Senin, 16 November 2020



Sejatinya belajar daring adalah sebuah alternatif pembelajaran ketika pembelajaran tatap muka belum mungkin dilaksanakan, tentu saja ini sifatnya temporary, reaktifitas atas aturan topdown untuk pencegahan cluster sekolah dalam penularan covid-19, yang tentu saja melalui pertimbangan maslahah dan mudaratnya.
Belajar daring (online) dinilai sebagai pilihan paling tepat karena tidak ada kontak fisik guru dengan murid atau antar sesama murid.

Ada pendapat sekarangkan masa new normal,  mall, pasar, tempat wisata sudah ramai kenapa sekolah masih belum buka? Kita juga harus buka mata dan pikiran bahwa di beberapa sekolah kembali ditutup karena ada guru reaktif covid-19.

Guru adalah orang yang paling bertanggung jawab di kelas, paling mengerti karakteristik murid, perkembangan fisik dan psikis anak didiknya. Maka guru juga harus diberikan kebebasan memilih dan mengimplementasikan media atau flatform pembelajaran online yang paling tepat menurutnya.

Boleh jadi dalam satu kelas ia memilih lebih dari satu media belajar online, atau mungkin untuk beberapa orang murid guru langsung visit atau mengunjungi rumahnya, yang terpenting adalah tujuan pembelajaran tercapai dan terpusat pada murid.  Sekali lagi paling tepat menurut guru bukan menurut kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan. Ini sejalan dengan interpretasi konsep merdeka belajar.

Bahwa dinas pendidikan atau sekolah mengadakan bimtek atau pelatihan guru dalam pemanfaatan e-learning itu bagus. Tapi mengatur bahkan menenapkan salah satu flatform e-learning yang harus dipakai oleh semua guru itu kurang tepat. Laporan hasil pembelajaran daring oleh guru juga hendaknya disampaikan kepada pimpinan hanya secara berkala, artinya tidak mewajibkan untuk hadir setiap hari ke sekolah untuk melaporkan kegiatan mengajarnya. Atau memerintahkan guru untuk melaksanakan pembelajaran daring dari sekolah sesuai jam masuk sekolah normal. Hendaknya pimpinan sekolah memberikan kebijakan-kebijakan pada masa sulit seperti ini yang mengedepankan sisi kemanusiaan.

Di satu sisi guru adalah pendidik yang memiliki kewajiban mendidik muridnya,  di sisi lain ia juga memiliki anak di rumahnya yang perlu dibimbing dalam menyelesaikan tugas daring dari sekolahnya. Terakhir, bahwa foto selfi guru sebagai bukti sedang berada di sekolah adalah hal yang tidak semestinya dilakukan. Karena berada di sekolah bukan berarti melaksanakan pembelajaran daring seperti juga sebaliknya guru berada di rumah bukan berarti tidak melaksanakan pembelajaran daring. Di sinilah dituntut profesionalnya guru.

Lalu apakah pembelajaran secara daring ini sudah sempurna? Tentu saja jawabannya belum. Ia juga memiliki berbagai kelemahan dan masalah. Hanya saja sebagai pilihan agar murid tetap bisa belajar dalam pantauan cukup efektif. Masih banyak daerah yang jaringan internet lemah bahkan buruk,  banyak juga murid tidak memiliki handphone / android.

Keluhan orang tua murid akan melonjaknya belanja pulsa dan kuota data sering didengar, kesulitan orang tua dalam hal membimbing anaknya ketika belajar daring dari rumah juga belakangan viral. Tentu saja ini normal karena latar belakang para orang tua sebagian besar bukan dari pendidikan.

Begitupun kondisi psikologi anak yang jenuh dan beberapa faktor lain. Maka komunikasi yang baik antara orang tua dan guru adalah hal yang sangat penting, berkolaborasi bersama sebagai partner. Akan tetapi kembali kepembahasan awal bahwa kondisi ini adalah sebuah alternatif, yang akan berakhir setelah sekolah buka kembali.

Satu hal yang pasti sejak beberapa tahun terakhir, pentingnya pemanfaatan teknologi dan informasi pada dunia pendidikan sudah dirasakan, adapun covid-19 ini hanya mempercepat menyadarkan kita akan hal tersebut....

~

Tidak ada komentar:

TUGAS DAN WEWENANG PEGAWAI DI KANTOR CAMAT (KECAMATAN)

  A.    CAMAT Tugas dan wewenang seorang Camat dapat beragam tergantung pada regulasi dan kebijakan yang berlaku di suatu negara atau ...