LEGENDA DESA LAWANG AGUNG
Di kaki Bukit Barisan yang menjulang megah di Kabupaten Rejang Lebong, ada sebuah desa bernama Lawang Agung. Desa itu tidak hanya kaya akan keindahan alam, tetapi juga menyimpan sebuah legenda yang hidup di tengah masyarakatnya. Legenda ini bermula dari dua tokoh besar: Rie Tandan, sang pemimpin bijak Desa Lawang Agung, dan Bujang Remeyon, utusan Kesultanan Palembang yang datang dengan ambisi besar untuk menaklukkan desa itu.
Asal Nama Lawang Agung
Lawang Agung, seperti namanya, berarti Pintu Besar. Pintu itu bukan sekadar fisik, melainkan simbol kemegahan dan kekuatan, gerbang besar yang menjaga Desa Lawang Agung dari segala ancaman. Bagi penduduknya, desa itu adalah pintu menuju kesejahteraan dan harmoni, tetapi juga benteng yang tidak mudah ditembus.
Rie Tandan, Sang Pemimpin Kharismatik
Rie Tandan adalah pemimpin yang dihormati di Desa Lawang Agung. Beliau adalah sosok yang bijaksana, tangguh, dan penuh kasih kepada rakyatnya. Dengan kekuatan sakti yang diwarisi dari leluhurnya, Rie Tandan menjaga desa dari segala bahaya. Di puncak Bukit Kute Giri, tempat yang kini dikenal sebagai petilasan, ia sering bersemedi, memohon perlindungan untuk desa tercinta.
Kedatangan Bujang Remeyon
Di kejauhan, di bawah perintah Kesultanan Palembang, Bujang Remeyon datang membawa pasukannya. Dia adalah seorang prajurit muda yang tangguh, dengan ambisi besar untuk menjadikan Desa Lawang Agung bagian dari wilayah kekuasaan sultan. Namun, niatnya bukan hanya menjajah; dia ingin membuktikan bahwa dirinya adalah yang terkuat.
Ketika rombongan Bujang Remeyon mencapai kaki Bukit Kute Giri, desa itu terlihat tenang, seperti tengah tertidur. Namun, ketenangan itu menyembunyikan kekuatan yang siap menghadapi ancaman.
“Siapa yang memimpin desa ini?” seru Bujang Remeyon dengan suara lantang.
Dari arah puncak bukit, Rie Tandan muncul. Sosoknya bersahaja, tetapi pancaran wibawanya membuat siapa pun yang melihatnya merasa gentar.
“Aku, Rie Tandan, pemimpin Desa Lawang Agung. Apa yang kau cari di sini, wahai pemuda tangguh?” tanyanya dengan nada tenang, tetapi penuh ketegasan.
“Aku Bujang Remeyon, utusan Kesultanan Palembang. Aku datang untuk mengambil desa ini. Jika kau menyerah, rakyatmu tidak akan menderita,” jawabnya.
Rie Tandan tersenyum kecil. “Desa ini bukan untuk dijajah. Jika kau ingin merebutnya, buktikan kekuatanmu.”
Pertarungan di Bukit Kute Giri
Rie Tandan mengusulkan sebuah tantangan: siapa yang mampu menahan balok kayu besar yang digulingkan dari puncak bukit tanpa bergerak, dialah yang menang. Balok itu adalah kayu yang besar dan berat, melambangkan kekuatan alam yang hanya bisa dihadapi oleh jiwa yang tangguh.
Di puncak bukit, balok itu telah disiapkan. Rakyat desa berkumpul, menyaksikan dengan penuh harap.
Bujang Remeyon maju pertama. Dengan penuh percaya diri, dia berdiri di jalur balok. Ketika balok itu digulingkan, dia mencoba menahannya, tetapi beratnya terlalu besar. Kakinya tergelincir, tubuhnya terdorong mundur, dan dia jatuh ke tebing.
Giliran Rie Tandan. Dengan penuh keyakinan, dia berdiri kokoh. Ketika balok itu mendekat, dia mengangkat kedua tangannya, menahannya dengan kekuatan luar biasa. Balok itu berhenti, seakan tunduk pada kekuatan Rie Tandan. Sorak sorai pun menggema di seluruh desa.
Bujang Remeyon, yang tersungkur di bawah tebing, menyaksikan dengan mata penuh kekaguman. Dia bangkit, mendaki kembali ke puncak bukit, lalu berlutut di hadapan Rie Tandan.
“Kau lebih kuat dariku. Aku mengaku kalah,” katanya dengan nada rendah hati.
Rie Tandan mengulurkan tangan, membantu Bujang Remeyon berdiri. “Kau memiliki keberanian. Tinggallah di desa ini, dan bersama-sama kita jaga Lawang Agung.”
Bujang Remeyon setuju. Sejak saat itu, dia menjadi pengikut setia Rie Tandan.
Warisan dan Petilasan
Rie Tandan meninggalkan jejaknya di Bukit Kute Giri, tempat yang kini dihormati sebagai petilasan. Sementara itu, Bujang Remeyon memilih hutan di sekitar desa sebagai tempat tinggalnya, yang kemudian dikenal sebagai Situs Depati Tembah. Kedua tempat ini menjadi simbol persatuan dan kekuatan Desa Lawang Agung.
Legenda ini terus diceritakan dari generasi ke generasi, mengingatkan penduduk Desa Lawang Agung akan pentingnya persatuan dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Lawang Agung tetap berdiri kokoh, menjadi pintu besar yang menjaga harmoni dan keindahan alamnya.
(Masih Jiwangwe +Imajinasi Penulis)
😁😁😁🙏🙏🙏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar