Selasa, 24 Desember 2024

KISAH MUSIM DURIAN: "Durian Punya Orang"

LEGENDA DESA PENGAMBANG DAN DUA LELAKI SAKTI 

(Versi Cerita Rakyat/ Legenda/Dongeng/Mitos)

Di tengah belantara hijau yang membentang di wilayah Kecamatan Sindang Beliti Ulu, Kabupaten Rejang Lebong, berdirilah sebuah desa yang dikenal dengan nama Pengambang. Nama ini, seperti desanya, menyimpan makna yang mengalir, penuh misteri, dan sejarah yang tak pernah benar-benar padam. Di masa lalu, Pengambang adalah saksi bisu kisah dua lelaki sakti mandraguna: Moneng Takok dan adik iparnya, Pangku Lurah.

Awal Mula Desa Pengambang

Konon, nama Pengambang berasal dari sebuah pasar terapung di atas Sungai Beliti. Pasar itu digelar seminggu sekali. Para penduduk dari desa-desa sekitar datang dengan perahu kecil, membawa hasil bumi dan ternak mereka untuk diperdagangkan. Pasar ini disebut sebagai Pekan Pengambang, karena perahu-perahu yang saling berlabuh tampak seperti mengambang di atas air. Selain itu, gelanggang sabung ayam sering diadakan di dekat pasar, menjadi ajang pertaruhan dan kebanggaan.

Namun, cerita rakyat ini tidak hanya berhenti pada asal-usul nama. Nama desa itu juga berkaitan erat dengan kisah dua lelaki sakti yang menjadi pelindung Pengambang dan wilayah sekitarnya.

Moneng Takok, Sang Penjaga Hutan

Moneng Takok adalah seorang lelaki yang tubuhnya kekar seperti batang pohon meranti, dengan sorot mata tajam seperti elang. Ia dikenal sebagai penjaga hutan yang tidak kenal takut. Ia mampu berbicara dengan hewan-hewan liar dan memerintah mereka seolah-olah mereka adalah prajuritnya. Moneng Takok memiliki tongkat kayu yang konon dipahat dari pohon keramat di hutan Beliti. Tongkat ini bukan hanya senjata, tetapi juga alat untuk memanggil angin dan hujan.

Moneng Takok memiliki kebijaksanaan yang luar biasa. Ia sering menjadi penengah perselisihan antarpenduduk dan melindungi desa dari gangguan makhluk halus yang konon kerap menampakkan diri di tepian Sungai Beliti. Namun, ia tidak pernah bertindak sendiri. Ada seseorang yang selalu mendampinginya, yaitu Pangku Lurah.

Pangku Lurah, Sang Pengatur Harmoni

Pangku Lurah adalah adik ipar Moneng Takok. Berbeda dengan kakak iparnya yang tegas dan keras, Pangku Lurah dikenal lebih lembut namun tidak kalah sakti. Ia memiliki ilmu mengolah tanah dan air. Dengan ilmunya, ia mampu mengalirkan air dari Sungai Beliti ke sawah-sawah penduduk, bahkan di musim kemarau. Selain itu, ia memiliki kemampuan untuk โ€œberbicaraโ€ dengan tanah, membuat hasil panen desa Pengambang melimpah ruah.

Pangku Lurah memiliki benda keramat berupa keris kecil bernama Si Gambang. Keris ini dipercaya dapat melindungi desa dari ancaman ghaib. Pangku Lurah sering menggunakan keris tersebut dalam ritual adat untuk membersihkan desa dari malapetaka.

Meski mereka berbeda sifat, Moneng Takok dan Pangku Lurah selalu bekerja sama menjaga desa. Namun, satu peristiwa besar membuat nama mereka abadi dalam ingatan masyarakat Pengambang.

Pertempuran dengan Naga Sungai Beliti

Pada suatu ketika, Sungai Beliti menjadi surut secara tiba-tiba. Penduduk mulai kelaparan karena air tidak lagi mengalir ke sawah-sawah mereka. Setelah memeriksa keadaan, Moneng Takok dan Pangku Lurah menemukan bahwa di hulu sungai ada seekor naga besar yang sedang bersemayam. Naga ini disebut Si Belang Geni, makhluk ghaib yang dipercaya menjaga harta karun kuno di dasar sungai.

Moneng Takok mencoba berbicara dengan naga tersebut. Namun, naga itu menolak pergi dan justru mengancam akan menenggelamkan seluruh desa jika penduduk berani mengganggunya. Pertempuran tidak bisa dihindari.

Moneng Takok maju ke medan laga, menggunakan tongkat saktinya untuk memanggil angin badai dan menghantam naga tersebut. Sementara itu, Pangku Lurah menggunakan Si Gambang untuk menciptakan aliran air baru yang mengelilingi naga, memerangkapnya dalam pusaran air. Selama tiga hari tiga malam mereka bertarung, hingga akhirnya naga tersebut menyerah dan setuju untuk pergi dengan syarat Moneng Takok dan Pangku Lurah bersedia menjaga Sungai Beliti agar tidak dicemari manusia.

Warisan Moneng Takok dan Pangku Lurah

Setelah peristiwa itu, Moneng Takok dan Pangku Lurah menghilang. Sebagian penduduk percaya bahwa mereka moksa, menjadi penjaga gaib Sungai Beliti. Sebelum menghilang, mereka meninggalkan pesan kepada penduduk desa untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam.

Nama desa Pengambang pun tetap hidup sebagai pengingat jasa kedua tokoh tersebut. Kini, setiap pekan, ketika pasar terapung digelar, penduduk sering bercerita tentang Moneng Takok dan Pangku Lurah. Bahkan, hingga kini, ketika sungai beriak tenang atau hujan tiba-tiba turun di musim kemarau, penduduk percaya itu adalah pertanda bahwa Moneng Takok dan Pangku Lurah masih menjaga desa mereka.

Penutup

Legenda Moneng Takok dan Pangku Lurah bukan hanya cerita rakyat, tetapi juga pesan tentang keseimbangan antara manusia, alam, dan kehidupan. Desa Pengambang berdiri kokoh dengan sejarahnya, menjadi saksi bisu kebijaksanaan dua lelaki sakti yang mengajarkan harmoni. Hingga kini, kehadiran mereka masih terasa di setiap sudut desa, mengalir seperti air Sungai Beliti yang tak pernah berhenti.

(Jiwangwe)
๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐Ÿ˜

Tidak ada komentar:

NAMA YANG MENJADI TAKDIR

Matahari bersinar malu-malu di Desa Lubuk Alai Kecamatan Sindang Beliti Ulu. Angin berhembus lembut, seakan membelai dedaunan yang menari pe...