Jumat, 16 Oktober 2020

PERKULIAHAN S2 MAP FKIP UNIB "' Inovasi dan Paradigma Baru Pendidikan'"

 Pada hari ini kami mengikuti perkuliahan melalui zoom meeting ,pukul 13.00 Wib.Dimana Dosennya seorang ibu Dosen yang cantik dengan mata kuliah Inovasi dan Paradigma Baru Pendidikan.Ini materi yang sampaikan beliau :

INOVASI PEMBELAJARAN

Dra. Connie, M.Pd

 

 

 

 

A. Mengapa Inovasi Pembelajaran harus dilakukan

            Inovasi pembelajaran hanya terjadi apabila inovasi (pembaharuan) itu dilakukan di ruang kelas atau ruang kuliah. Inovasi terjadi pada tataran implementasi, yaitu menerapkan pembelajaran inovatif. Dengan perkataan lain inovasi sangat berkait dengan perubahan tingkah laku guru/dosen. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan dari paradigma teaching menjadi learning.

Terdapat beberapa alasan, mengapa harus menerapkan pembelajaran yang inovatif, antara lain:

1.      Jumlah informasi yang sedemikian banyak di satu sisi, sementara di sisi lain terbatasnya jumlah waktu yang tersedia, tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua informasi dalam bentuk jadi kepada siswa/mahasiswa. Diperlukan suatu kleterampilan tertentu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mengarahkan dirinya dalam rangka belajar sepanjang hayat.

2.      Tidak semua aspek pengetahuan dapat diajarkan dengan cara yang sama apalagi hanya dengan satu cara. Diperlukan variasi cara dan strategi sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang diajarkan. Materi pelajaran fisika amat kaya dengan instrumen dan alat ukur di satu pihak sementara di lain pihak fisika juga kaya dengan konsep, teori, dan prinsip serta hukum yang tiap-tiap substansi memiliki karakteristik berbeda yang memerlukan strategi berbeda pula untuk mengajarkannya.

3.      Orientasi pada penguasaan target materi telah berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

4.      Hasil penelitian yang dilakukan dalam 25 tahun terakhir tentang otak manusia menunjukkan bahwa drill hanya mengembangkan satu bagian otak manusia yang disebut dengan batang otak (otak manusia terdiri dari batang otak, sistem limbik dan neokorteks/ otak berpikir). Batang otak atau sering disebut dengan otak reptil berfungsi motor sensorik, beertanggungjawab mengkoordinasikan aktivtas yang meyangkut kelangsungan hidup: melawan atau lari. Sementara neokorteks berfungsi berpikir, bernalar, perilaku baik, bahasa, dan kecerdasan lebih tinggi belum difungsikan secara maksimal.

5.      Pembelajaran ilmu kealaman (Natural Sciences) diajarkan lebih baik dengan cara bagaimana ilmu itu ditemukan oleh para ahli. Hal ini  mengisyaratkan adanya integrasi antara keterampilan kerja ilmiah dengan penguasaan konsep. Integrasi ini bermaksud untuk belajar tentang konsep fisika, siswa menggunakan keterampilan kerja ilmiah sebagai alat. Untuk belajar keterampilan kerja ilmiah, siswa menggunakan  substansi mata pelajaran dalam hal ini fisika sebagai kendaraan.

6.      Menurut Kurikulum yang berlaku, pendekatan belajar di dalam sains (a) empat pilar pendidikan, (b) inkuiri sains, (c) sains, teknologi, dan masyarakat, (d) konstruktivisme, dan (e) pemecahan masalah.

7.      KBM seharusnya terfokus pada learning, berangkat dari masalah nyata, menumbuhkembangkan kemampuan menggunakan keterampilan proses.

8.      Strategi lebih penting dari pada hanya sekedar hasil (baca produk saja). 

9.      Arends (1997), berpendapat bahwa seorang guru/dosen yang berhasil (efektif) memiliki beberapa ciri, yaitu (a) memiliki kepribadian sedemikian rupa sehingga memungkin dia menjalin hubungan yang tulus dengan siswa atau mahasiswanya, (b) menguasai dan memiliki wawasan yang luas tentang substansi keilmuwan yang diajarkan; (c) menguasai dan mampu menerapkan beberapa strategi pembelajaran yang inovatif, dan (d) bersifat reflektif. Salah satu ciri tersebut, yaitu menguasai dan mampu menerapkan beberapa strategi pembelajaran inovatif, merupakan tema dari makalah ini, yang inovasi pembelajaran. Sedangkan ciri lainnya yaitu bersifat reflektif akan didiskusikan pada makalah yang lain, yaitu Peningkatan Profesi Guru.

 

B. Bagaimana Inovasi Pembelajaran Dilakukan

            Menurut  Model SPICES hybrid curricula, inovasi terjadi bila terjadi perubahan perilaku guru/dosen atau perubahan paradigma dari karakteristik atau pardigma pembelajaran yang digambarkan oleh kelompok kata-kata pada kolom sebelah kanan menjadi seperti digambarkan oleh kelompok kata di kolom sebelah kiri sebagai berikut.

            Student-centered ……………...…….  Teacher-centered

            Problem-based ……………...………..  Subject based

            Integrated ………...…………...……     Discipline-based

            Community-oriented…………...…….. Hospital-based

            Electives ……………...………...…….              Standardized

            Systematic...……………….....……….    Opportunistic

            Continuing...……………….....……….               Pre-graduate

Pada tataran mikro di kelas, kondisi sekarang yang ditandai dengan Teacher centered, Subject based, Dicipline-based, Hospital-based, Standadized, Opportunistic, Pregraduate, harus berangsur-angsur diubah ke arah model SPICES, yaitu Student centered, Problem-based, Integrated, Community oriented, Electives, Systematic, Contionuing.

Pada strategi pembelajaran inovatif  guru/dosen tradisional dan peran siswa/mahasiswa diubah, tanggungjawab siswa/mahasiswa untuk belajar harus ditingkatkan, memberi mereka motivasi dan arahan untuk menyelesaikan program belajarnya dan menempatkan mereka pada pola tertentu agar mereka sukses sebagai pebelajar sepanjang hayat. Pada pembelajaran yang inovatif itu maka guru/dosen akan berperan sebagai sumber  belajar, tutor, evaluator, pembimbing dan memberi dukungan dalam belajar siswa/mahasiswa.

Prinsip yang mendasari strategi pembelajaran inovatif antara lain: (a) pemahaman dibangun melalui pengalaman, (b) pengertian diciptakan dari usaha untuk menjawab pertanyaan sendiri dan memecahkan masalah sendiri, (c) kita seharusnya mengembangkan instink alami siswa dalam melakukan penyelidikan dan berkreasi; (d) strategi berpusat pada siswa akan membangun keterampilan berpikir kritis, penalaran dan selanjutnya kreativitas dan ketaktergantungan.

 

1. Berpusat pada siswa

Student centered mengandung pengertian pembelajaran  menerapkan strategi pedagogi  mengorientasikan siswa/mahasiswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata dan menyediakan sumber belajar,  bimbingan, petunjuk bagi pebelajar ketika meraka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah

Paradigma yang menempatkan guru/dosen sebagai pusat pembelajaran (teaching) dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara aktif membangun pemahamannya (Learning) dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai.

Pengalaman nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat: mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.

 

2. Berdasarkan Masalah

            Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, otentik, relevan dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis subjek seringkali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan subjek seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya siswa/mahasiswa tidak dapat menerapkan konsep/teori yang dipelajarinya di dalam kehidupan nyata sehari-hari.

            Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah maka siswa/mahasiswa belajar suatu konsep atau teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap  masalah (Produk) dan cara memecahkan masalah (proses).

Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi `yang bermakna. Bahkan Gagne mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi.

Bandingkanlah manakah yang lebih menantang bagi siswa, ketika seorang guru memulai pelajaran dengan menulis topik di papan tulis ”Hukum Archimedes” dengan jika dia menulis diapan tulis atau melakukan demonstrasi terlebih dahulu mengapa benda yang ditimbang di udara dan ditimbang di dalam air berbeda hasil pengamatannya.

Banyak siswa mampu  menyajikan tingkat  hafalan  yang  baik terhadap  materi ajar yang  diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.

 

3. Terintegrasi

            Seseorang yang belajar seharusnya tidak menggunakan ”kaca mata kuda” yang hanya tahu secara mendalam disiplin ilmunya tapi sama sekali buta tentang kaitan ilmu yang dipelajari dengan disiplin lain. Seorang belajar biologi tentang rantai makanan, dia hanya tahu bahwa terjadi peristiwa makan dan di makan di lingkungan. Hewan A memakan tumbuhan sedangkan hewan B memakan hewan A. Pemahaman hanya berhenti sampai di situ. Padahal sebenarnya mereka juga harus faham dengan baik mengenai hukum termodinamika, bagaimana proses transformasi energi, bagaimana tingkat efisiensinya, bagaimana bentuk-bentuk energi, dan seterusnya. Di dalam inovasi pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan dari pada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu, siswa/mahasiswa tidak dapat memandang sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin, sehingga tidak heran seorang guru ketika ditanya ”Apa fungsi Air” dia malah balik bertanya Air apa? Memangnya ada banyak macam air? Guru tersebut menjawab ada dua macam air yaitu air IPS dan air IPA yang fungsinya berbeda.

 

4. Berorientasi masyarakat

Banyak siswa mampu  menyajikan tingkat  hafalan  yang  baik terhadap  materi ajar yang  diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Pengalaman lain dari negara lain juga menemukan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Mengajak mahasiswa/siswa untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di dalam ke konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sebagai “starter” untuk belajar keterampilan dan pengetahuan yang lebih dalam merupakan proses pembelajaeran yang bermakna bagi siswa/mahasiswa.

 

5. Menawarkan pilihan

            Setiap orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa/mahasiswa yang belajar juga demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar, pusat perhatian, dan sebagainya. Menyamaratakan siswa/mahasiswa selama proses belajar mengajar mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif memberi perhatian pada keragaman karakteristik pebelajar itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang inginkan oleh guru tetapi lebih kepada apa yang dinginkan oleh mahasiswa/siswa.

            Untuk itu pembelajaran harus menyediakan alternatif yang dipilih oleh siswa. Proses belajar adalah proses aktif yang harus dilakukan oleh siswa/mahasiswa.

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                        Gambar 1 Dua model pembelajaran manakah yang dipilih?

 

            Keharusnya menyediakan pilihan juga berkait dengan karakteristik substansi ilmu yang disampaikan dan pengaruh strategi yang digunakan terhadap retensi siswa/mahasiswa. Keterampilan psikomotor, keterampilan kognitif, keterampilan sosial serta keterampilan memecahkan masalah memiliki strategi pembelajaran yang berbeda-beda untuk dapat mencapai tujuannya.

            Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh pada tingkat retensi siswa/mahasiswa. Bagaimana hubungan tersebut, ditunjukkan oleh Gambar 2.

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                        Gambar 2 Hubungan strategi pembelajaran dengan retensi

 

6. Sistematik

            Seringkali hasil belajar bersifat hirarki, begitu pula sibstansi materi pelajarannya. Materi tertentu membutuhkan pengetahuan lain sebagai prasyarat  yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum seseorang dapat mempelajari materi tersebut. Begitu pula keterampilan-keterampilan tertentu terutama psikomotor bersifat prosedural, memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekunsial sebelum dapat menuntaskannya dengan baik. Suatu pengetahuan prosedural mustahil dapat dilakukan tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan prosedural merupakan prasyarat bagi langkah berikutnya.

            Uraian tersebut di atas merupakan argumentasi mengapa pembelajaran harus dilakukan secara sistematik.

 

7. Berkelanjutan

            Berkelanjutan mengandung pengertian ”never ending process”. Setiap proses pembelajaran yang dilakukan meletakkan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran sebelumnya harus dirangkai secara kontinu dengan konsep baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsep di dalam benak seseorang.

           

C. Bagaimana memilih strategi pembelajaran

Pemilihan strategi pembelajaran dalam rangka membelajarkan mahasiswa harus dibangun atas dasar asumsi bahwa tidak ada satupun model/metode/strategi atau apapun namanya yang baik untuk semua bahan kajian, semua model/strategi memiliki keunggulan dan kekurangan. Model/strategi tertentu hanya baik untuk mencapai tujuan tertentu (spesifik). Beberapa pertimbangan lain yang mungkin perlu diperhatikan di dalam pemilihan model/metode/ strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.

1.      Pembelajaran ilmu kealaman (natural science) termasuk fisika(physical science), sangat tepat dilakukan dengan cara seperti bagaimana fisika itu ditemukan dan dikembangkan, mahasiswa/siswa belajar melalui hands-on activity dan minds-on activity. Belajar melalui implementasi metode ilmiah/penelitian adalah sangat relevan.

2.      Karakteristik mahasiswa/siswa yang sangat beragam. Para pakar membagi mahasiswa/siswa yang belajar menjadi 5 kelompok, yaitu Gifted, Conceptual, Contextual, Slow learners, dan Disabilities. Penelitian Asian Development Bank (2000) menemukan bahwa  60% pebelajar di Indonesia adalah contextual, yaitu pebelajar yang baru dapat belajar kalau guru/dosen membantu mengkaitkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari di sekitar pebelajar yang bersangkutan.  

3.      Karakteristik topik kajian dan tujuan belajar yang harus dicapai sangat beragam. Unesco misalnya mencanangkan 4 tujuan belajar universal, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together. Untuk mencapai keempat tujuan tersebut pasti menggunakan strategi atau metode yang berbeda.

 

C. Bagaimana Pembelajaran Dilakukan?

            Bertolak dari uraian di atas ditambah lagi dengan pertimbangan bervariasi dan beragamnya kondisi setiap daerah, maka seyogyanya pembelajaran yang dilakukan mempertimbangan pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning). Pembelajaran ini sebenarnya bukanlah merupakan pendekatan yang baru, karena pendekatan ini meramu semua aspek-aspek unggul dari pembelajaran dan pendekatan sebelumnya yang sudah amat dikenal seperti misalnya SAL (Students Active learning), Learning by doing, Inquiry  dan sebagainya.

            Pembelajaran kontekstual merupakan  konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata mahasiswa/siswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya di dalam kehidupan. Pendekatan ini dipilih karena menekankan pada pemberdayaan siswa/mahasiswa. Filosofi CTL memungkinkan mahasisw/siswa belajar melalui mengalami sendiri dan bersifat alami. Pengetahuan yang disajikan dosen tidak “ready to use”, tapi mahasiswa harus mengkonstruksi sendiri secara aktif dengan jalan merangkai pengalaman-pengalamannya. Dalam konteks belajar mengajar, dosen harus merancang pengalaman apa yang akan dihayati oleh mahasiswanya. Jadi bagi kita di perguruan tinggi dan juga guru di Sekolah dengan berlakukan Kurikulum 2004, pada hakikatnya dosenlah kurikulum itu.

            Filosofi CTL adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep, dan kaidah yang siap diresap dan diingat. Pengetahuan harus dikonstruksi oleh manusia dan memberinya makna melalui pengalaman.

            Pembelajaran konstekstual menurut C-Stars (2002) ditandai dengan 7 pilar, yaitu Inkuiri (Inquiry), Bertanya (questioning), Konstruktivisme (constructivism), Pemodelan (Modelling), Masyarakat belajar (Learning community), Asesmen autentik (authentic assessment), dan Refleksi (reflection) Secara singkat ketujuh pilar tersebut diuraikan sebagai berikut..

Inkuiri: Diawali dengan kegiatan pengamatan untuk memahami suatu konsep, bertanya, menyelidiki, menganalisis, dan merumuskan penjelasan (teori) baik sebagai individu maupun bersama sejawatnya. Dalam proses ini sekaligus terjadi aktivitas mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir kritis.

Bertanya: Digunakan oleh dosen untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir mahasiswa. Sedangkan dari segi mahasiswa bertanya digunakan dalam kerangka berinkuiri.

Konstruktivisme: Membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman baru yang dirangkai dengan pengalaman awal. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman belajar yang bermakna.

Masyarakat belajar: Ditandai dengan aktivitas berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Bekerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibanding apabila tiap-tiap mahasiswa bekerja sendiri.

Pemodelan: Mendemonstrasikan bagaimana Anda menginnginkan seseorang berbuat; melakukan sesuatu agar orang lain melakukannya.

Penilaian Autentik: Mengukur pengetahuan dan keterampilan mahasiswa yang mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau keterampilan (penilaian produk dan kinerja)     dalam situasi kontekstual dan keseharian.

Refleksi: Berpikir tentang apa yang telah kita pelajari, mereviu dan merespon kejadian, aktivitas, dan pengalaman, mencatat apa yang telah kita pelajari, bagaimana ide-ide baru yang telah kita lakukan. Refleksi dapat berupa berbagai bentuk jurnal, diskusi, maupun hasil karya/seni.

Owen dan Smith (2000) mengatakan bahwa pembelajaran telah dikatakan ber CTL jika: pembelajaran bermakna, melibatkan aplikasi pengetahuan, menggunakan berpikir tingkat tinggi, mengacu kepada kurikulum berdasarkan    standar, responsif terhadap budaya, dan menggunakan asesmen autentik.

Sementara itu menurut Center for Occupational Research (COR) pembelajaran dikatakan telah berCTL jika: Relating (belajar dalam konteks nyata), Experiencing (belajar melalui pengalaman), Applying (belajar dengan memadukan pengetahuan dengan kegunaannya) dan Cooperating (belajar dalam konteks interaksi). Transfering (belajar dengan menggunakan pengetahuan pada konteks baru/lain)  

            Berdasarkan pilar CTL tersebut di atas, model pembelajaran/strategi yang berasosiasi dengan CTL antara lain  adalah:  sebagai berikut.: (1) Direct Instruction, (2) Cooperative learning, (3) Problem based Instruction, dan (4) Learning strategy.

            Model direct instruction,  sangat cocok untuk mengajarkan pengetahuan prosedural misalnya keterampilan psikomotor seperti merangkai alat, menggunakan alat. Model cooverative learning sangat cocok untuk mengajarkan keterampilan sosial, Problem based Instruction sangat cocok untuk mengajarkan keterampilan pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi dan berperan sebagai orang dewasa. Sementara itu strategi belajar baik untuk mengajarkan keterampilan kognitif seperti menghafal, merangkum, dan menemukan ide-ide pokok.

 

Penutup

            Inovasi pembelajaran menyangkut perubahan paradigma teaching menjadi learning  pada tataran mikro berupa implementasi di kelas. Implementasi inovasi pembelajaran dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran inovatif, berpusat pada siswa, berbasis masalah, terkait multidisiplin, terintegrasi. Pada paradigma pembelajaran yang demikian terjadi perubahan penekanan peran guru dari satu-satunya sumber informasi menjadi peran sebagai  fasilitator, model, pembimbing yang mampu memberikan balikan dan melaksanakan asesmen autentik.

 

Daftar rujukan

 

Arends, Richard I. 1997. Classroom Instruction And Management. New York: Mc Graw Hill. Inc.

 

Asian Development Bank. 2000. Laporan Survey. Direktorat PLP Depdiknas Jakarta.

 

C-stars. 2002. Contextual teaching and Learning. Seatle: Washington University.

 

Ibrahim, Muslimin. 2005. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.

 

Nur, Mohamad dan Soeparman Kardi. 2000. Pembelajaran Langsung. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa.

 

Owens T and Smith Albert J. 2000. Definition and Key Elements of Contextual Teaching and Learning: Consorsium for Contextual  Teaching and Learning. Taking Paper Series. Paper #1.04. Oktober , Http//www depts.washington. edu/wetl/publications/htm. Diakses 15-5-2002.

 

Slavin, R.E. 1997. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn and Bacon.

 

Woolfolk, Anna. 1993. Educational Psycholgy. Fifth edition. Nededgan  Heibhts: Allyn and Bacon Publishers.

 

Yadani Zhahram. 2002. Problem Based Learning. Versi Transparansi ATGCI.

 

Tidak ada komentar:

HUBUNGAN KEPOLISIAN DAN PEMERINTAH DAERAH

  HUBUNGAN KEPOLISIAN DAN PEMERINTAH DAERAH   Hubungan Kepolisian dan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menjaga keamanan dan keter...