Jumat, 13 Mei 2022

Merdeka Mengajar ,(Modul 2.2),Mendidik dan Mengajar "Pendidikan selama satu abad"

 Pendidikan Selama Satu Abad

Oleh : 

Dr.Iwan Syahril,Ph.D.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan

Kemendikbud Ristek


Salam dan bahagia ibu dan bapak guru

Selamat datang kembali di modul mendidik dan mengajar, kali ini kita akan mengulas materi "Pendidikan Selama Satu Abad"

Melihat perjalanan pendidikan nasional dari sudut pandang Ki Hajar Dewantara mengenai cita-cita sistem pendidikan nasional.

Ibu dan bapak guru metode pengajaran di zaman kolonial Belanda yang menggunakan sistem pendidikan perintah dan sanksi merupakan metode pengajaran kolonial yang tanpa sadar menjadi warisan cara guru mendidik murid. Bahkan mungkin sampai saat ini.

Misalnya, masih ditemukan kasus kekerasan pada murid di sekolah, murid mendapatkan hukuman atau sanksi berat ketika mereka belum atau tidak mengerjakan perintah dari guru.

Contoh lain adalah sistem penilaian atau penghargaan yang terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif.

Misalnya, kecakapan murid diukur dari hasil ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata.

Akibatnya murid berusaha keras melatih kecakapan nya dengan mengerjakan kisi-kisi soal ujian hingga mendapatkan nilai dan penghargaan dari sekolah.

Nah, fokus pada orientasi kognitif ini menyebabkan perkembangan kecakapan sosial emosional murid terabaikan.

Di sisi lain, jika murid belum mampu memenuhi tuntunan tuntunan ujian sumatif yang sangat berat, tidak jarang murid kita mendapatkan penghakiman bahwa mereka ini dianggap gagal dalam belajar.

Sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda didasarkan atas diskriminasi.Adanya perbedaan perlakuan terhadap anak-anak pribumi untuk mendapatkan pendidikan, yang sifatnya masih materialistik, individualistik dan intelektualistik.Hal ini bertentangan dengan keadaan dan kebudayaan bangsa timur sebagai sebagai perlawanan terhadap sistem yang diskriminatif ini.

Ki Hajar Dewantara menggagas perlunya sistem pendidikan yang humanis dan transformatif, yang dapat memelihara kedamaian dunia.

Ki Hajar Dewantara memperkenalkan "Sistem Among"yang dikenal dengan slogannya :

Ing ngarso sung tuladha,

Ing madya Mangun karsa,

Tut Wuri Handayani.

Ing ngarso sung tuladha artinya seorang guru harus berkomitmen memberikan contoh tauladan. Iya harus memberi contoh yang baik.

Ing madyo Mangun Karso artinya seorang guru haruslah memberikan/membangkitkan semangat pada murid bukan orang yang melemahkan.

Dan Tut Wuri Handayani artinya seorang guru harus memberikan dorongan atau menjadikan murid-muridnya orang-orang yang mandiri atau orang-orang yang merdeka yang tumbuh kembang secara maksimal.

Inilah esensi dari merdeka belajar meskipun semboyan ini diingat dengan sangat baik oleh banyak guru dengan istilah Tut Wuri Handayani tetapi masih banyak juga yang belum memahami" ruh dan maknanya"yaitu untuk kemerdekaan murid yang menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batinnya, yang kemudian menjadi bagian dari jiwa jiwa kita sebagai pendidik.

Menurut Ki Hajar Dewantara "Pendidikan yang sesuai dengan bangsa kita adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan."

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut adalah yang melampaui zamannya di mana biar hidup dan masih relevan hingga masa sekarang ini.

Terbukti atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan kemanusiaan yang menjadi landasan praktik pendidikan saat ini, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain.

Maka, kita sebagai pendidik harus dapat menghayati pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang humanis yang terbukti masih relevan, bahkan hingga masa kini dan akan mampu mengantarkan murid siap mengisi zamannya kelak.

Ki Hajar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan zaman kolonial Belanda ini hanyalah tempat pendidikan pikiran atau rasio, yang menyebarkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja tanpa adanya pendidikan sosial emosional atau tanpa adanya olah rasa.

Selain pendidikan kecerdasan atau keterampilan berpikir, pendidikan kultural yaitu pendidikan yang berdasarkan garis bangsa dan budaya.

Misalnya dengan menghargai proses belajar murid, merayakan setiap pencapaian belajarnya, dan mengajar sesuai kompetensinya, juga sangat dibutuhkan oleh murid.

Pendidikan kultural ini yang akan melengkapi, mempertajam, dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid.

Sifat pendidikan yang intelektualistis, materialistis, kolonialis, dan minimnya pengaruh kebudayaan yang kita alami pada zaman Belanda jangan sampai terulang kembali.

Kita sebagai pendidik perlu menjaganya dengan menyambungkan naluri, tradisi dan kontinuitas dengan masa lampau.

Model pendidikan dan pengajaran pengetahuan (kecerdasan) ala Barat mungkin dapat kita gunakan, dengan syarat Pendidikan Kebudayaan dan nasional kita berikan kepada murid, demi terwujudnya keluhuran manusia, nusa dan bangsa, serta menjadi bagian dari kesatuan peri kemanusiaan.

Untuk mencapai semua dasar utama yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara yaitu kemerdekaan setiap murid mampu mengatur dirinya sendiri. 

Agar murid-murid berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka dalam ketertiban bersama,demi mewujudkan cita-cita Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional yang berdasarkan pada garis-garis kebudayaan bangsanya untuk perikehidupan, mengangkat derajat rakyat dan negerinya serta setara bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain demi kemuliaan umat manusia di dunia.

Maka, pendidikan yang memerdekakan murid lah yang dapat menjadi pegangan kita sebagai pendidik untuk dapat mewujudkan nya.

Ibu dan bapak guru hanya mengandalkan naluri mendidik tidaklah cukup, naluri menjadi perlu dilengkapi dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zaman.

"Tuntunan"yang baik kepada murid didasarkan dari panduan (teori atau pengetahuan) tentang "tuntunan" yang terbaik.

Sehingga pendidik memberikan hak dan kesempatan belajar sesuai keinginan dan bakat murid. Agar sebagai pendidik, kita dapat memberikan daya upaya terbaik dalam mendidik murid.

Kita membutuhkan semacam pagar atau pelindung yaitu dukungan dari rakyat atau masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan-kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dalam diri murid-murid kita.


Mari kita renungkan bersama !

Apakah kita sudah mempraktekkan pembelajaran sesuai dengan cita-cita sistem pendidikan nasional yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara ?

Langkah apa yang dapat kita lakukan bersama untuk mewujudkannya?


Salam dan bahagia ibu dan bapak guru hebat !


Mari kita bersama ...

Menjaga dan menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan-kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dalam diri murid kita.





Pendidikan selama Satu Abad

Kita percaya bahwa sekolah dan pendidikan merupakan bekal untuk murid kita mengisi masa depan. Pertanyaannya, Apakah hal-hal yang Ibu/ Bapak lakukan setiap hari di ruang kelas bisa membantu murid mengisi masa depannya?

Pada modul ini kita akan bersama berefleksi mengenai praktik mengajar kita apakah sudah cukup menyiapkan murid di masa depan?

Referensi:

Ki Hadjar Dewantara - Ki Hadjar Dewantara (Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka). Cetakan ke 5: 2013.

Penerbit:

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa bekerja sama dengan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa 2013

Tidak ada komentar:

TUGAS DAN WEWENANG PEGAWAI DI KANTOR CAMAT (KECAMATAN)

  A.    CAMAT Tugas dan wewenang seorang Camat dapat beragam tergantung pada regulasi dan kebijakan yang berlaku di suatu negara atau ...