CLEMBET (Lembet)
(Versi Legenda/ Dongeng)
Legenda Pendekar Sakti Mandraguna dari Desa Lawang Agung
Di kaki perbukitan Rejang Lebong, tersembunyi sebuah desa bernama Lawang Agung. Desa ini menyimpan kisah seorang pendekar sakti bernama Lembet, yang hingga kini masih menjadi cerita turun-temurun bagi masyarakat setempat. Lembet bukan hanya sekadar manusia biasa. Ia memiliki kesaktian yang luar biasa, yang membuatnya disegani, bahkan oleh penjajah Belanda.
Pertemuan Takdir
Pada suatu sore, saat hujan deras mengguyur desa, Lembet duduk bersila di balai rumah panggungnya. Tubuhnya tetap diam seperti arca, namun pikirannya melayang-layang jauh. Tiba-tiba, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar.
"Pendekar Lembet!" teriak seorang pemuda desa, napasnya tersengal. "Belanda sudah sampai di hutan sebelah! Mereka membawa pasukan lengkap dan senapan!"
Lembet membuka matanya perlahan. Pandangannya tajam, penuh ketenangan. Ia tahu ini akan terjadi. "Berapa banyak mereka?" tanyanya singkat.
"Puluhan, Pendekar. Mereka mencari dirimu. Katanya, kau adalah ancaman bagi kekuasaan mereka."
Lembet tersenyum tipis. "Mereka pikir senapan dan pasukan bisa menaklukkanku?" Ia berdiri, tubuh tegapnya memancarkan wibawa yang luar biasa. "Aku akan berangkat. Tapi ingat, hanya halusku yang akan pergi. Tubuhku akan tetap di sini."
Penduduk desa yang mendengar itu tercengang. Mereka tahu kesaktian Lembet, namun ini adalah hal yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya.
Pertempuran di Hutan
Di tengah hutan, pasukan Belanda yang berjumlah besar sedang bersiap. Sang komandan, seorang pria bertubuh besar bernama Kapten Van Dijk, memegang peta dan berbicara lantang kepada anak buahnya.
"Kita akan menangkap Lembet hidup-hidup! Dia adalah ancaman bagi pemerintahan kita di Rejang Lebong. Tangkap dia, atau habisi jika perlu!"
Namun, sebelum perintah itu selesai, angin kencang berembus. Daun-daun beterbangan, dan suasana mendadak mencekam. Dari balik bayangan pepohonan, muncul sesosok bayangan. Itu adalah Lembet, atau tepatnya, roh halusnya. Tubuhnya terlihat nyata, namun ia adalah manifestasi gaib yang tidak bisa disentuh senjata biasa.
Kapten Van Dijk berteriak, "Siapkan senapan! Tembak dia!"
Dor! Dor! Dor! Peluru-peluru melesat ke arah Lembet, namun hanya menembus udara kosong. Lembet tetap berjalan perlahan, tangannya terangkat. Dengan sekali tunjuk, salah satu prajurit Belanda terkapar tanpa nyawa.
"Lari! Dia bukan manusia!" teriak seorang prajurit.
Namun, Lembet tidak memberi mereka kesempatan. Dalam sekejap, dengan hanya gerakan tangan, belasan prajurit tumbang. Kapten Van Dijk, yang ketakutan, mencoba melarikan diri, namun Lembet menghadangnya.
"Engkau datang untuk menindas kami," kata Lembet dengan suara dingin. "Tapi ini tanah kami. Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkan tempat ini hidup-hidup."
Dengan satu tepukan, tubuh Van Dijk terpental dan hilang di balik rimbunnya hutan.
Kejadian di Desa
Sementara itu, di rumahnya, tubuh Lembet tetap duduk bersila. Warga desa yang menyaksikan hal ini merasa cemas. Tujuh hari berlalu, tubuh Lembet tidak bergerak sedikit pun.
"Apakah ia sudah wafat?" tanya seorang warga.
"Pesannya, jangan memakamkannya jika tubuhnya masih panas," jawab yang lain.
Namun, karena rasa takut dan cemas, mereka akhirnya memakamkan tubuhnya di hari ketujuh. Saat itu, kejadian aneh terjadi. Kuburan Lembet tiba-tiba meledak, dan tanahnya terbelah. Dari dalam kubur terdengar suara keras:
"Aku telah berkata, jangan memakamkanku saat tubuhku masih panas!"
Warga desa berlarian ketakutan, namun mereka tahu ini adalah peringatan terakhir dari pendekar mereka.
Kesaktian dan Legenda yang Abadi
Kesaktian Lembet tidak hanya dikenal melalui pertempurannya. Banyak cerita lain yang menunjukkan kehebatannya. Konon, ia bisa mengetahui seseorang datang hanya dari niatnya. Jika ada yang membawa ikan asam untuknya, Lembet sudah tahu sebelum tamu itu sampai di rumahnya.
Legenda Lembet terus hidup hingga kini, menjadi simbol keberanian dan perjuangan rakyat melawan penjajahan. Meski jasadnya sudah tiada, kisahnya tetap membakar semangat masyarakat Desa Lawang Agung, menjadi pengingat bahwa melawan ketidakadilan adalah tugas setiap orang.
(Jiwangwe)
😁😁😁🙏🙏🙏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar