Jumat, 21 April 2023

BAB VI CAPAIAN PEMBELAJARAN (PEMBELAJARAN DENGAN PARADIGMA BARU )

 

BAB VI

CAPAIAN PEMBELAJARAN

(PEMBELAJARAN DENGAN PARADIGMA BARU )

 


 

Capaian Pembelajaran

Salam dan Bahagia Ibu dan Bapak Guru!

Selamat datang kembali pada topik Kurikulum.

Untuk lebih memahami bagaimana prinsip dan gambaran Kurikulum Prototipe,pada materi kali ini kita akan belajar mengenai capaian pembelajaran.

Capaian pembelajaran (CP) merupakan kompetensi dan karakter yang ingin dicapai setelah menyelesaikan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.

Capaian pembelajaran setara dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013.

Kurikulum Prototipe mengusung konsep Merdeka Belajar sehingga, capaian pembelajaran pun disusun dengan

"Memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan murid sesuai usianya."

Capaian pembelajaran dirancang berdasarkan fase, bukanlah per tahun.Satu fase memiliki rentang satu sampai tiga tahun.

Dengan begitu, rentang waktu untuk murid mencapai penguasaan kompetensi lebih lama.

"Murid dan Guru punya waktu yang lebih leluasa untuk mengembangkan kompetensi dan memperdalam pemahaman."

Pada Kurikulum prototipe capaian pembelajaran dibagi 6 fase yaitu:

1.     Fase A ( I -II SD )

2.     Fase B ( III-IV )

3.     Fase C ( V-VI SD )

4.     Fase D ( VII-IX SMP )

5.     Fase E ( X SMA )

6.     Fase F ( XI-XI )

Fase A untuk kelas 1-2 SD, Fase B untuk kelas 3-4 SD, Fase C untuk kelas 5-6 SD. Pada jenjang SMP, murid akan berada pada Fase D. Jenjang SMA terbagi menjadi 2 Fase,, yaitu Fase E untuk kelas X dan Fase F untuk kelas XI dan XII.

PAUD menjadi Fase fondasi untuk  mempersiapkan murid memasuki Fase A.

Capaian pembelajaran setiap fase memuat kompetensi murid yang ingin dicapai di akhir fase tersebut.

Misalnya:

Capaian pembelajaran fase A akan berakhir pada kelas 2 SD. Sehingga

"Murid memiliki waktu dua tahun untuk menguasai kompetensi yang ada dalam capaian pembelajaran di fase A."

Capaian pembelajaran memuat dua hal utama: (1) Kompetensi Inti, (2) Konten esensial.

Pertimbangannya, ketika kurikulum memuat konten isi yang terlalu rinci, proses pembelajaran berpotensi menjadi terlalu padat.

Akibatnya, pelajaran disampaikan secara terburu-buru untuk menyelesaikan konten isi yang terperinci tersebut.

Jadinya Guru cenderung berfokus pada ketersampaian konten isi dibanding pencapaian kompetensi murid.

Dengan terbatasnya waktu, proses belajar menjadi seragam dan kurang memperhatikan kebutuhan dan karakteristik murid.

Pembelajaran pun menjadi tidak mendalam dan terkesan mengejar penuntasan konten.

Pada Kurikulum Prototipe, Capaian Pembelajaran hanya memuat kompetensi inti dan konten esensial, dengan tujuan:

"Mendorong proses pembelajaran yang mendalam pada murid."

Jadi, penyederhanaan ini bukan berarti standar capaian yang ditetapkan menjadi lebih rendah.

Dengan mengacu pada kompetensi dan konten esensial, Guru memiliki ruang untuk mengembangkan kompetensi setiap anak, walaupun kompetensi awal mereka berbeda-beda.

Pembelajaran pun menjadi tidak seragam, karena berfokus pada pengembangan kompetensi, bukan penuntasan konten.

"Seberapa dalam konten isi yang akan disampaikan, dapat disesuaikan dengan kompetensi awal murid."

Capaian Pembelajaran disusun sesuai dengan tahapan perkembangan murid.

Kita ambil

Contoh:

Ø  Capaian pembelajaran dalam mata pelajaran matematika.

Ø  Dalam matematika, terdapat elemen konten isi dan kecakapan matematika sebagai sebuah kesatuan.

Ø  Elemen konten isi dan kecakapan inilah yang akan menjadi dasar pengembangan kompetensi pada setiap fase.

Ø  Kita lihat contoh pada elemen geometri mengenai bangun datar.

Ø  Di akhir fase A, kompetensi murid berada pada kemampuan untuk mempresentasikan apa yang dilihatnya melalui kata-kata jika dikaitkan dengan konten isi maka murid mengenal dan mendeskripsikan berbagai bentuk bangun datar.

Ø  Pada akhir fase B kompetensi murid meningkat, pada kemampuan untuk membandingkan, namun pada hal-hal yang masih konkrit, seperti membandingkan ciri-ciri berbagai bentuk bangun datar.

Ø  Dan pada akhir jenjang SD, yaitu fase C, kompetensi murid naik dari membandingkan menjadi mengklasifikasikan, namun tetap untuk hal-hal yang konkrit. Jika dikaitkan dengan konten isi, maka murid dapat mengklasifikasikan berbagai bentuk bangun datar sesuai dengan ciri-cirinya.

Ø  Naik ke jenjang SMP, kompetensi murid pada fase D meningkat ke konsep abstrak dan pembuktian.Seperti membuktikan Teorema Pythagoras dengan berbagai cara.

Ø  Pada awal jenjang SMA yaitu fase E, kompetensi murid meningkat ke kemampuan memecahkan persoalan yang abstrak. jika dikaitkan dengan konten isi maka Murid memiliki kompetensi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku.

Ø  Dan di akhir jenjang SMA yaitu fase F, kompetensi mengarahkan ke tahap. Penerapan untuk konsep yang abstrak. Seperti menerapkan Teorema tentang Lingkaran.

 

Tahapan pembelajaran ini disesuaikan dengan empat tahapan perkembangan kognitif anak menurut teori Piaget.

Menurutnya,

Pada usia 0-2 tahun, bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia. Melalui pengalaman melihat, mendengar, menggapai, juga menyentuh.

Ketika masuk pada usia 2-7 tahun, anak mulai mempresentasikan dunianya dengan kata dan gambar. Mereka mulai menggunakan bahasa serta gambar atau simbol untuk menggambarkan suatu konsep yang konkrit.

Di usia 7 hingga 11 tahun anak mulai dapat berpikir secara logis yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah yang konkrit. Anak pun memiliki kemampuan untuk mengurutkan, mengklasifikasikan, dan menganalisis.

Dan ketika masuk usia 11 tahun keatas anak sudah bisa berpikir secara abstrak lebih logis, sehingga memiliki kemampuan memecahkan masalah yang lebih abstrak dan menarik kesimpulan. Dari ragam informasi dan pengalaman.

Jadi,setiap fase memiliki tingkatan kompetensi yang bertahap, dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan murid.

Selain menggunakan teori Piaget, konsep dasar penyusunan Capaian Pembelajaran juga menggunakan teori belajar konstruktivisme.

Yaitu teori yang memandang bahwa belajar merupakan proses membangun pengetahuan baru dan dilakukan sendiri oleh murid.Pengetahuan baru ini dibangun dari kemampuan awal, pengalaman belajar, dan interaksi sosial yang dimiliki murid.

Konsep ini mengarahkan murid untuk aktif menemukan pengetahuannya sendiri, berdasarkan kematangan kognitifnya.

Tentunya setiap Murid memiliki kemampuan awal dan pengalaman yang beragam.Sehingga hasilnya, setiap murid di kelas pun akan membangun pemahamannya masing-masing secara unik.

Tujuan dari pendekatan konstruktivisme adalah "untuk membangun pemahaman dengan menciptakan sebuah karya dimana dalam menciptakan sebuah karya tersebut, murid perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan"

Seperti yang kita ketahui, kemampuan menciptakan ada di puncak Taksonomi Bloom. Ketika murid mampu menciptakan sebuah karya,

 

Misalnya:

·       Membuat Denah Rumahnya, artinya murid sudah memahami dan menguasai kompetensi yang diharapkan.

·       Memahami cara mengukur ruangan, menghitung skala, dan sebagainya.

Maka jika mengacu kepada teori konstruktivisme. Sebenarnya kemampuan memahami ada di level paling tinggi, berbeda dengan Bloom yang berada di level C2.

Jadi saat Ibu Bapak membaca kompetensi dalam capaian pembelajaran,

Ingat bahwa kompetensi di sini dalam capaian pembelajaran memakai pendekatan konstruktivisme, bukan taksonomi Bloom.

Ibu dan Bapak Guru, sebelum kita akhiri materi ini, mari kita kembali mengingat, bahwa:

"Capaian pembelajaran berfokus pada kompetensi inti dan konten esensial yang ingin dicapai."

Capaian pembelajaran dibagi dalam fase :

1)     Memberikan rentang waktu yang lebih leluasa kepada murid untuk menguasai kompetensi

2)     Memberikan waktu yang lebih fleksibel kepada guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid.

Dengan menggunakan CP sebagai acuan utama, Ibu dan Bapak Guru memiliki ruang yang cukup luas, untuk memfasilitasi pembelajaran yang mendalam dan bermakna kepada muridnya.

Dengan demikian murid dan guru terdorong untuk menjadi pembelajaran sepanjang hayat.

Selamat belajar dan berproses ibu dan bapak guru hebat!

 

Salam dan Bahagia

 

Capaian pembelajaran menggunakan teori belajar konstruktivisme, yaitu memandang bahwa belajar merupakan proses membangun pengetahuan baru dan dilakukan sendiri oleh murid.

 

Referensi:

1. Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan. 2020. Naskah Akademik Program Sekolah Penggerak. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi

2. Salinan Keputusan Kepala Badan Penelitan dan Pengembangan dan Perbukuan Nomor 028/H/KU/2021 tentang Capaian Pembelajaran PAUD, SD, SMP, SMA, SDLB, SMPLB, dan SMALB pada Program Sekolah Penggerak

3. Salinan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 162/M/2021 tentang Sekolah Penggerak

Tidak ada komentar:

HARI YANG DINANTI, TAPI SALAH KOSTUM

DI BALIK SENG DAN JENDELA KACA Di bawah langit siang yang panas membakar, angin tak peduli, seng mengerang dalam bisik keluh kesah. Adik ipa...