Jumat, 17 Januari 2025

Kepergian Suri, Pelita yang Redup di Desa Lawang Agung

JARI YANG MENANGIS 
(Ratu Gibah Digital Yang Insaf)

Di sebuah Desa kecil, hiduplah seorang wanita bernama Ratni. Dia memiliki kebiasaan unik yang disukai sekaligus dibenci orang-orang di sekitarnya: mengunggah segala hal ke Facebook. Namun, Ratni bukan hanya sekadar penulis status biasa. Dia adalah ratu gibah digital. Apa pun yang terjadi di lingkungannya, dari perselingkuhan tetangga hingga gosip kecil tentang pedagang di pasar, semuanya berakhir menjadi status panjang penuh sindiran tajam.

"Dasar tetangga sebelah, baru kaya sedikit sudah sombong!" tulis Ratni suatu pagi.

Hari lain, dia mengetik: "Ada orang yang suka ngomongin saya di belakang. Hei, berani depan-depan dong!" meskipun semua tahu Ratni-lah yang paling sering membicarakan orang di belakang.

Jarinya menari di layar ponsel seperti tarian iblis kecil. Dia tak peduli siapa yang tersakiti. Baginya, Facebook adalah panggungnya, dan semua orang adalah penonton.

Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Suatu malam, setelah menulis status panjang tentang tukang sayur yang diduganya mencuri uang kembalian, jarinya terasa panas. Panas itu seperti bara api yang menggerogoti. "Ah, mungkin cuma pegal," pikirnya sambil memijat-mijat jari telunjuknya.

Keesokan paginya, jari telunjuk Ratni membengkak. Kulitnya memerah seperti tomat busuk, dan anehnya, ada bisikan kecil yang terdengar samar di telinganya. "Berhenti... berhenti... kau menyakitiku..."

Ratni mengabaikan suara itu. Dia menganggapnya halusinasi karena terlalu lelah mengetik. Tetapi saat dia mencoba menulis status baru, jari-jarinya mendadak kaku. Ponsel terjatuh dari tangannya, dan suara bisikan itu berubah menjadi jeritan: "BERHENTI MENYAKITI KAMI!"

Ratni terkejut. Dia melihat jarinya menggeliat, seperti cacing yang hidup. Kuku telunjuknya menghitam, sementara kulitnya mulai mengelupas. Rasa sakitnya tak tertahankan. Ratni menangis, tapi dia tak bisa berhenti memikirkan status yang ingin dia tulis.

Malam itu, jari telunjuknya membengkak lebih besar dari jari-jari lain, penuh dengan luka bernanah. Ketika dia mencoba tidur, jari-jari lainnya mulai berbisik: "Kami bosan mengetik kebencian. Kami ingin istirahat. Kalau tidak, kami akan pergi selamanya..."

Esoknya, Ratni tetap keras kepala. Dia memaksakan diri untuk menulis status baru dengan sisa tenaga, meski jarinya bergetar dan nyaris putus. "Ada yang bilang karma itu nyata. Tapi aku tak percaya!"

Namun, begitu dia selesai menulis, jari telunjuknya terlepas dan jatuh ke lantai. Ratni menjerit ngeri. Luka di tangannya membentuk bekas luka bakar, dan darah mengalir deras. Sementara itu, jari telunjuknya yang jatuh ke lantai berbisik pelan, "Kau telah menghancurkan kami. Kini, giliranmu menerima balasan."

Ratni panik. Dia mulai menyadari kesalahannya. Semua status yang pernah dia tulis kini terlintas di pikirannya seperti film yang diputar ulang. Dia melihat wajah-wajah sedih orang yang pernah disakitinya, komentar yang mengundang pertengkaran, dan kata-kata tajam yang menjadi senjatanya.

Dalam tangis, Ratni berlutut dan memohon ampun. "Aku menyesal! Aku tidak akan pernah lagi menyakiti siapa pun lewat tulisanku!" katanya dengan air mata mengalir.

Anehnya, jari telunjuknya yang terlepas kembali bergerak. Ia merayap naik ke tangannya dan menempel di tempatnya semula. Luka di tangannya sembuh perlahan, tetapi suara yang sama berbisik: "Kami memberimu kesempatan terakhir. Gunakan tanganmu untuk kebaikan, bukan kebencian."

Sejak hari itu, Ratni berhenti menulis status penuh gibah. Sebaliknya, dia mulai mengunggah hal-hal positif: "Semangat pagi, semoga hari ini penuh berkah!" atau "Tolong bantu tetangga yang sedang kesulitan, mari saling peduli."

Dia juga meminta maaf kepada semua orang yang pernah disakitinya. Ratni kini dikenal sebagai sosok yang bijak dan inspiratif. Namun, di malam-malam yang sepi, dia kadang masih mendengar bisikan jari-jarinya, mengingatkan: "Jangan ulangi kesalahanmu."

Dan Ratni tahu, jika dia tergoda lagi untuk mengetik kebencian, jarinya mungkin tak akan memaafkannya untuk kedua kalinya.

Tamat

Tidak ada komentar:

SALAH KAPRAH ANTARA GURU DAN MURID TENTANG PANTAT

SALAH KAPRAH ANTARA GURU DAN MURID TENTANG PANTAT  Pak Miko adalah seorang guru asal Jawa Tengah yang baru saja ditugaskan di sebuah desa di...