Senin, 17 Februari 2025

PERJALANAN USMAN ALAMSYAH: DARI KETAKUTAN MENJADI KEBANGGAAN

PERJALANAN USMAN ALAMSYAH: DARI KETAKUTAN MENJADI KEBANGGAAN 

Di sebuah desa kecil yang bernama Desa Lubuk Alai, yang pada tahun 1990 masih berada di Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, hiduplah seorang anak bernama Usman Alamsyah. Desa itu dikelilingi oleh perbukitan hijau yang anggun, sungai yang mengalir jernih, serta ladang-ladang yang subur. Meski alamnya begitu ramah, hati Usman dipenuhi kegelisahan.

Ketika tiba waktunya untuk bersekolah, hati Usman terasa berat. Ia tidak mau berangkat sekolah. Bahkan saat ibunya, seorang wanita penyayang dengan senyum menenangkan, membelikannya seragam sekolah di pasar Los Kota Lubuk Linggau di Provinsi Sumatera Selatan, Usman menghilang karena tidak mau ikut sekolah. Ia menyelinap di antara kios-kios yang ramai, bersembunyi di celah keramaian, hingga akhirnya sadar bahwa ia tersesat.

Tangisnya pecah. Ia tidak hafal jalan pulang. Tubuhnya yang kecil gemetar ketakutan. Sementara itu, sang ibunda, dengan kecemasan yang membuncah, berkeliling mencarinya. Hampir saja ia meminta pemilik toko untuk menghubungi polisi. Namun, akhirnya, di tengah hiruk-pikuk pasar, ia menemukan Usman sedang menangis ketakutan di sudut sebuah los. Sang ibu memeluknya erat, menghapus air matanya, dan membawanya kembali pulang—dengan seragam sekolah yang tetap terbeli.

Hari pertama sekolah pun tiba. Namun, Usman masih menolak mengenakan seragam barunya. Hatinya penuh ketakutan. Ia belum bisa membaca dan menulis, dan ia takut ditertawakan. Dalam keputusasaan, ibunya mengancam akan membuang seragam itu ke comberan di belakang rumah jika ia tidak mau memakainya. Dengan hati yang berat dan air mata yang berlinang, Usman akhirnya mengenakan seragam itu dan melangkah ke sekolah dengan terpaksa.

Sesampainya di sekolah, dunia yang baru menyambutnya. Matanya bertemu dengan seorang anak bernama Rejan Taufik, yang akrab dipanggil Ejen, dan seorang lagi bernama Awaludin, yang lebih sering dipanggil Awal. Mereka tersenyum kepadanya, dan untuk pertama kalinya, Usman merasa ada secercah kehangatan di tempat yang begitu asing baginya.

Hari demi hari berlalu. Ternyata sekolah tidak seburuk yang ia bayangkan. Gurunya ramah, teman-temannya menyenangkan, dan perlahan, huruf-huruf yang awalnya tampak seperti coretan tak berarti mulai membentuk kata-kata di kepalanya. Angka-angka yang dulu menakutkan kini menjadi tantangan yang menyenangkan.

Semangatnya terus tumbuh. Dari yang awalnya takut, kini Usman menjadi murid yang rajin. Ia membaca, menulis, dan belajar dengan penuh kegigihan. Waktu pembagian rapor pun tiba, dan tak disangka, namanya berada di deretan peringkat atas kelas. Usman yang dulu menangis ketakutan kini berdiri dengan bangga. Ibunya menangis haru melihat perubahan anaknya. Ia yang dahulu menolak sekolah, kini menjadi bintang kelasnya.

Perjalanan Usman Alamsyah bukan hanya tentang sekolah. Ini adalah perjalanan melawan ketakutan, menemukan keberanian, dan membuktikan bahwa setiap orang bisa berubah jika diberi kesempatan dan dorongan yang tepat. Desa Lubuk Alai pun mengenangnya sebagai anak yang pernah takut sekolah, namun akhirnya menjadi kebanggaan.

Tidak ada komentar:

NAMA YANG MENJADI TAKDIR

Matahari bersinar malu-malu di Desa Lubuk Alai Kecamatan Sindang Beliti Ulu. Angin berhembus lembut, seakan membelai dedaunan yang menari pe...