Kamis, 19 Desember 2024

BATU AKUP

BATU AKUP

(Cerita Dongeng/Fiksi)

Cerita Rakyat Desa Lubuk Alai: Batu Akup, Kisah Ibu dan Anak yang Hilang

Di Desa Lubuk Alai, Kecamatan Sindang Beliti Ulu, terdapat sebuah cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun tentang sebuah batu besar di tepi Sungai Beliti. Batu ini dikenal dengan nama Batu Akup, yang dalam bahasa setempat berarti "batu yang menutup." Kisah ini begitu menyentuh hati, menceritakan tentang cinta, penyesalan, dan kehilangan seorang ibu kepada anaknya.

Awal Mula Kisah

Dahulu, hiduplah seorang ibu bersama anak laki-lakinya yang masih kecil. Mereka tinggal di sebuah gubuk sederhana di pinggir hutan. Sang ibu adalah seorang janda yang bekerja keras untuk menghidupi anaknya. Setiap hari, ia pergi ke Sungai Beliti untuk mencari udang dan ikan, yang kemudian ia jual di pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Suatu hari, sang ibu mengajak anaknya pergi ke tepi Sungai Beliti. Mereka berjalan jauh dari rumah hingga tiba di sebuah batu besar yang menjorok ke dalam sungai. Di sekitar batu itu, air sungai mengalir dengan tenang, dan tempat itu penuh dengan udang. Sang ibu berkata kepada anaknya,

"Tunggulah di sini, Nak. Ibu akan mencari udang di sungai. Jangan pergi ke mana-mana."

Anaknya yang masih kecil itu menurut dan duduk di atas batu besar. Namun, ia merasa lapar karena sejak pagi belum makan apa-apa.

Tangisan Anak yang Tak Didengar

Sang ibu sibuk mengumpulkan udang di sepanjang sungai. Ia begitu fokus hingga lupa waktu. Sementara itu, anaknya mulai merasa sangat lapar. Ia memanggil ibunya,

"Ibu, aku lapar. Mari kita pulang!"

Namun, sang ibu tidak menjawab. Ia terus asyik mencari udang. Anak itu kembali memanggil,

"Ibu, aku ingin makan! Pulanglah, Bu!"

Tangisan anaknya semakin keras, tapi sang ibu tetap tidak menggubris. Ia berpikir bahwa ia harus mengumpulkan cukup udang untuk dijual, agar bisa membeli makanan untuk anaknya nanti. Anak itu memanggil ibunya hingga lima kali, tetapi tetap tidak dihiraukan.

Rasa lapar dan kecewa membuat anak itu menangis tersedu-sedu. Ia merasa ibunya tidak peduli padanya. Dalam kesedihannya, ia beranjak dari tempat duduknya dan mendekati sebuah celah di batu besar tempat ia menunggu. Tiba-tiba, batu besar itu terbuka sedikit, seperti memberi ruang untuknya masuk.

Batu yang Menutup

Tanpa disadari oleh sang ibu, anak itu berjalan ke celah batu sambil terus menangis. Ketika ia masuk ke dalam celah tersebut, batu itu perlahan menutup rapat, seolah menelannya. Ketika sang ibu akhirnya sadar dan kembali ke tempat anaknya menunggu, ia tidak menemukan anaknya. Ia mencari ke sekeliling batu sambil memanggil,

"Nak, di mana kamu? Ibu sudah selesai! Mari kita pulang!"

Namun, tidak ada jawaban. Ia hanya mendengar suara gemericik air sungai. Sang ibu panik dan berteriak-teriak mencari anaknya, tetapi sia-sia. Akhirnya, ia melihat celah batu yang telah menutup rapat dan menyadari bahwa anaknya telah hilang ke dalam batu tersebut.

Penyesalan Sang Ibu

Sang ibu menangis dan memohon kepada batu tersebut,

"Batu, kembalikan anakku! Aku salah karena tidak mendengarkannya. Kembalikan dia, aku mohon!"

Namun, batu itu tetap diam. Sang ibu berlutut di depan batu dan menangis sejadi-jadinya. Ia menyesali kelalaiannya yang terlalu sibuk mencari udang, hingga mengabaikan tangisan anaknya yang lapar dan ingin pulang.

Menurut cerita, sang ibu akhirnya tinggal di dekat batu tersebut, menunggu hingga anaknya kembali. Namun, ia tidak pernah melihat anaknya lagi. Ia hanya bisa merasakan kehadiran anaknya di dekat batu itu ketika angin berembus atau suara gemericik air terdengar lebih lembut.

Batu Akup Sebagai Simbol Cinta dan Penyesalan

Batu besar itu kemudian dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Batu Akup. Batu tersebut dianggap sebagai simbol cinta seorang ibu yang terlambat disadari dan penyesalan yang tak berujung. Penduduk desa percaya bahwa batu itu memiliki kekuatan mistis. Konon, jika seseorang duduk di dekat batu itu dan memanggil nama seseorang dengan hati penuh kerinduan, batu tersebut akan menggema seolah menjawab panggilan itu.

Batu Akup juga menjadi pengingat bagi masyarakat Desa Lubuk Alai bahwa perhatian terhadap keluarga, terutama anak-anak, tidak boleh diabaikan demi kesibukan atau pekerjaan. Cerita ini sering diceritakan kepada anak-anak sebagai pengingat akan pentingnya mendengarkan dan memahami kebutuhan orang-orang terdekat kita.

Pesan Moral

Kisah Batu Akup menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga. Orang tua diajarkan untuk tidak terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melupakan kebutuhan emosional anak-anak mereka. Selain itu, cerita ini mengingatkan bahwa penyesalan selalu datang terlambat, dan kita harus menghargai waktu bersama keluarga sebelum semuanya terlambat.

Batu Akup kini menjadi salah satu bagian dari cerita rakyat yang mengharukan dan terus dikenang oleh masyarakat Desa Lubuk Alai.

(Jiwangwe 😁😁😁)

Tidak ada komentar:

LEGENDA DESA TANJUNG AGUNG: Batu Lebag dan Puyang Ketua

Legenda Desa Tanjung Agung: Batu Lebag dan Puyang Ketua Di tengah lembah hijau yang dikelilingi bukit-bukit tinggi, terdapat sebuah desa ya...