasi berbeda dengan
pengambilan keputusan bukan
inovasi. Pada umumnya,
pengambilan keputusan bukan
inovasi memerlukan empat
langkah, yaitu: (1) tersedianya berbagai alternatif
tantangan kegiatan yang
harus dilakukan atau berbagai tindakan
yang harus diambil;
(2) tersedianya rangkaian konsekuensi dari setiap
alternatif, kegiatan atau
tindakan
yang harus diambil atau
dipilih; (3) menyusun urutan
atau ranking konsekuensi dari setiap alternatif,
berdasarkan kemanfaatannya bagi
organisasi; (4) mernilih salah
satu alternatif yang paling menguntungkan dan
paling mudah dilaksanakan. Dalam
proses keputusan tersebut,
para pembuat keputusan sudah
memahami berbagai alternatif dengan segala konsekuensinya,
dan memilih pertimbangannya
yang tepat dengan
dasar dapat dilaksanakan
dan menguntungkan organisasi.
Adapun keputusan inovasi berbeda dengan pola
tersebut pada saat
akan mengambil keputusan,
para pengambil dihadapkan pada
berbagai kemungkinan. Mungkin
mereka mengetahui dengan
pasti tentang inovasi yang
dihadapi serta
telah mengetahui segala informasi.
Akan tetapi, hal
ini jarang terjadi karena yang dikatakan inovasi adalah
sesuatu yang dirasakan
diamati baru bagi
seseorang. Artinya, mereka
telah mengetahui dengan
jelas segala kemungkinan yang akan
terjadi
dengan berbagai alternatif,
tetapi belum
mencoba, sehingga harus berani mengambil risiko.
Dalam organisasi yang
mendorong adanya inovasi
adalah terjadinya kesenjangan penampilan,
yaitu jika ada perbedaan yang ditampilkan oleh organisasi
dengan yang menurut
pengambilan keputusan harusnya
terjadi.
Ada beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya
penampilan (Ibrahim, 1988:
135), yaitu:
- Penentuan kinerja keberhasilan
penampilan suatu organisasi tidak
tepat;
- suatu
organisasi ingin meningkatkan
hasil produksinya
atau kualitas penampilannya;
- terjadi perubahan dalam
intern organisasi:
o ada
pejabat baru yang membawa aturan dan
harapan baru;
o perubahan
teknologi;
- jika terjadi
perubahan-di luar organisasi (ekstern):
o
permintaan kebutuhan atau
layanan dari masyarakat
berubah;
o
terjadi perubahan karena
teknologi baru yang
digunakan secara
luas;
o
terjadi perubahan organisasi
sebagai dampak adanya kerja
sarna dengan unit
di luar organisasi.
Berdasarkan penjelasan di atas,
tampak bahwa kesenjangan
penampilan menuntut
diadakannya inovasi. Untuk
menentukan inovasi
yang akan digunakan,
diperlukan keputusan
inovasi.
Ada beberapa macam keputusan
inovasi dalam
sebuah organisasi, yaitu
sebagai berikut.
- Keputusan Otoritas
Keputusan otoritas dibuat
oleh seorang atau
sekelompok kecil
orang-orang yang
sering disebut sebagai "kelompok
dominan"
dalam organisasi. Dalam hal
ini, keputusan untuk menolak
atau menerima inovasi
dipaksakan kepada anggota
organisasi oleh para
petinggi organisasi (orang yang
mempunyai kekuasaan).
Ada dua macam tipe
keputusan otoritas yang
sering dipakai dalarn organisasi
yaitu: (a) keputusan
otoritas dengan partisipasi
anggota organisasi (pendekatan
partisipatif); (b) keputusan
otoritas
tanpa partisipasi anggota
organisasi (pendekatan otoritatif).
Contoh keputusan
otoritas dengan pendekatan otoritatif, kepala sekolah
memerintahkan kepada para guru
mulai ajaran baru
2013 untuk menyerahkan
persiapan mengajar paling
lambat dua hari sebelum persiapan mengajar seharusnya digunakan. Jika
kepala sekolah menggunakan
pendekatan partisipastif, ia
rnengadakan rapat dengan para
guru untuk rnembicarakan
hal-hal yang sebaiknya.
Dengan menggunakan pendekatan partisipatif, berarti
ia memperluas sumbangan
kekuatan penerapan inovasi,
sehingga mengurangi terjadinya penolakan
inovasi. Dengan kata
lain, para guru
tidak merasa dipaksa.
Kaputusan otoritas dipandang
lebih efisien karena
urutan pertahapan proses
pengambilan keputusan dapat
dilakukan dalam yang
lebih singkat.
- Keputusan Kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai cara
yang digunakan para
anggota sistem sosial
untuk menerima atau meenolak
inovasi dengan kesepakatan
bersarna dan semua anggota
harus menerima
keputusan yang telah
dibuat bersama
tersebut. Keputusan kolektif
digunakan oleh organisasi yang dibentuk
secara sukarela, misalnya organisasi
kesenian atau olahraga.
Menurut Schein (1997),
ada dua hal
yang menghambat
dilaksanakannya pengambilan
keputusan, yaitu:
- Anggota minoritas
sering merasa tidak
cukup waktu pada
saat mendiskusikan hal
yang diputuskan, sehingga mereka belurn
memahami secara mendalam.
- Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan
suara itu terjadi dua
kelompok yang bersaing.
Saat ini
mereka kalah dan
mereka akan menunggu
kesempatan untuk mendapatkan
kemenangan pada pemungutan
suara pada waktu
yang akan datang.
Berdasarkan hal tersebut,
pengambilan keputusan secara kesepakatan
bersama (musyawarah) lebih baik daripada suara (voting).
Tipe keputusan kolektif dapat memberikan
fasilitas proses inovasi
dalam beberapa cara,
antara lain:
a.
terjadi mekanisme
umpan batik secara
internal;
b.
setiap anggota mendapat
kesempatan untuk dapat
kebutuhan inovasi;
c.
memberikan kemungkinan lancarnya
pelaksanaan implementasi;
d.
meningkatnya kerja sama
antaranggota dalam proses
keputusan inovasi juga
akan memengaruhi kelancaran
implementasi.
Proses keputusan inovasi
secara kolektif sangat
tepat digunakan dan
akan efektif apabila
partisipan (anggota organisasi)
merasa bahwa:
a.
inovasi di tempatnya bekerja relevan
dengan keperluannya;
b.
mereka memiliki kemampuan
untuk memulai dan
menerapkan inovasi;
c.
mereka mempunyai kewenangan
untuk menggunakan inovasi.
Apabila persyaratan tersebut
tidak terpenuhi, kombinasi
antara tipe keputusan kolektif
dan otoritas lebih tepat digunakan.
BAB
10
INOVASI BIDANG KURIKULUM PENDIDIKAN
- INOVASI KURIKULUM
PEMBELAJARAN
Inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat
diartikan sebagai ide,
gagasan, atau tindakan-tindakan
tertentu dalam bidang
kurikulum dan pembelajaran yang
dianggap baru untuk
memecahkan masalah pendidikan.
Selama ini kurikulum kita
dianggap kurang menyentuh
kebutuhan dan keasaan
atau kondisi lingkungan
siswa. Oleh karena itu,
penerapan kurikulum muatan
local merupakan suatu
inovasi dalam bidang
pendidikan untuk memecahkan
masalah tersebut. Melalui
kurikulum muatan
lokal, rnateri yang diberikan di sekolah akan
menjadi relevan dengan kebutuhan
dan tuntutan lingkungan
hidup siswa.
Kurikulum harus mampu
menjawab kebutuhan siswa
pada masa yang
akan datang. Pendidikan
bukan hanya berfungsi
untuk mengawetkan kebudayaan
masa lalu, melainkan
juga untuk mempersiapkan
siswa agar kelak dapat hidup menyesuaikan dengan tuntutan
zaman. Oleh karena itu, sesuatu yang
diberikan di sekolah harus
teruji dan memiliki
nilai guna untuk
kehidupan siswa pada
masa yang akan
datang.
Salah satu asas pengembangan kurikulum adalah
asas sosiologis yang
mengandung
makna bahwa kurikulum
harus memerhatikan tuntutan
dan kebutuhan masyarakat, termasuk
tuntutan dunia kerja.
Perbaikan kurikulum dilakukan
bukan hanya membuka
kemungkinan penambahan isi
kurikulum sesuai dengan
kebutuhan lingkungan masyarakat
lokal, melainkan juga
inovasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan memperkenalkan
penggunaan pendekatan Cara
Belajar Siswa
Aktif (CBSA), pendekatan keterampilan
proses, Contectual Teaching and
Learning, dan sebagainya.
Dalam konteks kurikulum
dan pembelajaran, suatu
program pembelajaran dikatakan
memiliki tingkat efektivitas
yang tinggi jika
program tersebut dapat
mencapai tujuan seperti
yang diharapkan, Misalnya,
untuk mencapai tujuan
tertentu, guru memrogramkan tiga bentuk kegiatan
belajar mengajar. Jika
setelah dilaksanakan program kegiatan
belajar
mengajar,
tujuan pembelajaran telah
dicapai oleh seluruh siswa,
dapat dikatakan bahwa
program itu memiliki
efektivitas yang tinggi.
Sebaliknya, apabila diketahui
setelah pelaksanaan proses belajar
mengajar, siswa belum
mampu menentukan
tujuan yang diharapkan,
dapat dikatakan bahwa
program tersebut tidak
efektif.
- PROSEDUR
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KETERPADUAN
Saat ini, ada
kecenderungan
guru mengemas pengalaman
belajar dengan
mengotak-ngotakan secara tegas
antara bidang studi
satu dengan bidang
studi lainnya. Padahal,
kurikulum yang memisahkan penyajian
mata pelajaran secara
tegas hanya akan membuat
kesulitan bagi
siswa karena pemisahan
seperti itu akan
memberikan pengalaman
belajar yang bersifat
artifisial.
Siswa pada jenjang
sekolah dasar, yang
paling dominan menghayati
pengalamannya, masih berpikir
secara keseluruhan. Mereka
masih sulit menghadapi
pemilihan yang artifisial
(terpisah-pisah). Hal ini
berarti siswa sekolah
dasar melihat dirinya
sebagai pusat lingkungan,
yang merupakan keseluruhan
yang belum jelas
unsur-unsurnya dengan pemaknaan
secara holistik yang bertitik tolak dari yang
bersifat konkret. Melalui
pemikiran tersebut, diperlukan
kurikulum terpadu
yang berangkat dari
bentuk rencana umum
dan dilaksanakan dalam
bentuk pembelajaran unit (unit
teaching). Rencana umum yang
dimaksudkan adalah organisasi kurikulum yang berpusat pada bidang masalah,
ide, dan tema
tertentu yang dapat
digunakan untuk melaksanakan pengajaran unit.
Dengan perkataan lain, source unit adalah unit-unit yang
telah siap dibuat
dan disusun secara
umum, lengkap dan
luas serta merupakan
reservoir bagi pengembangan
pembelajaran unit.
- BERBAGAI JENIS INOVASI DALAM KURIKULUM
DAN PEMBELAJARAN
Dalam usaha mengefektifkan pencapaian tujuan
pendidikan, pemerintah terus-menerus
melakukan berbagai perbaikan
dan pembaharuan pendidikan
dan kurikulum. Beberapa
pembaruan (inovasi) yang
telah dilakukan adalah
sebagai berikut.
- Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Sejak lama, bahkan sejak
kemerdekaan republik Indonesia
ini, kurikulum di
Indonesia disusun secara
terpusat. Sekolah bahkan
tidak diberi ruang
yang cukup untuk
mengembangkan kurikulum sendiri.
Sekolah dan guru
hanya berfungsi sebagai
pelaksanaan kurikulum yang
seluruhnya diatur oleh
pusat, yakni isi
pelajaran, system penilaian,
bahkan waktu pemberian
materi pelajaran kepada
siswa melalui bentuk
kurikulum yang bersifat
matriks.
Sejak tahun 2006,
terjadi perubahan kebijakan
pemerintah mengenai kurikulum
seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang, Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Kurikulum
tidak lagi sepenuhnya diatur oleh
pusat,
tetapi ditentukan oleh
daerah masing-masing melalui
kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan
oleh tiap-tiap satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan
dengan memerhatikan dan
berdasarkan standar nasional pendidikan
(BSNP). Dilihat dari adanya perubahan sistem manajemen
kurikulum itulah, dapat
dikatakan bahwa pemberlakuan KTSP merupakan
salah satu bentuk
inovasi kurikulum yang ada
di Indonesia.
Jika kita analisis
konsep di atas,
ada beberapa hal
yang berhubungan dengan makna
kurikulum operasional. Pertama, sebagai kurikulum yang
bersifat operasional, dalam
pengembangannya KTSP tidak
lepas dari ketetapaan-ketetapan yang telah
disusun pemerintah secara
nasional. Artinya,
walaupun
daerah diberi kewenangan
untuk mengembangkan kurikulum,
kewenanga itu hanya sebatas
pada pengembangan operasionalnya, sedangkan rujukan
pengembangannya ditentukan oleh
pemerintah. Misalnya jenis
mata pelajaran beserta
jumlah jam pelajarannya,
isi dari setiap mata pelajaran
serta jumlah jam
pelajaranya, isi dari
setiap mata pelajaran
kompetensi yang harus
dicapai oleh setiap
mata pelajaran. Hal
ini sesuai dengan Undang-Undang
No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 36
ayat 1, yang
menjelaskan bahwa pengembangan
kurikulum mengacu pada
standar nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Daerah dalam
menentukan isi pelajaran
terbatas pada pengembangan
kurikulum muatan lokal,
yakni kurikulum yang
memiliki kekhasan sesuai
dengan kebutuhan daerah,
serta aspek pengembangan
yang sesuai dengan
minat siswa. Kedua
aspek tersebut ditentukan
oleh pemerintah.
Kedua, sebagai
kurikulum operasional, para
pengembang KTSP dituntut
untuk memerhatikan ciri
khas kedaerahan, sesuai
dengan Undang-Undang No.
20 tahun 2003 ayat 2,
yang menyatakan bahwa
kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta
didik. Persoalan ini
penting untuk dipahami walaupun
standar isi ditentukan
oleh pemerintah, tetapi dalam operasional pembelajarannya
yang direncanakan dan
dilakukan oleh guru serta
pengembang kurikulum tidak
terlepas dari keadaan
kondisi daerah.
Ketiga, sebagai
kurikulum operasional, para
pengembang kurikulum di
daerah memiliki keleluasaan
dalam mengembangkan kurikulum
menjadi unit-unit pelajaran.
Misalnya, dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran dalam menentukan media
pembelajaran dan dalam
menentukan evaluasi yang
dilakukan, termasuk dalam
menentukan berapa kali
pertemuan serta suatu topic materi
harus dipelajari siswa agar
kompetensi dasar
yang telah ditentukan dapat
tercapai.
Sebagai
kurikulum
operasional, KTSP memiliki karakteristik
berikut.
a. KTSP
adalah kurikulum sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini
dapat dilihat dari
struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajaran yang
harus dipelajari sesuai dengan nama-nama disiplin itu,
juga ditentukan jumlah jam pelajaran
secara ketat. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa KTSP
merupakan kurikulum yang
berorientasi pada disiplin ilmu.
b. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu.
Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang
menekankan pada aktivitas
siswa untuk mencari dan
menemukan sendiri materi
pelajaran melalui berbagai
pendekatan. Strategi pembelajaran
yang disarankan misalnya, melalui
CTL, inkuiri, pembelajaran portofolio,
dan sebagainya. Demikian juga,
secara tegas dalam
struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri.
c. KTSP
adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak
pada salah satu prinsip
KTSP, yaitu berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta lingkungannya. Dengan demikian, KTSP adalah kurikulum yang
dikembangkan oleh daerah.
Bahkan, dengan program muatan
lokalnya, KTSP didasarkan
pada keberagaman kondisi,
sosial, budaya yang berbeda
masing-masing daerahnya.
d. KTSP
merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat
dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar
yang kemudian
dijabarkan pada indikator hasil belajar,
yaitu sejumlah perilaku yang
terukur sebagian bahan penilaian.
- Penyelengaraan
Sekolah Lanjutan Pertama Terbuka (SLTPT)
SLTPT terbuka merupakan sekolah menengah
umum tingkat pertama
yang kegiatan belajarnya
dilaksanakan sebagian besar
di luar gedung sekolah. Penyampaian
pelajaran dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai media
sebagai pengganti guru,
misalnya paket belajar berupa
modul dan pemanfaatan
media elektronik seperti
radio.
SLTPT terbuka diselenggarakan
untuk meningkatkan
pemerataaan pendidikan, khususnya
bagi lulusan SD
yang ingin melanjutkan pendidikan,
tetapi tidak dapat
melaksanakannya disebabkan factor
geografi, sosial, dan
ekonomi. Ciri-ciri SLTPT
terbuka adalah:
- terbuka
bagi peserta didik
tanpa batasan umur
dan syarat-syarat akademis;
- terbuka dalam
memilih program
belajar untuk mencapai ijazah formal serta
memenuhi kebutuhan jangka
pendek yang bersifat praktis, insidental,
dan individual (perseorangan);
- tidak selalu diselenggarakan di dalam
kelas melalui
tatap muka dengan guru, tetapi dapat dilakukan di luar kelas dengan belajar melalui berbagai
media, seperti radio,
media cetak,
film, foto, dan
sebagainya;
- peserta didik dapat
secara bebas mengikuti
program belajar
sesuai
dengan kesempatan yang tersedia;
- dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, tokoh masyarakat,
orangtua peserta didik,
dan pamong pemerintah
setempat.
Tujuan yang ingin
dicapai oleh SLTP terbuka adalah mencetak
lulusan sebagai berikut:
a.
menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang sehat dan kuat lahir dan
batin;
b.
menguasai hasil pendidikan
umum
yang merupakan kelanjutan
dari pendidikan di
sekolah dasar;
c.
memiliki bekal untuk
melanjutkan
pelajaran ke sekolah lanjutan, atas dan utuk tujuan
ke masyarakat;
d.
meningkatkan disipliri siswa;
e.
menilai kemajuan siswa dan
memantapkan hasil pelajaran dengan
media.
- Pengajaran Melalui Modul
Pengajaran melalui modul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan
yang pernah ada di Indonesia, yang digunakan dalam berbagai penyelenggaraan pendidikan, baik
formal maupun nonformal.
Dalam konteks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu
unit lengkap yang
berdiri
sendiri, terdiri atas serangkaian
kegiatan belajar yang disusun
untuk membantu peserta
didik mencapai sejumlah
tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dalam sebuah
modul dirumuskan suatu
unit pengajaran secara
jelas, mulai jurusan
yang harus dicapai,
petunjuk pembelajaran atau
rangkaian pembelajaran
atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa,
materi pembelajaran sampai
pada evaluasi beserta
pedoman menentukan keberhasilannya.
Dengan demikian, melalui
modul siswa dapat
belajar mandiri (self-instructon),tanpa bantuan
guru
BAB
11
MONITORING EVALUASI DALAM INOVASI
PENDIDIKAN
P
rogram inovasi pada
hakikatnya adalah rencana
untuk melakukan pembaharuan
dan perubahan. Hal ini
sesuai dengan inti pengertian
inovasi
yang merujuk pada terjadinya perubahan dan pembaharuan
(Budi Sanjaya, 2008). Inovasi berarti
suatu konsep perubahan
atau pembaharuan, yang menyiratkan
terjadinya kondisi yang berbeda
dari sebelumnya.
Inovasi pendidikan di sekolah
merupakan program perubahan yang seyogianya
terjadi di lingkungan sekolah, antara lain meliputi perubahan dan
pembaharuan dalam tenaga kependidikan, inovasi kurikulum,
dan inovasi pembelajaran.
Semua tindak inovasi
itu dilaksanakan melalui serangkaian program yang dilaksanakan secara
prosedural.
- HAKIKAT
MONITORING EVALUASI
- Pentingnya Monitoring
Monitoring merujuk pada
tindakan monitor terhadap
sesuatu. Monitoring inovasi
bertujuan mengetahui perkembangan
pelaksanaan penyelenggaraan program
inovasi, apakah sesuai
dengan yang direncanakan
atau tidak, sejauh
mana kendala dan hambatan
ditemukan, serta bagaimana upaya-upaya
yang sudah dan harus ditempuh
untuk mengatasi kendala
dan hambatan yang muncul
selama pelaksanaan program.
Monitoring lebih berpusat
pada pengontrolan selama program
berjalan dan lebih
bersifat klinis (Rohiat, 2008: 115). Melalui monitoring,
dapat diperoleh umpan balik
bagi sekolah atau
pihak lain yang
berkaitan untuk menyukseskan
ketercapaian tujuan. Apabila
hasilnya ternyata menyimpang
dari standar-standar yang
berlaku, perlu segera
dilakukan tindakan-tindakan
korektif untuk memperbaikinya
(Yunus, 2007: 110).
Kegiatan monitoring berhubungan
dengan salah satu
fungsi manajemen, yaitu
controlling atau pengawasan.
George R. Terry
menerangkan bahwa controlling
adalah proses penentuan
segala sesuatu yang
harus diselesaikan berkenaan
dengan pelaksanaan penilaian
pelaksanaan, dan jika
perlu dilakukan tindakan
korektif agar pelaksanaan tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (standar). Pada bagian lain, H. Koontz dan O'Donnell
menyebut bahwa controlling
adalah tindakan penilaian/perbaikan terhadap bawahan
untuk menjamin agar
pelaksanaannya sesuai dengan
rencana.
Kegiatan controlling mencakup:
(1) menetapkan standar
pelaksanaan, artinya pelaksanaan
inovasi harus terlebih
dahulu melakukan standardisasi,
sehingga ada sesuatu
yang menjadi target. Pelaksanaan
inovasi bukan hanya
kegiatan tanpa arah,
tujuan, kepastian target,
melainkan juga untuk
mencapai makna kemudian
makna itu berguna bagi kepentingan pendidikan
secara keseluruhan, terutama
untuk mencapai kualitas
pendidikan yang selama
ini didambakan: (2) pengukuran pelaksanaan
pekerjaan dibandingkan dengan
standar. Standar pada
tahapan kerja selanjutnya
akan menjadi tolak
ukur. Ketercapaian standar
berarti indikasi posisi terhadap
tercapainya keberhasilan. Jika
terjadi kesenjangan, ketercapaian
hanya akan menjadi sebuah mimpi.
Oleh karena itu, para pelaksana
inovasi akan berusaha mencapai kedekatan standar
optimal
mungkin. Apabila tidak tercapai seluruhnya, ukuran ketidaktercapaiannya hanya dalam persentase yang kecil, tidak terlalu signifikan
(3) menentukan kesenjangan antara pelaksanaan dengan
standar dan rencana. Kesenjangan artinya bentangan jarak
antara hasil dengan standar.
Tindak lanjut akan dapat
ditentukan ketika kesenjangan
tampak jelas ukurannya.
Pengawasan pada prinsipnya
merupakan pengendalian, penilaian, dan koreksi
agar inovasi terarah pada tercapainya tujuan
yang ingin dicapai.
- Evaluasi
Program Inovasi
Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan, sudah
sewajarnya secara implisit dan
eksplisit, inovasi pendidikan
mengandung masalah evaluasi
(penilaian). Hal ini dilakukan sebab setiap saat orang
perlu mengetahui –
dengan alasan bermacam-macam
– sampai sejauh mana
standar yang ditetapkan
sudah terwujud atau terlaksana
dalam usaha-usaha
yang dijalankan (Suryabarata, 1984: 317).
Bagi para pelaksana inovasi, masalah
penilaian adalah masalah yang selalu implisit dalam pelaksanaan inovasinya, sehingga penilaian menjadi
bagian penting dalam
kelengkapan program inovasi
pendidikan. Dengan kata lain,
evaluasi menjadi bagian integral dalam usaha
inovasi pendidikan.
Penilaian inovasi adalah proses
penilaian atau proses evaluasi yang dilakukan
terhadap kegiatan inovasi. Ketika penilaian dilakukan dengan benar,
para pelaksana, penerima,
bahkan organisasi memperoleh
manfaat dengan memastikan
bahwa usaha-usaha inovasi berperan dalam
mengarahkan strategi organisasi. Dalam praktiknya, penilaian inovasi dipengaruhi oleh aktivitas lain dalam organisasi,
dan memengaruhi keberhasilan
organisasi secara keluruhan.
Dilihat dari tujuan dan
fungsinya, penilaian inovasi adalah:
a. memberikan umpan balik kepada pelaksana
program dalam rangka
memperbaiki kinerja
inovasi yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan
dan potensi yang dimiliki;
b. memberikan informasi kepada masyarakat tentang
keberhasilan program, dengan
tujuan memperbaiki atau
mengembangkan program inovasi lanjutan;
c. menentukan
tingkat keberhasilan yang
dibutuhkan rancangan laporan kepada
pihak yang berwenang, seperti Dinas
Pendidikan, kepala sekolah,
dan masyarakat.
Pada pihak lain, evaluasi inovasi juga berguna untuk:
- mendukung objektivitas pengamatan
yang dilakukan petugas
evaluasi dan monitoring,
- menimbulkan perilaku di bawah
kondisi yang
relative
terkontrol,
- mengukur sampel
kemampuan
individu,
- memperoleh kemampuan-kemampuan mengukur
hasil yang sesuai
dengan tujuan
dan standar yang ditetapkan.
- mengungkapkan kondisi
yang tidak kasat mata atau hal-hal yang tidak
terduga,
- mendeteksi karakteristik dan komponen-komponen perilaku,
- meramalkan kegiatan yang
akan datang,
- menyediakan data
sebagai umpan balik dan membuat keputusan.
Keterangan lain tentang fungsi penilaian
adalah:
a. memberikan
gambaran atau potret
keberhasilan inovasi dalam semua
aspek. Potret ini merupakan
potret diri, potret
program, potret prosedur
bagi pelaksana dan
penerima program. Potret
ini dapat berbentuk laporan
kegiatan inovasi;
b. menumbuhkan
ketelitian pelaksanaan program,
sehingga program lanjutan dapat
dilaksanakan dengan tingkat
ketelitian yang lebih
dari sebelumnya;
c. menempatkan
program inovasi dalam
situasi yang tepat. Artinya ada kesesuaian
dalam berbagai aspek,
baik aspek eksternal
maupun internal.
- Ciri-ciri
Monitoring yang Baik
Adapun ciri-ciri monitoring yang
baik, yaitu:
a.
dilakukan secara
berkelanjutan, melibatkan instansi
berkaitan, dan fokus
pada perkembangan pencapaian
tujuan;
b.
melihat perkembangan program dan
kerja sama tim. Dalam hal ini memiliki fungsi
yang sangat penting
dalam mengambil keputusan
dan kebijakan, pembelajaran
dan sebagai bahan evaluasi;
c.
bergantung pada kualitas perencanaan;
d.
menuntut kunjungan secara berkala didukung
dengan analisis perkembangan
dan laporan.
- PRINSIP-PRINSIP
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM INOVASI
Beranalog pada prinsip-prinsip evaluasi secara
umum, prinsip monitoring dan evaluasi program inovasi adalah sebagai berikut.
1.
Prinsip
Menyeluruh
Monitoring dan evaluasi mencakup berbagai aspek, yaitu
sebagai
berikut.
a.
Relativitas keuntungan program
atau keuntungan relatif program
terhadap upaya pengembangan pendidikan. Sejauh mana inovasi
dianggap menguntungkan bagi
penerimanya. Tingkat keuntungan
atau manfaat suatu
inovasi dapat diukur berdasarkan
nilai ekonomi
atau faktor status social, kesenangan,
kepuasan, atau karena
mempunyai komponen yang
sangat penting. Semakin
menguntungkan bagi penerima,
semakin cepat sebarnya
inovasi. Oleh karena
itu, monitoring harus sampai ada mengawasi tingkat keuntungan
program dengan cara
membandingkannya secara ekonomi.
b.
Konsistensi program atau
keajegan program terhadap
tujuan yang hendak
dicapai. Hal ini
berkaitan dengan kemapanan
program, komitmen, termasuk
kesepakatan menjalankan program inovasi
sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
c.
kemudahan, artinya
kemudahan dalam try-out,
kemudahan penggunaan, kemudahan
dalam pengujian, dan sebagainya.
Ini Artinya, program dapat dengan mudah
diakses, mudah dicoba,
dan mudah ditindaklanjuti. Inovasi
yang tidak mudah
dicoba, akan menyebabkan
tidak diterimanya program
tersebut oleh penerima
inovasi.
d.
Observatibiltas atau kemudahan
untuk diobservasi. Program
bukan sesuatu yang tertutup,
melainkan bersifat terbuka. Suatu inovasi yang
hasilnya mudah diamati
akan semakin cepat diterima oleh
masyarakat. Sebaliknya, yang sukar diamati, akan
lama diterima oleh
masyarakat.
e.
Kompleksitas, mencakup keseluruhan
program, keterlibatan usaha
untuk pelatihan, kertas
kerca, dan
sebagainya. Kompleksitas ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan
inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang tidak mudah
dimengerti dan tidak mudah
dipahami oleh penerima.
1. Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas mengandung makna
adanya upaya untuk
terus-menerus
mengikuti pertumbuhan, perkembangan, perubahan situasi dan kondisi serta segala hal yang menyangkut
upaya inovasi. Dalam
mengikuti perkembangan itu, monitoring dan evaluasi
tetap ditujukan untuk keberhasilan program itu.
2.
Prinsip
Objektivitas
Prinsip objektif
mengandung makna keikhlasan dan kearifan
ketika melakukan monitoring
dan evaluasi, mengedepankan
kepentingan ilmiah daripada kepentingan perasaan. Hal ini penting untuk menjaga kualitas hasil evaluasi yang objektif.
- OBJEK
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM
Objek monitoring dan evaluasi program inovasi pendidikan
menyangkut semua aspek proses inovasi yang meliputi
sebagai
berikut.
1.
Proses
Permulaan
Proses permulaan memonitor dengan
kegiatan pengumpulan informasi, konseptualisasinya, dan perencanaan untuk
menerima inovasi. Proses permulaan program inovasi terdiri atas:
a.
Agenda setting
Monitoring dan evaluasi harus mampu menjangkau
wilayah agenda setting, yaitu
perumusan masalah
organisasi dengan rangka menentukan
kebutuhan inovasi melalui analisis
SWOT sebagai upaya survei internal (strength
dan weakness), dan survey
eksternal (opportunities dan threats). Strength
(kekuatan) bagi sebuah
inovasi
merupakan opportunities (peluang)
yang harus dimanfaatkan, sedangkan
weakness (kelemahan)
harus dianggap sebagai threats (ancaman). Jadi, semuanya
saling mengisi dan saling
memengaruhi.
b.
Agenda penyesuaian
Agenda penyesuaian meliputi
penyesuaian masalah dengan inovasi yang digunakan dan rancangan
desain penerapan inovasi.
c.
Keputusan menerima inovasi
Keputusan menerima inovasi
jangkauannya
pada seberapa jauh
inovasi dapat diterima,
seberapa banyak masyarakat menerima
inovasi, dan sebagainya.
2.
Proses
Implementasi
Sasaran monitor dan
evaluasi, yaitu kejadian, kegiatan,
keputusan, dan penggunaan
inovasi.
Dilihat dari sisi
kegunaannya
dalam implementasi di antaranya:
a.
Redefinisi
Sasarannya adalah kegiatan
modifikasi atau reinvensi sehubungan dengan kegiatan
inovasi yang dilaksanakan,
dan kegiatan modifikasi atau
restrukturisasi
organisasi sehubungan
dengan kegiatan
inovasi yang dilaksanakan.
b.
Klarifikasi
Sasarannya adalah hubungan
inovasi dengan organisasi
dan tindak lanjut inovasi.
c.
Rutinisasi
Pada bagian ini, yang dimonitor dan dievaluasi adalah inovasi dapat diterima sebagai kostum
penggunaan sehari-hari.
Dengan kata
lain, inovasi sudah
menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari atau belum.
3.
Proses
Penutup
Kegiatan monitoring dan evaluasi
penting dilakukan dalam sebuah
program inovasi pendidikan. Monitoring
dilaksanakan dalam rangka
mengetahui perkembangan penyelenggaraan
program. Evaluasi untuk mengetahui
tingkat keberhasilan program.
Hasil monitoring dan evaluasi diabadikan dalam bentuk laporan yang disampaikan
pada kepala sekolah
dan dinas terkait
mendapatkan tindak lanjut.
- IMPLEMENTASI
MONITORING EVALUASI DALAM INOVASI PENDIDIKAN
Berdasarkan seluruh tindakan
inovasi, yang paling
penting adalah tercapainya keberhasilan
program. Untuk mencapai
keberhasilan diperlukan upaya
pengendalian program,
yaitu melalui monitoring dan
evaluasi program.
Dalam hubungan dengan kegiatan inovasi, monitoring dilaksanakan
untuk mengawasi dan mengecek
kegiatan inovasi. Dari tindakan
ini akan diketahui
berbagai hal yang
menyangkut pelaksanaan
inovasi, yang meliputi kelebihan, kekurangan,
kekuatan,
dan kelemahannya. Jika terdapat
kekeliruan, artinya suatu inovasi
tidak sesuai dengan
yang diharapkan, pihak
yang melakukan monitoring
melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengubah setidaknya
membuat program menjadi
sesuai dengan apa diharapkan.
Tindakan-tindakan itu
antara lain:
- Memperbaiki peralatan atau sarana yang rusak,
tidak memadai,
atau tidak
menunjang program.
Misalnya, dalam
pembelajaran berbasis ICT,
peralatan
internet rusak. Hal
ini akan menjadi
hambatan tidak tercapainya program. Perbaikan harus segera dilakukan
agar program bias
dilanjutkan.
- Mengganti program
dengan
program yang baru, dengan susunan
dan perencanaan
yang lebih baik dari sebelumnya.
- Mengubah perilaku para
pelaku inovasi
ataupun
para penerima
inovasi. Mereka diarahkan
pada kesadaran, bahwa
mereka
sedang
melaksanakan inovasi. Re-komitmen dalam hal ini harus dibangun, agar
semua anggota
memiliki
tanggung jawab
yang sama demi keberhasilan program.
- Melakukan re-organisasi institusi.
Hal ini penting
mengingat keberhasilan program inovasi
berkaitan dengan keberadaan organisasi. Di sekolah,
organisasi dimaksud adalah susunan organisasi kepengurusan
sekolah, mulai kepala sekolah, wakil
kepala
sekolah, komite sekolah,
urusan tata usaha,
para pembantu kepala sekolah yang mengurusi masing-masing
bidang, dan siswa.
Restrukturisasi memungkinkan
terjadinya pemikiran-pemikiran
baru yang dapat menunjang terlaksananya
program.
BAB
12
REFORMASI DAN INOVASI PENDIDIKAN
E
ra
reformasi dan tuntutan
kompetisi global dalam
peningkatan mutu kehidupan
telah membawa perubahan
yang mendasar dalam kehidupan
manusia, termasuk kehidupan
pendidikan.
Seiring perjalanan waktu
dan berdasarkan berbagai
hasil penelitian sosial,
terkuaklah bahwa keberhasilan
pembangunan kehidupan masyarakat memiliki
kebergantungan yang signifikan
terhadap mutu pendidikan
yang dikembangkan di
tengah masyarakat. Semakin
tinggi mutu penyelenggaraan
pendidikan masyarakat, semakin
terkuasailah penerapan
teknologi kehidupan, yang akan
lebih mengefektifkan kinerja
masyarakat untuk menghasilkan
usaha yang menjamin
kelancaran sirkulasi
kemakmuran.
Pendidikan nasional berfungsi
untuk mengembangkan
kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan
martabat manusia. Indonesia
dalam upaya mewujudkan
tujuan nasional. Pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa
mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia ya beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti
luhur memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian
yang mantap dan
mandiri serta
bertanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Berdasarkan
fungsi dan tujuan
pendidikan tersebut maka
setiap warga memiliki
hak untuk mendapatkan
pendidikan. Seperti tertuang dalam
UU No.2 tahun
1989 Pasal 5 bahwa
setiap warga Negara
mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan.
Dalam kenyataan persentase
layanan pendidikan belum
optimal. Hal ini masih
adanya hambatan pada
pola piker masyarakat
mengabaikan potensi pendidikan.
- HAKIKAT REFORMASI PENDIDIKAN
Reformasi pendidikan adalah
upaya perbaikan pada
bidang pendidikan. Reformasi
pendidikan memiliki dua
karakteristik dasar, yaitu
terprogram dan sistemis.
Reformasi pendidikan yang terprogram
menunjuk pada kurikulum
atau program suatu
institusi pendidikan. Termasuk
ke dalam reformasi
terprogram ini adalah inovasi.
Inovasi adalah memperkenalkan
ide baru, metode baru atau sarana
baru untuk meningkatkan beberapa aspek
dalam pro pendidikan agar
terjadi perubahan secara
kontras dengan maksud tertentu
yang ditetapkan. Seorang reformer
terprogram memperkenalkan lebih
dari satu inovasi
dan mengembangkan perencanaan
yang terorganisasi dengan maksud
adanya perubahan dan
perbaikan untuk mencapai
tujuan baru. Biasanya
inovasi pendidikan terjadi
terlebih dahulu dari
reformasi pendidikan. Sementara
itu, reformasi sistemis berkaitan
dengan adanya hubungan
kewenangan dan distribusi
serta alokasi sumber
daya yang mengontrol sistem
pendidikan secara keseluruhan. Hal ini sering
terjadi di luar
sekolah serta berada
pada kekuatan sosial
dan politik. Karakteristik
reformasi sistemis sulit
sekali diwujudkan karena menyangkut
struktur
kekuasaan
yang ada.
Reformasi pendidikan diibaratkan
sebagai pohon yang
terdiri atas empat bagian, yaitu akar,
batang, cabang, dan daun. Akar reformasi
yang merupakan landasan
filosofis bersumber dari
cara hidup (way of life) masyarakatnya. Akar reformasi pendidikan adalah masalah sentralisasi-desentralisasi, masalah pemerataan-mutu, dan siklus politik
pemerintahan setempat.
Batangnya adalah mandat dari pemerintah dan standar-standarnya
tentang struktur dan
tujuannya. Cabang-cabang reformasi pendidikan adalah manajemen
local (on-ite management), pemberdayaan guru,
perhatian pada daerah setempat, sedangkan daun-daun reformasi
pendidikan adalah keterlibatan
orangtua peserta didik
dan keterlibatan masyarakat
untuk menentukan misi
sekolah yang dapat
diterima dan bernilai bagi masyarakat setempat. Ada tiga
kondisi yang mendorong terjadinya reformasi pendidikan, yaitu perubahan struktur organisasi, mekanisme monitoring dari hasil yang diharapkan secara
mudah yang biasa
disebut akuntabilitas dan
terciptanya kekuatan untuk
terjadinya reformasi.
Dengan demikian, reformasi
kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan dalam
tataran konsep
pendidikan, perundang-undangan, peraturan,
dan pelaksanaan pendidikan
serta menghilangkan praktik-praktik pendidikan masa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek pendidikan masa mendatang menjadi lebih baik.
- REFORMASI
DAN INOVASI PENDIDIKAN
NASIONAL
Reformasi dan inovasi
pendidikan nasional mencakup pembahasan tentang reformasi
dan inovasi system
pendidikan nasional dalam pelaksanaan
berbagai komponennya, meliputi kurikulum, kompetensi lulusan
dan penilaian, kualifikasi guru, pendanaan,
sarana dan prasarana, desentralisasi
dan otonomi pendidikan,
wajib belajar 12 tahun, penghapusan diskriminasi pendidikan dan inovasi proses pembelajaran.
Prinsip demokrasi, desentralisasi,
keadilan, dan menjunjung
tinggi
hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang menjadi isu reformasi secara umum sangat berdampak pada proses dan system
pendidikan Indonesia. Walaupun gelombang reformasi pendidikan tidak sekuat dengungnya, seperti
gelombang reformasi politik, ekonomi, dan hukum, reformasi pendidikan
justru
berperan penting karena untuk mendukung
gerakan reformasi secara luas diperlukan
reformasi bidang pendidikan. Menurut Hadi Supeno (1999), jika reformasi politik, ekonomi, dan hukum
berlangsung sukses dan
berkelanjutan, dunia
pendidikan mendukungnya dengan menyiapkan
manusia-manusia calon pelaku dunia politik, ekonomi dan hukum.
Menurut Hadi Supeno (1999),
ada beberapa alasan reformasi pendidikan, yaitu
adanya banyak kritik
ditujukan terhadap dunia
pendidikan,
baik menyangkut penyelenggaraannya, kualitas guru, mahalnya
biaya, kualitas output,
maupun tidak sesuainya
antara kebutuhan dunia kerja
dengan kemampuan tamatan
lembaga-lembaga pendidikan.
- TUJUAN DAN ARAH REFORMASI INOVASI
PENDIDIKAN
Reformasi pendidikan pada dasarnya
bertujuan agar pendidikan dapat
berjalan lebih efektif dan
efisien mencapai
tujuan pendidikan,
nasional. Untuk itu, dalam reformasi ada dua hal yang
perlu dilakukan, yaitu
mengidentifikasi atas berbagai
problem yang menghambat
terlaksananya pendidikan dan
merumuskan reformasi yang
bersifat strategis serta
praktis sehingga dapat
diimplementasikan di lapangan.
Oleh karena itu, kondisi
yang
diperlukan dan program aksi yang
harus diciptakan merupakan
titik sentral yang
perlu diperhatikan dalam setiap reformasi pendidikan. Dengan kata
lain, reformasi pendidikan harus mendasarkan
realitas sekolah yang ada bukan
mendasarkan etalase atau
jargon-jargon pendidikan semata.
Reformasi hendaknya didasarkan
fakta dan hasil
penelitian yang memadai dan valid.
Dengan demikian, program reformasi
yang utuh, jelas, dan realistis dapat dikembangkan.
Pada saat reformasi digulirkan, masyarakat
Indonesia ingin mewujudkan perubahan
dalam semua aspek
kehidupann termasuk sektor pendidikan
(H.A.R. Tilaar, 1998: 25). Hal ini karena sektor pendidikan
memiliki peran yang
strategis dan fungsional dalam upaya mewujudkan perubahan tersebut.
Sekalipun demikian,
menurut Tilaar, pendidikan
di Indonesia selama
ini diatur dengan sistem
pendidikan nasional yang
sangat erat kaitannya
dengan kehidupan politik
bangsa. Akibatnya, pendidikan
justru menghasilkan manusia-manusia
Indonesia yang tertekan, tidak kritis serta bertindak
dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan
yang hanya mengabdi kepada
kepentingan kelompok kecil rakyat Indonesia (Tilaar, 1998: 4).
Kebijakan pendidikan kita adalah
berpikir dalam acuan
keseragaman. Selama ini kebijakan pendidikan semuanya
terpusat:
kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga
pendidikan ditentukan dari pusat,
sarana dan prasarana
pendidikan diberikan dari
pusat, dana pendidikan
ditentukan dari pusat. Oleh karena itu, yang terjadi
adalah masyarakat
yang pasif, tidak tahu dan tidak
dapat berkecimpung di dalam kehidupan pendidikan anak-anak.
Padahal, masyarakat
memiliki
harapan dan dampak
terhadap upaya pendidikan
di Indonesia, walaupun mereka
mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan, dan
tanggung
jawab. Hal yang sangat ironis
adalah menempatkan pendidikan sebagai kerja "nonakademis”, pendidikan
diselenggarakan dengan "otoritas" kekuasaan "administratif-birokratis", belum menempatkan
pendidikan sebagai kerja "akademis" dan
penyelenggaraan pendidikan di bawah
"otoritas keilmuan" (Mastuhu,
2003: 32-33).
Tampaknya, kebijakan pendidikan
nasional kita lebih
berorientasi pada kepentingan
pemerintah, bukan kepentingan
pembelajar, pasar, dan pengguna
jasa pendidikan atau masyarakat. Hal ini dengan
dalih
bahwa strategi pendidikan nasional
adalah membekali generasi muda agar mampu membawa
bangsa dan negara ini sejajar dengan bangsa dan Negara
lain yang lebih
maju. Akan tetapi,
implikasi perkembangannya tidak sesuai dengan yang dicita-citakan (Mastuhu, 2003: 33). Pendidikan yang semestinya
dapat membebaskan
"pembelajar" menjadi manusia utuh
bermartabat, justru menjadi alat penyiksa. Pendidikan
yang ada
telah tergilas atau
terhanyut oleh
kekuatan-kekuatan
atau sistem-sistem yang lain sehingga secara pasti tidak memungkinkan arah perjalannya dapat menuju ke tujuan pendidikan nasional, apalagi ketercapaian dari tujuan pendidikan nasional (Diana Nomida
Musnir, 2000: 71).
- PROGRAM,
IMPLEMENTASI, DAN MASALAH DALAM REFORMASI SERTA INOVASI PENDIDIKAN NASIONAL
Reformasi merupakan proses pembaruan
yang diikuti oleh inovasi
atau proses perubahan.
Jonathan Crowther (1995)
mengatakan, Reformation is tile process of being reformed, dan innotud: is
to make changes,
atau innovation is the process of innovating."
- Pembaruan Kurikulum
Untuk menyongsong perkembangan
ilmu pengetahuan dan
teknologi yang cepat dan
terus-menerus pada berbagai
kehidupan masyarakat, diperlukan
pengembangan kurikulum yang
dapat memenuhi
tuntutan
perkembangan masyarakat;
kurikulum
yang betul-betul
berarti
bagi para lulusan, yaitu
pengalaman praktis berkenaan
dengan pemecahan
masalah, cara pengambilan
keputusan, membuat perencanaan,
dan berlatih membuat
perkiraan untuk masa
depan.
Untuk mempersiapkan peserta
didik yang mampu berpartisipasi
dalam pemecahan masalah-masalah
kehidupan yang terdapat
di lingkungannya, dalam pengembangan
kurikulum perlu dipertimbangkan
beberapa permasalahan, yang
menurut Mulyans Sumantri (1994) adalah:
- Sosok manusia/lulusan seperti apa yang dibutuhkan
pada saat
peserta didik menjadi dewasa pada masa datang?
- Bentuk dan
jenis pekerjaan apa yang tersedia pada masyarakat kelak?
- Kemampuan (pengetahuan,
keterampilan,
dan sikap) apa
yang kelak
harus dimiliki oleh lulusan agar dapat bekerja dengan baik pada
masyarakat?
Jawaban atas semua
pertanyaan itu menggambarkan
bahwa pengembangan kurikulum
harus sesuai dengan
tuntutan perkembangan masyarakat.
Udin Syaefudin (2010)
berpendapat bahwa inovasi
kurikulum secara nasional
sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara
lain falsafah yang
dianut, kondisi sosial,
ekonomi, tingkat pendidikan, budaya, serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. ltulah inovasi kurikulum yang berbasis
masyarakat, yaitu kurikulum yang bahan dan objek kajian
kebijakan dan ketetapannya ditentukan
di daerah, disesuaikan dengan
kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya, dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah.
Diversifikasi kurikulum sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik. Undang-Undang Sisdiknas No.
20 tahun 2003 tentang kurikulum Pasal 36 menegaskan:
a) Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan
pendidikan
nasional;
b) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik;
c) Karena
sasaran pendidikan dan
pembelajaran adalah peserta didik,
maka pembaruan kurikulum yang tepat adalah kurikulum yang
berbasis kompetensi peserta didik.
Berkenaan dengan pembaruan
kurikulum berbasis kompetensi,
ditegaskan oleh Mulyasa
(2006) bahwa perubahan kurikulum seharusnya berangkat dari kompetensi sebagai hasil
analisis dari berbagai
kebutuhan masyarakat, baik untuk
kebutuhan hidup (bekerja)
maupun untuk mengembangkan diri
sesuai dengan pendidikan seumur
hidup. Kurikulum tahun
(2004.b) merupakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun
ajaran 2004/2005 dan pada
tahun ajaran 2007/2008 semua sekolah pada berbagai
jenis dan jenjang
pendidikan diharapkan telah
melaksanakan KBK.
a.
Keberhasilan
pembaruan kurikulum
Keberhasilan pembaruan kurikulum dalam
implementasinya sangat
dipengaruhi oleh
kemampuan kepala sekolah
yang merupakan kunci penggerak
dan pelaksana dalam
menerapkan kurikulum tersebut di
sekolah serta kemampuan
guru dalam mengaktualisasikan dan
menjabarkan kurikulum di kelas.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam
keberhasilan implementasi KBK.
Menurut Mulyasa
(2006.a), ada tujuh jurus yang perlu diperhatikan
dalam menyukseskan implementasi
kurikulum
2004, yaitu (1)
menyosialisasikan perubahan kurikulum
di sekolah;
(2) menciptakan lingkungan yang
kondusif; (3) mengembangkan fasilitas
dan sumber belajar;
(4) mendisiplinkan peserta didik;
(5) mengembangkan kemandirian
kepala sekolah; (6) mengembangkan paradigm (pola
pikir) guru,
(7) memberdayakan tenaga
pendidikan di sekolah.
Tiga komponen utama yang perlu
diperhatikan oleh guru dan kepala sekolah
dalam implementasi KBK, yaitu Standar Kompetensi Silabus,
dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Ketiga hal tersebut harus
dirumuskan secara spesifik,
jelas,
dan disusun dengan cermat sesuai
dengan kompetensi siswa yang akan dicapai. Di samping
itu perlu juga diperhatikan dukungan
sarana dan prasarana
yang memadai, seperti ruang kegiatan
pembelajaran, media, laboratorium, serta
alat bantu pembelajaran.
Kurikulum 2004 yang
berbasis kompetensi dengan berbagai panduannya
merupakan hasil pengembangan
yang dirumuskan oleh
pemerintah. Menurut Mulyasa
(2006.a), kurikulum 2004 dikembangkan
berdasarkan teori belajar
behavioristik, yang menekankan
pada pembelajaran personal
individual, kontrol terhadap
pengalaman peserta didik, pendekatan
sistem, berorientasi pada
proses dan hasil
belajar. Adapun kurikulum yang
melayani peserta didik
adalah kurikulum yang
sepenuhnya memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk belajar
secara bebas
sesuai dengan karakteristiknya
(Degeng, 1998).
Dalam perkembangan waktu
2 tahun pelaksanaan kurikulum 2004
(KBK) terjadi banyak perubahan
implementasinya, dengan dikeluarkan
Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar lsi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah,
dan No. 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi kelulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah,
serta Permendiknas No. 24 tahun 2006
tentang Pelaksanaan
Peraturan
Menteri No. 22 tahun 2006
dan No.
23 tahun 2006, kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan pelaksana kurikulum.
Kurikulum ini lebih dikenal dengan
istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang pada Permendiknas No. 24 tahun
2006 Pasal 1 disebutkan bahwa Satuan
pendidikan dasar dan
menengah mengembangkan dan menetapkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah sesuai
dengan kebutuhan satuan
pendidikan yang
bersangkutan, satuan pendidikan
dasar dan menengah
dapat mengembangkan kurikulum
dengan standar yang
lebih tinggi dari standar isi
sebagaimana
diatur dalam Permendiknas No. 22 tahun
2006 dan No. 23 tahun 2006.
KT5P
tahun 2006 juga telah dikembangkan
berdasarkan prinsip diversifikasi
sesuai dengan potensi
daerah. Hal ini tampak pada
Pasal 3 Permendiknas No.
24 tahun 2006
bahwa Gubernur, Bupati/walikota,
dan Menteri Agama
dapat mengatur jadwal
pelaksanaan Permendiknas No.
22 tahun 2006 dan Permendiknas No. 23 tahun
2006 disesuaikan dengan
kondisi dan kesiapan
satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pengembangan kurikulum KTSP
berdasarkan prinsip diversifikasi
sesuai dengan peserta
didik, tampak dalam
lampiran Permendiknas No.
22 tahun 2006 BAB II A.2
Prinsip Pengembangan kurikulum,
bahwa kurikulum tingkat
satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan oleh
sekolah dan komite
sekolah berdasarkan prinsip-prinsip
di antaranya berpusat pada
potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
b. Problematika yang timbul
Standar isi dan
standar kompetensi lulusan
yang telah disusun
oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP)
merupakan acuan bagi para
guru dalam mengembangkan
kurikulum di sekolahnya, dan kurikulum
yang disusun tetap
berbasis kompetensi. Permasalahan yang
timbul adalah dengan
beragamnya guru, dilihat
dari letak geografis
banyaknya guru yang
bertugas di daerah
terpencil dan daerah
perbatasan, yang mengajar
rangkap di beberapa kelas
karena sekolah
kekurangan guru, dan
dari segi kualitas ijazah guru
yang banyak berijasah SPG/PGA/sederajat
dan belum S1,
yaitu: (a) udah siapkah
guru-guru menyusun/membuat kurikulum
sendiri, dengan tambahan
beban tugas mengembangkan kurikulum baru,
tugas melaksanakan pembelajaran,
dan di sela-sela
kesibukan administrasi lainnya?
(b) Mampukah guru
mengembangkan kurikulum
dilihat dari pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan
dalam memahami tugas
tugasnya? (c) Dengan
keterbatasan sarana, prasarana,
dan pengetahuan warga
yang ada sebagai bentuk masyarakat
dalam peningkatan mutu pendidikan
seperti yang disiapkan
dalam Pasal 56 UU Sisdiknas
No. 20 tahun
2003, mampukah guru
melibatkan warga masyarakat
di daerah terpencil
untuk bersama menyusun dan
merumuskan kurikulum yang
sesuai dengan potensi
daerahnya?
- Kompetensi
lulusan dan Penilaian
a. Standar kompetensi lulusan
Permendiknas No. 23
tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan
untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
Pasal (1), menjelaskan
bahwa
Standar Kompetensi Lulusan
untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah digunakan sebagai
pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan
peserta didik, meliputi standar
kompetensi lulusan minimal
satuan pendidikan dasar
dan menengah, standar kompetensi
lulusan minimal kelompok
mata pelajaran, dan standar
kompetensi lulusan minimal
mata pelajaran. Standar
Kompetensi Lulusan sebagaimana
dimaksud tersebut di atas
tercantum pada Lampiran
Peraturan Menteri DIKNAS
No. 23 tahun 2006.
Apabila disimak tentang
lampiran Permendiknas No.
23 tahun 2006 disebutkan
bahwa standar kompetensi
lulusan satuan pendidikan dikembangkan
berdasarkan tujuan setiap
satuan pendidikan, yakni:
1.
Pendidikan Dasar, yang
meliputi SD/MI/SDLB/paket A, SMP/ MTs/SMPLB/Paket B
bertujuan: meletakkan
dasar kecerdasan pengetahuan kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
2.
Pendidikan menengah yang
terdiri atas SMA/MA/SMALB/paket
C, bertujuan: meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3.
Pendidikan Menengah Kejuruan
yang terdiri atas
SMK/MAK bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut
sesuai dengan kejuruannya.
Adapun Standar Kompetensi
Lulusan selengkapnya adalah sebagai
berikut.
- SD/MI/SDLB/Paket A:
a) menjalankan
ajaran agama yang
dianut sesuai dengan
perkembangan anak;
b) mengenal
kekurangan dan kelebihan
diri sendiri;
c) mematuhi
aturan-aturan sosial yang berlaku dalam
lingkungannya;
d) menghargai
keberagaman agama, budaya, suku,
ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya;
e) menggunakan
informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif;
f) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru/pendidik;
g) menunjukkan
rasa keingintahuan yang
tinggi dan menyadari potensinya;
h) menunjukkan
kemampuan memecahkan masalah
sederhana dalam kehidupan sehari-hari;
i)
menunjukkan kemampuan
mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar;
j)
menunjukkan
kecintaan dan kepedulian
terhadap lingkungan;
k) menunjukkan
kecintaan dan kebanggaan terhadap negara, bangsa,
dan tanah air
Indonesia;
l)
menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal;
m) menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang;
n) berkomunikasi secara jelas dan santun;
o) bekerja
sama dalam kelompok
tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya;
p) menunjukkan kegemaran membaca dan menulis;
q) menunjukkan
keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, menulis, dan berhitung.
- SMP/MTs/SMPLB/Paket B:
a) mengamalkan ajaran
agama yang dianut
sesuai dengan tahap perkembangan anak;
b) memahami
kekurangan dan kelebihan
diri sendiri;
c) menunjukkan
sikap percaya diri;
d) mematuhi
aturan-aturan sosial yang
berlaku dalam
lingkungan yang lebih luas;
e) menghargai
keberagaman agama, budaya,
suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
f) mencari
dan menerapkan informasi dari
lingkungan
sekitar dan sumber-sumber
lain secara logis, kritis, dan kreatif;
g) menunjukkan kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif,
dan inovatif;
h) menunjukkan
kemampuan belajar secara
mandiri sesuai dengan
potensi yang dimilikinya;
i)
menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari;
j)
mendeskripsi gejala alam dan
sosial;
k) memanfaatkan
lingkungan secara bertanggung jawab;
l)
menerapkan
nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya
persatuan dalam Negara kesatuan Republik
Indonesia;
m) menghargai karya seni dan budaya nasional;
n) menghargai
tugas pekerjaan dan
memiliki kemampuan untuk berkarya;
o) menerapkan
hidup bersih, sehat,
bugar, memanfaatkan waktu luang;
p) berkomunikasi
dan berinteraksi secara
efektif dan santun;
q) memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan
di masyarakat;
r) menghargai
adanya perbedaan pendapat;
s) menunjukkan
kegemaran membaca dan menulis naskah
pendek sederhana;
t) menunjukkan
keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris
sederhana;
u) menguasai
pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
- SMA/MA/SMALB/Paket
C
a) berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja;
b) mengembangkan
diri secara optimal
dengan memanfaatkan kelebihan
diri serta memperbaiki kekurangannya;
c) menunjukkan
sikap percaya diri
dan bertanggung jawab atas
perilaku, perbuatan, dan
pekerjaannya;
d) berpartisipasi
dalam menegakkan aturan-aturan
sosial;
e) menghargai
keberagaman agama, bangsa,
suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi
dalam lingkup global;
f) inembangun
dan menerapkan informasi
dan pengetahuan secara
logis, kritis, kreatif, dan
inovatif;
g) menunjukkan
kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif dan
inovatif dalam mengambil
keputusan;
h) menunjukkan
kemampuan mengembangkan budaya
belajar untuk pemberdayaan
diri;
i)
menunjukkan sikap kompetitif
dan sportif untuk mendapatkan
hasil yang terbaik;
j)
menunjukkan kemampuan menganalisis
dan memecahkan masalah
kompleks;
k) menunjukkan
kemampuan menganalisis gejala
alam dan sosial;
l)
memanfaatkan lingkungan secara
produktif dan bertanggung
jawab;
m) berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
secara demokratis dalam
wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
n) mengekspresikan
diri melalui kegiatan seni
dan budaya;
o) mengapresiasi
karya seni dan
budaya;
p) menghasilkan
karya kreatif, baik
individual maupun kelompok;
q) menjaga
kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta
kebersihan lingkungan;
r) berkomunikasi lisan dan
tulisan secara efektif dan santun;
s) memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
t) menghargai adanya perbedaan pendapat dan
berempati terhadap orang
lain;
u) menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis;
v) menunjukkan
keterampilan menyimak, membaca,
menulis, dan berbicara
dalam bahasa Indonesia
dan Inggris;
w) menguasai
pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan tinggi.
- SMK/MAK:
a) berperilaku
sesuai dengan ajaran
agama yang dianut
sesuai dengan perkembangan remaja:
b) mengembangkan
diri secara optimal
dengan memanfaatkan
kelebihan diri serta
memperbaiki kekurangannya;
c) menunjukkan
sikap percaya diri
dan bertanggung jawab
atas perilaku, perbuatan,
dan pekerjaannya;
d) berpartisipasi
dalam penegakan
aturan-aturan sosial;
e) menghargai
keberagaman agama,
bangsa, suku, ras,
dan golongan social ekonomi
dalam lingkup global;
f) membangun
dan menerapkan informasi dan
pengetahuan secara logis,
kritis, kreatif, dan
inovatif;
g) menunjukkan
kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif
dalam pengambilan keputusan;
h) menunjukkan
kemampuan mengembangkan budaya
belajar untuk
pemberdayaan diri;
i)
menunjukkan sikap kompetitif
dan sportif mendapatkan hasil
yang terbaik;
j)
menunjukkan kemampuan menganalisis
dan memecahkan
masalah kompleks;
k) menunjukkan
kemampuan menganalisis gejala alam social;
l)
memanfaatkan lingkungan secara
produktif dan bertanggung jawab;
m) berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
secara demokratis dalam
wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
n) mengekspresikan
diri melalui kegiatan
seni dan budaya;
o) mengapresiasi
karya seni dan
budaya;
p) menghasilkan
karya kreatif, baik
individual maupun kelompok;
q) menjaga
kesehatan dan keamanan
diri, kebugaran jasmani
serta kebersihan lingkungan;
r) berkomunikasi
lisan dan tulisan sesara efektif dan santun;
s) memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
t) menghargai adanya
perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;
u) menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah
secara sistematis dan estetis;
v) menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara
dalam bahasa Indonesia dan Inggris;
w) menguasai kompetensi program keahlian
dan kewirausahaan baik
untuk memenuhi tuntutan dunia
kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya.
b.
Penilaian
hasil belajar
Evaluasi hasil belajar dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 Pasal 57
menyebutkan bahwa
evaluasi dilakukan dalam
rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional
sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan, dan
Pasal 58 menyebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil
belajar peserta didik
secara berkesinambungan.
c.
Problematika yang timbul
Tampaknya telah banyak terjadi pembaruan dalam kebijakan
evaluasi hasil belajar siswa, khususnya tentang penentuan kelulusan siswa akhir kelas pada satuan pendidikan, jika
sebelum reformasi
kelulusan siswa ditentukan sepenuhnya oleh hasil nilai
ujian Negara
atau nilai EBTANAS murni, kemudian
berubah adanya rumus-rumus penentuan kelulusan yang mempertimbangkan dan memerhatikan nilai-nilai dari rapor catur wulan, dan saat ini,
sebagai contoh kasus
kelulusan SMA/MA, SMK tahun 2012 mempertimbangkan nilai-nilai hasil ujian
sekolah non-UNAS dengan
porsi penentuan kelulusan 40%
nilai sekolah dan 60% nilai UNAS (Jawapos, Senin,
28 Mei 2012: 8).
Selain itu, ada juga ulasan kebanggaan pada
seorang siswa
yang tembus tujuh besar UNAS SMA dengan angka
hampir
Terlepas dari kegembiraan orangtua,
siswa yang bersangkutan dan sekolah
yang meluluskan, permasalahan
yang timbul ada
dua. Pertama, pada
Pasal 58 UU
Sisdiknas 2003 menyebutkan bahwa evaluasi hasil
belajar peserta didik
dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil
belajar peserta secara berkesinambungan. Di sini mengandung
makna bahwa evaluasi
hasil belajar termasuk
di dalamnya ulangan
dan ujian akhir
dilakukan oleh pendidik atau sekolah,
namun kenyataan saat
ini, penentuan kelulusan
dari sekolah hanya 40%,
dan yang menentukan kelulusannya
adalah dari hasil
UNAS 60%.
UNAS ataupun EBTANAS
dalam prinsip pelaksanaannya sama. Soal
dalam bentuk paper and
pensil test
yang dibuat oleh
pemerintah walaupun tersedia lima
paket soal berbeda
untuk setiap ruang (Jawapos, Senin 28
Mei 2012: 8), yang
dapat menekan kecurangan
peserta supaya jujur
dan tidak saling
mencontek serta guru
tidak dapat membantu
memberi tahu jawabannya.
Kedua, jika
lampiran Permendiknas No.
23 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah Pasal
1 menjelaskan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan untuk
satuan pendidikan dasar dan
menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik, untuk SMA/MA terdapat
23 kemampuan yang hampir
semua merupakan sikap
dan keterampilan dan mungkin
sedikit pengetahuan. Pertanyaannya apakah soal
UNAS mampu menggambarkan
dan menggali penguasaan
sikap dan keterampilan seperti yang diharapkan dalam lampiran
Permendiknas No. 23
tahun 2006 dapat
dipakai sebagai penentuan
kelulusan peserta didik?
Dampak adanya porsi kelulusan
UNAS lebih besar
dibandingkan dengan ujian
sekolah sehingga akan
terjadi diskriminasi mata
pelajaran UNAS dan Nor-UNAS. Hadi
Supeno (1999) menyebutnya bahwa
dampak model EBTANAS adalah
terjadinya polarisasi dan
diskriminasi antara pelajaran Ebtanas
dengan non-Ebtanas, yaitu
pelajaran Ebtanas sangat
penting, dan pelajaran non-Ebtanas tidak
penting, pelajaran Ebtanas yang
utama,
non-Ebtanas hanya pelengkap.
Dampak lain adalah mendorong
guru dan siswa
lebih banyak terpacu
hanya untuk mempersiapkan
dan lulus dalam
UNAS dengan drill, les tambahan intensif, dan sebagainya.
- Kualifikasi guru yang profesional
Undang-Undang RI No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan
Guru adalah pendidik
professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia
dini, jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Ketegasan tugas guru sebagai pendidik
dalam UU RI No.
20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Pasal 39 disebutkan bahwa pendidik merupakan
tenaga professional yang
bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik
pada pendidikan tinggi.
Telah banyak reformasi
dalam upaya peningkatan
kualifikasi guru oleh
pemerintah. Hal ini
tampak perbedaan antara
upaya peningkatan kualifikasi
guru sebelum reformasi
yang dilakukan hanya
berupa penataran-penataran kurikulum
pada setiap pergantian
kurikulum mulai
tahun 1975, 1984,
1994, selesai penataran tidak ada
tindak lanjut dari
pemerintah, sehingga
guru-guru merasa tidak harus menerapkan hasil yang
telah didapatkan, dibandingkan
setelah reformasi. Baedhowi
(2008) menyatakan bahwa
pemerintah tidak pernah
berhenti berupaya meningkatkan profesionalisme
guru dan kesejahteraan
guru, pemerintah telah
melakukan langkah-Iangkah strategis
dalam kerangka peningkatan
kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan,
serta perlindungan hokum
dan perlindungan profesi
bagi mereka.
PP RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Pasal 28 menjelaskan bahwa pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan
ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Kualifikasi akademik
pendidikan minimum adalah
Diploma empat (D IV)
atau sarjana (S1),
sedangkan sertifikat keahlian
yang relevan diantaranya adalah sertifikat
profesi pendidik. Kompetensi
sebagai agen pembelajaran yang dimaksud meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualifikasi guru cukup banyak dan beragam. Baedhowi (2008) menjelaskan
model-model peningkatan kualifikasi
akademik yang
dapat dipilih untuk
meningkatkan kualifikasi
guru,
yaitu: (1) model tugas belajar,
(2) model izin belajar, (3) model akreditasi, (4) model belajar jarak jauh (BJJ),
(5) model berkala,
(6) model berdasarkan peta kewilayahan, pendidikan jarak jauh
berbasis ICT, dan
peningkatan kualifikasi
akademik guru
berbasis KKG.
Untuk memperoleh sertifikat profesi pendidik diadakan program
sertifikasi guru. Pelaksanaan
sertifikasi
guru dalam jabatan/telah dilakukan sejak tahun 2008 dengan tujuan menentukan
kelayakan
guru dalam melaksanakan
tugas, sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, peningkatan
proses dan mutu hasil pendidikan,
dan peningkatan profesionalisme
guru. Pelaksanaan peningkatan
profesionalisme guru, baik
melalui peningkatan kualifikasi
maupun program sertifikasi
akan tetap dilakukan
secara terus-menerus, dan
diharapkan tuntas pada tahun 2015.
Problematik yang timbul dari segi geografis dengan
jumlah
guru pada satuan
pendidikan dasar dan
menengah di seluruh
pelosok Indonesia yang tersebar dari kota hingga puncak gunung dan daerah pedalaman
serta perbatasan dan
kepulauan terpencil yang
sangat sulit transportasinya
dan masih sangat banyak yang belum berijazah S1 atau D
IV adalah memantau atau monitor keprofesionalan
dengan memiliki kompetensi
yang memadai, sehingga
dapat melaksanakan tugas
menyupervisi dan membina guru satu
pendidikan seperti yang diharapkan.
- Pendanaan
dalam Realisasi Anggaran 20% dari APBN
Sejak reformasi bergulir dan
ditetapkannya UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas tampak bahwa pendanaan pendidikan mengalami peningkatan. Pasal 49 UU Sisdiknas
menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik
dan
biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20% dari APBN pada
sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. UU RI No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
Pasal 62 menjelaskan
bahwa pembiayaan pendidikan
terdiri atas biaya
investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap, biaya operasi,
meliputi gaji pendidik
dan tenaga kependidikan
serta tunjangan yang melekat pada
gaji, bahan
atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan biaya operasi
pendidikan tak langsung berupa
daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi
dan sebagainya. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Problematik yang muncul
apabila dicermati dari dua UU tersebut, terdapat
perbedaan dalam pengalokasian dana pendidikan. Dalam UU
No. 20 tahun 2003 alokasi dana 20% selain gaji
pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan, sedangkan dalam UU No. 19 tahun 2005, alokasi dana
20% termasuk gaji pendidik
dan tenaga kependidikan
serta tunjangan yang melekat pada gaji. Hal ini akan menjadi
permasalahan
yang berlanjut, baik dalam tingkat kebijakan maupun
dalam
pelaksanaan operasional di lapangan.
- Sarana dan
Prasarana Pendidikan yang
Memadai
UU RI No. 20 tahun 2003 Pasal
45 menjelaskan bahwa setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal
menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual,
sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Dalam UU RI No. 19·tahun 2005 Pasal 42-48 mengisyaratkan
pada setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan,
serta wajib memiliki prasarana yang
diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Kewajiban
memiliki sarana seperti perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan,
dan sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses belajar
yang teratur dan
berkelanjutan, serta prasarana seperti ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, laboratorium, perpustakaan dan
ruang-ruang
lain yang diperlukan untuk
proses pembelajaran yang teratur dan berkesinambungan, seperti yang
teruraikan dalam Pasal 42-48 itu sangat banyak, luas dan terperinci semuanya
membutuhkan
data yang sangat banyak.
Problematik yang timbul adalah
walaupun sudah tampak
pembaruan dalam sarana dan
prasarana dengan adanya bantuan pemerintah, bagaimana satuan pendidikan yang kurang memenuhi persyaratan wajib tersebut, dan sangat sulit untuk dapat memenuhi syarat
yang ada dalam UU tersebut, belum lagi berita
banyaknya bangunan sekolah yang sudah rusak tersebar di
berbagai daerah pinggiran
data
terpencil. Semua ini berkaitan dengan pendanaan yang belum
memadai.
- Desentralisasi
dan Otonomi Pendidikan
Desentralisasi dan otonomi pendidikan berjalan seiring
dengan
reformasi pemerintahan berupa otonomi daerah berdasar
UU
No. 29 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, dalam Pasal
8 ayat 1 disebutkan bahwa kewenangan
pemerintah yang diserahkan kepala daerah dalam
rangka desentralisasi harus
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembayaran,
sarana dan prasarana serta SDM sesuai dengan kewenangan yang
diserahkan tersebut.
Adapun Pasal 11 ayat
2 menjelaskan bahwa bidang pemerintah yang wajib
dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi
PU, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertahanan, perkebunan,
pemerintah dan bidang
penanaman modal, lingkungan hidup, koperasi, dan
tenaga kerja.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah, otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah
dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan perartutan perundang-undangan (UU No. 32 tahun 2004).
Implikasi otonomi daerah terhadap pendidikan adalah
dengan
berkembangnya desentralisasi pendidikan tampak banyak
reformasi
pada pengelolaan sekolah, proses belajar mengajarnya,
mendorong
partisipasi, peningkatan kualitas
layanan melalui pemberdayaan lembaga pendidikan (sekolah),
dan pendidik (guru), wujud pelaksanaannya dengan manajemen
berbasis sekolah (MBS)
atau school based
management.
MBS memberikan otonomi yang luas kepada kepala sekolah
untuk
mengelola pendidikan di sekolahnya
dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif langsung pada warga sekolah dan masyarakat yang
dilayani, dengan tetap selaras dengan kebijakan
pendidikan
nasional. Penerapan MBS diharapkan
mampu meningkatkan efisiensi, mutu,
dan
pemerataan pendidikan.
Partisipasi masyarakat dalam
pendidikan tampak
jelas dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang pada Pasal 8 dan 9 bahwa masyarakat
berhak berperan serta
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan,
serta masyarakat
berkewajiban
memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran
serta masyarakat dalam pendidikan
lebih diperkuat lagi pada Pasal 54-56 melalui
dewan pendidikan dan komite
sekolah.
Otonomi perguruan tinggi-sebagai suatu bentuk reformasi dan inovasi
pendidikan berdasarkan UU RI Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal
24 yang menyebutkan
bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar
akademik serta otonomi keilmuan,
perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi,
penelitian ilmiah, dan
pengabdian kepada masyarakat, juga dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaanya berdasar
prinsip akuntabilitas publik.
Ketentuan penyelenggaraan
pendidikan tinggi tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.
Penetapan
perguruan tinggi sebagai badan hukum
adalah berdasarkan PP
No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai
Badan Hukum, dengan
penjelasan Pasal
2 Status hukum
perguruan tinggi yang
dirujuk dalam pasal ini adalah badan hukum
yang mandiri dan
berhak melakukan semua
perbuatan hukum
sebagaimana layaknya badan
hukum pada umumnya,
dan pada dasarnya,
penyelenggaraan perguruan tinggi
bersifat nirlaba. Sekalipun
demikian, perguruan tinggi
dapat menyelenggarakan kegiatan lain dan
mendirikan unit usaha yang hasilnya
digunakan untuk mendukung
penyelenggaraan fungsi-fungsi
utama perguruan tinggi.
Problematika yang timbul
adalah walaupun banyak
upaya dalam reformasi
dan inovasi pendidikan telah diperbuat oleh pemerintah,
dalam pelaksanaannya banyak
problematika yang menjadi
hambatan. Pertama, pelaksanaan
MBS di sekolah, seperti pengelolaan
BOS Bosda dan DAK,
kepala sekolah menjadi
tersita waktunya untuk administrasi,
dengan segala kekurangan
dan kekeliruan karena kekurangtahuan
dan kurangnya staf
tenaga administrasi yang memadai, bahkan banyak kepala sekolah yang dikejar-kejar
"wartawan amplop" yang
selalu muncul
dan menunggu datangnya kepala
sekolah, sehingga kurang
sempat memerhatikan kemajuan pendidikan
dan pembelajaran
dikelas
dan disekolahnya.
Kedua, partisipasi
masyarakat daerah terpencil,
pegunungan dan kepulauan
terpencil sangat kurang kemampuan
dan pengetahuannya maka sulit
diajak bergabung dalam komite sekolah untuk
bersama memikirkan kemajuan
sekolah. Hal itu
disebabkan sebagian besar merupakan budaya masyarakat yang menyerahkan sepenuhnya urusan
pendidikan kepada sekolah.
Ketiga, perguruan
tinggi negeri sebagai
Badan Hukum Pendidikan
yang nirlaba. Tampaknya
perguruan tinggi negeri
dengan otonomnya menentukan
program studi dengan
biaya yang fantastis, ada
istilah "pendidikan mahal"
tampak kuat, akan menjadi
masalah tersendiri bagi
warga masyarakat mampu
untuk mendapat pendidikan pada
perguruan tinggi negeri yang
lebih murah dibandingkan
dengan swasta karena
negeri atau pemerintah mengupayakan
perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia, seperti
yang dimaksud dalam
penjelasan misi pendidikan
nasional dari UU
No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas.
- Wajib Belajar 12 Tahun
Program wajib belajar 9 tahun
sejak tahun 1994 dan
telah diundangkan melalui
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas tercantum dalam
BAB VIII Pasal 34, telah berjalan dan terlaksana dengan segala permasalahannya yang mengiringinya, seperti masalah angka partisipasi, daya
tampung sekolah, ketersediaan guru
dan mutu guru serta
lulusan, sarana dan
prasarana yang kurang
memadai, masalah pendanaan, dan sebagainya (Wahjoetomo, 1993) dan belum tuntas
sampai sekarang. Akan
tetapi, saat ini
mulai diwacanakan program
wajib belajar 12 tahun.
Hal ini berarti wajib
belajar sampai tingkat
sekolah menengah, tampaknya
pemerintah belum menyiapkan untuk mencanangkan dan melaksanakan dengan
berbagai pertimbangannya.
Problematika yang timbul adalah walaupun pemerintah
belum
mempersiapkan untuk melaksanakan wajib belajar 12
tahun, dalam
berbagai kampanye politik untuk pilihan kepala daerah,
wajib belajar 12 tahun
telah menjadi tawaran politik para calon kepala daerah, yang
mungkin dapat menjadi
bahan menarik simpati masyarakat, terutama masyarakat
menengah ke bawah
sehingga dapat menjadi pengumpul suara yang
banyak. Dalam keadaan ekonomi saat ini, masyarakat sangat
mendambakan agar pemerintah
dapat merealisasi
wajar 12 tahun.
- Penghapusan
Deskriminasi
Pendidikan
Beberapa bentuk kebijakan pelaksanaan pendidikan di Indonesia seperti adanya RSBI,
pendidikan umum dan
pendidikan keagamaan, BHP perguruan
tinggi, dan sebagainya tampak masih mengundang beberapa masalah
dianggap adanya deskriminasi
pendidikan yang masih
perlu diperhatikan.
Problematika yang timbul adalah cara pemerintah
menyikapi gejala deskriminasi tersebut. Sebagai contoh kasus
demonstrasi pada peringatan Hardiknas 2012 di NTB (sumbawa.blogspot.com). Hardiknas
diwarnai aksi demo
pelajar dan mahasiswa
tuntut penghapusan deskriminasi
pendidikan. Menyangkut adanya BHP
perguruan tinggi dan
adanya RSBI, juga
di Sukabumi, (pgmkabsukabumi.blogspot.com) 25 Maret 2011,
pemerintah ditantang menghapuskan deskriminasi antara sekolah reguler
dengan
madrasah oleh pengurus PGM Sukabumi.
- Inovasi
Proses Pembelajaran
Gerakan reformasi dan inovasi proses pembelajaran di
Indonesia
telah lama dilakukan
dengan munculnya pendekatan
pembelajaran siswa
aktif atau cara belajar siswa aktif (CBSA) tahun 1984 dan terus bergulir dengan berbagai variasi pengembangannya. Hal tersebut menunjukkan reformasi pola berpikir dan pola bekerja para guru dari
paradigm behavioristik ke
paradigm
konstruktivistik dalam proses belajar dan pembelajaran. Degeng (1998) mengistilahkan hal tersebut sebagai
perubahan paradigma dari
“keteraturan” ke “kesemerawutan” dengan dicirikan
penataan lingkungan belajar agar anak mudah, nikmat, dan nyaman
belajar.
Penataan ini terjadi di
lingkungan yang membuat anak
terdorong untuk terlihat dalam
peristiwa belajar dan menumbuhkan siswa menjadi pribadi
yang menghargai keragaman.
Penataan lingkungan
belajar
konstruktivistik dijelaskan oleh Degeng
(1998) bahwa belajar
harus bebas.
Kebebasan menjadi unsur yang
esensial dalam lingkungan belajar. Kegagalan atau
keberhasilan
kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
interpretasi
yang berbeda yang perlu dihargai, kebebasan dipandang
sebagai penentu
keberhasilan belajar. Belajar adalah subjek yang harus
mampu
menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar,
dan kontrol belajar dipegang oleh
yang belajar. Strategi pembelajaran
pada
dimensi konstruktivistik lebih banyak diarahkan untuk melayani
pertanyaan atau pandangan si belajar, penyajian isi menekankan pada
penggunaan pengetahuan secara bermakna
mengikuti urutan dari keseluruhan
kebagian,
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan
pada data primer dan bahan
manipulatif dengan
penekanan pada keterampilan
berpikir kritis, seperti
analisis membandingkan, generalisasi,
memprediksi, dan menghipotesis, pembelajaran lebih menekankan pada proses.
Perubahan paradigm yang
sangat mendasar dalam pembelajaran saat
ini, banyak berkaitan
dengan pemilihan pendekatan pembelajaran, dari yang
sudah lama pilihan kegiatan pembelajaran
yang berpusat pada
guru (teacher centered approach) yang
dicirikan sebagai kegiatan aktivitas berpusat kepada guru,
siswa sebagai penerima informasi secara pasif, kurang aktif, bergeser ke paradigma baru dan bergerak ke arah pembelajaran
yang berpusat
pada anak (student centered
approach) dengan
ciri pembelajaran memberikan kesempatan
siswa untuk aktif,
keterampilan belajar dan
berinovasi berfokus pada
kreativitas, berpikir kritis,
komunikatif
dan kolaboratif (Fuad
Abdul Hamied,
2008). Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan
Menengah, dalam prinsip
pelaksanaan kurikulum
point b, menyebutkan bahwa
kurikulum dilaksanakan dengan
menegakkan kelima pilar belajar, yaitu:
a) belajar untuk
beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b) belajar untuk memahami dan menghayati;
c) belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat
secara efektif;
d) belajar
untuk hidup bersama
dan berguna bagi
orang lain, dan
e) belajar
untuk membangun dan
menemukan jati diri,
melalui proses pembelajaran
yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
Model pembelajaran inovatif sekarang
yang banyak dikembangkan adalah
model-model pembelajaran yang kegiatannya berpusat pada
siswa (student centered approach) lebih
kurang 80%-90% waktu pembelajaran merupakan
aktivitas siswa, sedangkan
guru berperan sebagai
fasilitator, moderator, mitra
belajar, dan pengorkestra
pembelajaran. Model-model pembelajaran inovatif yang sangat banyak dan berkembang di antaranya adalah model cooperatif learning dengan berbagai tipe, model problem based learning, model debat,
model diskusi, model inquiri, model contextual teaching and learning, dan
banyak lagi yang lainnya
(Sugito, 2009).
Pembelajaran melalui teknologi informasi saat ini juga
menjadi ciri
pembelajaran inovatif, yang mengandung arti bahwa
penerapan
ICT dalam proses pembelajaran dengan melibatkan siswa
untuk terus aktif
menggunakan dan memanfaatkan
teknologi informasi dan·komunikasi dengan istilah e-learnig
atau
blended learning, dan lainnya. Problematika
yang timbul adalah karena keberhasilan atau
ketercapaian
tujuan pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh kemampuan guru
dalam merekayasa pembelajaran dan
kemampuan
guru memahami dan
memilih serta menerapkan
model-model pembelajaran yang
sangat banyak pilihan
dan ragamnnya permasalahan utama adalah
cara pengetahuan, pemahaman
guru tentang berbagai strategi,
model, dan metode
pembelajaran yang bertugas di daerah terpencil, pegunungan, perbatasan, dan kepulauan terpencil yang sangat sulit mendapatkan bahan-bahan dan
sumber belajar yang diperlukan.
Reformasi dan inovasi pendidikan dapat terlaksana
dengan
baik jika pemeran
utama, yaitu guru dan kepala sekolah sebagai pelaksana dapat
memahami dan menguasai kemampuan untuk melaksanakannya. Hal
ini karena betapapun
baiknya kurikulum, banyaknya
dana, lengkapnya sarana dan
prasarana, serta beragamnya model strategi, metode pembelajaran yang tersedia sebagai
pilihan,
semua itu akan kembali
pada kesiapan, kemauan, dan kemampuan
guru dalam melaksanakan
reformasi, penghapusan diskriminasi
pendidikan,
dan inovasi proses pembelajaran.
BAB
13
REFORMASI DAN INOVASI PENDIDIKAN
S
alah satu tantangan utama
yang dihadapi dunia
pendidikan dalam menempatkan diri dan
memainkan perannya dalam
kehidupan
dunia modern adalah
menyadarkan mereka akan ketertinggalannya dalam menguasai
ilmu pengetahuan dan
teknologi modern bagi kemajuan
dan kesejahteraan manusia,
baik materiel maupun spiritual.
Hal ini diperlukan
sebagai upaya inovasi,
baik secara substansial, sistem,
konsep dan praktik, maupun kelembagaan pendidikan Islam.
Tujuan ini adalah mengembangkan sistem pendidikan yang telah ada untuk lebih baik lagi. Dengan demikian,
diharapkan proses belajar mengajar
di madrasah dapat
berjala sesuai dengan
tujuan pendidikan, sehingga dapat
menghasilkan lulusan (output) yang
profesional.
Terdapat beberapa model
pengembangan lembaga pendidikan
diantaranya sekolah/madrasah
unggulan, model, dan
sekolah madrasah bertaraf
internasional.
- HAKIKAT
SEKOLAH
MADRASAH UNGGULAN
Sebelum mendefinisikan madrasah
atau sekolah Islam unggulan,
terlebih dahulu penulis
ingin mengemukakan
beberapa sebutan istilah atau
terma yang memiliki
makna hampir
serupa. Kata lain dari “unggulan”
sering disebut dengan istilah “model” atau
“percontohan” dan “terpadu”, “laboratorium” atau
“elite”.
Beberapa lembaga pendidikan
Islam ada yang
lebih senang memakai
istilah “model” daripada
“unggulan”, sehingga wajar
jika ada
istilah “madrasah model”,
“madrasah percontohan”, atau
“madrasah terpadu”. Madrasah
atau sekolah Islam model (unggulan merupakan
representasi dari kebangkitan
umat Islam untuk kalangan menengah.
Berdasarkan segi pelabelan
namanya, tampak bahwa
sekolah atau madrasah
model (unggulan) semacam itu tampil dengan penuh visi dan
inspirasi yang mengundang
penasaran
banyak orang. Berdasarkan
segi nama, tampaknya lebih
menjanjikan kualitas masa depan para siswa. Istilah sekolah unggul pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 oleh
mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Wardiman Djojonegoro,
tepatnya setahun setelah pengankatannya.
Istilah sekolah unggul lahir dari
satu visi yang jauh menjangkau ke depan,
wawasan keunggulan. Menurut Wardiman,
selain mengharapkan terjadinya distribusi
ilmu pengetahuan, pendirian sekolah unggul di setiap provinsi, peningkatan
SDM menjadi sasaran berikutnya. Lebih lanjut,
Wardiman menambahkan bahwa kehadiran
sekolah
unggul bukan untuk
diskriminasi, melainkan untuk
menyiapkan
SDM yang berkualitas dan
memiliki wawasan
keunggulan.
Di lingkungan kementerian agama,
definisi madrasah unggulan
adalah madrasah program unggulan
yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki
madrasah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia
dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi
ditunjang oleh akhlakul karimah.
Sementara sekolah Islam unggulan adalah sekolah
yang dikembangkan untuk
mencapai keunggulan dalam keluaran
(output) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut, masukan
(input), proses pendidikan,
guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan,
serta sarana
penunjangnya harus diarahkan untuk
menunjang
tercapainya tujuan tersebut.
- Tipologi Sekolah/Madrasah Unggulan
Menurut Moedjirto
(1999), dalam praktik di lapangan terdapat tiga tipe
madrasah atau sekolah Islam unggulan. Pertama, tipe
madrasah
atau sekolah Islam
berbasis pada anak
cerdas. Pada tipe seperti ini sekolah
atau madrasah hanya
menerima dan menyeleksi secara ketat calon siswa yang masuk
dengan kriteria memiliki prestasi akademis yang tinggi. Meskipun
proses belajar mengajar
di lingkungan madrasah atau
sekolah Islam tersebut
tidak terlalu istimewa, tetapi
input siswa yang
unggul dan output-nya berkualitas.
Kedua, tipe madrasah atau
sekolah Islam berbasis
pada fasilitas. Sekolah
Islam atau madrasah
semacam ini cenderung menawarkan fasilitas yang
serba lengkap dan
memadai untuk menunjang
kegiatan pembelajarannya.
Tipe ini cenderung
memasang tarif lebih
tinggi daripada
rata-rata sekolah atau madrasah
pada umumnya.
Untuk tingkat dasar, madrasah atau
sekolah Islam unggulan di Kota Malang misalnya, rata-rata
uang pangkalnya bisa sekitar lebih dari 5 hingga 10 juta. Biaya yang tinggi tersebut digunakan untuk pemenuhan sarana dan
prasarana serta sejumlah
fasilitas penunjang lainnya.
Ketiga, tipe madrasah
atau sekolah Islam
berbasis pada iklim belajar. Tipe ini cenderung menekankan
pada iklim belajar yang positif di
lingkungan sekolah/madrasah.
Lembaga pendidikan dapat menerima dan
mampu memproses siswa yang masuk (input) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang
bermutu tinggi. Tipe ketiga ini termasuk
agak langka karena
harus bekerja ekstra
keras untuk menghasilkan kualitas
yang
bagus.
- Karakteristik Sekolah/Madrasah
Unggulan
Menurut Djoyo Negoro (1998), ciri-ciri sekolah unggul
adalah
sekolah yang memiliki indikator, yaitu: (1) prestasi akademis dan non-akademis di atas rata-rata sekolah yang ada
di daerahnya; (2)
sarana dan prasarana dan
layanan yang lebih
lengkap; (3) sistem pembelajaran
lebih baik dan
waktu belajar lebih
panjang; (4) melakukan seleksi yang
cukup ketat terhadap
pendaftar; (5) mendapat animo
yang besar dari
masyarakat, yang dibuktikan
dengan banyaknya jumlah pendaftar
dibandingkan
dengan kapasitas
kelas; (6) biaya
sekolah lebih tinggi dari sekolah di sekitarnya (Ekosusilo, 2003: 41).
- Dimensi Sekolah/Madrasah Unggulan
Dimensi keunggulan sebagai ciri sekolah unggulan
sebagaimana
yang ditegaskan oleh Depdikbud (1994) adalah sebagai
berikut.
- Input terseleksi secara ketat dengan kriteria
tertentu dan
malalui prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksudkan
adalah:
1) prestasi belajar superior dengan indikator angka rapor nilai EBTANAS
atau UPM murni dan hasil tes prestasi akademik;
2) skor psikotes yang meliputi inteligensi dan kreativitas;
3) tes fisik, jika diperlukan;
- Sarana dan prasarana
yang menunjang untuk
memenuhi
kebutuhan
belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya baik dalam
kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
- Lingkungan belajar yang kondusif untuk
berkembangnya
potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata, baik
lingkungan fisik
maupun sosial psikologis.
- Guru dan tenaga
kependidikan yang menangani harus
unggul baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar
maupun komitmen
dalam melaksanakan tugas. Untuk, perlu disediakan
intensif tambahan bagi guru berupa
uang ataupun fasilitas lainnya, seperti perumahan.
- Kurikulumnya diperkaya
dengan pengembangan improvisasi secara maksimal
sesuai dengan tuntutan belajar peserta
didik yang memiliki
kecepatan belajar serta
motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya.
- Kurun waktu belajar lebih lama dibandingkan sekolah lain. Oleh karena
itu, perlu asrama untuk memaksimalkan
pembinaan dan menampung siswa dalam berbagai lokasi.
Di kompleks asrama perlu ada sarana yang bisa menyalurkan minat dan bakat siswa, seperti perpustakaan, alat-alat olahraga, keseniaan, dan lain-lain yang diperlukan.
- Proses
belajar harus berkualitas
dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan,
baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.
- Sekolah unggul tidak hanya
memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah,
tetapi harus memiliki resonansi sosial terhadap lingkungan
sekitar.
- Nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan
tambahan di
luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum,
program pengayaan dan peluasan, pengajaran remidial,
pelayanan,
bimbingan dan konseling
yang berkualitas,
pembinaan kreativitas dan disiplin (Depdikbud, 1994).
Departemen Agama sebagai
salah satu pelaksana
program pendidikan madrasah
telah mengembangkan beberapa
jenis madrasah unggulan, yaitu
Madrasah Aliyah Keagamaan, Madrasah Tsanawiyah Terbuka,
Madrasah Model, Madrasah Aliyah Unggulan, dan Madrasah Aliyah Keterampilan, Pengembangan kelembagaan di lingkungan madrasah dan madrasah Islam tidak hanya berhenti pada beberaapa
jenis madrasah di atas, tetapi
terus berkembang hingga saat ini. Wacana pengembangan
madrasah terpadu dan bertaraf internasional yang saat ini banyak diminati merupakan bagian dari pengembangan lebih lanjut dari beberapa jenis lembaga pendidikan di atas.
- Komponen Kriteria Sekolah/Madrasah Unggulan
Madrasah
unggulan dimaksudkan sebagai center for excellence. Madrasah unggulan diproyeksikan
sebagai wadah penampung putra-putri terbaik dari setiap daerah
untuk dididik secara maksimal tanpa harus pergi ke daerah
lain. Dengan demikian, eksodus SDM terbaik suatu daerah ke daerah lain dapat diperkecil, sekaligus menumbuhkan persaingan sehat antara daerah dalam menyiapkan SDM mereka. Karena
menjadi center for
excellence anak-anak terbaik, kesempatan belajar di kedua jenis madrasah ini harus
melalui proses
seleksi yang ketat dan dengan berbagai ketentuan lainnya. Madrasah ini diperkuat oleh
keberadaan
majelis madrasah yang juga memiliki
peran penting dalam pengembangannya.
Secara
lebih detail dapat dijelaskan pada
tabel berikut.
No. |
Komponen |
Pemenuhan |
1 |
2 |
3 |
1 |
Aspek Administrasi |
|
2 |
Aspek Ketenagaan |
§ Minimal
S-2 untuk MA, S-1 untuk MTs dan MI § Pengalaman
minimal 5 tahun menjadi kepala sekolah di sebuah madrasah § Mampu
berbahasa Arab dan/atau Inggris § Lulus
tes (fit & proper test) § Sistem
kontrak 1 tahun § Siap
tinggal di kompleks atau madrasah |
§ Minimal
S-1 § Spesialisasi
sesuai mata pelajaran § Pengalaman
mengajar minimal 5 tahun § Mampu
berbahasa Arab dan/atau Inggris § Lulus
test (fit & proper test) § Sistem
kontrak 1 tahun |
||
§ Minimal
S-1 § Spesialisasi
sesuai bidang tugas |
||
|
No. |
Komponen |
Pemenuhan |
1 |
2 |
3 |
3. |
Aspek Kesiswaan |
§ Lima
besar MTs (untuk MA) § Lima
besar MI (untuk MTs) § Mampu
berbahasa Arab dan Inggris § Lulus
tes |
§ Menguasai
berbagai disiplin ilmu § Ada
keahlian spesifik tertentu § Mampu
berbahasa dan menulis Arab serta Inggris dengan benar § Terampil
menulis dan berbicara (Indonesia) § Siap
bersaing untuk memasuki universitas/institute bermutu dalam dan luar negeri |
||
4. |
Aspek Kultur Belajar |
|
5. |
Aspek Sarana Prasarana |
|
(Sumber: Depag RI, 2004: 53-56)
- Mutu Akademik: Kebijakan Sekolah/Madrasah Unggul
Salah
satu sasaran kepemimpinan
kepala sekolah untuk
mewujudkan keunggulan mutu adalah
membuat kebijakan operasional
mutu akademis di sekolah.
Di sini, kepemimpinan
berfokus pada mutu menjadi pilihan para kepala sekolah
dalam
era kontemporer.
Kepala sekolah, sebagai kepala
kantor di sekolah,
bertanggung jawab terhadap proses yang akan membawa pengembangan suatu kebijakan
sekolah yang sesuai, penggunaan informasi yang metode yang baik bagi pengembangan sekolah unggul dan tanggung jawab staf untuk menjamin
bahwa kebijakan
sekolah diimplementasikan
dalam cara yang memudahkan
peluang kesempatan
terbaik untuk berhasil.
Everard (2004: 22) menjelaskan bahwa kepemimpinan kepada sekolah
efektif bermuara pada kemampuan
untuk mempersiapkan
guru dalam menjawab
tantangan perubahan yang banyak memengaruhi
organisasi sekolah maka
kepala sekolah melakukan dengan baik
praktik kepemimpinan
transformasional bawahannya, juga mengusahakan
mendistribusikan kepemimpinan transaksional kepada semua level organisasi
sekolah.
Ada juga sebagian kepala sekolah yang mengandalkan perilaku kepemimpinan karismatik. Sikap
dan perilaku pemimpin adalah
kunci penentu kepemimpinan karismatik. Pemimpin karismatik
memiliki kebutuhan kuat
terhadap kekuasaan, percaya
diri tinggi, dan kuatnya
keyakinan dalam kepercayaan dan
cita-cita.
- MADRASAH
UNGGULAN
Menurut Bafadhal (2003: 28), untuk
mencapai madrasah yang unggul
dituntut adanya tenaga, fasilitas, dan dana yang memadai, dan tidak semua
sekolah/madrasah dapat
memenuhinya. Secara teknis, pengembangan
madrasah unggulan menuntut
adanya tenaga yang
profesional dan fasilitas
yang memadai. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan biaya
besar untuk pengembangannya, sehingga uang gedung,
SPP menjadi mahal
dan hanya mampu dipenuhi oleh orang-orang kaya.
Di samping itu, menurut Bafadhal (2003: 28), dalam membuat madrasah unggulan juga
dikembangkan pula kelas
unggulan, yaitu sejumlah siswa yang prestasinya
menonjol, dikelompokkan dalam
kelas tertentu. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk
membina siswaa dalam
mengembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan, dan
potensinya
seoptimal mungkin, sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terbaik.
- Latar belakang Munculnya Madrasah Unggulan
Undang-Undang Dasar 1945 yang
secara historis disebut sebagai Indonesian Declaration
of Independence, dalam
pembukaannya secara
jelas mengungkapkan alasan
didirikannya negara
untuk mempertahankan bangsa dan tanah air, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan
ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.
Konsep pencerdasan kehidupan
bangsa berlaku untuk
semua komponen bangsa.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal
31 ayat (1) menyebutkan bahwa
setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan, dan
ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem
pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia.
Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama
berkembang di Indonesia,
selain telah berhasil membina dan mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, madrasah juga ikut berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan
dalam
jiwa rakyat
Indonesia.
Di samping itu, madrasah
juga sangat berperan
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sekalipun demikian, performa
madrasah sampai saat
ini masih sangat
rendah. Beberapa permasalahan telah berhasil diidentifikasi menjadi penyebabnya, baik pada tingkat pengelolaan maupun
kebijakan. Masalah kurikulum madrasah
yang masih belum “fokus” dan proses
pendidikan yang belum
mendukung
visi dan misi madrasah merupakan contoh kasus di tingkat pengelolaan,
sedangkan kebijakan pengembangan madrasah yang masih
bersifat
“tambal sulam” serta belum adanya blue print
(cetak biru) pengembangan
madrasah
merupakan contoh kasus di bidang
kebijakan.
Secara terperinci dapat
dikemukakan beberapa pokok permasalahan, baik pada
tingkat pengelolaan maupun
kebijakan, yaitu sebagai berikut.
- Pengembangan
madrasah masih bersifat “tambal
sulam”
Hal ini terlihat dengan diadakannya
program “keterampilan” yang
ditempelkan pada program
reguler, sebagai respons
terhadap tingginya
lulusan madrasah aliyah yang tidak bisa melanjutkan
pada jenjang
pendidikan tinggi. Demikian
juga dengan program
“keagamaan” sebagai respons terhadap lemahnya pengusaan ilmu keagamaan siswa, juga
munculnya Madrasah Aliyah Unggulan (Insan Cendekia), yang merupakan langkah
penyelamatan. Program-program tersebut meskipun mendatangkan banyak manfaat tampaknya tidak didasari oleh konsep yang
terencana yang matang.
- Kurikulum madrasah yang belum fokus
Banyaknya materi yang
diajarkan sementara waktu
tidak mernadai. Pada tingkat
aliyah, misalnya siswa yang ingin mendalami ilmu-ilmu
keagamaan masih juga dibebani mata pelajaran lain yang tidak relevan dalam
jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya, siswa yang
mengambil
jurusan IPA harus pula dibebani dengan banyaknya mata
pelajaran lain
yang tidak
berhubungan secara langsung. Hal lainnya dalam kurikulum madrasah
adalah masih adanya duplikasi
materi yang diajarkan berulang-ulang
pada mata pelajaran
yang berbeda dan pada tingkat yang berbeda.
- Ketidakadaan cetak biru (blue print)
Pengembangan madrasah ini
merupakan permasalahan yang
paling mendasar, sehingga pengembangan madrasah menjadi tidak memiliki arah (Depag RI,
2004: 1-5).
Munculnya sekolah unggulan berangkat dari keinginan
untuk
menciptakan madrasah yang
menjadi central for excellence untuk mempersiapkan SDM yang siap pakai untuk masa depan. Selama ini,
data menunjukkan bahwa mutu
pendidikan nasional belum merata. Adanya sekolah unggulan dapat membekali mereka dengan pengalaman belajar yang
berkualitas, sehingga mereka mempunyai peluang yang
lebih besar
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi
sesuai dengan
pilihannya. Berdasarkan
alasan-alasan tersebut, perlu dikembangkan
madrasah-madrasah unggul dengan manajemen
yang profesional dalam rangka meningkatkan
mutu atau kualitas pendidikan
khususnya pendidikan yang berbasis agama.
- Visi,
Misi, dan Tujuan
Madrasah Unggulan
Visi merupakan konsep ideal yang ingin dicapai oleh suatu
lembaga, yaitu menjadi lembaga yang paling unggul
(Purnama, 2002: 10-11). Visi merupakan sesuatu yang didambakan organisasi/lembaga untuk dimiliki pada masa depan (what do
they want to have). Visi
menggambarkan aspirasi masa depan tanpa menspesifikasi
cara-cara
untuk mencapainya. Visi yang paling
efektif adalah visi yang dapat memunculkan inspirasi.
Inspirasi tersebut biasanya dikaitkan dengan keinginan
terbaik. Visi memberikan motivasi dan kebanggaan bagi suatu
organisasi. Suatu visi menjadi lebih real apabila
dinyatakan
dalam bentuk misi. Jadi,
misi adalah sesuatu yang didambakan oleh
organisasi atau lembaga untuk menjadi seperti yang diinginkan pada masa depan (what
do
they want to be).
- Visi
Madrasah Unggulan
Visi
makro pendidikan madrasah-madrasah
adalah terwujudnya masyarakat
dan bangsa Indonesia yang memiliki sikap
agamis, berkemampuan ilmiah-amaliah, terampil, dan
profesional.
Visi mikro pendidikan
madrasah unggulan adalah terwujudnya individu yang
memiliki sikap agamis, berkemampuan ilmiah-diniah, terampil
dan profesional.
Sesuai dengan tatanan kehidupan.
Misi Madrasah Unggulan
Misi pendidikan
madrasah unggulan adalah: (a) Menciptakan calon
agamawan yang berilmu; (b) Menciptakan calon
ilmuan yang beragama; (c) Menciptakan calon
tenaga terampil yang profesional dan agamis (Depag, 2004: 15).
- Tujuan Madrasah Unggulan
Tujuan
madrasah unggulan merupakan keyakinan
bersama seluruh komponen madrasah tentang keadaan
masa depan yang diinginkan. Tujuan ini
diungkapkan
dengan kalimat yang jelas,
positif, menantang, mengundang partisipasi, dan menunjukkan
gambaran tentang masa depan (Depag RI, 2004: 14). Acuan dasar dari tujuan
umum madrasah unggul adalah tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN dan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional, yaitu menghasilkan manusia yang beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, tangguh, cerdas, kreatif,
terampil, berdiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, produktif,
sehat jasmani dan rohani, memiliki
semangat kebangsaan, cinta tanah air, kesetiakawanan
sosial, kesadaran akan sejarah
bangs, dan sikap menghargai pahlawan, serta
berorientasi masa depan. Secara khusus,
madrasah unggulan bertujuan untuk
menghasilkan kurikulum
pendidikan yang memiliki
keunggulan dalam hal berikut:
(a) keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa; (b) nasionalisme dan patriotisme yang tinggi yang tinggi;
(c) wawasan iptek yang mendalam dan luas; (d) motivasi
dan komitmen yang tinggi untuk
mencapai prestasi dan keunggulan; (e) kepekaan
sosial dan kepemimpinan; (f)
disiplin tunggi ditunjang dengan (e) kepekaan sosial dan kepemimpinan; (f) disiplin tinggi
ditunjang dengan kondisi
fisik yang prima (Ekosusilo,
2005: 49).
- Unsur
Pendukung Madrasah
dan Sekolah Islam
Unggulan
Dalam
pelaksanaannya, madrasah dan sekolah
Islam unggulan perlu mendapat dukungan
beberapa unsur pokok yang
harus terpenuhi. Idealnya, kata “unggulan”
memiliki performansi yang sebanding lurus
dengan amanah yang diembannya guna memenuhi harapan dan kepercayaan
dari stakeholders,
orangtua siswa, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut Imron Arifin (2010), unsur pendukung
madrasah atau sekolah
Islam berprestasi (unggul) terdiri
atas sembilan faktor, yaitu sebagai berikut.
- Sumber daya manusia unggul merupakan aset terpenting yang dimiliki
oleh madrasah dan sekolah Islam unggulan. Rekrutmen
dan
pengembangan SDM
harus dilakukan secara terus-menerus
karena
merupakan salah
satu prioritas untuk menggapai kualitas/mutu
akademis yang
baik. Sumber daya manusia ini meliputi guru, tenaga
administrasi (karyawan), dan tenaga laboran.
Dengan kualifikasi
tenaga guru mempunyai
kualifikasi memadahi, kesejahteraan guru
terpenuhi, rasio
guru-murid ideal, loyalitas dan komitmen tinggi, serta
motivasi dan semangat kerja guru tinggi.
- Faktor siswa, meliputi
pembelajaran yang
terdiferensiasi; kegiatan
intra dan ekstrakulikuler bervariasi; motivasi
dan semangat belajar tinggi; pemberdayaan belajar bermakna.
- Faktor tatanan organisasi dan mekanisme kerja
meliputi (1) tatanan organisasi
yang rasional dan
relevan; (2)
program organisasi
yang rasional
dan
relevan; (3)
mekanisme
kerja yang
jelas dan terorganisasi secara tepat.
- Faktor kemitraan, meliputi kepercayaan
dan harapan orangtua yang tinggi;
dukungan dan peran serta masyarakat yang tinggi, dukungan dan bantuan pemerintah yang tinggi.
- Faktor komitmen/sistem
nilai, meliputi budaya
local yang saling
mendukung, dan nilai-nilai agama yang memicu timbulnya dukungan positif.
- Faktor motivasi,
iklim kerja, dan semangat kerja yang meliputi motivasi berprestasi pada semua komunitas sekolah, suasana, iklim kerja dan iklim belajar sehat dan positif, serta semangat kerja dan berprestasi tinggi.
- Faktor
keterlibatan wakil
kepala sekolah
dan guru-guru, meliputi keterwakilan
kepala sekolah
dalam pembuatan kebijakan
dan pengimplementasiannya; keterwakilan
kepala sekolah
dan guru-guru dalam menyusun kurikulum
dan program-program sekolah; serta
keterlibatan wakil
kepala sekolah
dan guru-guru dalam perbaikan dan
inovasi pembelajaran.
- Faktor
kepemimpinan kepala
sekolah, meliputi piawai memanfaatkan
nilai religio-kultural; piawai mengomuni-kasikan
visi, inisiatif, dan kreativitas,
piawai menimbulkan motivasi dan membangkitkan
semangat; piawai memperbaiki pembelajaran
yang terdiferensiasi; piawai menjadi
pelopor dan teladan, seperti piawai mengelola administrasi sekolah.
- Sarana dan prasarana akademis, meliputi fasilitas
sekolah
lengkap dan
memadai; sumber belajar yang memadai dan sarana penunjang
belajar yang memadai.
Untuk mendukung efektivitas
dan efesiensi
belajar, madrasah
dan sekolah Islam unggulan menyediakan ruang belajar yang asri dan
nyaman
bagi para murid. Ruang belajar merupakan sarana yang urgen dan pokok,
sehingga semua ruang kelas belajar dapat dipenuhi fasilitas yang
menunjang kegiatan belajar, misalnya dilengkapi LCD dan komputer,
VCD untuk menjelaskan
materi yang berbasis CD/VCD, bahkan apabila
memungkinkan setiap ruang/gedung dilengkapi dengan CCTV agar proses
belajar mengajar dapat dipantau secara maksimal. Untuk kebutuhan khusus,
ruang
belajar dapat didesain secara menarik, agar terjadi interaksi dan pergumulan
belajar yang mampu menumbuhkan budaya dan kultur akademis yang tinggi.
Dalam
madrasah dan sekolah Islam unggulan, laboratorium,
dirancang untuk menghasilkan
temuan-temuan baru yang berbasis integratif, yakni
dengan memadukan antara perspektif
Islam (al-Quran-hadis) dengan sains. Apabila hal ini dapat dilakukan
para guru dan siswa, konstektualisasi
pembelajaran semakin
berbobot. Para siswa diajak untuk
melihat gejala dan fenomena ilmu pengetahuan dengna
sentuhan nilai-nilai ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan hadis.
Laboratorium sebagai pusat pembelajaran
sangat menjanjikan
kualitas masa depan para siswa karena
melalui observasi, riset, dan eksperimennya akan
mendapat pengalaman yang lebih berarti bagi dirinya.
Beberapa
madrasah dan sejolah Islam unggulan memadukan
antara sistem pendidikan madrasah atau sekolah
dengan sistem pesantren (ma’had/asrama).
Keberadaan ma’had sangat penting dan strategis untuk
mencapai tujuan pendidikan
yaitu terwujudnya kepribadian,
kemandirian, serta menanamkan
nilai-nilai spiritual dan akhlak
kepada siswa.
Di
samping itu, fungsi ma’had adalah mengembangkan
pembelajaran bahasa asing, yaitu bahasa Arab dan
Inggris, sebagai salah satu bentuk keunggulan
yang harus dimiliki oleh madrasah atau sekolah
Islam unggulan. Tujuan didirikannya ma’had adalah menciptakan
suasana kondusif bagi pembiasaan belajar
berkomunikasi
bahasa asing, melatih dan membiasakan
shalat berjemaah, membaca dan menghafalkan
Al-Quran, serta melakukan kajian-kajian
keislaman.
Apabila
madrasah dan sekolah Islam menerapkan
sistem boarding (asrama), peran masjid menjadi
sangat sentral. Semua warga sekolah atau
madrasah dapat secara bersama-sama memfungsikan masjid
sebagai sarana ibadah dan tempat mendalami kandungan
Al-Quran dan hadis. Masjid digunakan
sebagai wahana pembinaan spirutual bagi seluruh siswa, terutama menumbuhkembangkan
mental, moral dan karakter
siswa yang mereka selama 24 jam
hidup di lingkungan madrasah atau sekolah.
Masjid dapat difungsikan
untuk mengisi kedalaman
spiritual bagi semua warga sekolah atau
madrasah. Melalui masjid, kepala sekolah,
para wakil kepala sekolah,
para wakil kepala sekolah,
para guru dan karyawan, serta semua siswa dapat membiasakan
shalat berjemaah, zikir
bersama, khaimul qur’an, hifdzul qur’an, serta
sebagai pusat kajian-kajian
keislaman.
- Perencanaan
Madrasah dan Sekolah Islam
Unggulan
Lahirnya
lembaga pendidikan Islam unggulan saat ini merupakan
buah dari gagasan modernisasi Islam di Indonesia. Pembaruan pemikiran
Islam dan pelaksanaan pendidikan
Islam di tanah air tidak selalu sejalan
lurus dengan cita-cita dan semangat ajaran
Islam. Selain dipahami sebagai ajaran
ritual dan sumber nilai, Islam juga sebagai
sumber ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia. HAR. Gibb menyatakan
“Islam is indeed much more than a system
of teology, if is complete civilization” (Islam sesungguhnya bukan
hanya satu sistem teologi, tetapi merupakan
peradaban yang lengkap). Pernyataan tersebut berarti Islam
merupakan agama yang aktual,
relevan dengan segala urusan manusia, termasuk di
bidang pendidikan.
- Roformulasi
visi-misi dan tujuan kelembagaan
Setiap
madrasah dan sekolah Islam unggulan memiliki
visi-misi dan tujuan yang berjangkauan
luas. Hadirnya pendidikan madrasah dan sekolah
Islam unggulan adalah untuk mewujudkan
sistem pendidikan yang berkualitas
dan memberi kontribusi pada perbaikan
kualitas SDM Indonesia yang lebih
mumpuni.
Menurut Azumardi Azra
(1999), tujuan munculnya madrasah atau sekolah Islam unggulan merupakan proses “santrinisasi” masyarakat
muslim Indonesia. Proses santrinisasi dapat
digambarkan melalui
dua cara. Pertama, siswa pada
umumnya telah mengalami “islamisasi”, tetapi
perlu mendapat perhatian dan
penekanan lebih mendalam lagi, selain mempelajari ilmu-ilmu umum
secara berkualitas. Mereka dibimbing lebih intensif tentang cara membaca
Al-Quran secara
fasih, melaksanakan shalat dengan
tepat dan benar, hingga memahami nilai-nilai ajaran
substansial dalam
Islam.
Kedua, ketika para siswa belajar di madrasah dan
sekolah Islam
unggulan pulang ke rumah,
mereka dapat mengajarkan kepada keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Paling tidak, mereka memiliki rasa tanggung
jawab kepada orangtua dan keluarganya untuk mendakwahkan misi dan tujuan
Islam yang mulia.
Untuk menjadikan madrasah
dan sekolah Islam
unggul, diperlukan sebuah formulasi konsep, visi-misi
dan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga itu. Sekolah Islam/madrasah
unggulan bukan sekadar slogan dan nama, melainkan mengemban amanah yang mulia untuk melahirkan
lulusan yang
mutunya baik. Visi-misi dan tujuan kemudian
dijadikan sebagai acuan
dan nilai-nilai bagi para pimpinan, guru, dan
karyawan serta para siswa untuk mendasari setiap aktivitas dan
kegiatan pembelajarannya.
Melalui visi-misi dan
tujuan, madrasah
dan sekolah Islam unggulan
dapat memetakan rencana strategis dan serangkaian program yang relevan
dan signifikan. Misalnya, sistem madrasah dan sekolah Islam
diformat dengan system
perpaduan antara pesantren
dengan pendidikan
madrasah/sekolah atau menentukan program full day school sebagai langkah dan
upaya untuk mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkannya.
Penyusunan visi-misi dan tujuan kelembagaan membutuhkan kerja
kolektif antara pimpinan, para guru, dengan warga sekolah/madrasah.
Rumusan itu harus dapat
diterima oleh semua pihak
dan dapat dijalankan
oleh semua orang yang berada di lingkungan institusi tersebut.
b. Analisis
Kebutuhan Sistem Akademis Dan Kelembagaan
Madrasah dan sekolah Islam ungulan
membutuhkan perencanaan yang holistik dan padu. Misalnya,
analisis tentang pengembangan sumber daya, sarana dan
prasarana, manajemen
kesiswaan,
peningkatan manajerial kepala madrasah/sekolah
dan pengembangan
kurikulum.
Keunggulan madrasah dan sekolah
Islam bisa dilihat
dalam dalam
beberapa
ciri pokok, yaitu: (1) kepemimpinan dan manajemen yang kuat; (2) kualitas sumber daya yang unggul; (3) input siswa berkualitas; (4)
sarana dan prasarana yang mendukung, termasuk system
asrama jika dimungkinkan; (5)
kurikulum yang berkembang
secara adaptif, termasuk
ekstrakurikuler; (6) kerja sama kelembagaan dan dukungan
masyarakat luas.
Pada aspek kepemimpinan dan manajemen, kepemimpinan madrasah
dan
sekolah Islam unggulan
dipacu oleh peningkatan kualitas
kepribadian, peningkatan kemampua
manajerial dan pengetahuan konsep-konsep
pendidikan kontemporer yang dilakukan melalui pendidikan short-course, orientasi program, yang
dilaksanakan secara simultan dan
kontinu.
Peningkatan kualitas sumber
daya dimulai dengan peningkatan kualitas guru bidang
studi dengan memberikan kesempatan belajar ke jenjang pendidikan
5-2/5-3 di dalam
dan luar negeri
dan short- course sesuai dengan
kebutuhan. Peningkatan
kualitas tenaga kependidikan seperti terraga ahli perpustakaan, laborat, dan administrasijuga
merupakan fokus garapan dalam peningkatan
kualitas madrasah/sekolah unggulan. Program-program yang dikembangkan juga
beragam. Hal yang unik,
peningkatan
kualitas sumber
daya manusia juga melibatkan komite madrasah/ sekolah, pengawas pendidikan, pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG), baik di tingkat kecamatan, maupun
kota kabupaten.
Peningkatan mutu
sarana dan prasarana pendidikan
difokuskan untuk pengadaan peralatan dan
ruangan laboratorium terpadu, laboratorium fisika, biologi, bahasa dipadukan dengan laboratorium
compute. Dengan adanya laboratorium terpadu, madrasah dan sekolah Islam
unggulan dapat melakukan
pembelajaran mandiri, sebab sudah
dilengkapi
dengan modul-modul yang memacu
pembelajaran aktif (active learning)
dan pembelajaran berbasis kompetensi. Selain itu,
fasilitas penunjang lain seperti
masjid dan pesantren dapat difungsikan untuk memacu soft skill bagi para dan siswa.
Kurikulum
madrasah dan sekolah Islam juga digarap sedemis rupa
untuk memacu keunggulan dalam
aspe muatan keterampilan vokasional, dan
ekstrakurikuler. Untuk pengembangan muatan lokal di
madrasah model dimungkinkan
penambahan belajar di luar jam
sekolah/madrasah, sehingga siswa
berada lama di lingkungan sekolah/madrasah. Muatan lokal bisa berbentuk
ciri khas keunggulan
daerah, seperti kesenian, budaya, bahasa, keterampilan khusus, sesuai
dengan kebutuhan.
Keterampilan vokasional
merupakan keterampilan
dibutuhkan untuk memperoleh
keahlian khusus di bidang-bidang pekerjaan yang
memerlukan keahlian
khusus, seperti pertanian, perbengkelan, tata-busana, tata-boga,
dan lain-lain. Adapun kegiatan ekstra adalah
kegiatan pendukung yang memungkinkan siswa meningkatkan minat
dan bakat, misalnya
seni, pramuka, palang merah, pecinta-alam, organisasi
siswa, koperasi pelajar, musik, drumband, komputer, dan
sebagainya.
Kerja
sarna kelembagaan dan
menggerakkan dukungan masyarakat merupakan keunggulan
madrasah dan sekolah yang sudah
menjadi ciri khas,
sebab madrasah dan sekolah merupakan
community based
education. Ketersediaan pendanas sektor
pendidikan madrasah yang terbatas
dan program pengembangan
madrasah mutlak membutuhkan
dukungan
masyarakat dan
kerja sarna dengan
instansi-instansi pemerintah ataupun swasta. Hal
ini sudah dirintis
sejak program perintis madrasah model,
unggulan dan terpadu,
sebagai sebuah yang
diterapkan dengan melibatkan
masyarakat dan perneri terkait dalam
perencanaan program dan
evaluasi.
Untuk lebih
mudah dalam memaharni penjelasan
tentang strategi pengembangan madrasah,
dapat dilihat pada
gambar 10.1 di bawah ini.
Masyarakat/Dunia kerja PT. Internasional PT.
Nasional (Agama/Umum) MA
Unggulan Mts
Unggulan MI
Unggulan Raudhatul Athfal MA
Model Mts
Model MI
Model Poltek/vocational MA
Reguler MA
Kejuruan MA
Program Keterampilan Mts
Regular MI
Regular
Gambar 1
3.1 Skema Pengembangan
Madrasah
(Sumber: Depag, 2004: 70)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa
arah pengembangan madrasah dapat diaktualisasikan. Dengan menghadirkan tiga
desain besar pendidikan madrasah, yaitu: Madrasah Unggulan, Madrasah Model dan
Madrasah Kejuruan/ Reguler. Madrasah unggulan terletak di setiap provinsi sebanyak masing- masing satu
buah. Demikian juga dengan madrasah
model berada di setiap kabupaten masing-masing satu buah. Sementara
madrasah reguler atau kejuruan didirikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat. Keberadaan madrasah unggulan masing-masing provinsi dimaksudkan agar
pemerintah daerah setempat
memiliki wadah (center for
exellence) untuk mempersiapkan SDM
masa depan. Demikian juga dengan
madrasah _model yang berada
pada masing-masing kabupaten. Keberadaan madrasah regular atau
kejuruan dimaksudkan untuk menampung dan
mernpersiapkan SDM (siap pakai)
dengan keahlian khusus. Pendekatan ini diharapkan
dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya eksudos dan
pemusatan SDM bermutu di
satu lokasi pendidikan. Di samping
itu, agar tumbuh persaingan sehat dari masing-masing daerah
dalam melahirkan SDM yang bermutu
(Depag, 2004: 53).
C. Madrasah Model
Peter dan Yenny
(1991:989) mendefinisikan model pola,
contoh, acuan atau macam
dari sesuatu yang akan dibuat.
Istilah ini dilekatkan dengan madrasah/
sekolah sebagai salah satu program lembaga pendidikan. Nur Ahid
(2009:80) menjelaskan bahwa program madrasah model adalah sebuah program yang ditujukan untuk menjadikan satu madrasah sebagai
madrasah yang baik dalam
semua unsurnya, untuk digunakan sebagai
percontohan bagi
madrasah-madrasah sekitarnya. Madrasah model diharapkan dapat meningkatkan kualitas mutu lembaga pendidikan
dan mampu menjadi model
yang patut dicontoh oleh sekolah
lainnya, sehingga
keberadaannya dapat memberi
efek positif kepada sekolah-sekolah sekitarnya.
1. Latar Belakang Munculnya
Sekolah/ Madrasah Model
Program Madrasah Aliyah
model dimulai pada
1993 melalui proyek
Junior Secondary Education
Project (JSEP). Kemudian pada
tahun
1998 diteruskan dengan
program Basic Education
Project (13EP) untuk MI dan MTs. Pada tahun 2000 dikembangkan proyek Development of Madrasah Aliyah Project (DMAP) untuk MA (Nur
Ahid (2009:80). Program
ini diadakan
dengan dasar pemikiran bahwa pada saat itu
citra madrasah sebagai lembaga
pendidikan formal, madrasah masih dianggap sebagai
lembaga pendidikan kelas dua
setelah sekolah umum. Dalam
kenyataannya, banyak madrasah memiliki kelemahan
dalam praktik
penyelenggaraan pendidikan madrasah, yaitu dalam hal manajemen, bidang
profesionalitas
guru, masalah kualitas lulusan,
sarana, dan prasarana.
Dengan keaadaan
tersebut, Departemen Agama sebagai pembina
madrasah melakukan
beberapa program yang
diharapkan dapat
mengangkat citra madrasah, agar sejajar dengan sekolah yang
berada di
bawah pembinaan Departemen Pendidikan
Nasional
(Imran Siregar,
12).
Depag menunjuk beberapa madrasah sebagai
madrasah model, yaitu
setiap daerah hanya ada
satu madrasah yang
mengikuti program madrasah model.
Dengan
demikian, madrasah
terse but mendapat beberapa bentuk
bantu an sarana, fasilitas belajar,
gedung baru, hingga bantuan
pendidikan atau beasiswa
bagi guru-guru madrasah untuk
melanjutkan pendidikannya ke
luar negeri tingkat S2 (Alfiah, 2012: 5). Misi yang diemban oleh
madrasah model yang
telah ditunjuk oleh Depag
di masing-masing daerah
adalah tidak hanya
unggul sendirian, tetapi juga membantu madrasah sekitarnya dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, berperan sebagai lokomotif yang menarik madrasah-madrasah
swasta sehingga menjadi madrasah yang berkualitas.
2. Desain Pengembangan Madrasah
Model
Fuad Fachruddin (1991: 154-157) menegaskan
beberapa poin penting
yang
harus dimiliki oleh pengelola
madrasah menuju terwujudnya madrasah
unggul.
- Kepala
Madrasah
Kepala madrasah dituntut untuk
mampu menerjemahkan peranannya sebagai professional leader dalam
tindakan
dan perilaku yang mendorong dirinya, guru dan
staf yang ada
menuju
visi keungggulan.
- Guru
Guru juga harus
siap untuk mengembangkan
bahan-bahan pembelajaran,
pendekatan,
alat-alat yang diperlukan untuk mendukung potensi siswa
untuk berkembang.
- Kurikulum
Kurikulum merupakan pedoman
bagi guru dalam menyelenggarakan
pembelajaran. Kurikulum memberikan konsep standar dari mata
pelajaran yang perlu diajarkan kepada siswa. Berdasarkan pertimbangan akademis dan perkembangan psikologi siswa.
Materi yang akan diajarkan
kepada siswa adalah
materi yang
sebenarnya diperlukan oleh siswa
dan menstirnulasi siswa untuk mempelajari sendiri (rasa
keingintahuan).
- Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran lebih mendorong siswa merasa tertantang dalam mengembangkan keingintahuan individu siswa untuk
mendalami sesuatu. Siswa
membangun pengetahuan dan kegunaan
serta mata pelajaran
yang dipelajari dalam
satu kesatuan. Oleh karena
itu, interaksi siswa dengan
pihak lain termasuk sumber
belajar yang ada
di lingkungan madrasah
merupakan bagian dari peran
guru dalam membantu
terciptanya kondisi yang
mendukung minat dan keasyikan
siswa untuk mempelajari
sesuatu.
- Penilaian
Penilaian pembelajaran bukan
hanya untuk melihat daya serap yang
dipelajari, melainkan juga untuk mengetahui faktor yang menjadikan siswa
mengalami kesulitan dalam belajar, mengembangkan kemampuan siswa
mengenai hal-hal yang
ingin dicapai sejalan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing. Siswa memahami
sesuatu yang dinilai, untuk apa, dan bagaimana penilaian dilaksanakan
(Fuad Fachruddin, 1998:20). Secara umum,
Ahid (2009: 80) menjelaskan persyaratan sebagai sekolah model, yaitu memiliki
manajemen madrasah yang baik; SDM yang berkualitas; kelengkapan
sarana dan prasarana pendidikan; bantuan pendidikan yang memadai; keunggulan kualitas lulusan. Proses menjadikan suatu
madrasah menjadi madrasah
unggul dan menjadi model
bagi sekolah lain merupakan pengembangan rnadrasah yang
tepat dalam rangka
meningkatkan nilai dan mutu
pendidikan Islam di mata masyarakat.
3. Inovasi Pengembangan Pendidikan Islam Berbasis
Keunggulan
Pengembangan pendidikan Islam
dapat terealisasi melalui adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah.
Institusi yang
melahirkan
kebijakan-kebijakan yang mendukung program madrasah unggulan dan madrasah model adalah Departemen Agama.
Madrasah harus memiliki keunggulan
yang layak dibanggakan oleh sekolah
dan masyarakat. Dalam hal ini, dikenal dua
jenis keunggulan, yaitu sebagai
berikut.
- Keunggulan
Komparatif
Dalam konteks lembaga pendidikan, keunggulan
komparatif menekankan pada keunggulan
yang berkaitan dengan sumber
daya yang disediakan, dimiliki tanpa perlu adanya suatu upaya. Misalnya, suatu madrasah dibandingkan dengan madrasah lainnya memiliki fasilitas belajar
yang diperoleh bantuan dari pemerintah,
sedangkan sekolah di sekitarnya belum menerima bantuan fasilitas
belajar.
- Keunggulan Kompetitif
Madrasah atau sekolah
yang memiliki keunggulan kompetitif akan terus mengejar
prestasinya sehingga mampu bersaing dengan sekolah lain. Walaupun sudah mendapat
bantuan dari pemerintah, sekolah unggulan ini tetap dan terus berusaha
meningkatkan kualitas keunggulannya, baik dalam hal
manajemen maupun output-nya. Pelayanan
terhadap siswamdikelola
dengan baik, sehingga mereka dapat belajar dalam keadaan kondusif. Lulusan yang berkualitas akan
dicari oleh masyarakat untuk
diberdayakan
potensinya yang diperoleh ketika di sekolah.
Tantangan kehidupan
saat ini lebih mengutamakan
keunggulan kompetitif dibandingkan dengan
keunggulan komparatif.
Keunggulan komparatif menekankan pada keunggulan kaitannya dengan sumber daya
yang disediakan, sedangkan
keuntungan kompetitif bersandar pada penguasaan IPTEK serta informasi. Atas dasar pemahaman tersebut,
keunggulan/excellence pada istilah center for
excellence adalah jenis keunggulan
kompetitif, yaitu keunggulan
yang diraih melalui suatu usaha.
4. Mengembangkan keunggulan
Berbasis Budaya Organisasi
Mengembangkan
keunggulan dasar sebuah madrasah melalui pendekatan budaya organisasi berarti mengorganisasi beragam manusia dan melebur mereka dalam satu pikiran yang terarah ke
pembuatan produk dan layanan terbaik, pemuasan pelanggan sepenuhnya,
dan pemeliharaan warga organisasi.
Visi unggul sangat sentral dalam
pengembangan madrasah unggul sebab tanpa
visi, mimpi, dan gambaran tentang masa depan
sulit diwujudkan. Dengan visi unggul,
madrasah selalu mengupayakan arah masa
depan yang lebih
baik, memiliki SDM yang
religius, terampil mandiri, dan berwawasan
ke depan (Muhammad,
1989: 45).
Untuk menjadi sekolah organisasi unggul,
madrasah perlu memiliki kecerdasan sosial. Kemampuan
sebuah madrasah untuk tetap survive tidak hanya ditentukan oleh
seberapa besar kemampuannya dalam
menghasilkan output yang berkinerja
dan berprestasi unggul, tetapi juga ditentukan oleh koneksinya dengan stakeholders dan
para pengguna jasa. Salah satunya dengan tetap
menjaga kepercayaa stakeholders terhadap
keunggulan madrasah dengan mempertahankan dan
meningkatkan citra serta
kinerja organisasi madrasah
unggul.
Beberapa bentuk pendekatan pengembangan pendidikan
Islam melalui madrasah unggulan diharapkan akan melahirkan lulusan yang bisa menampilkan citra diri
sebagai sosok makhluk Tuhan yang di dalam
dirinya terdapat potensi
rasional (nalar), emosi, dan
spiritual. Tiga
dimensi keunggulan dalam perspektif Islam mencitrakan sosok manusia utuh. Lembaga pendidikan
yang terlalu banyak
menekankan pentingnya nilai akademis, kecer dasan otak atau
IQ, tetapi mengabaikan kecerdasan emosi (EQ) yang mengajarkan
integritas, kejujuran, komitmen,
visi,
kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan,
.keadilan,
prinsip
kepercayaan, penguasaan diri atau sinergis akan
menjadikan pendidikan kehilangan rohnya (Muhammad, 1998: 46).
DAFTAR PUSTAKA
Abdol mohammadi, M.
dan A. Wright. 1987. An Examination of The Effects of Experience and
Task: Complexity on
Audit Judgments.
Abdurrahman, An-Nahlawi.
1995. Pendidikatt Islam di Rumah, Sekolah,
dan
Masyarakat, Penj. Shihabuddin. Jakarta:
Gema Insani Press.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Abuddin Nata. 2005. Filsafat Pendidikan Islam
Jakarta: Gaya
Media
Pratama.
Aditya Media. Nawawi, Hadari. 1989. Organisasi
Kelas
sebagai Lembagii Pendidikan.
Jakarta: Haji
.Masagung.
Azra, Azyumardi. 2003.
Inovasi Kurikulum, Edisi Olf Tahun 2003.
Strategi Pengembangan Kurikulu Madrasah Aliyah dalam Era Otonomi Daeran dan Desentralisasi Pendidikan.
Jakarta: Logos Wacana lImu.
Ahmad Djalaluddin 2007. Manajemen Qur'ani;
Menerjeman Ibadah Ilahiyah dalam kehidupan, Malang: Malang Press.
Ahmad Tafsir. 2001. Ilmu Pendidikan dan Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosadakarya. 2006. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi ]asmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Asri Al-jadid. 1968. Ingklizikh toal Arabiyah. Beirut: Darul
Fikr.
Alwasilah, Chaedar. 2007. Perspektif
Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia dalam
Konteks Persaingan Global. Bandung: Andira.
Arifin I. 1994. Penelitian Kualitatif dalam Bidang
Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang:
Kalimasada Press.
Arifin. 2008. Kepemimpina
Kepala Sekolah dalam Mengelol Sekolalt Berprestasi. Yogyakarta: Aditya
Media. '
Arifin, Imron. 2008.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam Mengelola
Sekolah Berprestasi. Yogyakarta: Aditya Media.
Azra,
Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam;
Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta
Logos. 2002. Paradigma
Baru Pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Kompas
Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Wilayah Jawa Timur. 1998. Pelatihan Metode
Kualitatif. Kumpulan Materi.
Baedhowi. 2008. Peningkatan
Profesionalisme Pendidik dalam upaya mewujudkan Sumberdaua
,Manusia Pendidikan yang
Unggul dan Mandiri, Makalah disampaikan pada
seminar Nasional tanggal 20 Desember 2008.
www.ispi.or.id//pendidikan-guru-masa- depan-yang-bermakna.diakses
28/5/2012.
BedjoSiswanto. 1990. Manajemen
Modern. Bandung: Sinar
Baru.
Blank, W. E. 1982. Handbook For Developing
Competency Based Training Program.
Englewood Cliff. New
Jersey: Prentice Hall,
me.
Bloom S.
Bejamin. 1971. Taxonomy
of Objectives the
Clasification of .Educational
Goals, Handbook 1.
Cognitive Domain. New
York: David Makey Company,
Inc.
Budi Wiyono,
Bambang. 1999. Meiodologi
Penelitian Kualitatif Malang: Universitas Negeri Malang.
Budimansyah, Dasim. 2007. Model
Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung: Genesindo.
Bungin, Burhan (Ed.).
2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah
Ragam Varia Kontemporer.
Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Bush, Tony. 2003. Theories of
Educational Leadership and Management. London: Sage
Publications.
Cece Wijaya dkk. 1992. Upaya Pembaharuan dalam
Pendidikan dan Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Choirullah, M.
Noor. 1999. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Motivasi Kerja Karyawan pada Unit
Usaha Pondok Pesantren (Studi Kasus Pondok
Pesantren Hidayatullah Surabaya).
Tesis. PPS. UMM. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Cicih, Sunarsih. 2006. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar di SD.Bandung: P4TK TK dan
PLB.
Cotton. 1995. Effective
Schooling Practices: A Research Synthesis. Boston: Ally and Bacon.
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi
Pendidikan dalam 'Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Jakarta: Diknas 2002. Dawam
Raharjo. 1983. Dinamika
Pesantren dalam Peta Pembaharuan. Jakarta: LP3ES.
Day, C.P. Whitaker, and D. Whren. 1987. Appraisal and Professional Development in the Primary Schools. Philadelphia: Open University Press.
Degeng, I Nyoman
S. 1998. Mencari Paradigma
Baru Pemecahan Masalah Belajar. Makalah Pidato
pengukuhan Guru Besar
IKIP Malang,
Didin
Hafidhuddin & Hendri
Tanjung. 2003. Manajemen Syari'ah dalam Praktek.
Jakarta : GIP
Djalil, AbduL 1999. Kepemimpinan dan Inovasi
Pendidikan Islam:Studi Kasus pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1. Tesis Konsentrasi Magister
Agama. Malang: PPPS
Universitas Muhammadiyah
Malang.
Djamarah Syaiful Bahri
dan Drs. Aswan
Zaino 1996. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
E. Mulyasa. 2005: MBS: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung:
Rosdakarya.
2006. Menjadi
Kepala Sekolah Profesional.
Bandung: Rosdakarya.
2006a. Implementasi Kurikulum 2014. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2006b. Kurikulum yang
disempurnakan. Pengembangan standar kompetensi dan
Kompetensi Dasar. Bandung:
Remaja
Rosdakarya.
Ek. Mochtar
Effendy. 1986. Manajemen;
Suatu Pendekaian Berdasarkan Ajaran Islam. Jakarta: Bhratara Karya
Aksara.
Elfahmi, H.S. 2006. Sekolah Unggul: Menciptakan
Sekolah sebagai Sumber BelajarSolusi
dan Rumah yang
Menyenangkan bagi Setiap Penghuninya.Makalah disajikan
dalam National Conggress
& Bussines Forum (4 Maret
2006). Surabaya:
diselenggarakan oleh
Magistra Utama.
Engkoswara
dan Komariah, Aan. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Faisol, Sanapiah. 1990. Penelitian
Kualitatip
Dasar-dasar dan Aplikasi .Malang: Yayasan Asih
Asah Asuh.
2001. Format-format penelitian
sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Fathurrohman, Puput dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi
Belujar
Mengajar. Bandung: Refika
Aditama.
Fuad Abdul
Hamied. 2008. Model
Pembelajaran Inovatif di era Global. Makalah seminar nasional model pembelajaran inovatif. Di Purwokerto. 27 Februari
2008. http://ispi- banyumas, blogspot.com/ 2008/12/ model-pembelajarn-inovatif-di-era.html.
Diakses tgl 11-6-2012
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam
Pendidikan: Surabaya: Usaha Nasional,
Gary Yuki.
2002. Leadership in Organizations. Cet.5. New Jersey: Prenhallindo.
Hadi Supeno. 1999. Agenda Reformasi Pendidikan, Jakarta: Pustaka Paramedia .
Hamalik,
Oemar. 1993. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta': Bumi Aksara.
2002. Pendidikan Guru: Berdasarkan
Pendekatan
Kompetensi. Bandung: Bumi
Aksara.
2005. Inovasi
Pendidikan: Penvujudannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: YP. Permindo,
Hamijoyo, Santoso. 1974. Inovasi Pendidikan
(Meninjau Beberapa Kerangka
Analisa untuk Penelitian dan
Pelaksanaannya). Bandung: Institut
Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
Hanafiah, M.
Jusuf, dkk. 1994. Pengelolaan
Mutu Total Pendidikan Tinggi. Jakarta:
Badan Kerja sarna Perguruan
Tinggi Negeri. Hanson E.M.
1996. Educational Administration and
Organizational
Behavior.
Boston:
Allyn and Bacon.Harold
Koontz & Cyrill
O'Donnell. t.t. Principles
of Manajemen to Analysis
Manajerial Function. Tokyo: Kogakusha
Company, Ltd., Asian Student.
Hasan bin Ali Hasan
Al-Hijazy, 2001. Manhaj
Tarbiyah Ibnu Qayyim, Penj. Muzaidi Hasbullah. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Hasan
Langgulung. 1980. Beberapa
Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al Ma' arif.
Hasibuan, Lias. 1997. Koherensi lnooasi dalam
Kurikulum Pesantren.Disertasi, Malang:
IKIP.
H.M.
Arifin. 1991. Ilmu
Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoreiis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Husaini
Usman. 2001. Peran Barn.
Administrasi Pendidikan dari Sistem
Sentralistik
Menuiu
Sistem Deseniralistik, dalam [urnal
Ilmu Pendidikan, Februari
2001, Jilid 8, Nomor 1.
Ibrahim. 1988.
Inovasi Pendidikan. Jakarta:
_Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan, Ditjen
Dikti Depdikbud.
Ibrahim
Bafadal. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Idris M. Noor. 2008. Sebuaii Tinjauan Teoretis Ten
tang Inovasi Pendidikan di Indonesia. Net
delivery. (diunduh 4 Agustus
2012).
Iwa Sukiswa. 1986. Dasar-Dasar
Umum Manajemen Pendidikan, Bandung. Tarsito.
.Jalaluddin.
2001. Dasar-dasar Pemikiran
Islam. Jakarta: Gaya Media. Pratama
Jawahir
Tanthowi. 1983. Unsur-Unsur
Manajemen Menurut Ajaran Al-
Qur'an. Jakarta: Pustaka Al-Husna, [auia Pos. 2012. Intervensi Berbuah
Presiasi SMS dan
BBM jadi sarana Belajar. Senin
28 Mei 2012.
Jonathan Crowther
(Editor). 1995.
Oxfor Advanced
Learner's
Dictionary. New York: Oxford
University Press.
Joni, T. 1997. Pembelajaran Terpadu.
Naskah untuk Pelaiihan
Guru
Pamong, BP3GSD.
Jogyakarta:
Dikti.
Joyce, B. (ed.). 1990. Changing School Culture
Through Staff Development.USA. ASCD
.Joyce, Bruce
dan
Well,
Marsha. 1996. Models of
Teaching. Englewood
Clifs. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Kennedy, C. 1987. Innovation for Change.
Teacher Development and Innovation. ELT Journal 41/3.
Kercheval.r A, and
Newbill, S. 1. 2000. A Case
Study of Key effective Practices In
Ohio's, Improved School Districts. New Jersey: Pretice Hall, INC.
Kouraogo, P. 1987. Curriculum
Renewal and Inset
in Difficult Circumstance. ELT Journal
41/3.
Kunandar. 2007. Guru Profesional:Implementasi KTSP.dan Sukses dalam Sertijikasi Guru: Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lasa H'S. 2005.
Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama
Media. Lezotte, Lawrence, Bancroft,
Baverly A. 1985. Effective.
School: What
Work and Doesn't Work. New York: NYT News Letter
March.
Louis A. Allen. 1983. KanJa Manajemen. Terj.
J.M.A Tuhuteru. Jakarta: PT Pembangunan.
M.A.
Nasution. 2010. Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Adtya.
M. Habib
Chirzin. 1988. Pesantren dan
Pembaharuan. Jakarta: LP3ES. M. Manulang. 1988. Dasar-Dasar Manajemen.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
M. Natsir.
1954. Kapita Selekta. Jakarta:
Bulan Bintang.
M. Sayyid
Ahmad al-Hasyimi. U. Mukhtarul Ahaadits wa al-Hukmu al-Muhammadiyah. Surabaya: Daar
an-Nasyr al-Misriyah
Manfred. 2001. Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolan danMadrasah, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Marlina. 2010. Struktur Organisasi. [online] tersedia.
25 April 2012.
Miarso,
Yusuf Hadi. 2009.
Menyemai Benili Teknologi
Pendidikan.
Jakarta:
Kencana.
Miles, Matthew B dan
A. Michael Huberman. 1983. Analisis Data Kualitatif: Sumber ten tang Metode-metode Baru. Edisi Indonesia. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Moedjiarto.
2002. Sekolah Unggul. Surabaya: Duta
Graha Pustaka.
Moloeng.
Lexy J. 2000. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mudin Simanuhuruk. 2002. Benchmarking Pendidikan.
Universitas Bengkulu, Jurnal Serunai.
Mudyahardjo, Redja.
2006. Filasafat
Ilmu Pendidikan. Bandung:
Rernaja
Rosdakarya.
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mukhtar dan Yamin, Martinis. 2007.
10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas. Jakarta: Nimas
Multima.
Mulyani
Sumantri. 1994. "Pengembangan
dan Pelaksanaan Kurikulum yang
Menjamin Tercapainya Lulusan
yang Kreatif" Kurikulum untuk
abad ke 21. Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia. II. Jakarta: Gramedia.
Munir
Mulhan Abdul. 2002. Dilema Madrasah di antara Dua Dunia. Jurnal Pendidikan.
Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi.
Bandung:
Alfabeta.· .
Munro, R.G.
1977. Innovation Succes or Failure? Bristol: J.W. arrows Smith Cambride
English Dictionary.
N.K, Roestiyah.1989.Masalah-masalah Ilmu
Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Nanang
Fattah. 1999. Landasan
Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rodakarya.
Naquib,
An. 1994. Konsep Pendidikan
dalam Islam. Bandung: Mizan.
Nasution S.
2006. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi
Aksara.
S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik
Kualitatif. Bandung: Tasrito
Ni.am Asrorun.
2006. Membangun Profesionalitas Guru.
Jakarta:
eLSAS.
Philif
Kotler. 1996. The Function of
School Administration. New York: NYT News Letter
March.
Pidarta,
Made. 2004. Manajemen
Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Rineka
Cipta.
Prawiradilaga, Dewi. 2008. Mozaik Teknologi
Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Prayitno. 2008. Arah
dan Langkah Pengembangan
Fakultas/Jurusan Kependidikan, Makalah: Disampaikan pada Seminar Internasional Pendidikan
dan Temu Karya Dekan FIP/FKIP
BKS- PTN Wilayah Barat Indonesia.
Pmancoffeemix. 2010. Kurikulum Organisasi
pendidikan. [online]
(diunduh 25 April 2012)
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi III.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia.
Rivai, Veithzal
dan Murni, Silviana. 2008. Education
Management. Balai
Pustaka.
Rogers, M
Everett .1983. Diffusion of Innovation. New York: The FreePress.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: Aditama. Rose, Colin. 1999. Accelereted Learning. Bandung: Mizan.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuali Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Rudi
Susilana. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: UPI.
Salman
Harun. 1999. Mutiara
AI-Qur'an; Aktualisasi Pesan AI-Qur'an dalam Kehidupan. jakarta; Kaldera.
Saltrick, D. and Schiller, J. 2003.-Benchmarking: South Carolina's Aproach to Student
Achievement. Indiana: Phidelta Kappa
Publication
Samana, A.
1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta:' Kanisius.
Sanaky. 2003. Paradigma
Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Safiria Press. Saud, S. Udin
dan Suherman, Ayi. 2006. Bahan
Belajar Mandiri Inovasi
Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Sergiovani.
T.J. 1984. The Principalship: A. Reflektif Practice
Perspective.
E. Allyn
and Bacon Inc.
Shanon,.G.S.
2003. Nine Characteristics of High-Performing School. Boston: Ally and
Bacon.
Shimp. 2000. Education
Manajamen. Boston: Allyn
and Bacon.
Shorde A
William, Dan Voich. 1983. Organisation
of Management: Basic
Sistem
Concepts. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Siagian,
Sondang P. 2002. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Siagian,
Sondang P. 1990. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta:
Bumi
Aksara.
Soebagio Atmodiworo. 2000. Manajemen Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Ardadijaya.
Sjafri Sairin. 2003. Membangun Profesionalisme Muhammadiyah. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Tenaga
Profesi (LPTP).
Steenbrink.
1986. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3S
Subandijah.
1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta:
Raja
Grafindo
Persada.
Sudarsono.
2007. Manajemen Kepala Sekolidi dalam Layanan Publik, Surakarta: t.p.
Sudarwan
Danim. 2002. Inovasi
Pendidikan dalam Upaya Meningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: Pus
taka Setia. .
Sudjana. 2004.
Pendidikan Nonformal. Bandung: Falah
Production.
Sugito. 2009. II
Model Pembelaiaran lnooati] (PAKEM)."
Materi Diklat PLPD .rayon 42. UNIP A
Surabaya. Unversity press.
Surabaya
Suherli Kusmana. 2009.
Manajemen Inovasi Pendidikan.
Hand-out bahan kuliah. Ciamis:
Paska UNIGAL Press. .:nkmadinata, Nana
Syaodih. 1997.
Pengembangan Kurikuium: Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
.2004. 'Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung::
Yayasan Kesuma Karya.
Sumardi. 2001.
Pengaruh Pengalaman Terhadap
Profesionalisme Seris Pengar Profesionalisme Terhadap Kinerja
dan Kepuasan Keria. Tesis, Purwokerto: Undip.
Supiana.
2008. Sistem Pendidikan Madrasah
Unggulan. Depag Rl: Balitbang dan
Diklat.
Supriadi, Dedi. 1998.
Mengangkat Citra dan
Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa.
Sutisna. 1995. Membangun Layanan Manajemen yang Ideal, Bandung:
Pustaka Andia.
Syaibany, AI. 2001. Dasar-dasar Pemikiran
Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Syafarudin. 2002. Manajemen
Mutu
Terpadu dalam
Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Sujanto,
Bedjo. 2004. Mensiasati Manajemen
Berbasis Sekolah di Era Krisis yang Berkepanjangan. Jakarta: leW.
Tasmara, Toto. 2006.
Spiritual Centered Leadership.
Jakarta: Gema Insani.
Tilaar,
H.A.R. 1999. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani. Indonesia. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tilaar,
H.A.R. .2006. Manajemen
Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Udaya, Yusuf. 1994. Teori
Organisasi. Struktur Desain, dan
Aplikasi.
(Edisi 3) Jakarta:
Aditya.
Udin
Saefudin Saud &
Ayi Suherman. 2005.
lnotiasi Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Umaedi. 2005. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta-
Rosdakarya.
Umar, H. 2001. Strategic Management
in Action. jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Uwes
Sanusi. 1999. Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. .
Uzer Usman,
Moch. 2005. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wahyu
Ariyani Doretea. 1999.
Manajemen Kualiias: 'Yogyakarta: Andioffset.
Wachidi. 2000. Inovasi
kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial SLTP
di Kota
Bandung. Disertasi.
Wahjoetomo. 1993. Wajib
Belajar Pendidikan 9 Tahun, Jakarta:
Gramedia.
Wahyudin,
Dinn et.al. 2007. Materi Pokok
Pengantar Pendidikan: Modul Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Ward ani, I G. A.K. 2004. Kurikulum Berbasis
Kompetensi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Implementasinya:Makalah pada
Penelitian
Buku Ajar PGSD. Yogyakarta.
Whiddett,
Steve & Hollyforde,
Sarah. 1999.Development
Practicei
The Competencies Handbook. London: Institute
of Personnel and Development.
Wibowo. 2007. Manajemen
Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
William Herbert
Newman. 1957. Administrative Action,
New York: Prentice Hall
Inc. Englewood Cliffs.
Wina,
Sanjaya. 2005. Pembelajaran Dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Edisi Pertama.
Cetakanke I. Jakarta: Prenada Media.
Yohanes
Sri Guntur, dkk.
2002. Analisis Pengalaman
Terhadap Profesionalisme dan
Analisis Pengaruii Profesionalisme Terhadap Hasil Kerja.
Jurnal Manajemen dan
Sistem Informasi (MAKSI) Undip, Semarang,
Vol. 1, Agustus 2002.
Yulaelawati,
Ella. 2004. Kurikulum dan
Pembelajaran: Filosofis Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya Pustaka.
Yutata
Hadi Andoyo. 2000. Perguruan Tinggi Swasta Ditjen
Pendidikan
Tinggi Depdiknas, Jawa Post, 11 July 2000.
Zakiah
Daradjat. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara. Zaltman, Gerald, dan
Robert Duncan. 1977.
Strategy of Planned
Change. New York: A. Willey-Inter-science Publication John Wiley
& Sons.
PERATURAN
PERUNDANG-UDANGAN:
Departemen Agama RI. 1999. AI-Qur'an dan Terjemahmja. Semarang:
Toha
Putra.
Departemen
Pendidikan Nasional RI. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta. Diknas.
Direktur
Pendidikan Dasar dan
Menengah. 2000. Budaya
MUtll
Sekolah. Jakarta: Karya
Media.
Dirjen
Kelembagaan Islam. 2005. Pendidikan Islam
dan Pendidikan Nasional
(Paradigma Baru). Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Islam, Depag. RI.
Depdikbud.
1994. Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal Landas. Jakarta: Depdikbud.
Direktorat
Tenaga Kependidikan. 2008.
Pendidikan dan Pelatihan
Pengorganisasian Sekolah.
[online]
tersedia. 25 April 2011. Kementrian Agama Republik Indonesia.
Daftar Statistik Madrasah tahun 2009-2010.
Peraturan Pemerintah RI No.
61 Tahun 1999 tentang
Penetapan
Perguruan Tinggi sebagai
Badan Hukum. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendididkan. Jakarta: Asa
Mandiri.
Permendiknas
RI no. 22 tahun 2006 tentang Standar
lsi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Asa
Mandiri. Permendiknas RI No.
24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan
Permendiknas
RI no 22 & 23 tahun
2006." Jakarta: Asa Mandiri,
Permendiknas
RI. No. 23 tahun 2006" Tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Jakarta:
Ana Mandiri,
Paraturan Pemerintah RI
No. 19 tahun
2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,
Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang
RI No. 22 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pus taka
Pelajar
Undang-Undang RI No.
20. tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional.
Jakarta: Asokadikta.
Undang-Undang
RI No. 14 tahun
2005 tentang Gtitl!l: Dan
Dosen.
Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
ELEKTRONIK:
http://www.harunyahya.com/indo/buku/semut03.htm. (diunduh
4 Agustus 2012)
http://ahmadmakkLwordpress.com/2009
05/0
strategi- mewujudkan-madrasah-unggulan). (diunduh
4 Agustus 2012)
Pgmkotasukabumi.blogspot.coml ... 1pemerintah-ditantang-hapus- diskr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar