Pada hari ini kami mengikuti perkuliahan melalui zoom meeting ,pukul 13.00 Wib.Dimana Dosennya seorang ibu Dosen yang cantik dengan mata kuliah Inovasi dan Paradigma Baru Pendidikan.Ini materi yang sampaikan beliau :
INOVASI PEMBELAJARAN
Dra. Connie, M.Pd
A. Mengapa Inovasi Pembelajaran harus
dilakukan
Inovasi pembelajaran hanya terjadi
apabila inovasi (pembaharuan) itu dilakukan di ruang kelas atau ruang kuliah.
Inovasi terjadi pada tataran implementasi, yaitu menerapkan pembelajaran
inovatif. Dengan perkataan lain inovasi sangat berkait dengan
perubahan tingkah laku guru/dosen. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah
perubahan dari paradigma teaching menjadi
learning.
Terdapat beberapa alasan, mengapa harus menerapkan pembelajaran yang
inovatif, antara lain:
1.
Jumlah informasi yang sedemikian banyak
di satu sisi, sementara di sisi lain terbatasnya jumlah waktu yang tersedia,
tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua informasi dalam bentuk jadi
kepada siswa/mahasiswa. Diperlukan suatu kleterampilan tertentu yang dapat
digunakan oleh siswa untuk mengarahkan dirinya dalam rangka belajar sepanjang
hayat.
2.
Tidak semua aspek pengetahuan dapat
diajarkan dengan cara yang sama apalagi hanya dengan satu cara. Diperlukan
variasi cara dan strategi sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang
diajarkan. Materi pelajaran fisika amat kaya dengan instrumen dan alat ukur di
satu pihak sementara di lain pihak fisika juga kaya dengan konsep, teori, dan
prinsip serta hukum yang tiap-tiap substansi memiliki karakteristik berbeda yang
memerlukan strategi berbeda pula untuk mengajarkannya.
3.
Orientasi pada penguasaan target materi
telah berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
4.
Hasil penelitian yang dilakukan dalam 25
tahun terakhir tentang otak manusia menunjukkan bahwa drill hanya mengembangkan satu bagian otak manusia yang disebut
dengan batang otak (otak manusia terdiri dari batang otak, sistem limbik dan
neokorteks/ otak berpikir). Batang otak atau sering disebut dengan otak reptil
berfungsi motor sensorik, beertanggungjawab mengkoordinasikan aktivtas yang
meyangkut kelangsungan hidup: melawan atau lari. Sementara neokorteks berfungsi
berpikir, bernalar, perilaku baik, bahasa, dan kecerdasan lebih tinggi belum
difungsikan secara maksimal.
5.
Pembelajaran ilmu kealaman (Natural Sciences) diajarkan lebih baik
dengan cara bagaimana ilmu itu ditemukan oleh para ahli. Hal ini mengisyaratkan adanya integrasi antara
keterampilan kerja ilmiah dengan penguasaan konsep. Integrasi ini bermaksud
untuk belajar tentang konsep fisika, siswa menggunakan keterampilan kerja
ilmiah sebagai alat. Untuk belajar keterampilan kerja ilmiah, siswa menggunakan
substansi mata pelajaran dalam hal ini
fisika sebagai kendaraan.
6.
Menurut Kurikulum yang berlaku,
pendekatan belajar di dalam sains (a) empat pilar pendidikan, (b) inkuiri
sains, (c) sains, teknologi, dan masyarakat, (d) konstruktivisme, dan (e)
pemecahan masalah.
7.
KBM seharusnya terfokus pada learning, berangkat dari masalah nyata,
menumbuhkembangkan kemampuan menggunakan keterampilan proses.
8.
Strategi lebih penting dari pada hanya
sekedar hasil (baca produk saja).
9.
Arends (1997), berpendapat bahwa seorang
guru/dosen yang berhasil (efektif) memiliki beberapa ciri, yaitu (a) memiliki
kepribadian sedemikian rupa sehingga memungkin dia menjalin hubungan yang tulus
dengan siswa atau mahasiswanya, (b) menguasai dan memiliki wawasan yang luas
tentang substansi keilmuwan yang diajarkan; (c) menguasai dan mampu menerapkan beberapa strategi pembelajaran yang
inovatif, dan (d) bersifat reflektif. Salah satu ciri
tersebut, yaitu menguasai dan mampu menerapkan beberapa strategi pembelajaran
inovatif, merupakan tema dari makalah ini, yang inovasi pembelajaran. Sedangkan
ciri lainnya yaitu bersifat reflektif akan didiskusikan pada makalah yang lain,
yaitu Peningkatan Profesi Guru.
B. Bagaimana Inovasi Pembelajaran
Dilakukan
Menurut Model SPICES hybrid curricula, inovasi terjadi bila terjadi perubahan perilaku
guru/dosen atau perubahan paradigma dari karakteristik atau pardigma
pembelajaran yang digambarkan oleh kelompok kata-kata pada kolom sebelah kanan
menjadi seperti digambarkan oleh kelompok kata di kolom sebelah kiri sebagai
berikut.
Student-centered ……………...……. Teacher-centered
Problem-based ……………...……….. Subject based
Integrated ………...…………...…… Discipline-based
Community-oriented…………...……..
Hospital-based
Electives ……………...………...……. Standardized
Systematic...……………….....……….
Opportunistic
Continuing...……………….....……….
Pre-graduate
Pada tataran mikro di
kelas, kondisi sekarang yang ditandai dengan Teacher centered, Subject based, Dicipline-based, Hospital-based,
Standadized, Opportunistic, Pregraduate, harus berangsur-angsur diubah ke
arah model SPICES, yaitu Student
centered, Problem-based, Integrated, Community oriented, Electives,
Systematic, Contionuing.
Pada strategi
pembelajaran inovatif guru/dosen
tradisional dan peran siswa/mahasiswa diubah, tanggungjawab siswa/mahasiswa
untuk belajar harus ditingkatkan, memberi mereka motivasi dan arahan untuk
menyelesaikan program belajarnya dan menempatkan mereka pada pola tertentu agar
mereka sukses sebagai pebelajar sepanjang hayat. Pada pembelajaran yang
inovatif itu maka guru/dosen akan berperan sebagai sumber belajar, tutor, evaluator, pembimbing dan
memberi dukungan dalam belajar siswa/mahasiswa.
Prinsip yang mendasari
strategi pembelajaran inovatif antara lain: (a) pemahaman dibangun melalui
pengalaman, (b) pengertian diciptakan dari usaha untuk menjawab pertanyaan
sendiri dan memecahkan masalah sendiri, (c) kita seharusnya mengembangkan
instink alami siswa dalam melakukan penyelidikan dan berkreasi; (d) strategi
berpusat pada siswa akan membangun keterampilan berpikir kritis, penalaran dan
selanjutnya kreativitas dan ketaktergantungan.
1. Berpusat pada siswa
Student centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi mengorientasikan siswa/mahasiswa kepada
situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata dan menyediakan sumber
belajar, bimbingan, petunjuk bagi
pebelajar ketika meraka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang
dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah
Paradigma yang
menempatkan guru/dosen sebagai pusat pembelajaran (teaching) dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan
menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara aktif membangun
pemahamannya (Learning) dengan jalan
merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan
prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat
secara drastis pada saat: mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara
informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan
lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2. Berdasarkan Masalah
Pembelajaran
hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, otentik, relevan dan bermakna
bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis subjek seringkali tidak relevan dan
tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran
yang dibangun berdasarkan subjek seringkali terlepas dari kejadian aktual di
masyarakat. Akibatnya siswa/mahasiswa tidak dapat menerapkan konsep/teori yang
dipelajarinya di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dengan pembelajaran yang dimulai
dari masalah maka siswa/mahasiswa belajar suatu konsep atau teori dan prinsip
sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil
belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap
masalah (Produk) dan cara memecahkan masalah (proses).
Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi
pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas,
strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan
mampu menghasilkan solusi `yang bermakna. Bahkan Gagne mengatakan bahwa
kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi.
Bandingkanlah manakah yang lebih menantang bagi siswa, ketika seorang guru
memulai pelajaran dengan menulis topik di papan tulis ”Hukum Archimedes” dengan
jika dia menulis diapan tulis atau melakukan demonstrasi terlebih dahulu
mengapa benda yang ditimbang di udara dan ditimbang di dalam air berbeda hasil
pengamatannya.
Banyak siswa mampu menyajikan
tingkat hafalan yang
baik terhadap materi ajar
yang diterimanya, tetapi pada
kenyataannya mereka tidak memahaminya.
3. Terintegrasi
Seseorang yang belajar seharusnya
tidak menggunakan ”kaca mata kuda” yang hanya tahu secara mendalam disiplin
ilmunya tapi sama sekali buta tentang kaitan ilmu yang dipelajari dengan
disiplin lain. Seorang belajar biologi tentang rantai makanan, dia hanya tahu
bahwa terjadi peristiwa makan dan di makan di lingkungan. Hewan A memakan
tumbuhan sedangkan hewan B memakan hewan A. Pemahaman hanya berhenti sampai di
situ. Padahal sebenarnya mereka juga harus faham dengan baik mengenai hukum
termodinamika, bagaimana proses transformasi energi, bagaimana tingkat
efisiensinya, bagaimana bentuk-bentuk energi, dan seterusnya. Di dalam inovasi
pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan dari pada pendekatan
disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu, siswa/mahasiswa tidak dapat
memandang sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin, sehingga tidak heran
seorang guru ketika ditanya ”Apa fungsi Air” dia malah balik bertanya Air apa?
Memangnya ada banyak macam air? Guru tersebut menjawab ada dua macam air yaitu
air IPS dan air IPA yang fungsinya berbeda.
4. Berorientasi masyarakat
Banyak siswa mampu menyajikan
tingkat hafalan yang
baik terhadap materi ajar
yang diterimanya, tetapi pada
kenyataannya mereka tidak memahaminya. Pengalaman lain dari negara lain juga
menemukan bahwa minat dan prestasi
siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara
drastis pada saat mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan
bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Mengajak
mahasiswa/siswa untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di dalam ke
konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalah-masalah yang terjadi di
masyarakat sebagai “starter” untuk belajar keterampilan dan pengetahuan yang
lebih dalam merupakan proses pembelajaeran yang bermakna bagi siswa/mahasiswa.
5. Menawarkan pilihan
Setiap
orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa/mahasiswa yang belajar
juga demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar,
pusat perhatian, dan sebagainya. Menyamaratakan siswa/mahasiswa selama proses
belajar mengajar mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang
inovatif memberi perhatian pada keragaman karakteristik pebelajar itu. Atas
dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang inginkan oleh guru
tetapi lebih kepada apa yang dinginkan oleh mahasiswa/siswa.
Untuk itu pembelajaran harus
menyediakan alternatif yang dipilih oleh siswa. Proses belajar adalah proses
aktif yang harus dilakukan oleh siswa/mahasiswa.
Gambar 1 Dua model pembelajaran manakah yang dipilih?
Keharusnya menyediakan pilihan juga
berkait dengan karakteristik substansi ilmu yang disampaikan dan pengaruh
strategi yang digunakan terhadap retensi siswa/mahasiswa. Keterampilan
psikomotor, keterampilan kognitif, keterampilan sosial serta keterampilan
memecahkan masalah memiliki strategi pembelajaran yang berbeda-beda untuk dapat
mencapai tujuannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
strategi pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh pada tingkat retensi
siswa/mahasiswa. Bagaimana hubungan tersebut, ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar
2 Hubungan strategi pembelajaran dengan retensi
6. Sistematik
Seringkali
hasil belajar bersifat hirarki, begitu pula sibstansi materi pelajarannya.
Materi tertentu membutuhkan pengetahuan lain sebagai prasyarat yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum
seseorang dapat mempelajari materi tersebut. Begitu pula
keterampilan-keterampilan tertentu terutama psikomotor bersifat prosedural, memiliki
langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekunsial sebelum dapat
menuntaskannya dengan baik. Suatu pengetahuan prosedural mustahil dapat
dilakukan tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan
prosedural merupakan prasyarat bagi langkah berikutnya.
Uraian tersebut di atas merupakan
argumentasi mengapa pembelajaran harus dilakukan secara sistematik.
7. Berkelanjutan
Berkelanjutan
mengandung pengertian ”never ending
process”. Setiap proses pembelajaran yang dilakukan meletakkan dasar bagi
pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran
sebelumnya harus dirangkai secara kontinu dengan konsep baru yang diperoleh
sehingga membentuk jalinan konsep di dalam benak seseorang.
C. Bagaimana memilih strategi
pembelajaran
Pemilihan strategi pembelajaran dalam rangka membelajarkan mahasiswa harus
dibangun atas dasar asumsi bahwa tidak ada satupun model/metode/strategi atau
apapun namanya yang baik untuk semua bahan kajian, semua model/strategi
memiliki keunggulan dan kekurangan. Model/strategi tertentu hanya baik untuk
mencapai tujuan tertentu (spesifik). Beberapa pertimbangan lain yang mungkin
perlu diperhatikan di dalam pemilihan model/metode/ strategi pembelajaran
adalah sebagai berikut.
1.
Pembelajaran ilmu kealaman (natural science) termasuk fisika(physical science), sangat tepat
dilakukan dengan cara seperti bagaimana fisika itu ditemukan dan dikembangkan,
mahasiswa/siswa belajar melalui hands-on
activity dan minds-on activity. Belajar
melalui implementasi metode ilmiah/penelitian adalah sangat relevan.
2. Karakteristik
mahasiswa/siswa yang sangat beragam.
3.
Karakteristik topik kajian dan tujuan
belajar yang harus dicapai sangat beragam. Unesco misalnya mencanangkan 4 tujuan belajar universal,
yaitu learning to know, learning to do,
learning to be, and learning to live together. Untuk mencapai
keempat tujuan tersebut pasti menggunakan strategi atau metode yang berbeda.
C. Bagaimana Pembelajaran Dilakukan?
Bertolak
dari uraian di atas ditambah lagi dengan pertimbangan bervariasi dan beragamnya
kondisi setiap daerah, maka seyogyanya pembelajaran yang dilakukan
mempertimbangan pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning). Pembelajaran ini sebenarnya
bukanlah merupakan pendekatan yang baru, karena pendekatan ini meramu semua
aspek-aspek unggul dari pembelajaran dan pendekatan sebelumnya yang sudah amat
dikenal seperti misalnya SAL (Students
Active learning), Learning by doing,
Inquiry dan sebagainya.
Pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang membantu
dosen/guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata mahasiswa/siswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya di dalam kehidupan. Pendekatan
ini dipilih karena menekankan pada pemberdayaan siswa/mahasiswa. Filosofi CTL
memungkinkan mahasisw/siswa belajar melalui mengalami sendiri dan bersifat alami.
Pengetahuan yang disajikan dosen tidak “ready
to use”, tapi mahasiswa harus mengkonstruksi sendiri secara aktif dengan
jalan merangkai pengalaman-pengalamannya. Dalam konteks belajar mengajar, dosen
harus merancang pengalaman apa yang akan dihayati oleh mahasiswanya. Jadi bagi
kita di perguruan tinggi dan juga guru di Sekolah dengan berlakukan Kurikulum
2004, pada hakikatnya dosenlah kurikulum
itu.
Filosofi
CTL adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep, dan kaidah yang siap diresap dan
diingat. Pengetahuan harus dikonstruksi oleh manusia dan memberinya makna
melalui pengalaman.
Pembelajaran konstekstual menurut
C-Stars (2002) ditandai dengan 7 pilar, yaitu Inkuiri (Inquiry), Bertanya (questioning),
Konstruktivisme (constructivism),
Pemodelan (Modelling), Masyarakat
belajar (Learning community), Asesmen
autentik (authentic assessment), dan
Refleksi (reflection) Secara singkat
ketujuh pilar tersebut diuraikan sebagai berikut..
Inkuiri: Diawali
dengan kegiatan pengamatan untuk memahami suatu konsep, bertanya, menyelidiki,
menganalisis, dan merumuskan penjelasan (teori) baik sebagai individu maupun
bersama sejawatnya. Dalam proses ini sekaligus terjadi aktivitas mengembangkan
dan menggunakan keterampilan berpikir kritis.
Bertanya:
Digunakan oleh dosen untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir mahasiswa. Sedangkan dari segi mahasiswa bertanya digunakan dalam
kerangka berinkuiri.
Konstruktivisme:
Membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman baru yang
dirangkai dengan pengalaman awal. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui
pengalaman belajar yang bermakna.
Masyarakat
belajar: Ditandai dengan aktivitas berbicara dan berbagi
pengalaman dengan orang lain. Bekerjasama dengan orang lain untuk menciptakan
pembelajaran yang lebih baik dibanding apabila tiap-tiap mahasiswa bekerja
sendiri.
Pemodelan:
Mendemonstrasikan bagaimana Anda menginnginkan seseorang berbuat; melakukan
sesuatu agar orang lain melakukannya.
Penilaian
Autentik: Mengukur pengetahuan dan keterampilan mahasiswa yang
mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau keterampilan (penilaian produk dan
kinerja) dalam situasi kontekstual dan
keseharian.
Refleksi:
Berpikir tentang apa yang telah kita pelajari, mereviu dan merespon kejadian,
aktivitas, dan pengalaman, mencatat apa yang telah kita pelajari, bagaimana
ide-ide baru yang telah kita lakukan. Refleksi dapat berupa berbagai bentuk
jurnal, diskusi, maupun hasil karya/seni.
Owen dan Smith (2000) mengatakan bahwa pembelajaran telah dikatakan ber CTL
jika: pembelajaran bermakna, melibatkan aplikasi pengetahuan, menggunakan
berpikir tingkat tinggi, mengacu kepada kurikulum berdasarkan standar, responsif terhadap budaya, dan
menggunakan asesmen autentik.
Sementara itu menurut Center for
Occupational Research (COR) pembelajaran dikatakan telah berCTL jika: Relating (belajar dalam konteks nyata), Experiencing (belajar melalui
pengalaman), Applying (belajar dengan
memadukan pengetahuan dengan kegunaannya) dan Cooperating (belajar dalam konteks interaksi). Transfering (belajar dengan menggunakan pengetahuan pada konteks
baru/lain)
Berdasarkan pilar CTL tersebut di
atas, model pembelajaran/strategi yang berasosiasi dengan CTL antara lain adalah:
sebagai berikut.: (1) Direct
Instruction, (2) Cooperative learning, (3) Problem based Instruction, dan (4)
Learning strategy.
Model direct instruction, sangat
cocok untuk mengajarkan pengetahuan prosedural misalnya keterampilan psikomotor
seperti merangkai alat, menggunakan alat. Model cooverative learning sangat cocok untuk mengajarkan keterampilan
sosial, Problem based Instruction sangat
cocok untuk mengajarkan keterampilan pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi
dan berperan sebagai orang dewasa. Sementara itu strategi belajar baik untuk
mengajarkan keterampilan kognitif seperti menghafal, merangkum, dan menemukan
ide-ide pokok.
Penutup
Inovasi pembelajaran menyangkut perubahan
paradigma teaching menjadi learning pada tataran mikro berupa implementasi di
kelas. Implementasi inovasi pembelajaran dilakukan dengan mengimplementasikan
pembelajaran inovatif, berpusat pada siswa, berbasis masalah, terkait
multidisiplin, terintegrasi. Pada paradigma pembelajaran yang demikian terjadi
perubahan penekanan peran guru dari satu-satunya sumber informasi menjadi peran
sebagai fasilitator, model, pembimbing
yang mampu memberikan balikan dan melaksanakan asesmen autentik.
Daftar rujukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar