Legenda Desa Tanjung Agung: Batu Lebag dan Puyang Ketua
Di tengah lembah hijau yang dikelilingi bukit-bukit tinggi, terdapat sebuah desa yang kini dikenal sebagai Desa Tanjung Agung. Desa ini berdiri di atas dataran tinggi yang menjorok seperti semenanjung, seolah tangan alam merangkul langit. Nama “Tanjung Agung” lahir dari keagungan tanahnya: “tanjung” yang berarti semenanjung atau dataran tinggi, dan “agung” yang melambangkan kebesaran dan kemegahan alamnya.
Namun, keindahan dan nama besar desa ini tidak lahir tanpa cerita. Ada legenda yang hidup di antara warga, tentang seorang tokoh sakti bernama Puyang Ketua, situs magis Batu Lebag, dan para keturunan yang menjadi pewaris kebijaksanaan serta kekuatan Puyang Ketua.
Batu Lebag: Jejak Magis Mandraguna
Zaman dahulu kala, ketika desa ini masih berupa hutan belantara yang belum terjamah manusia, berdiri sebuah batu besar yang disebut Batu Lebag. Batu itu tak biasa. Warnanya hitam kelam, namun saat matahari terbenam, ia memantulkan cahaya keemasan yang seolah menyimpan kekuatan ilahi. Orang-orang percaya, Batu Lebag adalah pemberian para dewa, menjadi tempat bertemunya alam manusia dan dunia gaib.
Dikisahkan, di sekitar Batu Lebag, hiduplah seorang sakti mandraguna bernama Puyang Ketua. Ia dikenal sebagai penjaga harmoni alam. Rambutnya panjang beruban, matanya menatap tajam, seolah mampu melihat masa depan, dan tutur katanya bijaksana. Ia adalah pemimpin spiritual yang dihormati, tak hanya di desa, tetapi juga hingga ke lembah dan bukit di sekitarnya.
Puyang Ketua dan Anak-anaknya
Puyang Ketua memiliki tiga anak kandung yang istimewa: Kanom, Kagung, dan Manuk Dewa, serta seorang anak angkat bernama Kanyar.
Kanom, anak tertua, dikenal sebagai penakluk angin. Ia mampu memanggil angin untuk membantu membajak ladang atau mengusir ancaman dari desa.
Kagung, anak kedua, mewarisi kekuatan bumi. Ia mampu membuat tanah menjadi subur dan menghentikan longsor dengan satu ayunan tangannya.
Manuk Dewa, anak bungsu, memiliki hubungan mistis dengan burung-burung. Ia selalu ditemani burung elang putih yang dianggap sebagai penjelmaan roh leluhur.
Kanyar, anak angkat, meski tidak memiliki darah Puyang Ketua, memiliki hati yang penuh kasih dan kebijaksanaan yang tak kalah dengan saudara-saudaranya. Ia sering menjadi perantara ketika terjadi perselisihan.
Pertemuan dengan Batu Lebag
Pada suatu hari, ketika desa menghadapi masa-masa sulit karena kekeringan panjang, Puyang Ketua memutuskan untuk memohon petunjuk kepada Batu Lebag. Ia mengajak anak-anaknya ke sana. Di hadapan batu itu, ia duduk bersila, lalu mulai melafalkan mantra yang hanya diketahui oleh dirinya.
Tak lama kemudian, batu itu bergetar. Dari celahnya, memancar cahaya emas yang menyinari seluruh desa. Ajaibnya, hujan mulai turun. Air yang mengalir dari bukit-bukit menghidupkan kembali tanaman yang layu. Penduduk desa bersorak-sorai, memuji kebijaksanaan dan kekuatan Puyang Ketua.
Kearifan Puyang Ketua
Selain dikenal sebagai orang sakti, Puyang Ketua juga dihormati karena kebijaksanaannya. Ia selalu mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa kekuatan tanpa kebijaksanaan adalah kehancuran. Ia sering berkata, “Jadilah penjaga, bukan penguasa. Alam ini bukan milik kita, tetapi titipan untuk anak cucu kita.”
Ketika anak-anaknya bertanya mengapa ia dipanggil “Puyang Ketua,” ia menjelaskan dengan senyuman, “Ketua berarti pemimpin. Tetapi pemimpin yang sejati adalah yang mampu memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain.” Kata-kata itu terus menjadi pegangan hidup bagi anak-anaknya.
Warisan Tanjung Agung
Setelah Puyang Ketua wafat, anak-anaknya melanjutkan tugasnya menjaga desa. Batu Lebag tetap menjadi tempat suci, tempat penduduk desa berdoa dan memohon keberkahan. Desa itu pun akhirnya dinamai Tanjung Agung, mengacu pada tanahnya yang besar dan luhur, serta warisan kebijaksanaan Puyang Ketua.
Hingga kini, situs Batu Lebag masih dipercaya memiliki kekuatan magis. Banyak yang datang untuk berziarah, berharap mendapat berkah atau sekadar mengenang kisah Puyang Ketua yang arif dan sakti mandraguna.
Legenda ini terus hidup, mengajarkan kepada generasi muda bahwa keagungan sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kebijaksanaan dan keharmonisan dengan alam.
(Masi Jiwangwe)
😁😁😁🙏🙏🙏