Jumat, 14 Maret 2025

LEGENDA ASAL-USUL DESA TANJUNG HERAN

LEGENDA ASAL-USUL DESA TANJUNG HERAN 

(Cerita Rakyat Kecamatan Sindang Beliti Ulu, Kabupaten Rejang Lebong)

Bab 1: Tanjung dan Ran yang Mengering

Dahulu kala, di antara aliran Sungai Beliti dan Sungai Kolok, terdapat sebuah tanah tinggi yang menjorok seperti semenanjung. Masyarakat menyebutnya Tanjung Ran Mipis, sebab dulunya tanah itu dialiri sungai yang kini mulai mengering. Di ujung pertemuan kedua sungai tersebut, terdapat sebuah lubuk yang dikenal sebagai Lubuk Hemete, tempat para leluhur sering mencari ikan dan mandi di airnya yang jernih.

Suatu ketika, seorang lelaki tua bernama Ki Puyang Gading berkelana ke tempat ini. Ia seorang tabib sakti yang bisa membaca tanda-tanda alam. Saat menginjakkan kaki di Tanjung Ran Mipis, ia terkejut melihat daratan tinggi yang dulu dialiri sungai kini telah mengering, menyisakan jejak aliran air yang samar.

"Heran aku, mengapa sungai ini bisa kering begini?" gumamnya.

Sejak saat itu, penduduk setempat mulai menyebut tempat tersebut Tanjung Heran, perpaduan dari kata "Tanjung" dan keheranan yang diucapkan Ki Puyang Gading. Nama itu melekat hingga turun-temurun, menjadi legenda yang dipercaya oleh warga.

Bab 2: Kutukan Cinta yang Terlarang

Di Desa Tanjung Heran, hiduplah seorang pemuda bernama Puyang Agung, yang terkenal gagah dan pemberani. Ia jatuh cinta pada seorang gadis cantik dari Desa Tanjung Agung bernama Siti Balai. Namun, cinta mereka ditentang oleh orang tua dan tetua desa karena adanya larangan turun-temurun bahwa warga Tanjung Heran tidak boleh menikah dengan warga Tanjung Agung dan juga Desa Ulak Tanding.

Namun, cinta mereka begitu kuat. Mereka memutuskan menikah secara diam-diam. Ketika hari pernikahan tiba, hantaran pengantin pria dibawa ke rumah mempelai wanita, termasuk seekor kerbau besar. Namun, saat tiba di rumah mempelai wanita, kejadian mengejutkan terjadi.

Kerbau itu tiba-tiba mengamuk! Ia menanduk kain kebaya merah yang dikenakan Siti Balai, membuatnya terlepas. Malu dan marah, Puyang Agung berlari ke bukit dan menghilang tanpa jejak. Beberapa warga berusaha mencarinya, tetapi yang mereka temukan hanyalah seekor kerbau yang diam membisu di puncak bukit, seolah berubah menjadi batu.

"Ini bukan kerbau biasa," gumam seorang tetua desa. "Ini adalah jelmaan Puyang Agung yang terkena kutukan!"

Sejak saat itu, bukit tempat kejadian itu dinamai Keramat Moneng Kerbau, sementara di dekatnya terdapat Keramat Kerbau Lewet dan Anjing Kumbang, tempat dipercayai roh-roh dari kisah tragis ini bersemayam.

Karena kejadian itu, warga percaya bahwa pernikahan antara warga Tanjung Heran dan Tanjung Agung, serta Tanjung Heran dan Ulak Tanding, akan membawa kesialan dan kegagalan dalam hidup. Kutukan itu masih dipercayai hingga kini.

Bab 3: Kelepah Agung Anom dan Dua Tanjung Heran

Bertahun-tahun setelah tragedi Puyang Agung dan Siti Balai, hiduplah seorang tokoh sakti bernama Kelepah Agung Anom. Ia dikenal sebagai pendekar kuat yang memiliki keris pusaka dan berjasa melindungi desa dari serangan musuh.

Ketika ajal menjemputnya, ia dimakamkan di Tanjung Heran, Kecamatan Sindang Beliti Ulu. Namun, suatu hari, seorang pemuda dari desa itu melakukan perjalanan ke sebuah desa bernama Tanjung Heran di Taba Penanjung Lembak 8. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Kelepah Agung Anom masih hidup dan bermain sepak bola bersama anak-anak muda!

"Bagaimana mungkin? Bukankah ia sudah meninggal?" tanyanya dalam hati.

Setelah ditelusuri, ternyata Kelepah Agung Anom memiliki kemampuan hidup kembali dengan usia yang lebih muda. Oleh karena itu, keberadaannya seolah ada di dua tempat sekaligus. Di Tanjung Heran Taba Penanjung Lembak 8, peninggalannya berupa baju besi perang, sementara di Tanjung Heran Kecamatan Sindang Beliti Ulu, peninggalannya adalah keris sakti.

Hingga kini, banyak yang percaya bahwa roh Kelepah Agung Anom masih menjaga kedua desa. Jika seseorang berniat buruk atau ingin mengganggu kedamaian desa, maka ia akan mendapat balasan yang setimpal.

Penutup: Warisan Leluhur yang Dijaga

Hingga saat ini, Desa Tanjung Heran tetap memegang erat adat dan legenda yang diwariskan turun-temurun. Masyarakat percaya bahwa tanah mereka adalah tanah sakral, penuh sejarah dan misteri yang tak boleh dilanggar.

Legenda tentang kutukan pernikahan, keramat moneng kebau, dan dua kehidupan Kelepah Agung Anom menjadi bagian dari identitas desa, yang terus diceritakan dari generasi ke generasi.

Siapa pun yang menginjakkan kaki di tanah ini akan merasakan keunikan sejarahnya, di mana kepercayaan dan kenyataan melebur menjadi satu, menciptakan kisah yang hidup di dalam hati penduduknya.

Selesai.

(Jiwangwe)
😁😁😁

Tidak ada komentar:

NAMA YANG MENJADI TAKDIR

Matahari bersinar malu-malu di Desa Lubuk Alai Kecamatan Sindang Beliti Ulu. Angin berhembus lembut, seakan membelai dedaunan yang menari pe...